Home / Rumah Tangga / Kusingkap Topeng Busuk Suamiku / Bab 6 Suamiku Ketipu, Aku Bahagia

Share

Bab 6 Suamiku Ketipu, Aku Bahagia

Author: Viki_aulia
last update Last Updated: 2024-05-06 08:03:13

Bab 6 Ketipu

"Dian ...."

Dian kah orangnya? Aku melirik Dian yang nampak terkesiap.

"... tetangga kamu yang pernah kerja di sini hanya sebulan itu siapa, Di?" lanjut Airin membuatku bernapas lega, fyuh kirain.

"Maksudmu Sita?" balas Dian balik bertanya.

"Iya, si Sita itu, dia keluar dari sini karena mau jadi simpanannya Pak Bos," ujar Airin memberitahu.

Aku tahu siapa Sita, orang dia tetangganya Dian otomatis dulu dia juga tetanggaku sebelum Ayah pindah ke perumahan. Dulu Dian lah yang mengajaknya bekerja padaku, baru sebulan yang lalu dia keluar. Jadi ini sebabnya dia keluar, dia telah terjebak dalam rayuan maut suamiku.

Tidak heran sih, Sita memang agak centil dan suka berdandan menor, gaya hidupnya juga lumayan hedon, jadi dia lebih memilih jalan pintas daripada bekerja keras. Bisa jadi Sita lah pemegang ATM itu saat ini.

"Kamu tahu dari mana, Rin?"

"Pernah lihat Sita sama Pak Bos gandengan tangan di mall, Bu," jawab Airin tanpa sungkan lagi.

Nggak perlu lah mencari bukti kebenaran perkataan Airin barusan, aku percaya kalau itu benar suamiku. Terima saja kenyataan ini, sudah lebih dari cukup bukti-bukti dari Dian dkk.

"Sampai sekarang apakah mereka masih berhubungan?" tanyaku lagi untuk yang terakhir kali.

"Tidak tahu, Bu."

"Oke, terima kasih infonya, sekarang cek rekening kalian masing-masing, udah masuk belum bonus dari saya." Aku pergi diiringi sorak kecil beberapa karyawan yang melihat saldo di rekeningnya bertambah.

Aku ikut tersenyum, semoga saja kebahagian kecil yang ku berikan pada mereka dapat menghapus kesedihan yang sedang membelenggu hatiku.

***

Menjelang senja, Mas Toro pulang. Tak ada rasa senang atau rindu yang menggebu melihat kedatangannya, yang ada aku ingin memukul wajahnya sekuat tenaga. Namun, aku harus tahan, jangan sampai bersikap bar-bar. Belum kuapa-apakan saja dia sudah terliha tak karuan, wajahnya kusut masai. Ada apa gerangan? Apakah dia tahu aku sudah mengetahui kebusukannya?

"Mah, aku ketipu, Mah," ujarnya lemas.

Hm, rupanya tebakanku salah. Bukan karena takut kehilanganku, tapi karena kehilangan uang dia sampai frustasi.

"Berapa, Yah?" tanyaku pura-pura ikut prihatin, padahal dalam hati bilang 'sukurin'.

"Lima ratus juta, Ma," jawabnya sambil nangis kejer, ah nggak ding, lebay amat.

Hm, jumlah yang fantastis. Tapi, lebih baik uang itu hilang daripada dihambur-hamburkan para wanita simpanannya.

Tak ada sedikitpun belas kasihan atau peduli padanya yang sedang kesusahan itu, hatiku seolah beku. Aku memang masih bersikap biasa saja di depannya, seolah-olah tidak tahu kalau dia telah mendua atau mentiga atau justru mengempat. Hah, rasanya aku yang ingin mengumpat.

Bukti-bukti dari para karyawanku belum cukup kuat, buaya sepertinya pasti akan mudah sekali membantah. Aku harus menemukan bukti yang lebih kuat dan dia tidak akan bisa mengelak.

"Ya udah si, Yah. Sudah hilang, nggak mungkin balik lagi 'kan? Anggap aja itu pengganti sedekah Ayah yang selama ini masih kurang, kalau ikhlas pasti Allah ganti lebih banyak lagi," nasihatku sok bijak, coba kalau belum tahu sua— ah, malas rasanya menyebut dia sebagai suamiku lagi, coba kalau aku belum tahu kelakuan bejatnya, pasti aku akan ikut histeris kehilangan uang sebanyak itu.

"Ya udah, untuk sementara ganti uang Mama dulu, ya!" pintanya kemudian tanpa beban.

Enak aja lo Bambang. Lo yang ngilangin duit, kenapa gue yang harus ganti? Nggak akan kuberikan sesen-pun uangku untuk menyenangkan gundik-gundikmu itu. Uangku hasil murni kerjaku, aku mengambil stock celana dari konveksi suami tapi tetep bayar, meski modal pertama dari uang belanja yang kusisihkan, itu kan memang sudah hakku mendapat nafkah dari suami, jadi hasil jualan onlen itu sepenuhnya milikku.

"Aduh, gimana ya, Yah? Uang Mama kan udah buat lunasin stock barang, uangnya juga di Ayah kan? Lagian, yang kemarin lima puluh juta juga belum Ayah balikin," alasanku menolak permintaannya.

Tiba-tiba ponselku bergetar, aku merogohnya dari saku gamis. Ternyata panggilan dari Dita di pondok.

"Halo, assalamu'alaikum, Ma." Begitu kuangkat, terdengar sapaan dari anak yang selalu kurindukan itu.

"Wa'alaikum salam, Nak," balasku lembut, tanyaku kemudian, "gimana kabar Dita di pondok, sehat?"

"Alhamdulillah Dita baik-baik aja, Ma. Mama gimana?"

"Syukurlah, Mama juga baik sayang, alhamdulillah," jawabku supaya Dita tidak khawatir.

"Ma, tadi kenapa nggak ikut Ayah ke pondok? Dita kan juga kangen pengen ketemu Mama," rajuk Dita kemudian, membuatku kaget.

Aku segera menyingkir agar Mas Toro tidak bisa mendengarku berbicara.

"Emang tadi Ayah ke pondok, Nak?" tanyaku dengan suara lirih.

"Aku nggak lihat si, Ma. Tapi, kata temenku lihat Ayah datang sama ibunya Kak Ana, terus mereka pergi bareng." Jawaban Dita benar-benar membuatku terkejut.

"Terus Ayah nggak nengokin kamu sama sekali?"

"Nggak, Ma. Orang aku tahunya aja dari temenku."

"Temen kamu yakin kalau yang datang itu Ayah sama ibunya Kak Ana?"

"Yakin, Ma. Yang diajak pergi aja Kak Ana, pasti mereka lah. Jangan-jangan Mama nggak tahu, ya, kalau Ayah pergi ke pondok?" tanya Dita curiga.

"Mama tahu, kok, Nak. Ya udah, kamu nggak usah sedih, besok Mama jengukin, deh!" rayuku demi mengalihkan kecurigaan Dita.

"Janji ya, Ma! Soalnya Dita udah kangen banget sama Mama sama Rio," ujar Dita kegirangan, "dah dulu ya, Ma. Banyak yang antri HP-nya, nih."

"Iya, Sayang. Belajar yang rajin, ya!" Tak lupa kuberikan pesan sebelum panggilan ditutup.

Keterlaluan kamu, Mas. Jadi, kau sudah mulai berani menipuku. Bilangnya mau kirim barang, ternyata pergi sama yang bukan mahram. Hm, jangan-jangan selama ini Mas Toro kembali berhubungan dengan mantan istrinya itu?

Bodoh atau gimana sih? Apa tidak ingat apa yang dulu sudah dilakukan wanita itu dulu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
for you
segera aman kan harta mu setelah nya baru cari bukti kebejatan laki mu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Happy Ending

    Bab 41"Aku ... aku ...," Ana tergagap, tiba-tiba dia memegang tanganku dan memohon, "Tante, tolongin aku, Tante! Aku terpaksa melakukan ini, tapi aku takut."Wajah Ana hampir menangis. "Memangnya kamu ngapain, An?" tanyaku penasaran dan kasihan. "Aku butuh uang, Tante, Mama sakit—"Cerita Ana harus terpotong karena seorang lelaki paruh baya datang menghampiri, "Ayo ke atas, Dek! Om udah selesai check in, nih!"Ana nampak ketakutan menatap lelaki yang mengajaknya pergi itu. "Maaf, Anda ini siapa, ya? Apa maksud Anda mengajak gadis ini check in? Anda mau melakukan asusila pada anak di bawah umur?" Aku maju mencoba melindungi Ana. "Saya sudah membayar gadis ini untuk semalam penuh, jadi terserah mau saya apain!" Lelaki itu menarik Ana dengan kasar.Ana diseret lelaki itu sambil menatapku berharap aku akan menolongnya, aku maju akan mengejar, tapi Mas Dwingga menahanku, melarangku untuk ikut campur. "Tapi, Mas...," protesku yang tak tega melihat wajah sembab Ana. "Biar Mas yang m

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 40 apakah itu karma?

    Bab 40"Ini, lihat sendiri saja!" Aku menyodorkan sebuah alat yang nampak dua garis biru. "Kamu hamil?" tanyanya kegirangan. Aku mengangguk sambil tersenyum lebar, "Iya, Mas, ini buah cinta kita.""Terima kasih ya, Sayang. Mulai sekarang aku akan tambah rajin cari uang demi masa depan buah cinta kita ini!" Mas Dwingga mencium perutku berkali-kali sampai aku geli sendiri, lalu dia lari ngibrit ke kamar mandi. Aku mengeleng-gelengkan kepalaku melihat tingkah lakunya. Bisa aja si crazy rich itu, mau nggak kerja selama setahun pun hartanya nggak akan habis sampai tujuh turunan. Setelah menikah, aku dan anak-anak diboyong tinggal di istana Mas Dwingga, sebagai istri solihah tentu saja aku manut apa kata suami, tak lupa Bapak juga ikut tinggal di sini bersama kami. Mak Inah dan Santi tetap tinggal di rumah lama dan ditugaskan untuk merawarnya, sedang Siyam pulang kampung dan tidak kembali lagi karena telah menikah dengan kekasihnya di sana. Sekarang rumahku hanya digunakan untuk berjua

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 39 Dilamar Crazy rich

    Bab 39 "O ya, Hasna, saya mau ngomong sesuatu penting sama kamu.""Ya udah, ngomong aja!""Besok malam, apa kamu punya waktu luang?" "Ada, mau ngapain emang?""Besok, pukul tujuh malam saya jemput kamu sama Bapak kamu, aku datang kamu harus sudah siap!" perintahnya tanpa menerima penolakan. Aku hanya bisa mengiyakan dan menyimpan rasa penasaran pada omongan penting yang akan Mas Dwingga katakan, kenapa harus menunggu besok malam? Kenapa harus ngomong di luar? Kenapa nggak di rumah aja? Kenapa Bapak juga diajak? Memangnya mau ngomong apa, sih? Seharian Mas Dwingga menyiksaku dalam rasa penasaran. Hingga akhirnya, pukul tujuh malam yang dinanti telah tiba. Aku dan Bapak telah bersiap sesuai instruksi Mas Dwingga, begitu dia datang kami langsung masuk mobil, tentu saja Rio kuajak juga, kasihan kalau hanya ditinggal dengan para ART. Aku, Bapak, dan Rio naik mobil yang disopiri Mas Dwingga sendiri, sedang mobilku yang kemarin dikasih bos celana itu masih teronggok manis di halaman dep

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 38 Sultan Baik Hati Pencuri Hati

    Bab 38 Aku masuk ke dalam untuk menyembunyikan rona merah di pipi, juga mentralkan detak jantung yang tiba-tiba berdetak kencang. Baru juga digombali begituan, hatiku sudah jungkir balik tak karuan, apalagi kalau sudah sampai disahkan, eh. Daripada pikiranku berkelana ke mana-mana, mending aku membuat es sirup untuk para karyawanku, pasti mereka kelelahan setelah riwa-riwi mengangkuti lusinan celana ke dalam, apalagi cuaca panas gini, minum es sirup pasti segar. Aku membawa es sirup ke depan, kulihat tinggal Dian yang masih tertinggal membawa barang terakhir. "Sudah selesai, Di?" tanyaku pada Dian. "Ini yang terakhir, Mbak," jawabnya memperlihatkan barang yang dibawanya. "Habis ini ke sini lagi, ya, minum es sirup dulu! Ajak yang lain ke sini juga, o ya, jangan lupa suruh ambil gelas sendiri-sendiri di dapur, soalnya Mbak cuma bawa dua gelas aja ini" pesanku banyak-banyak. Dian mengiyakan sebelum menghilang ke dalam, tak lama kemudian keluar lagi bersama anak-anak l

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 37 Kehidupanku vs kehidupannya sekarang

    Bab 37"Udah, si, Mah, pulang aja, yuk!" ajak Dita melihat sambutan Wulan yang tidak ramah sama sekali. "Nanggung, Nak, udah sampai sini," bisikku menolak. Aku mengajak anak-anakku mendekati Wulan, "Nggak nyuruh kami masuk, gitu? Kami tamu, loh!"Wulan mencebik, "Kalian itu tamu tak diundang!"Aku benar-benar sakit hati, kenapa Wulan memperlakukan kami seperti ini? Aku tahu aku hanyalah mantan istri Mas Toro, tapi Dita dan Rio tetaplah darah dagingnya, tidak ada istilah mantan anak. Apa dia lupa saat dia masih menjadi mantan istri Mas Toro, aku memperlakukan Ana seperti anakku sendiri, bukan cuma masalah materi, aku juga menyayangi Ana setulus hati. "Udah, Ma, ayo pulang, Ma! Mama nggak denger tadi Tante Wulan bilang apa? Kita ke sini bukan mau mengemis, Ma!" Dita menarik tanganku mengajak segera pergi. Namun, saat kami akan pergi sebuah mobil memasuki halaman. Mas Toro turun setelah memarkirkan mobilnya. "Mau apa kalian ke sini?" tanya Mas Toro saat melihatku dan anak-anak. "Ma

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 36 Mengusir Benalu

    Bab 36Dwingga menghembuskan napas kasar. "Lala kenapa, Kek?" tanya sebuah suara yang membuat kami semua menoleh. "Lala!" seruku saat melihat gadis itu berdiri di di pintu rumahku. "Tante Zeni tinggal di sini karena Kakek takut dia bakal gangguin Lala?" tanya Lala lagi lebih perinci. Semua mata menatap Bapak, menanti orang tuaku itu bersuara. Bapak menghela napas berat sebelum menjawab, "Iya, La, Kakek takut kalau tantemu itu akan mengganggu kamu kalau dilarang tinggal di sini. Kamu pasti merindukan ibu kandungmu 'kan? Tante Zeni bilang akan memanfaatkan wajahnya yang sama persis dengan wajah ibumu untuk mempengaruhi kamu, Kakek takut kamu akan beneran terpengaruh.""Tapi Lala sudah besar, Kek. Lala tahu kalau Mama udah tiada, meski jujur Lala sangat merindukan Mama, tapi Lala nggak mau posisi Mama digantikan Tante Zeni, Lala tahu kok kelakuan Tante Zeni kayak apa, dia sering godain dan merayu Papa buat dijadikan istrinya, tapi Lala nggak setuju kalau punya Mama seperti Tante Zen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status