Share

Bab 4

Penulis: RIANNA ZELINE
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-19 15:46:30

Mia mengernyit. Jelas raut wajahnya sedikit heran dengan pertanyaanku. Tapi dia tak benar-benar menunjukkan dan justru tampak sedang berpikir keras.

“Seingat saya yang biasa memakai lipstick merah ada Bu Anggun. Selain itu saya kurang memperhatikan, Bu. Maaf,” jawabnya.

Aku mengangguk tanpa bertanya lebih jauh. Lalu kubiarkan Mia kembali melanjutkan pekerjaannya.

“Bu Anggun?” gumamku lirih. Tapi pikiranku segera menepis dugaan perselingkuhan Mas Evan dengan Bu Anggun. Karena tidak mungkin Mas Evan tertarik dengan wanita yang usianya hampir menginjak lima puluh tahun.

Langkah kembali kuayun menuju ruang kerja Mas Evan. Semakin dekat, jantungku semakin berdetak cepat. Pikiranku sudah membayangkan jika Mas Evan mungkin sedang bermesraan di ruang kerjanya, seperti kisah dalam novel yang pernah kubaca, atau drama film yang pernah kutonton. Aku merasa tak sanggup menghadapinya jika itu benar-benar terjadi di hadapanku sekarang.

“Wah ini sangat indah, Pak. Saya yakin tidak ada wanita yang tidak menyukai hadiah Bapak,” ucap Vania yang kudengar dari depan pintu ruangan Mas Evan.

Aku terdiam, menahan diri untuk tidak langsung masuk ke dalam sana. Melainkan menunggu lagi apa yang sedang mereka bicarakan. Dan apa yang sebenarnya Mas Evan berikan pada Vania sampai sekretarisnya itu memuji suamiku dengan nada yang terdengar manja.

“Tentu saja. Aku memesannya khusus. Bagaimana menurutmu? Apa kamu suka?” tanya Mas Evan pada Vania.

Jantungku rasanya berhenti berdetak. Percakapan mereka sungguh membuatku penasaran, tapi aku sama sekali tak bisa menebak akan apa yang sebenarnya mereka bicarakan. Demi melihat langsung situasi di dalam sana, segera kubuka pintu ruangan Mas Evan tanpa mengetuknya lenih dulu.

Kedua orang di dalam sana tampak terkejut dengan kehadiranku. Tapi, sepertinya aku yang terlalu overthinking dengan suamiku. Tak ada sesuatu yang aneh dari mereka. Bahkan duduk mereka pun masih dibatasi oleh meja.

“Sayang, kenapa tidak memberi tahu jika akan datang? Ayo masuk!”

Mas Evan mengucapkan itu sambil menghampiriku dan membimbingku posesif untuk duduk di sofa. Sementara Vania yang awalnya duduk di depan meja kerja Mas Evan, langsung berdiri dan menunduk hormat padaku.

“Apa yang sedang kalian bicarakan?” tanyaku curiga. Menatap pada Vania dan Mas Evan secara bergantian.

Vania menatap takut pada Mas Evan. Seolah meminta perlindungan, atau mungkin sebuah isyarat untuk membantunya memberikan jawaban. Sedangkan Mas Evan justru menatapnya santai tanpa ada ketakutan yang tergambar pada raut wajahnya. Membuatku heran dan semakin penasaran.

Kudengar Mas Evan menghela napas sebelum akhirnya membuka suara. “Sebenarnya Mas sedang meminta pendapat Vania untuk hadiah kejutan yang akan Mas berikan di hari ulang tahun kamu, Sayang,” ujarnya begitu meyakinkan.

“Hadiah kejutan? Apa itu?” tanyaku.

“Rahasia dong. Kalau aku beri tahu sekarang ya bukan kejutan namanya,” jawab Mas Evan disertai kekehan kecil di akhir ucapannya. Tangannya juga mengusap lembut kepalaku, seolah menunjukkan betapa aku sangat berarti baginya.

Aku mengangguk dengan senyum simpul yang kubuat tampak tulus. Padahal jujur saja, aku mulai tak mempercayai setiap kata-katanya. Jika dulu aku merasa senang bagai melayang seperti burung terbang, kini hal itu sama sekali tak kurasakan. Entahlah, mungkin karena perasaanku sedang sensitif atau mungkin firasat burukku sudah memengaruhi perasaanku terhadap Mas Evan. Aku tak tahu pasti.

***

Aku masuk ke dalam cafe dengan langkah cepat. Tak sabar ingin kuselesaikan semua masalah yang menyangkut rumah tanggaku. Jujur, aku bukan orang yang senang membiarkan masalah terus berlarut-larut. Jika bisa diselesaikan secepatnya, untuk apa menunda berlama-lama?

“Bu,” sapa Selina begitu melihatku datang.

Aku mengangguk dan langsung duduk di hadapannya. Seperti sudah kebiasaan, Selina akan memesankanku minuman. Dan sejenak aku terdiam sambil menatap Selina dengan perasaan yang sulit kujelaskan.

“Apa ada masalah, Bu?” tanyanya.

Helaan napas aku keluarkan. Kini kutatap mata Selina dengan penuh keseriusan dan sedikit tajam. “Apa kamu menutupi sesuatu dariku?” tanyaku, mencoba mencari sesuatu yang tersembunyi di balik mata itu.

“Menyembunyikan sesuatu?” Selina tampak bingung. “Maksud Bu Dinara apa?”

“Mas Evan. Apa kamu tahu sesuatu tentang dia?” tanyaku lagi dengan nada mengintimidasi.

“Maaf, Bu, tapi saya benar-benar tidak mengerti. Memangnya ada apa dengan Pak Evan?”

Tepat seperti dugaanku, Mas Evan pasti menyembunyikan perselingkuhannya dengan sangat rapi, hingga Selina tidak tahu tentang hal itu. Aku tahu Selina tidak berbohong, sebab aku tidak pernah meragukan kesetiaannya menjadi tangan kananku. Tanpa berpikir lama, aku mangambil ponsel dan kuserahkan padanya.

“Baca dan pahami! Lacak siapa pemilik nomor itu. Dan juga perintahkan orang untuk membuntuti Mas Evan. Laporkan setiap ada perkembangan!” perintahku tanpa basa-basi.

Kuperhatikan Selina saat serius membaca pesan di ponselku. Dia bahkan menutup mulutnya, sebuah refleks atas rasa tak percaya. Lalu dia menatapku dengan rasa iba dan terkejut yang sulit disembunyikannya.

“Bu… ini?”

“Kamu sudah dengar perintahku, ‘kan?”

Selina mengangguk. “Baik, Bu. Saya akan menyelidiki masalah ini secepatnya. Apa masih ada hal lain?”

“Hampir setiap pulang kerja Mas Evan akan mampir ke Aura Flower untuk membeli bunga. Dan ini… lipstick yang kutemukan jatuh dari saku tas kerja milik Mas Evan. Dia bilang menemukannya di parkiran, tapi aku tidak yakin dia berkata yang sebenarnya. Mungkin kamu juga bisa menyelidikinya di kantor.”

Selina mengambil lipstick yang kusodorkan padanya dan memperhatikan lipstick itu dengan dua alis bertaut. Raut wajahnya seperti mengenal lipstick itu, dan kuharap dugaanku benar.

“Sepertinya ini memang tidak asing. Tapi saya akan menyelidiki lebih dulu untuk memastikannya.”

“Baiklah. Kuserahkan semuanya padamu. Jika ada sesuatu yang mencurigakan dengan Mas Evan, segera kabari aku.”

“Baik, Bu,” jawabnya.

“Satu lagi. Jika kamu memergoki mereka dan mereka beralibi, pura-puralah untuk percaya. Tapi jangan lupa cari kesempatan untuk mengambil foto atau video sebagai buktinya.”

Setelah kupastikan Selina memahami semua yang kuperintahkan, aku pun memilih pergi dari cafe. Kuayunkan langkah yang terasa begitu berat, seberat batu yang terasa menghimpit dada. Sesak kurasa. Tapi, aku harus tetap bernapas untuk bisa membongkar semuanya.

***

Satu minggu berlalu…

Tak berapa lama setelah mobil Mas Evan melaju meninggalkan rumah, sebuah mobil yang sangat kuhafal datang dan masuk ke pekarangan rumah. Selina keluar dari dalam mobil dengan menjinjing tas kerjanya.

“Selamat pagi, Bu,” sapanya sambil tersenyum. Senyum yang terasa sedikit dipaksakan. Mungkin karena dia tahu jika perasaanku sedang tidak baik-baik saja.

“Masuklah! Kita bicara di ruanganku saja,” ujarku datar. Aku berbalik dan langsung masuk rumah, membiarkan Selina mengekor di belakangku tanpa banyak bicara.

Setibanya di dalam ruangan, aku memilih duduk di sofa. Lalu Selina dengan cepat menyesuaikan dan mengambil duduk di sofa lain yang berhadapan denganku. Raut wajahnya tampak serius. Tangannya juga cekatan saat membuka tas dan mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalam sana.

“Ini adalah hasil pengintaian kami terhadap Pak Evan,” ujar Selina, membuka amplop itu dan menunjukkan isinya padaku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 42

    Benar seperti dugaanku. Suara itu ternyata adalah pasangan suami istri yang memuakkan, Mas Evan dan Vania.Jujur aku tak habis pikir dengan apa yang ingin dilakukan Vania di perusahaan ini. Dia terus saja mengusik kehidupanku yang bahkan sudah lepas dari Mas Evan. Entah ada dendam tersembunyi apa hingga dia tak pernah puas setelah mendapatkan apa yang diinginkannya."Lalu mau kamu sekarang apa? Apa kamu mau aku resign dari tempat ini dan mencari pekerjaan di tempat lain? Memangnya kamu pikir cari kerja itu gampang?""Kalau kamu serius berusaha, aku yakin kamu mudah diterima kerja di perusahaan manapun kok, Mas. Apalagi dengan pengalaman kerja kamu jadi CEO itu," jawab Vania yang seolah berusaha menghasut Mas Evan."Mudah? Setelah kedekatan hubungan kita mencuat ke permukaan, dan setelah Dinara kembali ke perusahaan, kamu pikir perusahaan lain mau menerimaku tanpa petimbangan? Astaga, Vania! Memangnya apa salahnya, sih, kalau aku tetap bekerja di sini? Jadi kepala HRD juga bukan hal ya

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 41

    Meski ada raut kesedihan di wajahnya, tapi Selina berusaha menutupinya dengan senyum. Tipis tapi masih cukup untuk membuatnya terlihat baik-baik saja. Langkahnya mendekat lalu menyerahkan sebuah dokumen padaku."Kalau Pak Ravin sudah bersama wanita lain, ya itu artinya dia memang bukan jodoh saya, Bu Dinara," jawabnya.Setelah menandatangani dokumen, aku tak langsung mengembalikannya pada Selina. Kupeluk dokumen itu sambil menatap intens ke wajahnya."Sel, jujur sama aku. Sebenarnya kamu ada perasaan ke kakakku atau tidak? Apa benar kamu menolaknya hanya karena kamu berasal dari keluarga yang sederhana?" tanyaku langsung pada intinya.Selina terdiam. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, seperti menahan gemetar yang tak terlihat. Sementara tatapannya mengarah pada dokumen yang kupegang, tapi terlihat jelas jika pikirannya sedang berperang."Saya... saya takut, Bu Dinara. Saya merasa tidak pantas untuk bersanding dengan Pak Ravin," jawabnya sambil menunduk."Tapi kamu menyukainya, 'k

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 40

    Perlahan tapi pasti, Kak Rafael membuka kotak kecil yang kuberikan itu. Sesaat ia mengintip lebih dulu sebelum membuka seluruhnya. Hingga senyum mengembang di bibirnya bersamaan dengan tangannya mengeluarkan benda yang ada di dalam kotak itu. Jam tangan."Dinara, ini... ini terlalu mewah," ujarnya dengan mata berbinar sekaligus takut untuk menerima hadiah itu."Aku sengaja mendesain jam tangan itu untuk kamu. Sudah lama aku meminta dibuatkan agar bisa aku ambil sewaktu-waktu," tuturku yang ikut merasa bahagia dengan hasilnya yang begitu mewah.Jam tangan itu terbuat dari bahan titanium hitam matte dengan finishing satin yang lembut saat disentuh. Memberi kesan elegan namun tegas, seperti karakter Kak Rafael. Bezel-nya ramping, melingkari kaca safir anti gores yang bening sempurna, sebening tatapan matanya. Dial-nya berwarna midnigt blue, gelap namun bersinar seperti langit malam setelah hujan. Seperti kehadirannya yang selalu membawa ketenangan.Yang paling istimewa adalah ujung ked

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 39

    Senyum simpul terlukis di bibirnya. Namun ada tatapan getir dari sorot matanya. Aku bisa merasakan bahwa dia sedang bimbang mengenai hubungan cintanya."Sepertinya Revan sudah nyenyak, sebaiknya aku tidurkan dia dulu," ujar Kak Ravin, sepertinya ada niat untuk bicara lebih nyaman denganku.Aku mengikutinya menuju kamar evan untuk memastikan tempat tidurnya sudah nyaman. Setelah itu aku dan Kak Ravin kembali ke ruang tengah dengan posisi pintu kamar Revan yang aku biarkan terbuka. Sebelum duduk di sofa, aku mengambil minuman dingin dan juga camilan untuk menemani obrolan."Jadi, bagaimana kemajuannya? Apa Kakak akan menikah dalam waktu dekat ini?"Hebusan napas panjang menjadi pilihan Kak Ravin untuk mengurai kemelut dalam hati. Lalu menyandarkan punggung beserta kepalanya ke sofa. Menatapku dengan wajah tampak putus asa."Dia masih pada pendiriannya tidak ingin melanjutkan hubungan dengan Kakak," ujarnya dengan nada sedih."Lho, kenapa? Apa dia juga selingkuh?"Seketika tatapan Kak Ra

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 38

    Tak terasa tiga hari telah berlalu sejak perpisahan resmiku dengan Mas Evan. Perasaan gelisah yang dulu serig kali hadir dalam hari-hari sepiku, kini berubah menjadi sebuah ketenangan. Perpisahan itu, menjadi perpisahan terindah sesuai dengan rencanaku.Meski sempat terlintas rencana untuk menggoda Mas Evan demi membuatnya menyesal dan menyakiti hati Vania, namun aku mengurungkan niat itu. Mas Evan sudah benar-benar menyesal tanpa aku menggodanya untuk menarik perhatian. Dia sudah menyesal tanpa aku menunjukkan sisi lain diriku yang lebih unggul dari Vania.Aku memutuskan lebih memilih berdamai dan memaafkannya. Dan keikhlasan inilah yang merupakan kunci dari ketenangan hatiku yang sebenarnya. Tak ada lagi air mata, tak ada kemarahan. Hanya kelegaan yang akhirnya menyapa setelah badai panjang.Hari ini, apartemen terasa hangat oleh tawa kecil Revan yang tengah duduk di karpet ruang tengah, di kelilingi mainan. Sementara aku duduk di belakangnya sambil sesekali menyesap teh hangat yan

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 37

    Detik-detik menegangkan itu kini terasa semakin ringan. Sudut bibirku bahkan terus tertarik membentuk senyuman saat pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Mas Evan. Pertanyaan akan kesimpulan sebuah hubungan yang terjalin di antara kami berdua. Dan jawaban yang telah kusiapkan ini, aku harap menjadi sebuah jawaban yang bisa membawa hubungan kami menjadi lebih baik lagi."Seperti yang sudah aku katakan tadi, Mas. Aku rasa di antara kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi selain atasan dan bawahan. Untuk hubungan suami istri pun, aku sudah menganggap bahwa kita sudah berpisah sejak kabar kematianku itu. Kita sudah menemukan pasangan baru dalam hidup kita masing-masing. Jadi, mari jalani lembar baru itu dengan orang yang sudah menjadi pasangan kita.Dengan ini aku harap kamu juga bisa belajar bahwa kesetiaan itu sangat mahal. Jangan pernah berpikir bahwa kamu bisa menutupi perselingkuhan dengan sebuah kebohongan. Karena serapat apapun seorang suami menutupinya, tidak akan bisa menga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status