"Mau apa lagi ke sini? Saya kan suruh kamu untuk mengikuti laki-laki itu!" sergah ayahnya, yang masih sangat marah.
"Om, maaf. Saya akan bertanggung jawab atas perbuatan saya. Tujuan kami kesini adalah ... ingin meminta Om untuk menjadi wali nikah Nara, apakah Om bersedia?"Tanpa banyak basa-basi lagi, Pras langsung to the point. Ia sudah berusaha menjadi lelaki yang gentleman di hadapan sang calon mertua. Ia berani berbicara sebagai bukti bahwa dirinya bukanlah seorang pecundang, yang kabur begitu saja saat kekasihnya hamil."Oh jadi kamu yang sudah merusak masa depan anak saya? Besar juga nyalimu ya, berani menunjukkan muka dihadapan saya!" cetus Surya dengan membusungkan dada ke depan serta kedua tangan yang diletakkan di sisi pinggang."Memangnya apa pekerjaan kamu? Dan bagaimana kamu akan memberikan makan pada putri saya nantinya?" lanjutnya lagi dengan nada ketus."Pa, jangan bersikap gitu dong sama Mas Pras," protes Nara yang tak sanggup mendengar kata-kata hinaan yang terlontar di mulut ayahnya."Saya akan berusaha sekeras mungkin dan akan bekerja lebih giat lagi jika Om merestui saya untuk menjadi suami Nara," jelasnya dengan tegas. Yang dikatakannya itu memang benar-benar kesungguhan dari hatinya, bukan semata-mata mengarang cerita agar diterima."Hahaha ... hentikan omong kosongmu. Jika memang kau adalah pria yang rajin, tentu kau sudah sukses sekarang, tapi mana buktinya? Kau hanya seorang pecundang yang tak berguna yang akan menyengsarakan anak saya nantinya," cercanya dengan perkataan tajam bagai sembilu yang menusuk tepat di hati Pria miskin yang sedang menundukkan kepala itu. "Cukup Pa! Tolong jangan hina calon suami Nara lagi. Sekarang aku mau nanya sama Papa, apakah Papa bersedia menjadi wali pernikahan kami? Itu saja Pa, tolong dijawab.""Jika tidak, kami akan segera pergi dari tempat ini, dan mungkin tak akan kembali. Buat apa lagi kami hadir, toh Papa juga tidak akan menerima." sambungnya ingin memastikan jawaban dari ayahnya, telinganya tak ingin terlalu lama mendengar cibiran yang ditujukan kepada kekasihnya itu.Hening.Sepertinya Surya sedang berpikir sejenak. Ia tak ingin gegabah mengambil keputusan.Sedangkan Pras masih diam saja. Ia seakan mengunci rapat bibirnya. Hatinya begitu perih. Perkataan ayah dari kekasihnya itu bagaikan serpihan kaca yang mengoyakkan hatinya.Setelah beberapa menit berlalu, Surya pun telah menentukan sebuah keputusan. Ia memutuskan hal ini bukan tanpa alasan, sebab ia juga tak ingin anaknya menanggung malu. Hamil tanpa suami.Hal itu akan menjadi aib yang melekat seumur hidupnya. Bahkan ke cucunya nanti. Julukan anak haram pasti akan datang bertubi-tubi menyerang telinganya. Surya sungguh tidak menginginkan hal itu terjadi.Walau pria yang akan menjadi menantunya itu dari kalangan kelas bawah dan tak punya masa depan tapi setidaknya bisa menutupi malu yang diderita putrinya."Ehm ... jadi begini," Surya mengambil ancang-ancang untuk bicara. Sedangkan Pras dan Nara menatapnya lekat, mendengar perkataan yang akan dikeluarkannya."Baik, saya akan menjadi wali untuk Nara, tapi setelah menikah nanti kalian harus hidup mandiri. Jangan pernah bergantung pada orang tua. Dan kamu, Pras, saya akan melihat bukti atas janjimu yang tadi. Buktikan kalau kamu mampu membahagiakan anak saya!" terangnya, yang kini telah merendahkan nada suara karena mengingat kondisi putrinya yang sedang berbadan dua."Terima kasih karena Om sudah merestui kami," ucap Pras dengan ekspresi datar. Yang berbeda sekali dengan Nara yang sangat senang, terbaca dari mimik wajahnya.Entah apa yang sedang lelaki muda itu pikirkan. Ia tampak lesu dan tak bersemangat.Setelah dirasa sudah tak ada yang dibicarakan lagi, Pras pun permisi pulang. Sedangkan Nara tidak ikut bersamanya. Ia hanya menunggu saja waktu pernikahan tiba yang akan dilangsungkan di rumah Nara..Sebentar lagi hari bahagia mereka akan tiba. Seharusnya Pras sangat bahagia karena calon mertua sudah menyetujui pernikahan mereka, bukan malah sebaliknya. Ia tampak begitu murung, dan cemberut.Makanan yang sudah dihidangkan oleh ibunya, sama sekali tak disentuhnya. Semua masih utuh di atas meja. Ia seperti kehilangan selera untuk makan apa pun.Dinta yang melihat perilaku tak biasa dari anaknya itu mencoba untuk bertanya, meski ia tau anak lelaki yang ia besarkan selama ini itu memiliki sifat yang tertutup.Tapi apa salahnya ia mencoba menanyakan hal apa yang mengganggunya sehingga dia bersikap seperti orang gangguan mental."Ada masalah apa? Ayo cerita sama Mama," ujarnya mengusap lembut punggung lebar Pras."Ayah Nara sudah menyetujui pernikahan kami, Ma,""Terus? Harusnya kamu senang dong, sekarang kenapa malah murung seperti itu?" tukas wanita bersanggul mini itu."Oh mama tau, kamu tidak punya biaya ya, untuk melaksanakan itu semua?" tebak sang ibu."Makanya setiap mau mengerj
"Pras pamit Ma. Untuk mengejar kesuksesan di luar kota. Supaya Mama bangga punya anak seperti Pras, yang tak akan menyusahkan Mama lagi, yang bisanya cuma menjadi beban Mama setiap harinya. Maafin Pras selama ini. Sekarang sudah saatnya Pras berubah. Mama tenang aja, dan jangan khawatir. Pras baik-baik saja di perantauan, cukup kirimkan doa terbaik Mama setiap harinya. Jaga diri Mama baik-baik, ya. Tunggu kepulangan Pras, bye Ma ..."Dinta menghapus dengan kasar air mata yang sedari tadi mengalir dipipinya saat membaca isi dari surat itu.Kemana kamu, Nak?Kenapa tega ninggalin Mama sendirian?Apa kamu marah sama Mama, iya?Mama minta maaf, Sayang.Kemana Mama akan mencarimu?Dari bayi hingga kau sebesar ini, tak pernah kita berpisah walau hanya sebentar saja.Kau selalu bersamaku.Kau adalah manjanya Mama.Cuma dirimu yang Mama punya, Sayang.Kau marah, karena Mama cerewet?Semua itu demi kebaikanmu, Nak.Mama tak bersungguh-sungguh benci kepadamu, kau salah paham, Sayang.Apakah kau
Hari ini adalah saatnya mereka fitting gaun pengantin. Meski acara yang dilakukan sederhana, tapi tak mungkin mereka hanya memakai baju rumahan, tentu di hari yang spesial bagi dua orang yang akan mengikat tali pernikahan itu akan memilih baju yang indah untuk mereka gunakan.Nara sangat bersemangat. Wajahnya begitu sumringah mengingat sebentar lagi dia kan resmi menjadi istri dari pria yang dicintainya.Ia telah mandi dan bersiap hendak pergi. Memoles bibirnya dengan sedikit lipstik berwarna merah jambu.'Kenapa dia belum juga datang? Apakah dirinya lupa kalau hari ini akan ke butik gaun pengantin? Ah kebiasaan deh, dasar pelupa.' gumamnya seraya mengambil ponsel yang tersimpan di dalam tas kecilnya.Menggeser layarnya untuk mencari nama yang ia tulis dengan sebutan "Sayang" itu.Setelah ketemu, tanpa membuang waktu lagi ia langsung menekan tombol panggil di smartphone keluaran terbaru pemberian papanya. Karena memang apa yang ia inginkan selalu diberikan oleh Surya.Panggilan telep
Nara mengendarai motor dengan perasaan kalut dan gelisah. Ia terus memutar gas kendaraan beroda dua itu sampai kandas, sehingga membuat motor melaju dengan sangat kencang dan tak terkendali.Ia hanya berharap agar segera sampai ke rumah Pras.Berbagai pikiran buruk kini sedang menyerang pikirannya.Bagaimana kalau yang tidak ia inginkan, terjadi?Tapi ia kembali menyemangati diri. Ia percaya lelaki yang ia sayangi itu tak mungkin sanggup meninggalkanya, bukannya sebelumnya ia telah berjanji bahwa dia akan selalu ada di setiap suka dan dukanya Nara?Janji itulah yang selalu dipegangnya hingga detik ini.Ia percaya, Pras tak mungkin berbuat hal itu.Dia yakin, pasti akan menemukan lelaki itu di rumahnya, barangkali saja ia lupa, dan ponselnya kehabisan daya.'Iya benar. Itu pasti alasannya.' gumamnya lagi.Dinta duduk di kursi warung menunggu pembeli datang, ia hanya melamun saja. Saat ada orang yang datang ia pun salah mengambilkan barang, yang membuat para pembeli jengkel."Jualan
"B*jingan! Jadi pria itu sudah kabur? Kurang ajar! Beraninya dia mempermainkan kita!"Dada Surya panas terbakar, saat mengetahui kebenaran bahwa Pras si lelaki pengecut itu telah pergi jauh meninggalkan putrinya dalam kondisi hamil.Giginya gemerutuk. Ia tak sanggup menahan gejolak emosi yang kian menjadi di dalam jiwanya.Napasnya terasa sesak.Jika memang dari awal lelaki itu tidak berniat bertanggung jawab, lalu mengapa ia seolah-olah datang menampakkan diri yang hanya akan membuat harapan di hati mereka."Biadab!" Lagi-lagi sumpah serapah dilayangkan oleh Surya kepada bapak dari bayi yang dikandung Nara itu."Awas aja kalau bertemu dia, aku tak akan memberinya maaf, akan kuhajar habis-habisan kalau perlu sampai m4ti!"Dadanya naik turun mengimbangi napas yang terasa sesak. Belum pernah ia mengalami rasa marah yang separah ini. Bahkan ia pernah ditipu investor ratusan juta rupiah, tapi tidak se-emosi saat permata hatinya dirusak oleh lelaki brengsek yang tak bertanggung jawab."Sud
Teh hangat yang ia pesan kini sudah berubah menjadi dingin diterpa suhu yang ada di tepi lautLayaknya orang yang sedang depresi, dia menatap ke depan dengan tatapan kosong. Air matanya sudah berhenti menetes. Entah karena sudah kebal atau jera. Entahlah,Ia sudah sangat lelah.Pengunjung di pantai itu lalu-lalang, ada yang datang dan juga pergi, tanpa henti.Ia sudah tak mengharapkan pria itu kembali. Jika itu pun terjadi, dia sudah tak ingin lagi bersama.Pria yang mengingkari janji sungguh tidak cocok untuk dijadikan suami.Ia sudah pasrah dengan keadaan yang menimpanya sekarang.Kedepannya, ia tak ingin lagi mencintai terlalu dalam.Bahkan kepercayaan terhadap seorang lelaki mungkin telah hilang dalam hidupnya, selamanya."Hapus kesedihanmu! Dunia tak rela jika wanita secantik kamu terus menangis!"Sebuah suara berat terdengar dari belakang kursi tempat dia duduk.Sontak Nara lalu menolehkan pandangan."Fahri ...?" ucapnya sambil menatap wajah pria berkulit putih itu."Nara ..
Dinta yang baru saja pulang dari belanja untuk mengisi kembali barang-barang yang sudah habis di warung tak sengaja melihat Nara pulang diantarkan oleh seorang lelaki."Siapa pria itu?"Ibu dari Pras itu meneliti dengan seksama. Keningnya berkerut. Ia berhenti di sudut jalan di depan rumah Nara dengan motor beserta keranjang belanjaannya.Manik hitamnya tak berkedip menatap dua orang yang berbeda jenis kela min yang sedang turun dari motor itu."Benar saja dugaanku, dia bukan wanita yang baik. Baru saja satu hari kepergian Pras, dia sudah jalan dengan pria lain. Atau jangan-jangan memang anak yang sedang dikandungnya itu bukanlah darah daging Pras, dia terlihat seperti perempuan murahan yang mengobral barang berharga miliknya. Keputusan Pras untuk meninggalkannya memang sudah tepat." Wanita dengan wajah bengis itu terus mengerutu di dalam hati. Ia tersenyum miring tak menyangka bahwa Nara adalah seorang wanita yang suka jalan dengan pria berbeda."Kurang ajar! Berani sekali dia me
Hari sudah pagi.Tapi Nara merasa tubuhnya begitu berat bagai ditin dih oleh batu yang sangat besar, sampai-sampai ia tak bisa bangkit dari tempat tidurnya.Saat membuka mata, plafon rumahnya terlihar berputar-putar. Perutnya kembali mual.Sampai kapan harus merasakan seperti ini?Ia baru ingat bahwa di lemari kecil di samping tempat tidurnya ada air satu gelas sisanya tadi malam.Ia memaksakan diri untuk bangun, untuk meminum paracetamol yang ada di laci lemari itu. Beruntung ia menyimpan obat meski hanya satu butir setidaknya bisa meredakan sedikit gejala yang ia rasakan.Buru-buru ia membuka pil itu lalu menenggaknya dengan air di dalam gelas yang tinggal setengah itu. Setelahnya, ia kembali merebahkan diri di kasur.Perlahan, pusing yang ia rasakan mulai membaik, tapi mualnya masih ada. Nara berencana akan ke klinik pagi ini. Ini harus segera ditangani, kalau tidak, ia semakin tak bisa berbuat apa-apa.Tanpa mandi, ia lalu bergegas memesan ojek online untuk mengantarnya. Ia harus