Share

Bab 3

Penulis: RIANNA ZELINE
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-19 15:38:08

Bu Aura tersenyum lebar, lalu menjawab, “Benar sekali, Bu Dinara. Hampir setiap hari dia mampir untuk membeli bunga. Dia juga selalu minta untuk ditambahkan kartu ucapan. Saya yakin Bu Dinara pasti merasa sangat bahagia karena mendapat perlakuan yang romantis hampir setiap hari dari suaminya. Dan saya juga yakin ada banyak wanita yang iri untuk bisa berada di posisi Anda.”

Degh!

Aku sedikit mengernyit bersamaan dengan senyum di bibirku yang hampir memudar. Terkejut? Tentu saja. Bahkan, apa katanya? Hampir setiap hari? Bukankah itu artinya Mas Evan sering membeli bunga di sini?

“Bu? Bu Dinara?”

Aku terkesiap saat menyadari Bu Aura melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Seketika itu kuukir senyum simpul untuk menyembunyikan rasa terkejutku. “Bu Aura bisa saja. Pasti masih banyak wanita yang lebih beruntung daripada saya.”

Wanita di hadapanku kembali tersenyum. Tampak benar-benar tulus tanpa sebuah topeng yang menutupi wajahnya.

“Bu Dinara saja yang suka merendah,” ujarnya. “Oh ya, ngomong-ngomong bagaimana bunganya? Mana yang paling Bu Dinara suka? Atau mungkin yang paling berkesan?”

Ludah kutelan dengan sedikit susah saat memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaannya. “Semuanya berkesan kok, Bu. Bunga-bunga dari toko Bu Aura tidak pernah mengecewakan saya.”

Terpaksa aku membuat kebohongan itu. Tapi, aku merasa lega saat Bu Aura tersenyum dan merasa bersyukur setelah mendengar pujianku. Lalu aku pun kembali melontarkan pertanyaan untuk menemukan bukti-bukti akurat terkait kecurigaanku terhadap Mas Evan.

“Ngomong-ngomong, jam berapa biasanya Mas Evan datang untuk membeli bunga? Apakah dia membuat janji lebih dulu atau memesannya melalui telepon?”

“Paling sering setelah dia pulang kerja. Mungkin sekitar jam lima biasanya dia sampai di sini,” jawab Bu Aura tanpa berpikir. Seolah menunjukkan bahwa ia sudah hafal dengan kebiasaan Mas Evan datang.

Aku mengangguk paham. “Apa Mas Evan pernah mengatakan sesuatu saat membeli bunga-bunga itu, Bu?”

“Emm… apa ya?” Sejenak Bu Aura tampak berpikir. “Seingat saya tidak ada hal-hal yang menonjol. Dia hanya mengatakan jika Anda pasti suka dengan hadiah bunga yang diberikan. Terakhir dia beli kemarin katanya dia sedang menyiapkan kejutan makan malam romantis untuk Anda.”

Aku terdiam. Jantungku tak hanya berdetak kencang. Tapi hatiku bagai disayat sembilu tajam. Perih dan sesak datang bersamaan. Tapi aku tak bisa menunjukkan itu di hadapan orang.

“Maaf, Bu Dinara, apa ada masalah?” Wajah Bu Aura mulai terlihat berbeda. Ada kebingungan dan juga rasa penasaran di wajah wanita itu.

Segera kuukir senyum terbaik agar tak membuat Bu Aura bertanya semakin jauh. “Oh, tidak apa-apa, Bu. Saya hanya tidak menyangka jika dia menyiapkan semuanya sendiri. Padahal dia bisa saja menyuruh orang.”

Setelah kupikir informasi ini cukup, aku berterima kasih dan segera pamit dari sana. Namun, tak lupa aku meminta Bu Aura agar tak memberi tahu Mas Evan tentang kedatanganku, dengan alasan tak ingin membuat usaha Mas Evan terasa tidak berkesan. Beruntung Bu Aura mengerti dan dia  pun mengangguk setuju.

***

Aku melangkah masuk ke dalam perusahaan tanpa lebih dulu memberi tahu Mas Evan. Seperti biasa aku melangkah dengan tenang. Kupasang senyum tipis pada setiap staf yang menyapa. Bahkan mata elangku memperhatikan setiap kegiatan yang dilakukan para staf demi memastikan tidak ada masalah. Tentu saja tak akan ada yang aneh dari caraku berada di sana. Padahal yang sebenarnya kulakukan saat ini adalah mengamati setiap staf wanita dan memperhatikan warna lipstick di bibir mereka. Sungguh, lipstick dengan warna merah menyala itu membuatku gundah gulana.

Bruk!

“Ma-maaf Bu Dinara, saya tidak sengaja,” ujar salah seorang staf bernama Mia. Salah satu anggota di divisi keuangan.

Aku terdiam. Terpaku melihat penampilannya yang tampak sedikit sexy dari biasa yang kulihat saat datang. Dan lagi, warna lipstick yang memoles bibirnya, seakan memberiku petunjuk akan siapa pemilik lipstick itu. Mungkinkah?

“Bu, saya sungguh minta maaf,” ulangnya lagi saat aku tak kunjung menjawab ucapannya.

“Apa kamu biasa memakai lipstick dengan warna seperti itu?” tanyaku, membuat Mia sedikit terkejut.

“Emm, maaf kalau terlihat mencolok, Bu. Ini pacar saya yang membelikannya. Karena tadi dia mengantar saya, jadi saya memakainya,” tuturnya.

Aku terkesiap. Pacar? Apa mungkin pacarnya adalah Mas Evan? Apakah Mas Evan menjemput Mia sebelum berangkat ke kantor? Jujur hatiku semakin kalut memikirkan hal itu. Jika benar demikian, bukankah artinya Mia adalah selingkuhan Mas Evan?

Buru-buru aku membuka tas dan mengeluarkan lipstick, lalu kutunjukkan pada Mia. “Apa ini milikmu?”

Mia memperhatikan lipstick di tanganku tanpa mengambilnya.

“Bukan, Bu. Lipstick punya saya harganya sangat murah, sedangkan yang itu sepertinya sangat mahal,” jawabnya.

Aku terdiam. Mencari kebohongan di matanya. Tapi tak dipungkiri jika lipstick di tanganku memang salah satu merk lipstick mahal. Jadi sepertinya dia tidak berbohong. Lagi pula warna merahnya juga sedikit berbeda.

Mia hendak pergi, namun aku segera menahannya. “Apakah ada staf lain yang suka memakai lipstick berwarna merah selain kamu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 43

    Senyum bahagia mengembang di bibir Mas Evan. Seolah ada perasaan lega karena dia berhasil menemukan tempat tinggalku yang sekarang. Sementara aku masih memasang wajah syok melihat Mas Evan sudah berdiri di depan apartemenku. Namun, cepat-cepat aku mengubah ekspresi wajahku menjadi datar dan dingin. Bahkan tatapan sinis kulayangkan padanya saat ini."Ada apa? Bagaimana kamu bisa ada di sini?" tanyaku dingin."Senang rasanya bisa mengetahui lagi tempat tinggal kamu, Dinara," jawabnya masih dengan senyum tipis yang mengembang di bibirnya."Tidak usah basa-basi, Mas. Dari mana kamu tahu tempat tinggalku ini?" desakku agar Mas Evan jujur dan tidak banyak membuang waktu.Mas Evan terdiam sejenak. Dia menunduk, seolah ragu untuk mengucapkan sesuatu yang mungkin membuatku semakin kecewa padanya. Tapi akhirnya dia menarik napas dalam dan berkata, "Aku... sempat memasang GPS di mobil kamu."Aku membelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar."Kamu... kamu pasang GPS diam-diam di m

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 42

    Benar seperti dugaanku. Suara itu ternyata adalah pasangan suami istri yang memuakkan, Mas Evan dan Vania.Jujur aku tak habis pikir dengan apa yang ingin dilakukan Vania di perusahaan ini. Dia terus saja mengusik kehidupanku yang bahkan sudah lepas dari Mas Evan. Entah ada dendam tersembunyi apa hingga dia tak pernah puas setelah mendapatkan apa yang diinginkannya."Lalu mau kamu sekarang apa? Apa kamu mau aku resign dari tempat ini dan mencari pekerjaan di tempat lain? Memangnya kamu pikir cari kerja itu gampang?""Kalau kamu serius berusaha, aku yakin kamu mudah diterima kerja di perusahaan manapun kok, Mas. Apalagi dengan pengalaman kerja kamu jadi CEO itu," jawab Vania yang seolah berusaha menghasut Mas Evan."Mudah? Setelah kedekatan hubungan kita mencuat ke permukaan, dan setelah Dinara kembali ke perusahaan, kamu pikir perusahaan lain mau menerimaku tanpa petimbangan? Astaga, Vania! Memangnya apa salahnya, sih, kalau aku tetap bekerja di sini? Jadi kepala HRD juga bukan hal ya

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 41

    Meski ada raut kesedihan di wajahnya, tapi Selina berusaha menutupinya dengan senyum. Tipis tapi masih cukup untuk membuatnya terlihat baik-baik saja. Langkahnya mendekat lalu menyerahkan sebuah dokumen padaku."Kalau Pak Ravin sudah bersama wanita lain, ya itu artinya dia memang bukan jodoh saya, Bu Dinara," jawabnya.Setelah menandatangani dokumen, aku tak langsung mengembalikannya pada Selina. Kupeluk dokumen itu sambil menatap intens ke wajahnya."Sel, jujur sama aku. Sebenarnya kamu ada perasaan ke kakakku atau tidak? Apa benar kamu menolaknya hanya karena kamu berasal dari keluarga yang sederhana?" tanyaku langsung pada intinya.Selina terdiam. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, seperti menahan gemetar yang tak terlihat. Sementara tatapannya mengarah pada dokumen yang kupegang, tapi terlihat jelas jika pikirannya sedang berperang."Saya... saya takut, Bu Dinara. Saya merasa tidak pantas untuk bersanding dengan Pak Ravin," jawabnya sambil menunduk."Tapi kamu menyukainya, 'k

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 40

    Perlahan tapi pasti, Kak Rafael membuka kotak kecil yang kuberikan itu. Sesaat ia mengintip lebih dulu sebelum membuka seluruhnya. Hingga senyum mengembang di bibirnya bersamaan dengan tangannya mengeluarkan benda yang ada di dalam kotak itu. Jam tangan."Dinara, ini... ini terlalu mewah," ujarnya dengan mata berbinar sekaligus takut untuk menerima hadiah itu."Aku sengaja mendesain jam tangan itu untuk kamu. Sudah lama aku meminta dibuatkan agar bisa aku ambil sewaktu-waktu," tuturku yang ikut merasa bahagia dengan hasilnya yang begitu mewah.Jam tangan itu terbuat dari bahan titanium hitam matte dengan finishing satin yang lembut saat disentuh. Memberi kesan elegan namun tegas, seperti karakter Kak Rafael. Bezel-nya ramping, melingkari kaca safir anti gores yang bening sempurna, sebening tatapan matanya. Dial-nya berwarna midnigt blue, gelap namun bersinar seperti langit malam setelah hujan. Seperti kehadirannya yang selalu membawa ketenangan.Yang paling istimewa adalah ujung ked

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 39

    Senyum simpul terlukis di bibirnya. Namun ada tatapan getir dari sorot matanya. Aku bisa merasakan bahwa dia sedang bimbang mengenai hubungan cintanya."Sepertinya Revan sudah nyenyak, sebaiknya aku tidurkan dia dulu," ujar Kak Ravin, sepertinya ada niat untuk bicara lebih nyaman denganku.Aku mengikutinya menuju kamar evan untuk memastikan tempat tidurnya sudah nyaman. Setelah itu aku dan Kak Ravin kembali ke ruang tengah dengan posisi pintu kamar Revan yang aku biarkan terbuka. Sebelum duduk di sofa, aku mengambil minuman dingin dan juga camilan untuk menemani obrolan."Jadi, bagaimana kemajuannya? Apa Kakak akan menikah dalam waktu dekat ini?"Hebusan napas panjang menjadi pilihan Kak Ravin untuk mengurai kemelut dalam hati. Lalu menyandarkan punggung beserta kepalanya ke sofa. Menatapku dengan wajah tampak putus asa."Dia masih pada pendiriannya tidak ingin melanjutkan hubungan dengan Kakak," ujarnya dengan nada sedih."Lho, kenapa? Apa dia juga selingkuh?"Seketika tatapan Kak Ra

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 38

    Tak terasa tiga hari telah berlalu sejak perpisahan resmiku dengan Mas Evan. Perasaan gelisah yang dulu serig kali hadir dalam hari-hari sepiku, kini berubah menjadi sebuah ketenangan. Perpisahan itu, menjadi perpisahan terindah sesuai dengan rencanaku.Meski sempat terlintas rencana untuk menggoda Mas Evan demi membuatnya menyesal dan menyakiti hati Vania, namun aku mengurungkan niat itu. Mas Evan sudah benar-benar menyesal tanpa aku menggodanya untuk menarik perhatian. Dia sudah menyesal tanpa aku menunjukkan sisi lain diriku yang lebih unggul dari Vania.Aku memutuskan lebih memilih berdamai dan memaafkannya. Dan keikhlasan inilah yang merupakan kunci dari ketenangan hatiku yang sebenarnya. Tak ada lagi air mata, tak ada kemarahan. Hanya kelegaan yang akhirnya menyapa setelah badai panjang.Hari ini, apartemen terasa hangat oleh tawa kecil Revan yang tengah duduk di karpet ruang tengah, di kelilingi mainan. Sementara aku duduk di belakangnya sambil sesekali menyesap teh hangat yan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status