Share

bab 6

"Mau apa lagi ke sini? Saya kan suruh kamu untuk mengikuti laki-laki itu!" sergah ayahnya, yang masih sangat marah.

"Om, maaf. Saya akan bertanggung jawab atas perbuatan saya. Tujuan kami kesini adalah ... ingin meminta Om untuk menjadi wali nikah Nara, apakah Om bersedia?"

Tanpa banyak basa-basi lagi, Pras langsung to the point. Ia sudah berusaha menjadi lelaki yang gentleman di hadapan sang calon mertua. Ia berani berbicara sebagai bukti bahwa dirinya bukanlah seorang pecundang, yang kabur begitu saja saat kekasihnya hamil.

"Oh jadi kamu yang sudah merusak masa depan anak saya? Besar juga nyalimu ya, berani menunjukkan muka dihadapan saya!" cetus Surya dengan membusungkan dada ke depan serta kedua tangan yang diletakkan di sisi pinggang.

"Memangnya apa pekerjaan kamu? Dan bagaimana kamu akan memberikan makan pada putri saya nantinya?" lanjutnya lagi dengan nada ketus.

"Pa, jangan bersikap gitu dong sama Mas Pras," protes Nara yang tak sanggup mendengar kata-kata hinaan yang terlontar di mulut ayahnya.

"Saya akan berusaha sekeras mungkin dan akan bekerja lebih giat lagi jika Om merestui saya untuk menjadi suami Nara," jelasnya dengan tegas. Yang dikatakannya itu memang benar-benar kesungguhan dari hatinya, bukan semata-mata mengarang cerita agar diterima.

"Hahaha ... hentikan omong kosongmu. Jika memang kau adalah pria yang rajin, tentu kau sudah sukses sekarang, tapi mana buktinya? Kau hanya seorang pecundang yang tak berguna yang akan menyengsarakan anak saya nantinya," cercanya dengan perkataan tajam bagai sembilu yang menusuk tepat di hati Pria miskin yang sedang menundukkan kepala itu.

"Cukup Pa! Tolong jangan hina calon suami Nara lagi. Sekarang aku mau nanya sama Papa, apakah Papa bersedia menjadi wali pernikahan kami? Itu saja Pa, tolong dijawab."

"Jika tidak, kami akan segera pergi dari tempat ini, dan mungkin tak akan kembali. Buat apa lagi kami hadir, toh Papa juga tidak akan menerima." sambungnya ingin memastikan jawaban dari ayahnya, telinganya tak ingin terlalu lama mendengar cibiran yang ditujukan kepada kekasihnya itu.

Hening.

Sepertinya Surya sedang berpikir sejenak. Ia tak ingin gegabah mengambil keputusan.

Sedangkan Pras masih diam saja. Ia seakan mengunci rapat bibirnya. Hatinya begitu perih. Perkataan ayah dari kekasihnya itu bagaikan serpihan kaca yang mengoyakkan hatinya.

Setelah beberapa menit berlalu, Surya pun telah menentukan sebuah keputusan. Ia memutuskan hal ini bukan tanpa alasan, sebab ia juga tak ingin anaknya menanggung malu. Hamil tanpa suami.

Hal itu akan menjadi aib yang melekat seumur hidupnya. Bahkan ke cucunya nanti. Julukan anak haram pasti akan datang bertubi-tubi menyerang telinganya. Surya sungguh tidak menginginkan hal itu terjadi.

Walau pria yang akan menjadi menantunya itu dari kalangan kelas bawah dan tak punya masa depan tapi setidaknya bisa menutupi malu yang diderita putrinya.

"Ehm ... jadi begini," Surya mengambil ancang-ancang untuk bicara. Sedangkan Pras dan Nara menatapnya lekat, mendengar perkataan yang akan dikeluarkannya.

"Baik, saya akan menjadi wali untuk Nara, tapi setelah menikah nanti kalian harus hidup mandiri. Jangan pernah bergantung pada orang tua. Dan kamu, Pras, saya akan melihat bukti atas janjimu yang tadi. Buktikan kalau kamu mampu membahagiakan anak saya!" terangnya, yang kini telah merendahkan nada suara karena mengingat kondisi putrinya yang sedang berbadan dua.

"Terima kasih karena Om sudah merestui kami," ucap Pras dengan ekspresi datar. Yang berbeda sekali dengan Nara yang sangat senang, terbaca dari mimik wajahnya.

Entah apa yang sedang lelaki muda itu pikirkan. Ia tampak lesu dan tak bersemangat.

Setelah dirasa sudah tak ada yang dibicarakan lagi, Pras pun permisi pulang. Sedangkan Nara tidak ikut bersamanya. Ia hanya menunggu saja waktu pernikahan tiba yang akan dilangsungkan di rumah Nara.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status