Share

Kabar Berita

Penulis: Athalaz
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-14 16:35:00

Aku segera berlari menuju kamar, terlihat mas Ridwan sedang duduk di pinggir tempat tidur, di menutup matanya dengan kedua telapak tangan, terlihat bahunya berguncang. Aku tertegun.

“Apa yang membuat suamiku bisa menangis seperti ini?” tanyaku dalam hati.

Ku dekati dia, tanganku mengusap kepalanya dia semakin sesenggukan. Dia bangkit lalu memelukku dengan erat.

“Selamat sayang, penantian kita berbuah,” bisiknya di telingaku.

Aku tak mengerti maksudnya, ku dorong dia lalu menatapnya meminta penjelasan. Dia menunjuk ke tempat tidur, terlihat sebuah testpack. Aku teringat tadi pagi memang memakai testpack karena sudah telat tiga minggu, tapi karena buru-buru hendak ke rumah mama makannya aku tinggalkan saja testpack itu.

Kaki lemas, tak mampu menopang badanku yang memang terasa lebih berisi. Mas Ridwan segera menangkapku sebelum terjatuh, mebawaku ke tepi ranjang untuk berubah duduk.

Aku beberapa kali memukul dada, menjauhkan sesak akibat haru yang tiba-tiba muncul. Aku memeluk mas Ridwan, menyandarkan kepala di bahu, lalu menangis sepuasnya.

“Alhamdulillah, ya Allah. Engkau sangat baik, mengamanahkan kepadaku suami yang soleh dan baik serta penyayang, lalu kini engkau sempurnakan nikmat dengan mengaruniakan anak yang sedang tumbuh di rahimku, sungguh engkau Maha pemberi lagi maha menyayangi.” Aku mengusap muka dengan kedua tangan, mas Ridwan sujud syukur, sebagai bentuk kebahagiaan atas kabar yang baru saja kami ketahui.

“Sayang, ayo siap-siap, kita ke dokter untuk periksa.” Mas Ridwan menarik tanganku berdiri.

Aku tersenyum, lalu balas menarik tangannya agar duduk di sampingku. “Besok saja, Mas. Sudah hampir jam dua belas malam, dokter praktek sudah pada tutup,” ucapku menahan tawa.

Mas Ridwan menepuk jidatnya, saking semangatnya dia jadi lupa waktu.

“Hahahahahaha.” Kami tertawa bersama lalu kembali berpelukan, hingga tertidur.

Setelah shalat subuh, aku hendak melangkah ke dapur, namun tangan mas Ridwan mencegahku.

“Eh, istriku yang cantik mau ke mana?” tanyanya. Senyum tak lepas menghias wajah manisnya.

“Igh, genit degh! Mau ke dapur buat sarapan,” ucapku.

“Nggak usah, pokonya kamu di kamar aja. Istirahat! Nanti urusan rumah aku yang kerjakan,” larang mas Ridwan.

“Tapi, kamu kan mau kerja, lagian aku tak kenapa-kenapa,” ucapku keberatan.

“Ini perintah, dan tugas istri harus patuh pada perintah suami, selama suami taat kepada Allah,” ucap mas Ridwan tegas.

Aku hanya bisa pasrah ketika mas Ridwan membimbingku naik ke tempat tidur, lalu menyuruh kembali memejamkan mata. Dia lalu berlalu ke dapur, tak lama terdengar bunyi alat dapur yang saling beradu, bahkan beberapa kali terdengar bunyi tutup panci yang jatuh. Lama-lama aku tertidur juga akhirnya.

“Sayang, bangun!” suara mas Ridwan terdengar membangunkan ku, pipiku di usap lembut, tercium bau bawang goreng yang sangat harum, tiba-tiba, “Hoek... hoek... .” Aku tak bisa menahan mual, aku muntah di tempat tidur, perutku terasa di kocok-kocok, keringat dingin membasahi tubuh. Mas Ridwan panik, dia segera berlari ke dapur mengambil air hangat, lalu kembali lagi ke kamar, membantuku minum, lalu memijit tengkuk agar terasa lebih enakan.

Setelah itu membantuku membersihkan badan, mengganti seprei dan kembali menyuruhku istirahat.

Terlihat peluh membanjiri pelipis dan badan, baju kutang yang dia pake telah berubah basah. Berkali-kali aku mengucap syukur di beri lelaki yang sabar seperti dia.

“Kamu mau sarapan apa? Nanti, Mas beliin,” tanyanya.

Nasi goreng yang sedari tadi di masaknya susah payah, kini telah di makan. Aku menutup hidung selama dia makan.

“Aku ingin rujak,” jawabku. Air liur keluar saat membayangkan buah mangga yang mengkal, si cocol bumbu rujak yang manis dan pedas.

“Ndak ada rujak sepagi ini, sayang!” ucap Mas Ridwan.

“Pokonya mau rujak,” ucapku, entah kenapa pagi ini aku senang sekali menyusahkan lelaki halalku itu.

Dia menarik napas, kemudian kembali menghembuskannya. Lalu tersenyum kembali.

“Tunggu yah, Mas cari dulu.”

Mas Ridwan berlalu setelah sebelumnya berganti baju, dia mengambil dompet dan kunci mobil, entah ke mana tujuannya, yang jelas dia pulang harus membawa rujak pesananku.

Aku kembali membaringkan badan, kepala ku terasa berat setelah muntah tadi. Entah berapa lama aku tertidur, saat sayup-sayup terdengar suara mobil mas Ridwan memasuki halaman rumah.

Aku bangkit hendak menyambutnya namun pandangan ku berputar, aku kembali menutup mata. Derap langkah kaki memasuki kamar, mas Ridwan menyimpan rujak pesananku di atas meja.

“Mas, aku pusing,” rengekku. Dengan sigap dia naik ke tempat tidur, lalu mulai memijit kening, mengoleskan minyak herbal ke kening. Setengah jam, Berangsur-angsur perasaanku sudah agak mendingan.

“Tuh, rujaknya makan dulu,” suruh mas Ridwan.

“Aku sudah tak mau,” jawabku.

“Loh, tadi kan minta nya rujak, kok sekarang nggak mau, terus kamu maunya apa?!” tanya mas Ridwan. Dia terlihat sebal.

“Mau nasi goreng seperti yang tadi,” ucapku cepat.

“Allahu Rabbi, kenapa tidak bilang dari tadi!” Nada suara mas Ridwan mulai meninggi, tapi tetap juga dia melangkah ke dapur.

Baru sehari aku tau kalau aku hamil, sudah sekacau ini hidup mas Ridwan, entah kenapa pagi ini aku lebih sensitif dan banyak maunya padahal kemarin-kemarin enggak.

Mas Ridwan datang kembali membawa nasi goreng, Lagi-lagi aku muntah, membuat mas Ridwan takut, dia meminta ku segera berpakaian, lalu kami ke dokter.

Sepanjang jalan aku hanya bisa memejamkan mata, pusing kepala tak pernah hilang, sampai di Rumas sakit mas Ridwan pun masih harus menggendongku supaya sampai di poli, ternyata kami datangnya kepagian, masih setengah jam lagi sebelum poli kandungan di buka.

Mas Ridwan pamit ke kantin, katanya ingin membeli kopi. Setelah datang dia juga membawa beberapa cemilan, untung saja tak ada baunya jadi aku bisa sarapan dengan sepotong roti dan segelas air putih.

“Pasien atas nama Ibu Rahma,” panggil seorang perawat yang baru saja keluar dari ruangan. Mas Ridwan membantuku berdiri, lalu masuk ke ruangan.

“Selamat pagi,perkenalkan saya dokter Astri, ada yang bisa di bantu?” tanyanya, setelah sebelumnya dia menjabat tangan kami lalu menyuruh duduk di kursi di depannya.

“Saya mau periksakan istri saya, Dok. Sudah tiga minggu tidak datang bulan, kemarin testpack garisnya dua tapi masih samar,” ucap mas Ridwan menjelaskan.

Harusnya aku yang berbicara, tapi suamiku memang seperti itu jika sedang penasaran, dia tidak akan segan untuk mewakili.

“Baik, kalau begitu langsung USG saja, silahkan ke tempat tidur dan ikuti arahan perawat yang akan membantu Ibu,” suruh sang Dokter.

Tanganku dingin, mas Ridwan menuntun ke tempat tidur, seorang perawat membantu, aku di suruh melepaskan celana yang aku pakai, untungnya tadi aku memakai gamis. Dokter datang mendekat setelah memakai handscund.

“Bu, kita akan USG Transvaginal, jadi nanti alatnya akan di masukkan ke v*g*n* Ibu, gunanya supaya kita bisa jelas melihat kondisi rahim Ibu,” ucap Dokter. Aku hanya mengangguk.

Setelah berbaring, dokter mulai melakukan USG, tatapanku fokus di layar TV tempat gambar perutku terlihat.

“Alhamdulillah, sudah ada kantung bayinya yagh.”

Mas Ridwan meremas tanganku ketika dokter berkata seperti itu, beberapa kali dokter mengetik sesuatu, mulai dari besar kantong, usia kehamilan.

“Sudah yah, Bu!” ucap Dokter setelah selesai pemeriksaan.

Kembali suster membantuku mengenakan celana yang tadi ku lepas, mas Ridwan kembali menuntun aku duduk di depan dokter.

“Baiklah, Bapak dan Ibu sudah mendengar kabar bahagia, namun saya ingin menyampaikan sedikit kabar buruk, semoga saja kalian berdua bisa mengambil hikmahnya,” ucap dokter dengan wajah serius.

Aku meremas tangan mas Ridwan, begitupun sebaliknya.

“A— pa, itu Dok?” tanya mas Ridwan terbata.

“Dari hasil pemeriksaan sepertinya ada tumor di dalam rahim istri Bapak!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Jatuh dari tangga

    Rahma berdiri kaku di puncak tangga. Detik-detik bergulirnya tubuh Alana terasa lambat, seperti adegan film bisu yang diputar ulang dalam kecepatan rendah. Rahma melihat bagaimana Alana, dalam posisi jatuh yang terencana, memastikan benturan itu dramatis tanpa melukai dirinya secara fatal. Teriakan itu, melengking dan penuh kesakitan, terasa seperti nada sumbang yang menghancurkan keheningan rumah.Di bawah, Ridwan menjatuhkan tas kerjanya. Suara tas yang menghantam lantai marmer itu seperti tembakan pistol yang memulai sebuah drama. Ia bergegas mendekati Alana yang kini tergeletak di tiga anak tangga terbawah, tubuhnya meringkuk seperti daun kering yang rapuh.“Alana! Ya Tuhan, Alana! Apa yang terjadi?!” Ridwan berlutut, wajahnya pucat pasi, kedua tangannya gemetar saat menyentuh bahu Alana.Alana tidak segera menjawab. Ia hanya terisak, suaranya tercekat dan menahan napas, seolah rasa sakit fisik dan emosional mencekiknya. Ia memejamkan mata, membi

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Tersiram air panas

    Malam itu, sesuai jadwal bergilir, Ridwan berada di kamar Alana. Rahma tidur sendirian, memeluk bantal, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia masih memiliki tempat di hati suaminya.Keesokan paginya, Alana memulai aksinya. Waktu sarapan adalah waktu yang tepat, di mana Ridwan biasanya sedang membaca koran dan suasana masih tenang.Rahma sedang menuangkan teh panas ke dalam cangkir Ridwan. Uap panas mengepul di udara. Alana mendekati meja, wajahnya tampak cemas seolah ingin mengatakan sesuatu yang mendesak."Mas, boleh aku bicara sebentar?" panggil Alana, suaranya sedikit meninggi. Ia melangkah terlalu dekat ke tempat Rahma berdiri, seolah-olah ia tidak melihat keberadaan teko panas di tangan Rahma.Rahma yang terkejut, sedikit mundur untuk memberi ruang, tetapi Alana terus maju, gerakannya terlalu cepat.Tiba-tiba, Alana berteriak kecil. *Sret!* Air panas dari teko itu tumpah, bukan seluruhnya, hanya sedikit, namun cukup untuk membasahi punggung tang

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Meminta pulang ke rumah Rahma

    Alana menarik napas panjang, memasang wajah sedih dan terintimidasi. "Dia bilang, dia adalah tunangan Mas Ridwan. Dia bilang dia berhak atas Mas Ridwan, dan aku hanyalah penghalang. Dia bahkan bilang dia akan melakukan apa pun agar Mas Ridwan mau tidur dengannya di luar kota."Mama Anita tersentak. "Apa?! Siska bicara begitu?""Iya, Ma," kata Alana, air mata mengalir. "Aku tahu aku tidak boleh cemburu. Tapi dia terus menggodaku. Dia menumpahkan minuman ke kemeja Mas Ridwan, lalu dia membersihkannya dengan cara yang... tidak pantas. Aku panik, Ma. Aku takut Mas Ridwan tergoda, makanya aku menyusul. Aku hanya ingin melindungi suamiku, tapi malah berakhir begini."Alana tidak berbohong tentang adegan di restoran, tetapi ia memutarbalikan narasi. Ia menghilangkan fakta bahwa ia yang menyerang duluan, dan ia memposisikan Siska sebagai predator yang mengancam kehormatan Ridwan.Wajah Tante Ani berubah merah padam. Ia merasa malu dan marah. Siska adalah wanita y

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Awal rencana Alana

    Rahma menoleh. Alana tersenyum lagi, senyum yang kali ini terasa lebih palsu dari sebelumnya, seolah ia sedang menguji seberapa jauh ia bisa memanipulasi situasi."Aku tahu Mas Ridwan akan segera pulang ke rumah. Tapi biarkan aku di sini dulu, ya? Aku benar-benar butuh Mama Anita. Aku takut, Mas. Aku takut sendirian," pinta Alana, membuat Ridwan mengangguk setuju di sampingnya.Rahma mengerti. Itu adalah sebuah ultimatum yang manis: Ridwan akan tetap bersamanya, tetapi dia tidak akan pulang ke rumah mereka selama Alana masih membutuhkan 'perlindungan'.Rahma hanya bisa mengangguk pasrah. "Tentu, Alana. Kamu tinggal saja di sini sampai pulih."Ia keluar dari kamar, meninggalkan Alana yang sedang tersenyum kepada Ridwan. Tetapi, begitu Rahma menghilang, mata Alana kembali menajam, dan ia mengeratkan genggamannya pada tangan Ridwan.*Aku tidak akan kembali ke rumah itu,* janji Alana dalam hati, sementara Ridwan sibuk menenangkannya. *Aku akan memastik

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Wajah penuh kepalsuan

    Setelah diusir secara halus oleh Ridwan, Rahma kembali dalam keadaan hancur. Bukan karena ia cemburu melihat Ridwan merawat Alana, Ia sudah lama berjanji untuk ikhlas dengan takdir poligami, tetapi karena tatapan Ridwan. Tatapan yang menuduh, yang menjauh, seolah ia adalah sumber dari segala bencana.Rahma menghabiskan dua hari berikutnya dalam pusaran kebingungan dan kesedihan. Ridwan tidak menghubunginya, dan setiap kali Rahma mencoba menelepon, Ridwan hanya menjawab singkat, "Aku sedang sibuk mengurus Alana. Jangan ganggu dulu, Rahma."Rahma tahu, jika ia membiarkan kesalahpahaman ini berlarut-larut, jarak di antara mereka akan semakin lebar. Ia harus bertindak. Ia harus menunjukkan ketulusannya, menunjukkan bahwa ia tidak memiliki kebencian sedikit pun kepada Alana.Pada hari ketiga, Rahma kembali ke rumah mertuanya. Kali ini, ia tidak datang tanpa pemberitahuan. Ia menghubungi Mama Anita lebih dulu, meminta izin untuk menjenguk Alana. Mama Anita, yang kini sangat protektif terhad

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Target baru Alana

    Alana tersenyum tipis, senyum kemenangan yang hanya terlihat oleh langit-langit kamar rumah sakit. Ia kini memiliki dukungan mertua. Ia kini telah menciptakan garis pemisah antara dirinya dan Rahma, dan yang terpenting, ia telah berhasil menanamkan benih kebencian Ridwan terhadap Rahma. Kehancuran ini telah mengubahnya. Rasa sakitnya kini bermetamorfosis menjadi senjata. Ia adalah korban yang paling efektif.*Aku tidak bisa membiarkanmu menang, Rahma,* bisik suara di dalam kepala Alana, dingin dan tanpa emosi. *Anakku meninggal karena kecerobohan yang kau picu. Sekarang, giliranmu yang akan membayar.*Alana tahu, statusnya sebagai istri siri yang keguguran sangatlah rentan. Ridwan bisa saja menceraikannya setelah ini karena tidak ada lagi ikatan janin. Tetapi simpati Mama Anita dan rasa bersalah Ridwan memberinya waktu. Waktu yang ia butuhkan untuk merencanakan pembalasan, dan memastikan bahwa Ridwan akan menceraikan Rahma, bukan dirinya.Ia memejamkan mata lagi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status