Share

bab 5

Mereka telah sampai di bibir pagar rumah Surya. Pras sedikit merasa canggung, sebab ia belum pernah bertemu dengan sang calon mertua sebelumnya.

Setiap Nara ingin mengenalkannya pada sang ayah, pria itu tak pernah ada di rumah. Ia selalu sibuk mengurus bisnisnya di sana sini. Sehingga tak memiliki waktu luang untuk bertemu.

Nara juga segan mengatakannya kalau ia sudah memiliki kekasih, karena ia menduga, Surya tak terlalu ingin tahu tentang dirinya. Mereka hanya bicara sekedarnya ketika bertemu di meja makan. Selebihnya pria itu super sibuk, hingga sangat jarang ada obrolan basa basi diantara mereka.

Saat Nara baru saja ingin mulai berbicara tentang kesehariannya, baru sepatah kata sudah terdengar dering ponsel sang ayah, yang menelpon agar ia segera pergi untuk urusan kerjaan.

Seketika Nara menghembuskan napas kasar. Itu bukan hanya sekali. Sudah tak terhitung jumlahnya ia ditinggal seperti itu oleh papanya.

Saat gadis itu ngambek, pria itu selalu mengatakan bahwa dirinya seperti itu juga karena untuk mencukupi kebutuhan Nara, uang jajan dan juga biaya kuliahnya.

Sehingga saat lelaki berusia kepala lima itu menjelaskan semuanya, Nara sudah tak bisa mengatakan apapun lagi.

"Papa kerja buat kamu, Nara. Buat keluarga kita. Semua yang kamu punya sekarang, dari mana coba? Kalau bukan dari hasil bisnis Papa selama ini?"

"Memang rezeki itu datangnya dari Tuhan, tapi kalau kita hanya berdiam diri di rumah dan tak mau berusaha, apakah bisa uang itu datang sendiri?"

Entah berapa kali telinga Nara harus mendengar penuturan itu dari bibir hitam ayahnya, yang disebabkan oleh terlalu banyak menghisap rokok.

Ia sudah tahu tanpa harus dijelaskan secara detail seperti itu.

Tapi, sebagai seorang anak yang sudah tidak memiliki ibu, tak bisa dipungkiri ia sangat merindukan sebuah kasih sayang.

Perhatian kecil, dan ingin bermanja dipangkuan orang yang terkasih.

Namun selama bertahun-tahun hal itu tak pernah ia dapatkan. Sebelum akhirnya ia menemukan Pras, lelaki penyayang dan perhatian sehingga bisa menghapus sedikit lukanya.

Sosok seperti Pras lah yang ia dambakan selama ini. Tempatnya bermanja, mencurahkan segala isi hatinya, yang menjadi pendengar yang baik saat ia tengah asyik menceritakan sesuatu.

Pras selalu mendukung setiap keputusan yang diambil oleh Nara. Hal itulah yang membuat wanita dengan kulit putih itu luluh.

Ia bagai menemukan sesuatu yang hilang selama ini.

Sesuatu yang tidak ia dapatkan saat berada di dalam rumah.

Pras selalu ada menyediakan tissu saat ia tengah menangis.

Dan pria itu juga nomor satu yang mengucapkan selamat saat ia meraih suatu kemenangan di kampusnya.

Tugas ayahnya sudah digantikan oleh Pras.

Hubungan mereka begitu dekat. Dan mereka juga melakukan hal yang diluar batas, layaknya suami isteri hingga sesuatu yang hidup ... sedang tumbuh di dalam rahim Nara saat ini.

Pras menatap manik mata Nara. Yang menandakan ia telah siap untuk berbicara kepada ayahnya.

Wanita itu mengangguk setuju.

Mereka berjalan beriringan menuju pintu rumah. Rasa kekhawatiran justru bergejolak dalam hati perempuan berwajah manis itu. Ia berharap agar sesuatu yang buruk tidak terjadi.

"Pa ..." Nara memanggil di depan pintu. Ia sudah tau kalau ayahnya sedang berada di dalam. Karena ia tak sengaja melihat mobil putih milik lelaki itu berada di garasi.

Di hati gadis itu sedikit ada rasa tanya. "Kok tumben papa di rumah, dan tidak sibuk seperti hari biasanya?" batinnya dengan dahi mengerut.

Tak berselang lama pintu pun terbuka.

"Kamu?" ujar ayahnya terkejut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status