Author sudah pernah memuat cerita tentang Darius Danudihardjo dan Amira di Novel "Obsesi Tunggal Sang Mafia" cek di socmed author ya biar tahu di mana cerita itu publish. Anyway, kalian lebih suka format yang seperti gimana, terjemahan bahasa Inggris langsung ditaruh di samping dialog, atau author buat glossarium kamus di akhir bab seperti ini? Bisikin author ya :)
Akira melirik ke arah Giselle yang terlihat percaya diri dan luwes dalam memberikan presentasi mengenai sepak terjang The Converge, dan menjelaskan portofolio yang telah dikantongi kantor barunya ini selama mereka berdiri dan berkiprah dalam dunia konsultasi.“Oh, kalian sudah pernah bekerja sama dengan Sudibyo Corporation sebelumnya ya?” ujar Raka setelah mendengar pemaparan singkat yang diberikan Giselle tadi.Kini Amira bersikeras agar Giselle dan Akira serta semua orang di dalam ruangan ini untuk menyentuh hidangan yang telah disiapkan sembari berbicara bisnis.“Namanya kan lunch meeting. Jadi jangan bicara bisnisnya saja yang diprioritaskan, bagian
Akira tak tahan dan akhirnya menatap Giselle terang-terangan di dalam mobil Pajero Sport miliknya saat lampu merah menghentikan laju mobilnya. “Presentasi kamu tadi bagus di depan Darius dan juga kedua sahabatnya, Raka dan Nero. Mereka bertiga merupakan pemegang keputusan bagi keberlangsungan perusahaan raksasa tersebut,” puji Akira dengan tulus. Giselle hanya mengedikkan bahunya singkat. “Yeah, I know I am that good,” jawabnya singkat. Memang jika orang yang tak paham dengan Giselle menganggap apa yang diucapkan gadis itu adalah bentuk kesombongan. Tapi Akira tahu dan memahami apa yang diucapkan Giselle itu adalah suatu bentuk kepercayaan diri. Perempuan ini sangat nyaman hidup sebagai dirinya sendiri – yang jika Akira perhatikan beberapa minggu ini, memang memiliki karakter kuat. Srikandi modern jika bisa dibilang. Tapi tentu saja karakter kuat perempuan yang duduk di sampingnya ini berbanding lurus dengan sikap keras kepalanya yang terkadang membuat Akira frustasi saat beker
Giselle kembali ke kantor setelah dia dan Akira selesai bertemu dengan Darius Danudihardjo beserta rekan kerjanya.Dia mendapat banyak informasi baru mengenai Darius Danudihardjo, bagaimana perusahaan raksasa itu bekerja setelah ditinggal oleh Carlos Danudihardjo – patriarch keluarga yang juga ayah dari Darius. Carlos Danudihardjo pergi meninggalkan Indonesia karena tersangkut kasus korupsi dan dinyatakan buron.Giselle juga mendapatkan sedikit informasi bagaimana bisnis mereka secara lebih dekat dan personal.Perlu diakui, Danudihardjo is the real whale! A real prehistoric-sized killer whale.Pantas saja jik
"Kamu ada waktu malam ini? Ayo kita makan malam," ujar Giselle kepada Akira. Akira mengerjapkan matanya ketika dia mengangkat telepon dan menempelkan daun telinganya untuk mendengar sambungan yang dilihat berasal dari ruangan Giselle. “Huh?” tanya Akira refleks. Sedetik kemudian dia sadar jika interjeksinya membuatnya terlihat sedikit bodoh. Tapi ya sudahlah, toh dia memang tidak perlu jaga image lagi di depan Giselle yang jelas-jelas merasa tidak nyaman jika berada di dekatnya. “Kamu ngajak saya makan malam?” tanya Akira sekali lagi. Ini benar-benar informasi yang mencengangkan baginya. Di ujung sambungan, Giselle mendecakkan lidahnya dengan sedikit gemas. “Bukan kita berdua aja, kok! Sama anak-anak satu tim,” tepis Giselle. Ooh!Makan malam bersama tim memang jauh lebih masuk akal, dan kesempatannya jelas lebih besar dibandingkan jika Giselle mengajaknya untuk dinner date dengannya. Akira terkekeh dengan pemikiran konyolnya sendiri. “Nanti malem banget nih?” Akira mencoba
Kedua netra Giselle langsung secara refleks bertubrukan dengan Akira saat mendengar tujuan tempat makan malam tim mereka. Tadinya sebuah protes hampir saja dilayangkan oleh Giselle saat tahu tujuan makan malam tim mereka adalah Hotel Royal Ruby yang berada di Jalan Thamrin. Tapi dia telan kembali semuanya karena ini juga kesalahannya. Dia membiarkan Rindi dan anak-anak lainnya memilih tempat. Jadi dia tak berhak untuk memprotes keputusan mereka. “Di Infinite Sky?” Giselle memastikan sekali lagi. Siapa tahu dia salah dengar. “Iya Bu, saya udah reservasi tempat, aman kok!” Rindi sepertinya salah mengartikan pertanyaan yang dilontarkan Giselle. Ya sudah, apa boleh buat. Toh yang tahu signifikansi tempat tersebut hanya dirinya dan Akira saja. “Yang bawa mobil siapa saja? Saya, lalu?” Akira bertanya kepada tim untuk mengecek logistik. “Saya bawa mobil,” jawab Giselle sambil menatap Akira. “Ada lagi?” tanya Akira yang dijawab juga oleh Rama. “Saya bawa mobil juga, Mas Akira.”“Ok,
Sesuai janji Akira, setelah mereka makan malam bersama satu tim dia berjanji untuk melanjutkan malam bersama rekan-rekannya dengan bersantai di bagian lounge rooftop bar. Mereka bersepuluh menempati satu meja besar dengan sofa bundar besar berlingkar sebesar 180 derajat. Cukup untuk menampung rombongan mereka, grup berjumlah 10 orang yang kebanyakan masih berusia di bawah 35 tahun. Tipikal pekerja kantoran Jakarta yang melepas lelah setelah bekerja selama seminggu penuh. They’re working hard, and they’re partying harder! Di meja mereka, tersedia berbagai minuman mulai dari cocktails, mocktails untuk yang tidak ingin menyesap alkohol, sampai sebotol whiskey Jack Daniels. Dari sudut mata Akira, dia melihat jika Giselle memilih untuk menyesap virgin mojito yang hanya diminum sedikit ketika mereka melakukan toast saat seluruh pesanan mereka keluar. "Kok Bu Giselle pesan mocktail? " tanya Rindi penasaran. Giselle hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Aku bawa mobil, harus teta
Dentum suara musik bertema house EDM yang dimainkan secara lihai oleh sang DJ yang mengelilingi mereka tak membuat Giselle kehilangan fokus. Justru semua latar yang berada di sekitarnya perlahan menjadi senyap. Otaknya hanya bertumpu pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pria di hadapannya kini. Akira semakin lama semakin mendekat hingga akhirnya ujung sepatu mereka saling menempel. Sebuah hal sederhana namun terasa begitu intim bagi Giselle. Wangi maskulin yang menguar dari tubuh Akira membuat jantung Giselle berdegup lebih kencang. Bagaikan anjing Pavlov yang begitu antusias ketika mendengar bunyi bel dibunyikan. Seperti itu perasaan hati Giselle yang secara spontan mencium aroma sandalwood yang begitu seksi dan maskulin. Aroma yang sukses membawa kenangan terdalamnya saat mereka bercinta di suatu kamar di hotel ini beberapa bulan lalu. Di hadapannya, Akira masih mempertahankan senyumnya. Kedua lesung pipinya yang begitu mendistraksi Giselle masih tercetak dalam.
Akira bertindak sesuai instingnya.Dan instingnya sejak tadi telah mendorong jauh-jauh akal sehatnya, serta bertumpu pada satu hal saja yang sejak tadi merangsek masuk dalam hatinya.‘Cium Giselle sekarang juga! She’s so cute, and pretty and fierce!’Begitu yang ada di dalam pikirannya sejak tadi mereka berbicara di sudut bar ini.Sudah berulang kali dia menahan keinginannya tersebut, tapi akhirnya Akira tak kuasa menutupinya lagi dan bertindak seperti apa yang dia mau lakukan.Dia mengincar bibir ranum berwarna merah muda milik gadis cantik di hadapannya ini, dan melumatnya dengan penuh rasa.Giselle terpekik kaget dengan t