Beranda / Rumah Tangga / Kusingkap Topeng Busuk Suamiku / Bab 7 Rahasia Antara Mas Toro dan Vina

Share

Bab 7 Rahasia Antara Mas Toro dan Vina

Penulis: Viki_aulia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-01 20:17:29

Bab 7

Ya Allah, misteri siapa pemegang ATM belum terpecahkan, sudah datang masalah baru.

Tak pernah kubayangkan, kalau aku akan mengalami kejadian tabu ini, diselingkuhi suami yang sudah belasan tahun kubersamai.

Kutatap cermin yang menampilkan bayangan diri. Kurang apa aku sebagai istri? Tubuhku tetap langsing meski sudah beranak dua. Wajahku juga mulus dan glowing, cantik mempesona. Tentu saja karena aku rajin merawatnya. Urusan suami juga tak pernah kuabaikan, selalu kulayani dengan sepenuh hati. Lalu, apa yang membuatnya masih berpaling pada wanita lain?

"Ma, aku bosan di rumah, pengen ke mall!" Rio tiba-tiba masuk kamar, membuatku berhenti meratapi diri.

"Mau ngapain, Nak?" tanyaku sambil menoleh.

"Bosen di rumah, Ma. Pengen main."

Ini memang hari Minggu, jadi Rio libur sekolah. Begitu juga dengan Dian, dia dan seluruh karyawanku dan Mas Toro libur pada hari ini, kecuali tiga ART-ku. Jadi, sekarang rumahku cukup sunyi.

Sebenarnya aku ingin istirahat, memikirkan masalah yang sedang kuhadapi benar-benar membuat mentalku down, shock, dan lelah. Namun, aku tidak ingin mengecewakan anak lelakiku yang masih polos itu.

"Udah bilang sama Ayah belum?" tanyaku padanya.

Terpaksa, jika ingin pergi harus mengajak ayahnya Rio. Karena aku tidak bisa nyetir sendiri, ini juga karena aku menuruti perintah lelaki yang kusebut suami melarangku belajar mengendarai mobil. Dan, sekarang aku menyesal. Mau nyuruh Lian nyetir juga tidak mungkin, hari ini tangan kanan Mas Toro itu juga libur.

Andai hari ini Dian tidak libur, aku bisa pergi naik motor dengannya. Kalau cuma berdua dengan Rio, aku takut Rio kenapa-napa karena tidak ada yang jagain sementara aku fokus menyetir.

Hm, ngomong-ngomong soal libur, aku justru memanfaatkan hari libur Dian dengan memberinya tugas khusus, yaitu menyelidiki keberadaan ATM Mas Toro, kemungkinan besar ada pada Sita. Semoga saja sepupuku itu berhasil mendapatkan info yang kuinginkan.

"Ayah lagi sama Tante Vina, Ma." Jawaban Rio langsung membuatku mendelik.

Vina datang, tapi aku kok tidak mendengar tanda-tanda kehadirannya? Biasanya kalau dia datang, suara cemprengnya akan memenuhi rumah. Apalagi ini hari libur, rumah cukup senyap. Mau apa dia ke mari? Paling mau minta uang, prasangkaku padanya begitu buruk. Apa transferan kemarin yang melebihi uang bulananku itu masih kurang?

"Mama bilang sama Ayah dulu, Nak!"

Aku keluar kamar, melangkah cepat mencari keberadaan lelaki yang sudah membersamaiku selama empat belas tahun itu.

Tidak kutemukan mereka, hanya ada Bunga-anak Vina sedang bermain sendirian di playground mini yang ada di rumahku.

"Bunga, kok sendirian? Mama ke mana?" tanyaku lembut, meski jengkel pada ibunya, jangan lampiaskan pada anaknya.

"Masuk kamar sama Pakdhe, Budhe," jawabnya. Pakdhe dan Budhe adalah panggilan Bunga untukku dan Mas Toro karena lebih tua dari Vina.

"Masuk kamar? Kamar mana?" tanyaku meminta kejelasan karena semua kamar nampak tertutup.

"Kamar itu, Dhe," tunjuk anak perempuan sembilan tahun itu pada kamar yang ada di depan playground.

Itu kan kamar tamu, ngapain mereka masuk ke sana? Mana pintunya ditutup rapat, Bunga juga tidak diajak masuk. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam? Nggak mungkin kan mereka ....

Bergegas kuputar gagang pintu kamar, tidak dikunci. Pintu kubuka pelan. Sedikit-demi sedikit terlihat isi kamar dan dua orang manusia yang sedang duduk di ranjang. Aku menghembuskan napas lega, tidak ada adegan yang ada dipikiran. Pakaian mereka juga masih lengkap.

Astaghfirullah, aku sudah berburuk sangka, nggak mungkin lah mereka melakukan perbuatan haram itu, lagian mereka kan juga kakak-adik. Sejak mengetahui kebusukan lelaki itu, aku selalu berpikir yang tidak-tidak.

"Ingat ya, Bang! Bulan depan, harus lebih banyak lagi! Kalau nggak, semua orang akan tahu rahasia kita!"

Kudengar suara Vina mengancam ayah anak-anakku itu. Rahasia apa yang Vina sembunyikan? Sampai lelaki itu mau saja, memberikan berapapun uang yang ia minta. Abang sendiri diperas, dasar adik nggak ada akhlak.

Sebenarnya masih ingin menguping pembicaraan mereka. Namun, tanpa sengaja aku mendorong pintu sedikit keras.

"Ada apa, Ma?" tanya Mas Toro begitu melihatku, terlihat sedikit kaget.

"Dicariin Rio, Yah," jawabku yang kadung ketahuan, daripada malu.

Kulihat Vina memasukkan sebuah amplop coklat yang cukup tebal. Sebenarnya, apa rahasia yang disembunyikan abangnya itu? Apakah tentang hobinya bermain wanita di belakangku? Atau ada rahasia lain, yang aku belum tahu?

Daripada pusing mikirin, lebih baik aku segera keluar. Mas Toro mengikuti, tentu saja Vina juga.

"Mama, mau iku Kak Rio ke mall," rengek Bunga begitu melihat sosok ibunya.

Darimana Bunga tahu Rio mau ke mall? Pasti anakku itu pamer waktu kutinggal dengan Bunga tadi, dasar bocil ember. Malas sekali kalau harus pergi sama Vina, mau melarang juga pasti Mas Toro marah.

"Kalian mau ke mall? Aku ikut, ya! Kasihan Bunga ingin ikut, sekalian aku juga udah lama tidak jalan-jalan," kata Vina dengan wajah semringah. Berbeda sekali dengan wajahku yang suram mendengar permintaannya.

"Ya udah, Ayah ambil mobil dulu, ya!" pamit Mas Toro sebelum menghilang ke garasi.

Sebelum masuk mobil, ponselku bergetar, ada panggilan masuk. Segera ku angkat, aku mendengar kabar yang membuat mataku membelalak.

"Yah, kayaknya Mama nggak bisa ikut, deh," kataku pada Mas Toro yang duduk di belakang kemudi, "Mama harus segera ke rumah Bapak."

"Bapakmu sudah ingat, kalau masih punya anak kamu? Apa dia ingat karena sekarang suamimu sudah banyak yang?" sahut Mas Toro sinis. Memang, sejak kami diusir dari rumah bapak, suamiku tidak respect lagi padanya.

"Rio, kamu pergi sama Ayah dan Tante Vina, ya!" perintahku pada anak lelakiku itu.

Mulanya Rio nampak keberatan. Namun, akhirnya mau juga setelah kubujuk-bujuk. Setelah mereka pergi, aku segera mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi, tak sabar rasanya ingin melihat kabar yang barusan kudengar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
for you
saking kayanya sampai ga tau suami mesum sama adik nya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Happy Ending

    Bab 41"Aku ... aku ...," Ana tergagap, tiba-tiba dia memegang tanganku dan memohon, "Tante, tolongin aku, Tante! Aku terpaksa melakukan ini, tapi aku takut."Wajah Ana hampir menangis. "Memangnya kamu ngapain, An?" tanyaku penasaran dan kasihan. "Aku butuh uang, Tante, Mama sakit—"Cerita Ana harus terpotong karena seorang lelaki paruh baya datang menghampiri, "Ayo ke atas, Dek! Om udah selesai check in, nih!"Ana nampak ketakutan menatap lelaki yang mengajaknya pergi itu. "Maaf, Anda ini siapa, ya? Apa maksud Anda mengajak gadis ini check in? Anda mau melakukan asusila pada anak di bawah umur?" Aku maju mencoba melindungi Ana. "Saya sudah membayar gadis ini untuk semalam penuh, jadi terserah mau saya apain!" Lelaki itu menarik Ana dengan kasar.Ana diseret lelaki itu sambil menatapku berharap aku akan menolongnya, aku maju akan mengejar, tapi Mas Dwingga menahanku, melarangku untuk ikut campur. "Tapi, Mas...," protesku yang tak tega melihat wajah sembab Ana. "Biar Mas yang m

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 40 apakah itu karma?

    Bab 40"Ini, lihat sendiri saja!" Aku menyodorkan sebuah alat yang nampak dua garis biru. "Kamu hamil?" tanyanya kegirangan. Aku mengangguk sambil tersenyum lebar, "Iya, Mas, ini buah cinta kita.""Terima kasih ya, Sayang. Mulai sekarang aku akan tambah rajin cari uang demi masa depan buah cinta kita ini!" Mas Dwingga mencium perutku berkali-kali sampai aku geli sendiri, lalu dia lari ngibrit ke kamar mandi. Aku mengeleng-gelengkan kepalaku melihat tingkah lakunya. Bisa aja si crazy rich itu, mau nggak kerja selama setahun pun hartanya nggak akan habis sampai tujuh turunan. Setelah menikah, aku dan anak-anak diboyong tinggal di istana Mas Dwingga, sebagai istri solihah tentu saja aku manut apa kata suami, tak lupa Bapak juga ikut tinggal di sini bersama kami. Mak Inah dan Santi tetap tinggal di rumah lama dan ditugaskan untuk merawarnya, sedang Siyam pulang kampung dan tidak kembali lagi karena telah menikah dengan kekasihnya di sana. Sekarang rumahku hanya digunakan untuk berjua

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 39 Dilamar Crazy rich

    Bab 39 "O ya, Hasna, saya mau ngomong sesuatu penting sama kamu.""Ya udah, ngomong aja!""Besok malam, apa kamu punya waktu luang?" "Ada, mau ngapain emang?""Besok, pukul tujuh malam saya jemput kamu sama Bapak kamu, aku datang kamu harus sudah siap!" perintahnya tanpa menerima penolakan. Aku hanya bisa mengiyakan dan menyimpan rasa penasaran pada omongan penting yang akan Mas Dwingga katakan, kenapa harus menunggu besok malam? Kenapa harus ngomong di luar? Kenapa nggak di rumah aja? Kenapa Bapak juga diajak? Memangnya mau ngomong apa, sih? Seharian Mas Dwingga menyiksaku dalam rasa penasaran. Hingga akhirnya, pukul tujuh malam yang dinanti telah tiba. Aku dan Bapak telah bersiap sesuai instruksi Mas Dwingga, begitu dia datang kami langsung masuk mobil, tentu saja Rio kuajak juga, kasihan kalau hanya ditinggal dengan para ART. Aku, Bapak, dan Rio naik mobil yang disopiri Mas Dwingga sendiri, sedang mobilku yang kemarin dikasih bos celana itu masih teronggok manis di halaman dep

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 38 Sultan Baik Hati Pencuri Hati

    Bab 38 Aku masuk ke dalam untuk menyembunyikan rona merah di pipi, juga mentralkan detak jantung yang tiba-tiba berdetak kencang. Baru juga digombali begituan, hatiku sudah jungkir balik tak karuan, apalagi kalau sudah sampai disahkan, eh. Daripada pikiranku berkelana ke mana-mana, mending aku membuat es sirup untuk para karyawanku, pasti mereka kelelahan setelah riwa-riwi mengangkuti lusinan celana ke dalam, apalagi cuaca panas gini, minum es sirup pasti segar. Aku membawa es sirup ke depan, kulihat tinggal Dian yang masih tertinggal membawa barang terakhir. "Sudah selesai, Di?" tanyaku pada Dian. "Ini yang terakhir, Mbak," jawabnya memperlihatkan barang yang dibawanya. "Habis ini ke sini lagi, ya, minum es sirup dulu! Ajak yang lain ke sini juga, o ya, jangan lupa suruh ambil gelas sendiri-sendiri di dapur, soalnya Mbak cuma bawa dua gelas aja ini" pesanku banyak-banyak. Dian mengiyakan sebelum menghilang ke dalam, tak lama kemudian keluar lagi bersama anak-anak l

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 37 Kehidupanku vs kehidupannya sekarang

    Bab 37"Udah, si, Mah, pulang aja, yuk!" ajak Dita melihat sambutan Wulan yang tidak ramah sama sekali. "Nanggung, Nak, udah sampai sini," bisikku menolak. Aku mengajak anak-anakku mendekati Wulan, "Nggak nyuruh kami masuk, gitu? Kami tamu, loh!"Wulan mencebik, "Kalian itu tamu tak diundang!"Aku benar-benar sakit hati, kenapa Wulan memperlakukan kami seperti ini? Aku tahu aku hanyalah mantan istri Mas Toro, tapi Dita dan Rio tetaplah darah dagingnya, tidak ada istilah mantan anak. Apa dia lupa saat dia masih menjadi mantan istri Mas Toro, aku memperlakukan Ana seperti anakku sendiri, bukan cuma masalah materi, aku juga menyayangi Ana setulus hati. "Udah, Ma, ayo pulang, Ma! Mama nggak denger tadi Tante Wulan bilang apa? Kita ke sini bukan mau mengemis, Ma!" Dita menarik tanganku mengajak segera pergi. Namun, saat kami akan pergi sebuah mobil memasuki halaman. Mas Toro turun setelah memarkirkan mobilnya. "Mau apa kalian ke sini?" tanya Mas Toro saat melihatku dan anak-anak. "Ma

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 36 Mengusir Benalu

    Bab 36Dwingga menghembuskan napas kasar. "Lala kenapa, Kek?" tanya sebuah suara yang membuat kami semua menoleh. "Lala!" seruku saat melihat gadis itu berdiri di di pintu rumahku. "Tante Zeni tinggal di sini karena Kakek takut dia bakal gangguin Lala?" tanya Lala lagi lebih perinci. Semua mata menatap Bapak, menanti orang tuaku itu bersuara. Bapak menghela napas berat sebelum menjawab, "Iya, La, Kakek takut kalau tantemu itu akan mengganggu kamu kalau dilarang tinggal di sini. Kamu pasti merindukan ibu kandungmu 'kan? Tante Zeni bilang akan memanfaatkan wajahnya yang sama persis dengan wajah ibumu untuk mempengaruhi kamu, Kakek takut kamu akan beneran terpengaruh.""Tapi Lala sudah besar, Kek. Lala tahu kalau Mama udah tiada, meski jujur Lala sangat merindukan Mama, tapi Lala nggak mau posisi Mama digantikan Tante Zeni, Lala tahu kok kelakuan Tante Zeni kayak apa, dia sering godain dan merayu Papa buat dijadikan istrinya, tapi Lala nggak setuju kalau punya Mama seperti Tante Zen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status