Bab 1Senyumku merekah melihat sosok lelaki yang turun dari mobil, wajahnya terlihat lelah. Aku berjalan mendekat dan mencium tangannya."Mau mandi atau makan dulu, Mas?""Mandi saja dulu. Badanku rasanya lengket, gerah. Tolong buatkan kopi ya," jawabnya dengan senyum.Cup!Hatiku menghangat mendapat ciuman mesra di kening. Suamiku ini memang selalu romantis meski kondisi kelelahan seperti ini.Kami berjalan dengan saling merangkul menuju ke kamar. Aku membantunya melepas jas dan membuka kancing kemejanya."Maaf ya, aku tidak sempat membelikan oleh-oleh," ujarnya dengan wajah merasa bersalah."Tidak apa, Mas. Yang penting sekarang kamu sudah pulang, kamu seminggu di sana rasanya setahun," balasku sambil pura-pura memasang wajah kesal.Ibu jarinya mengelus pipiku lembut. "Aku di sana kerja, Ambar sayang. Kondisimu juga sedang tidak sehat kalau ikut kesana," ujarnya lalu membuka lemari untuk mengambil handuk.Aku sebenarnya bekerja juga untuk mengisi waktu, mas Hasbi tidak melarang kare
Bab 2Malam harinya aku sampai tidak bisa tidur memikirkan test pack positif itu. Sudah jelas bukan milik orang lain, tidak lucu jika seseorang menitipkan test pack itu pada suamiku.Dari dengkurannya aku bisa pastikan mas Hasbi sudah tertidur lelap. Ponselnya tergeletak begitu saja di atas nakas. Dengan gerakan pelan kucoba meraih benda pipih itu. Ingin memeriksa apakah ada jejak perselingkuhan yang dilakukannya.Selama ini aku tidak pernah curiga, makanya aku sama sekali tidak ada niat melihat atau memeriksa isi ponsel suamiku.Tidak ada yang mencurigakan. Riwayat pesan di ponselnya hanya ada dari beberapa karyawan dan juga teman mas Hasbi yang tentunya aku kenal juga.Sudah kulihat, semua aplikasi pesan dan juga sosial media miliknya tapi tetap aku tidak mendapatkan sesuatu yang mencurigakan.Apa aku tidak sakit hati? Soal itu jangan ditanyakan lagi. Aku hanya sedang mencoba untuk menguasai diri agar tidak gegabah. Emosi semakin kuat menekan dada saat mengingat bagaimana perlakuan
Bab 3"A–aku tidak tahu!"Aku tertawa mendengar itu. "Tidak tahu? Bagaimana mungkin kamu tidak tahu apa isi tasmu sendiri?!" geramku.Kamu pikir istrimu sebod*h itu, Mas?"Mungkin temanku salah memasukkannya, karena istrinya memang sedang hamil. Aku juga belum memeriksa lagi tas kerja."Dia bicara seperti sedang bicara pada anak ingusan saja. Mas Hasbi mulai berbohong. Aku memutuskan untuk tidak memperpanjang pembicaraan, bukan karena aku percaya padanya tapi aku tidak ingin mendengar kebohongan lagi darinya. Lebih baik mencari bukti sendiri, daripada aku lelah terus mendesaknya."Saat ini aku percaya sama kamu tapi kalau sampai kamu ketahuan selingkuh, kamu akan tahu akibatnya!" Ucapanku ini tidak main-main, aku akan membuatnya menyesal.Aku mengalah untuk maju lebih jauh lagi. Kamu jangan senang dulu, Mas!Dia menarikku ke dalam pelukannya. "Maafkan aku ya. Aku membuat kamu curiga seperti ini, sungguh aku tidak selingkuh."Tanganku dengan berat terangkat membalas pelukannya, untuk s
Bab 4Mereka berdua sudah tidak terlihat lagi, aku terlalu larut dalam lamunan. Pintu rumahnya juga terkunci dengan rapat. Semua itu hanya khayalanku saja, tidak tahu apa yang mereka lakukan di dalam.Aku tidak ingin gegabah, bodohnya aku karena tadi tidak sempat mengabadikan momen itu. Setidaknya itu bisa aku jadikan bahan untuk mempermalukan wanita itu.Bagaimana mungkin aku mengingat untuk menyimpan bukti, hatiku saja begitu perih melihat dengan mata kepala sendiri apa yang selama ini Mas Hasbi sembunyikan.Di mataku dia lelaki alim, romantis dan sangat penyayang. Tapi ternyata dibalik sikapnya dia sama dengan lelaki lain di luaran, bajing*n!Aku tidak terima ini, Mas. Aku akan membuatmu berlutut dan menyesali apa yang sudah kamu lakukan padaku.Lututku rasanya masih lemas tapi aku harus segera pergi dari sini. Setidaknya sudah kukantongi alamat rumahnya. Aku bersumpah akan membuat lont* itu malu, di depan keluarga dan teman-temannya.Apa Mbak Tyas tahu kalau wanita yang dekat deng
Tenang? Aku bahkan tidak bisa tenang setelah apa yang terjadi. Bisa-bisanya dia bicara seperti itu. Tidakkah dia tahu hancurnya perasaanku. Dadaku bahkan masih terasa begitu sesak.Tidak. Aku tidak boleh memperlihatkan keterpurukan dan emosiku di depan mereka, itu sama saja memperlihatkan jika aku kalah. Untuk kali ini aku akan mengalah tapi bukan berarti memaafkannya, kesalah yang Mas Hasbi lakukan itu sungguh tidak bisa dimaafkan karena dia selingkuh selama usia pernikahan kami.Wanita itu juga pasti akan senang melihatku langsung mundur. Harta, itu pasti yang diinginkannya. Tidak ada wanita manapun yang ingin dimadu atau menjadi madu, aku yakin dia bahkan tidak mencintai Mas Hasbi.Beberapa hari ini aku membuat diriku pulih dulu karena memang setelah kejadian itu tidak bohong, aku jatuh sakit. Terdengar lemah memang, tapi wanita mana yang akan menerima begitu saja saat tahu suaminya diam-diam memiliki istri lain.Setiap hari Mas Hasbi mengantarkan makanan tapi tidak pernah sekalipu
“Sayang ….” Mas Hasbi seperti sulit untuk menentukan.“Pilihan ada ditanganmu, jangan berpikir jika aku memaksa, Mas. Silahkan saja pilih sesuai isi hatimu.” Meliriknya sekilas sebelum melanjutkan sarapan.Meski tidak pernah memiliki nafsu makan tapi setidaknya aku jangan sampai tumbang lagi karena hal ini. Beberapa hari sampai tidak bekerja. Memang kehidupanku jadi kacau tapi takkan kubiarkan berlarut seperti ini.“Aku … akan meninggalkan Nafisha. Tapi tunggu sampai dia melahirkan.”“Terserahmu.”Rasaku pada Mas Hasbi bahkan tidak langsung hilang meski dia sudah jelas berkhianat. Kecewa dan benci sudah pasti ada tapi tidak mudah menghilangkan begitu saja cintaku padanya.“Apa boleh aku kembali.”“Kalau kau datang sendiri pintu rumahku terbuka.” Kursi berderit saat aku berdiri, menaruh piring di tempat cucian kotor. Dia tidak mengekori saat aku masuk ke dalam kamar.Rasanya masih tidak percaya dengan badai besar yang menerjang rumah tanggaku. Kenapa harus ada cobaan seberat ini? Siapa
“Oh, temannya Mbak Tyas.”Kemarin Mbak Tyas mengatakan jika wanita ini adalah orang yang membantunya menyiapkan acara syukuran. Aku jadi mencurigai Mbak Tyas.Ada dua kemungkinan. Bisa jadi Mbak Tyas tahu dan mencoba menutupi atau dia tidak tahu dan sama denganku yang dibodohi oleh Mas Hasbi. Tidak mungkin juga menuduh tanpa bukti, jika tidak benar jatuhnya fitnah.Tidak boleh gegabah dan menciptakan masalah baru.“Vivi sudah mau pulang?”“Iya, Bu. Mungkin beberapa hari tidak kesini karena suamiku pulang,” ucapnya lalu melirik sekilas pada Mas Hasbi yang memalingkan wajahnya ke arah lain.“Aku antar Vivi dulu ya, Bu.”Aku masih diam melihat Mbak Tyas dan wanita itu keluar. Mas Hasbi berdiri mematung di tempatnya. Mungkin jika aku tidak datang dia yang akan mengantarkan istrinya itu pulang.“Kasihan ya suaminya kerja di luar kota. Kenapa dia tidak ikut saja? Sedang hamil pasti tidak mudah tinggal sendirian.”“Makanya biasa ibu memintanya datang kesini, kasihan kalau sendirian di rumahn
“Tidak, bukan seperti itu maksudku.”“Kamu juga ingin aku merawat anak itu? Kamu pikir hatiku ini batu hah?”Apa yang dipikirkannya itu? Sungguh tidak masuk akal. meski bayinya memang tidak bersalah tapi aku tidak akan pernah mau merawat bayi itu. Ibunya masih ada, kenapa harus aku yang merawatnya.Dia pikir hal ini akan membuatku luluh? Aku bahkan semakin marah.“Siapa tahu dengan mengasuh bayi bisa memancing agar dirimu bisa cepat hamil. Maaf kalau aku membuatmu tersinggung.”Sebelah sudut bibiku terangkat, “Tidak perlu.” Kusodorkan kertas yang berada di atas nakas.Setelah melakukan pemeriksaan sebelum ke kantor tadi, aku tahu alasan tubuhku belakangan ini begitu lemas. Bukan hanya karena masalah dengan Mas Hasbi tapi karena memang kondisiku. Mungkin jika ketahuan lebih awal Mas Hasbi tidak akan membawa wanita itu dan aku akan semakin lama dibohonginya.“Ka-kamu ha-mil, sayang.” Wajahnya terlihat syok, detik berikutnya dia menarikku ke dalam pelukannya.Entah harus bahagia atau tid