Share

Kurelakan Surga Untuk Maduku
Kurelakan Surga Untuk Maduku
Penulis: Athalaz

Permintaan Mama Mertua

Penulis: Athalaz
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-14 13:20:04

“Istrimu kok nggak hamil-hamil, Wan?” tanya seorang kerabat kepada mas Ridwan suamiku.

Mas Ridwan tak menjawab, bahkan senyum yang biasa menghiasi bibir tipisnya sirna entah kemana.

Aku yang tadinya berniat menghampiri dan menyapa mereka, akhirnya tak jadi. Memilih mundur pelan-pelan lalu berbalik.

“Rahma, mau kemana?!” tanya sebuah suara dari belakang. Saat menoleh, ternyata ibu mertua.

“Mau ke mana? Masa nggak menyapa tamu, mereka ini kan keluarga Mama, kamu jadi mantu kok nggak ada sopan-sopannya,” omel ibu mertua di depan keluarganya.

Hari ini ulang tahun mama mertua yang ke lima puluh lima tahun, walaupun umurnya sudah lebih dari setengah abad, tapi penampilannya masih seperti umur empat puluhan, sangat modis. Hampir tiap tahun selama aku menjadi menantu di keluarga mas Ridwan, Mama mertua selalu membuat acara yang mewah di saat hari lahirnya.

“Mau ke kamar mandi sebentar, Ma!” jawabku berbohong.

“Nanti saja, tahan saja dulu, ” larang Mama Anita.

Dia menarik tanganku kemudian bergabung dengan mas Ridwan dan beberapa keluarga mama.

“Ehh, Rahma. Apa kabar?” ucap tante Ani, saudara sepupu mama.

“Alhamdulillah baik, tante,” jawabku sambil tersenyum.

“Kamu belum hamil juga? Kamu nggak mandul kan?” tanya tante Ani bertubi-tubi.

Wajahku yang tadinya tersenyum, kini berubah masam, bisa ku pastikan mukaku pun telah memerah menahan amarah. Ku palingkan muka tak ingin melihat wajah tante Ani.

“Tentu tidaklah tante, kami berdua sehat kok,” sela mas Ridwan. Terlihat wajahnya pun memerah menahan kesal.

“Jangan marah dulu, Wan. Tante Cuma bertanya, kamu menikah kan sudah sepuluh tahun, tapi kok istrimu belum hamil, Rika anak tante saja sudah lagi hamil anak ke tiga.” Tante Ani mulai lagi membandingkan antara kami dan anaknya. Sejak cucu pertamanya sampai cucunya yang masih dalam kandungan.

“Nit, coba degh kamu bawa menantumu ini ke dokter spesialis supaya di cek kesuburan nya lagi, kasian loh. Ridwan itu anak tunggal, kalau sampai dia tak punya anak, bisa putus silsilah keluarga Adi Brata.” Mulut tante Ani tak berhenti berbicara.

“Aduh, An. Sudah berkali-kali aku mengajak Rahma untuk ke dokter kandungan, tapi dasar anaknya aja yang nggak mau menurut, dia nggak pernah mau ikut kata-kata,” keluh mama kepada sepupunya itu.

“Atau kamu nikahkan Ridwan lagi, aku punya calonnya. Anaknya baik, cantik, pintar, dari keluarga terpandang dan yang pasti dia bakalan bisa ngasih kamu cucu,” ucap tante Ani.

“Tante, Stop! Kalau tante masih sibuk dengan urusan rumah tangga saya, lebih baik tante pulang saja,” usir mas Ridwan.

Wajah tante Ani berubah pucat, dia tak menyangka kalau mas Ridwan akan berkata seperti itu kepadanya.

“Wan, kamu ngomong apa? Dia itu tante kamu, masa kamu usir.” Mama menegur mas Ridwan.

Beberapa keluarga yang tadinya cuek, kini mulai memperhatikan kami, ku dekati mas Ridwan dan memegang lengannya.

“Mas, sudah! nggak enak di liat banyak orang,” bisikku.

“Ma, ingetin sama sepupu Mama itu, kalau nggak usah urusin rumah tangga aku, urusin saja rumah tangga Rika, masa suaminya sudah hampir setahun nggak pulang tapi kok bisa hamil lagi,” ucap mas Ridwan.

Aku mencubit lengan mas Ridwan, supaya dia diam tak memperpanjang masalah. Muka tante Ani berganti menjadi merah, entah menahan amarah atau malu.

“Sudah, kalian ini apa-apaan sih! Ayo, lebih baik acaranya segera di mulai,” perintah papa Adi.

Ayah mas Ridwan memang orang yang bijak, tak suka ikut campur urusan orang lain, biasanya jika aku di pojokkan oleh keluarga suami, maka dia yang akan menengahi. Beda dengan mas Ridwan yang akan cepat sekali tersulut emosinya.

Mama mengikuti kemauan papa, dia segera menarik tante Ani menuju ruang tamu, sedangkan aku menarik mas Ridwan agar ke dapur, ku dudukan dia di kursi makan, lalu ku ambilkan air putih dari dalam kulkas, ku sodorkan air es ke mulutnya. Awalnya dia menolak, tapi tetap saja ku paksa sampai dia meminumnya.

“Kamu kok sabar banget sih di bully kayak gitu?” tanya mas Ridwan dengan suara bergetar.

Aku tahu dia masih menahan amarahnya, ku usap lembut rambutnya yang hitam legam, lalu mengecup pucuk kepala kekasih halalku itu. Dia melingkarkan tangan di pinggangku, menyandarkan kepala di perutku, lalu berbisik.

“Cepat hadir di perut ini yah, nak! Kami menantikanmu.”

Ku hapus air mata yang tiba-tiba saja lolos dari pelupuk mata, aku tau bagaimana usaha mas Ridwan merayu Allah untuk di beri amanah berupa anak. Namun, sepertinya Allah masih ingin mas Ridwan terus meminta, sehingga sampai sepuluh tahun usia pernikahan. Kami tak juga di beri amanah itu.

“Ayo, Mas. Kita keluar, nanti Mama nyariin.” Ku tarik tangan mas Ridwan yang enggan berdiri.

Kami melangkah ke halaman belakang, tempat pesta berlangsung, kami berkumpul menyanyikan lagu selamat ulang tahun, lalu ikut bergabung dengan para tamu, tak ada yang aneh, semua berjalan lancar, hanya tante Ani yang selalu membuang pandangannya ketika melihat kami. Pesta berlangsung dengan meriah, selama dua jam para tamu yang datang di suguhkan dengan berbagai acara, mulai dari potong kue, games, menyanyi sampai makan-makan. Pesta selesai tepat jam sepuluh malam, mama melarang kami pulang karena ada hal yang ingin di bicarakan katanya.

Aku dan mas Ridwan sedang menunggu mama yang sedang berganti pakaian, sedangkan papa Adi tengah sibuk dengan hapenya.

Tak lama, mama Anita keluar dari kamar dan berkumpul dengan kami di ruang keluarga.

“Selamat ulang tahun, Ma! Ini kado dari kami berdua,” ucap mas Ridwan, dia berdiri lalu berjalan ke arah mamanya, mereka berpelukan.

“Makasih, sayang,” ucap  mama dengan wajah tersenyum. Dia membuka kado dari kami, wajahnya kaget melihat sebuah jam merek Rokel kesukaannya. Langsung saja, jam itu di pakai dan dia foto untuk dia bagikan di akun media sosialnya. Papa mertua menggeleng melihat istrinya yang begitu narsis.

“Ma, nanti aja pamernya, sekarang Mama ngumpulin kami di sini untuk apa?” tanya papa.

“Baiklah, karena kita semua sudah kumpul, Mama mau membahas perkataan tante Ani yang tadi,” ucap mama.

“Ucapan yang mana, Ma?” tanya mas Ridwan.

“Yang soal cari istri lagi buat kamu,” ucap mama enteng.

Hape yang sedari tadi ku pegang terlepas, aku kaget mendengar ucapan mama Anita. Papa dan mas Ridwan menatapku, segera ku bungkukkan badan memungut hapeku kembali.

“Mama ini apa-apaan sih? kok sampai mau mendengar ide gila tante Ani,” sungut mas Ridwan.

“Ide gila dari mana? Tante Ani itu bener loh, Wan. Kalian kan sudah sepuluh tahun menikah, masa Rahma belum hamil juga,” ucap mama.

“Ridwan nggak akan mau nikah lagi, titik!”

“Apa kamu tidak kasihan sama mama dan papa? Kami ini sudah tua, sudah dari dulu merindukan cucu.”

“Tapi tidak harus dengan menikah lagi kan, Ma?!” ucap mas Ridwan frustasi.

Aku hanya terdiam, sudah lama ku persiapkan hati untuk adegan seperti ini. Aku tidak bisa memungkiri jika cepat atau lambat mama atau papa akan memberikan pilihan ini kepada mas Ridwan. Mengingat mas Ridwan anak tunggal.

“Mau cara apa? Adopsi?! Kita lagi bicara penerusnya keluarga Adi Brata, Mama tidak masalah kamu adopsi, tapi Mama tetap ingin darah daging kamu sendiri, apa salah?” ucap mama dengan suara bergetar.

Aku menunduk, tak berani menatap ke arah mereka, aku tau bagaimana Mama Anita. Dia sosok mertua yang baik, selama ini dia memperlakukan ku dengan lembut, tak pernah marah.

“Rahma, apa yang Mama minta ini berlebihan?” tanya mama padaku.

Aku yang tak siap dengan pertanyaan seperti itu, gelagapan. Tak tau harus menjawab apa.

“Sudah! Wan, fikirkanlah apa yang di sampaikan oleh Mamamu, Papa sebenarnya tidak keberatan kalau kamu mengadopsi anak, tapi kalau masih bisa punya anak sendiri, itu lebih bagus, untuk Rahma, tolong fikirkan juga ya, Nak! Dan terakhir untuk Mama, kasih mereka kesempatan, jangan mengambil keputusan yang gegabah apalagi jika itu pendapat dari orang lain,” ucap Papa. Seperti biasa, dia akan menjadi hakim, memutuskan sesuatu, dan tak boleh di bantah.

“Baik, Pa. Nanti kami diskusikan, untuk Mama, maaf kalau belum bisa memberi Mama cucu, do’akan semoga Rahma cepat hamil,” ucapku.

Mama berdiri, mendekat kepadaku dan kami saling berpelukan. Aku tau wanita di depanku ini berhati lembut, hanya saja ada orang-orang di sekitarnya yang selalu berusaha menghasut.

Setelah berbasa-basi sebentar, kami pamit pulang, jam sudah menunjukkan angka dua belas malam ketika sampai di rumah.

Sedari tadi menahan haus, aku langsung melangkah ke dapur setelah memasuki rumah, sedangkan mas Ridwan langsung masuk ke dalam kamar, untuk membersihkan badan.

Baru saja aku membuka kulkas, terdengar teriakan dari mas Ridwan.

“Rahma, ke sini sekarang!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Jatuh dari tangga

    Rahma berdiri kaku di puncak tangga. Detik-detik bergulirnya tubuh Alana terasa lambat, seperti adegan film bisu yang diputar ulang dalam kecepatan rendah. Rahma melihat bagaimana Alana, dalam posisi jatuh yang terencana, memastikan benturan itu dramatis tanpa melukai dirinya secara fatal. Teriakan itu, melengking dan penuh kesakitan, terasa seperti nada sumbang yang menghancurkan keheningan rumah.Di bawah, Ridwan menjatuhkan tas kerjanya. Suara tas yang menghantam lantai marmer itu seperti tembakan pistol yang memulai sebuah drama. Ia bergegas mendekati Alana yang kini tergeletak di tiga anak tangga terbawah, tubuhnya meringkuk seperti daun kering yang rapuh.“Alana! Ya Tuhan, Alana! Apa yang terjadi?!” Ridwan berlutut, wajahnya pucat pasi, kedua tangannya gemetar saat menyentuh bahu Alana.Alana tidak segera menjawab. Ia hanya terisak, suaranya tercekat dan menahan napas, seolah rasa sakit fisik dan emosional mencekiknya. Ia memejamkan mata, membi

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Tersiram air panas

    Malam itu, sesuai jadwal bergilir, Ridwan berada di kamar Alana. Rahma tidur sendirian, memeluk bantal, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia masih memiliki tempat di hati suaminya.Keesokan paginya, Alana memulai aksinya. Waktu sarapan adalah waktu yang tepat, di mana Ridwan biasanya sedang membaca koran dan suasana masih tenang.Rahma sedang menuangkan teh panas ke dalam cangkir Ridwan. Uap panas mengepul di udara. Alana mendekati meja, wajahnya tampak cemas seolah ingin mengatakan sesuatu yang mendesak."Mas, boleh aku bicara sebentar?" panggil Alana, suaranya sedikit meninggi. Ia melangkah terlalu dekat ke tempat Rahma berdiri, seolah-olah ia tidak melihat keberadaan teko panas di tangan Rahma.Rahma yang terkejut, sedikit mundur untuk memberi ruang, tetapi Alana terus maju, gerakannya terlalu cepat.Tiba-tiba, Alana berteriak kecil. *Sret!* Air panas dari teko itu tumpah, bukan seluruhnya, hanya sedikit, namun cukup untuk membasahi punggung tang

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Meminta pulang ke rumah Rahma

    Alana menarik napas panjang, memasang wajah sedih dan terintimidasi. "Dia bilang, dia adalah tunangan Mas Ridwan. Dia bilang dia berhak atas Mas Ridwan, dan aku hanyalah penghalang. Dia bahkan bilang dia akan melakukan apa pun agar Mas Ridwan mau tidur dengannya di luar kota."Mama Anita tersentak. "Apa?! Siska bicara begitu?""Iya, Ma," kata Alana, air mata mengalir. "Aku tahu aku tidak boleh cemburu. Tapi dia terus menggodaku. Dia menumpahkan minuman ke kemeja Mas Ridwan, lalu dia membersihkannya dengan cara yang... tidak pantas. Aku panik, Ma. Aku takut Mas Ridwan tergoda, makanya aku menyusul. Aku hanya ingin melindungi suamiku, tapi malah berakhir begini."Alana tidak berbohong tentang adegan di restoran, tetapi ia memutarbalikan narasi. Ia menghilangkan fakta bahwa ia yang menyerang duluan, dan ia memposisikan Siska sebagai predator yang mengancam kehormatan Ridwan.Wajah Tante Ani berubah merah padam. Ia merasa malu dan marah. Siska adalah wanita y

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Awal rencana Alana

    Rahma menoleh. Alana tersenyum lagi, senyum yang kali ini terasa lebih palsu dari sebelumnya, seolah ia sedang menguji seberapa jauh ia bisa memanipulasi situasi."Aku tahu Mas Ridwan akan segera pulang ke rumah. Tapi biarkan aku di sini dulu, ya? Aku benar-benar butuh Mama Anita. Aku takut, Mas. Aku takut sendirian," pinta Alana, membuat Ridwan mengangguk setuju di sampingnya.Rahma mengerti. Itu adalah sebuah ultimatum yang manis: Ridwan akan tetap bersamanya, tetapi dia tidak akan pulang ke rumah mereka selama Alana masih membutuhkan 'perlindungan'.Rahma hanya bisa mengangguk pasrah. "Tentu, Alana. Kamu tinggal saja di sini sampai pulih."Ia keluar dari kamar, meninggalkan Alana yang sedang tersenyum kepada Ridwan. Tetapi, begitu Rahma menghilang, mata Alana kembali menajam, dan ia mengeratkan genggamannya pada tangan Ridwan.*Aku tidak akan kembali ke rumah itu,* janji Alana dalam hati, sementara Ridwan sibuk menenangkannya. *Aku akan memastik

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Wajah penuh kepalsuan

    Setelah diusir secara halus oleh Ridwan, Rahma kembali dalam keadaan hancur. Bukan karena ia cemburu melihat Ridwan merawat Alana, Ia sudah lama berjanji untuk ikhlas dengan takdir poligami, tetapi karena tatapan Ridwan. Tatapan yang menuduh, yang menjauh, seolah ia adalah sumber dari segala bencana.Rahma menghabiskan dua hari berikutnya dalam pusaran kebingungan dan kesedihan. Ridwan tidak menghubunginya, dan setiap kali Rahma mencoba menelepon, Ridwan hanya menjawab singkat, "Aku sedang sibuk mengurus Alana. Jangan ganggu dulu, Rahma."Rahma tahu, jika ia membiarkan kesalahpahaman ini berlarut-larut, jarak di antara mereka akan semakin lebar. Ia harus bertindak. Ia harus menunjukkan ketulusannya, menunjukkan bahwa ia tidak memiliki kebencian sedikit pun kepada Alana.Pada hari ketiga, Rahma kembali ke rumah mertuanya. Kali ini, ia tidak datang tanpa pemberitahuan. Ia menghubungi Mama Anita lebih dulu, meminta izin untuk menjenguk Alana. Mama Anita, yang kini sangat protektif terhad

  • Kurelakan Surga Untuk Maduku   Target baru Alana

    Alana tersenyum tipis, senyum kemenangan yang hanya terlihat oleh langit-langit kamar rumah sakit. Ia kini memiliki dukungan mertua. Ia kini telah menciptakan garis pemisah antara dirinya dan Rahma, dan yang terpenting, ia telah berhasil menanamkan benih kebencian Ridwan terhadap Rahma. Kehancuran ini telah mengubahnya. Rasa sakitnya kini bermetamorfosis menjadi senjata. Ia adalah korban yang paling efektif.*Aku tidak bisa membiarkanmu menang, Rahma,* bisik suara di dalam kepala Alana, dingin dan tanpa emosi. *Anakku meninggal karena kecerobohan yang kau picu. Sekarang, giliranmu yang akan membayar.*Alana tahu, statusnya sebagai istri siri yang keguguran sangatlah rentan. Ridwan bisa saja menceraikannya setelah ini karena tidak ada lagi ikatan janin. Tetapi simpati Mama Anita dan rasa bersalah Ridwan memberinya waktu. Waktu yang ia butuhkan untuk merencanakan pembalasan, dan memastikan bahwa Ridwan akan menceraikan Rahma, bukan dirinya.Ia memejamkan mata lagi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status