"Assalamualaikum ibu mertuaku"Sapaku memberinya senyuman tercantik."Dina, Kamu ada di sini?"Ya Allah, kok aku takut jantungnya kambuh karena terkejut. Maafkan Dina ya bu, sudah merusak rencana pamermu!"Lho kan memang Dina yang punya toko ini. Ibu lupa ya?" Aku tersenyum mendekati mertuaku.Tubuhnya mendingin, keringatnya kini terlihat di pelipisnya, padahal tempat ini ber AC, asihan sekali ibu mertuaku ini"Oh ini menantu jeng Lasmi, cantik sekali ya!"Seorang wanita seusia ibu mertuaku mendekat dan menyapaku ramah.Aku juga tersenyum ramah padanya."Iyaa bu, alhamdulillah" Hanya itu jawabku."Bu Lasmi bilang kita bisa dapat diskon kalau belanja di sini. Saya mau beli banyak soalnya mbak, anak saya mau pindah rumah"Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar. Sebenarnya mereka ini siapa sih, Kok tiba-tiba datang minta diskon!"Kalau boleh tau, ibu-ibu cantik ini siapa ya? Kok saya baru lihat." Aku bertanya saking penasarannya."Walah, Jeng ngak bilang to kita mau ke sini?""S
Subuh dini hari kami panik, seseorang dengan sengaja melempar bola api di jendela ruang depan. Untungnya lemparan itu hanya memecah kaca dan jatuh tercepit di antara tralis dan daun jendela. Namun api menyambar tirai dan membuat kain itu kini berlubang besar.Mereka sudah main kasar rupanya, aku sebenarnya tak terkejut mendapati ini, hanya saja di sini ada Emak yang jelas akan membuat beliau berpikir berat setelahnya. Mala menerorku dengan sesuatu yang dia pikir akan membuat nyaliku menciut. Jangan bermimpi, aku bukan perempuan lemah seperti dugaannya.Karena insiden itu, Emak tak mengizinkan aku pergi dari rumah. Aku menghubungi King J dan memita bantuan, dengan cepat ia datang ke rumah untuk melihat keadaan kami.Sebuah mobil Lexus LS di iringi dua mobil Lard Rover Putih berhenti di depan rumah. King membawa dua mobil pasukanya untuk berjaga. Aku hanya mengharapkan bantuan kecil, bukan macam pengamanan paspampres begini!Yang membuatku lebih terkejut ketika King datang sendiri kem
Saat kami sedang bicara, di luar ada keributan lain. Seseorang yang kukenal mencoba memaksa masuk ke dalam rumah kami."Ada keributan apa ini!" Ucapan King membuat semua pengawalnya terdiam, lalu seorang pengawal mendekat memberi laporan."Maaf tuan, ada orang yang ingin bertemu Nyonya"Mataku membelalak. Nyonya dia bilang? Seperti aku ini istri King saja! Dia Tuan dan aku Nyonya nya, begitu?"Sudah suruh saja masuk!" Ucapku saat kupastikan lelaki itu mas Haris dan Ibunya yang melipat tangan di dada.Mereka berjalan dengan ponggahnya masuk ke halaman rumahku."Wah ada acara apa istriku? Ramai sekali rumah kita." Ucapnya tertawa."Tunggu! Apa mereka ini rentenir? Apa sekarang kau jatuh miskin, hingga segrombolan rentenir ini menyerbu rumah kita?"Mas Haris nampak tersenyum menatapku dan kini memandang King."Apa anda tuan rentenirnya? Berapa banyak hutang perempuan ini sampai anda membawa pasukan?"Kulihat King memutar matanya sinis, dia berjalan dan berhadapan dengan Haris. matanya ny
DeamNet menemukan banyak bukti, meski sadah sangat kuat untuk menyeret Mala dan sindikatnya ke kantor polisi, namun King belum mengizinkan aku melihatnya. Mereka bilang aku harus fokus pada perceraianku dulu. Seperti ada rasa khawatir juga dari mereka padaku, mengingat kejadian teror bola api menimpa rumah tempatku tinggal.Sebenarnya aku tak takut, aku bisa melawan, bahkan jika dikeroyok enam lelaki sekalipun. Tapi dengan adanya Emak di sini, rasa khawatirku lebih besar.Bapak dan mas Pandu datang pagi tadi, sekarang Bapak sedang memberi makan ikan di kolam rumah. Ikan itu kini gemuk dan lincah, selama di sini Anik merawatnya dengan sangat baik. Bahkan dinding kolam yang dulu berlumut, kini bersih di tanami juga tumbuhan air. Sayang dia harus pulang dulu, sidang sekripsi katanya.Mas Pandu di kamar sejak datang, sekarang sedang menelpon seseorang. Kupikir mungkin calon istri yang dibicarakan tempo dulu padaku."Masih sibuk mas?" Aku membuka kamarnya tanpa mengetuk. Membuatnya menatap
Semenjak Bapak dan Mas Pandu datang. Semua pengawal suruhan King memang aku minta pulang. Aku fikir sudah ada mas Pandu, Bapak bahkan Ramdan. Jadi tidak perlu lagi ada pengawal.Tapi baru tiga jam kami keluar, rumahku sudah seperti kapal pecah. Siapa yang melakukan ini pada kami?Bapak turun dengan tergesa. Rahangnya mengeras, melihat apa yang terjadi dirumah ini."Priksa CCTV le!"Bapak meminta mas Pandu melihat CCTV. Mas Pandu berjalan kekamarnya. Aku mengeryitkan alis. Sejak kapan CCTV rumah ini terhubung kekamar mas Pandu?Mas Pandu membawa tablet ke ruang tengah. Ramdan juga duduk disana. Melihat Bapak dengan cepat membuka Rekaman CCTV. Aku hanya sesekali mengintip. Tak terlalu jelas.Bapak tiba-tiba berdiri. tangannya mengepal."Ayo kita temui anak kurang ajar itu!"Aku hanya terbengong melihat Bapak keluar, diikuti mas Pandu dan Ramdan. Kuambil tablet di sofa lalu melihat rekaman yang membuat Bapak Marah. Ternyata mas Haris. Datang sendiri mengeledah seluruh rumah. Bahkan kama
Mala keluar dan membuka kembali. Dia menatapku tak suka."Jangan mengangguku!" Aku justru menarik lagi gerbang itu lalu menguncinya."Dina! buka tidak"Aku hanya mengelengkan kepala. "Kenapa? Takut tertangkap!""Buka aku bilang. Mama!" Mala merengek memanggil bulik Ningrum. Bulik yang masih tertegun dipintu segera berlari menghampiri Mala."Bantu buka. Buka Dina, buka!"Aku tak perduli. Kini bulik Ningrum ikut mendorong gerbang itu agar terbuka. Mas Haris didalam menarik Mala."Jelaskan!""Biarkan aku pergi! Nanti aku jelaskan mas""Jelaskan sekarang atau kau tak usah pergi!""Kau mau aku tertangkap polisi? kamu mau aku melahirkan dipenjara!"Mala mengambil sesuatu didalam tas dan melemparnya kewajah mas Haris. Sebuah test pack jatuh didekat kaki Mas Haris.Entah mengapa desir nyeri merayap didada. Dulu sete
Kami masih duduk di dalam rumah Mala, Bulik dan ibu mertua masih tergugu dalam tangis sementara Bapak terdengar mengambil napas berat."Sudah puas Ning, anakmu sendiri akhirnya sepertimu, lebib darimu malah!" Bapak bicara pada Buluk Ningrum. "Tolong bantu Mala mas" Bulik mengiba"Bantu apa di bantu! Dia yang memulai semua kejahatan ini, biarkan dia yang membayarnya. Bukankah didikanmu mengajarkan begini Ning? Ketamakan, kekayaan dan ketidak puasan, semua tentang uang dan harta bukan? Mala sudah lulus dengan baik!" Bapak berkata lalu berdiri dari tempatnya duduk." Ayo pulang! biarkan Ningrum di sini, aku sudah menghubungi mas Harun mbak Lasmi, tunggu saja di sini dengan besanmu!""Apa begini akhir hubungan keluarga kita mas Dayat? Kita ini sudah seperti saudara, ingatlah mas Dayat, Bapak Haris sudah berkorban banyak untuk usaha dan kesuksesanmu, tapi kenapa, kamu justeru memasukkan anaknya ke dalam penjara?""Apa begini juga caramu memperlakukan saudara, sampean mbak Lasmi mong miker
Aku berangkat ke Purwakarta dengan Ramdan dan Anik, kami berangkat setelah Ashar. Sepanjang perjalanan, mas Ramdan hanya diam. Anik lebih banyak bercerita kuliah dan wisudanya dua bulan lagi. Perjalanan terasa lama saat aku hanya duduk saja melihat ke jalan, lambat laun mata ini begitu berat, aku mengantuk, mencari posisi ternyaman dan aku tertidur. Saat bangun kami sudah tiba di rumahku, seorang lelaki membukakan gerbang, dia pak Rudi, rumahnya di kampung depan, dia satpam di toko mabelku aku memintanya berjaga di sini, bergantian dengan satpam lain.Aku masuk ke dalam kamar, setelah makan malam dengan Nasi goreng keliling yang lewat di depan rumah. Kini aku merebahkan diri iq atas tempat tidur dan beristirahat dengan Anik. Ramdan di luar, tidur di kamar bawah dekat tangga.Saat tengah malam aku terbangun, melihat seseorang berdiri di tengah balkon kamarku. Rambut sebahunya tergerai, gaun merahnya mengantung di bawah tumit.Mala? Apa perempuan itu Mala?Aku sangat penasaran, tirai