Share

Pertemuan

Author: angeliaraya
last update Last Updated: 2024-05-23 07:14:01

Kepala Nadia seketika terasa pening melihat dua orang sahabat yang semakin intens membicarakan perjodohan dirinya.

'Kenapa gak tanya pendapat Nadia dulu si yah.' Batin Nadia dalam hati yang kelabakkan menerima kode 'persetujuan' yang diminta ayahnya. Ingin sekali Nadia mengirimkan kode penolakan pada sang ayah, namun seolah ayah selalu menghindar dari tatapan Nadia.

'Perjodohan jadi jalan yang terbaik untuk anak kesayanganku' Mungkin itu yang tergambar dari raut wajah Ayah yang saat ini terlihat lebih sehat dan bugar. Senyum dan tawa tak henti-hentinya menghiasai wajah ayah saat berbincang dengan teman lamanya itu. Topik pembicaraan tentang perjodohan Nadia dengan anak sahabatnya serasa jadi obat yang mujarab ketimbang obat yang selama ini diberikan dokter.

Nadia tersenyum tipis, ada rasa bahagia dihatinya melihat ayah yang beberapa hari terakhir terkulai lemas karena sakitnya, kini terlihat begitu bersemangat dan sehat.

'Mungkinkan perjodohan ini harus Nadia terima demi kebahagiaan ayah?'

'Umurku memang sudah 27 tahun, usia yang matang bagi perempuan untuk menikah bukan.'

'Gak ada salahnya mencoba perjodohan ini.'

'Tapi anak om Firman seperti apa wajahnya, cakep tidak ya. Dia bakal Nerima perjodohan ini tidak ya?' Nadia terus berdialog dengan dirinya sendiri. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Hingga terdengar pintu diketuk, dan sesaat kemudian terbuka. Menampilkan sosok laki-laki tampan dengan perawakan tinggi dan berisi. Membuat Nadia syok seketika.

"Nahh....Ini dia yang kita tunggu-tunggu dari tadi. Anak laki-laki yang satu-satunya om miliki. Gimana nak Nadia?"

Tubuh Nadia menegang, seketika dia bangkit dari duduknya. Menatap mata itu dengan penuh rasa kebencian. Nadia tak menghiraukan keberadaan ayah dan Om Firman disana.

"Tunggu... Kalian sudah selaing kenal?" Tanya om Firman entah kepada siapa.

"Iya pa, Ega sama Nadia satu kampus dulu." Ega yang menjawab. Kalimat biasa yang berefek besar bagi Nadia. Entah suara Ega yang dengan lancar mengucap nama 'Nadia' terdengar begitu menyayat di hati Nadia.

Nadia masih mematung dengan mata yang terpejam. ingatan-ingatan tentang pertemuan terakhirnya dengan Ega seolah ditarik kembali kedalam otaknya saat ini. Ternyata lima tahun bukanlah waktu yang cukup untuk Nadia melupakan kenangan buruknya bersama Ega.

Sedang Ega terlihat lebih santai. Berjalan melewati Nadia yang masih mematung, mendekat kearah Prasetyo dan Firman berada. Kemudian Ega mencium tangan Prasetyo dengan penuh rasa hormat.

"Hanega Eka Pratama om, panggil saja Ega." Ucap Ega dengan sangat lancar memperkenalkan diri yang dijawab anggukan pelan oleh Prasetyo.

"Papa sama om Pras teman semasa kuliah dulu Ga,. Papa gak nyangka bisa ketemu di rumah sakit ini." Kata om Firman dengan wajah yang penuh kebahagiaan.

"Om sama papamu ini malah sering dibilang kalau kami ini anak kembar, karena saking seringnya kemana-mana bersama. Padahal gak ada mirip-miripnya kan?" Kompak Prasetyo dan Firman tertawa terbahak-bahak mengenang masa-masa kuliah mereka.

"Gini Ga, kamu sama Nadia sudah saling kenal, kalian juga sudah berusia matang dan pantas menikah, papa sama om Pras berencana menjodohkan kalian. Giman menurutmu? Kamu mau sama Nadia?"

Ega tak menjawab, dia hanya melihat kearah Nadia yang tertunduk lesu. Pertemuannya kembali dengan Nadia yang tak terduga ini membuat situasi rumit.

"Kok diem aja nak Ega, Giman mau gak kami jodohkan dengan Nadia?" kini Prasetyo yang bertanya.

"Mau tunggu apa lagi Ga, umur sudah mo kepala tiga, finansialmu sudah okey kan. Tinggal nikah ini." Ucap Firman yang semakin membuat hati Ega kalut. Bingung harus menjawab apa.

"Kalian ini kompak banget, ditanya gak ada yang jawab malah diem aja." Prasetyo terlihat tak sabaran menunggu jawaban anak laki-lakinya dan anak perempuan sahabatnya itu.

"Iya ni, Nadia juga kenapa diem aja Nduk. Diam tandanya setuju lho." Lebih parah lagi, Prasetyo malah dengan enaknya mengartikan diamnya Nadia dengan sebuah persetujuan.

"Ega setuju pa, om."

"Apaaaa...." Mata Nadia terbelalak mendengar ucapan Ega yang singkat dan tiba-tiba itu.

" Iya, Aku setuju dijodohkan sama kamu, nikah sama kamu." Tambah Ega lagi sambil melihat kearah Nadia yang masih syok.

"Apaaaa...."

"Nadia jangan apa-apa aja Nduk, jawab juga setuju gitu. "

"Yah.... jangan paksa Nadia seperti ini." Pinta Nadia memelas.

"Nak Ega sudah setuju dijodohkan sama kamu, trus apa lagi? Ayah akan sangat bahagia jika kamu mau segera menikah apalagi dengan anak sahabat ayah." Skakmat, kalimat yang keluar dari mulut Prasetyo membuat Nadia kalah telak membuat Nadia terdiam seketika. Hal ini bukan sekedar tentang perjodohan, tapi tentang kebahagiaan ayah Nadia yang sedang dipertaruhkan.

Memang selama ini Prasetyo selalu mendesak Nadia untuk segera menikah. Namun Nadia selalu beralasan dan bisa mengelak. Padahal umurnya sudah menunjukkan kesiapan untuk menikah bukan.

"Demi kebahagiaan ayah nduk. Ayah akan sangat lega sekali kalau kamu sudah menikah. Rasanya beban dipundak ayah akan terangkat bila melihatmu segera menikah. Apalagi ayah sudah sakit-sakitan kayak gini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kutukan Cinta   Keputusan

    "Brakkkk...." Bunyi pintu yang ditutup tiba-tiba oleh Nadia itu terdengar cukup nyaring. Hampir saja membuat Ega melonjak karena kaget. "Nad...kok ditutup pintunya?" Tanya Ega yang dibuat penasaran oleh sikap Nadia. Bisa-bisanya ia ditinggal begitu saja. "Maaf Ega, kamu diluar sebentar ya." Pinta Nadia dari balik pintu yang terdengar samar oleh telinga Ega. Kemudian Nadia bersandar pada pintu. Kedua tangannya memegangi dadanya. Seolah ia memegangi jantungnya yang berdebar terlalu cepat agar tak keluar dari tubuhnya. "Kenapa Nad. Ada masalah? Kamu gak sakit kan? Kamu marah sama aku? Atau..." Ega melontarkan tanya bertubi-tubi. Ia teramat khawatir bila terjadi sesuatu yang tak mengenakkan pada Nadia. "Aku baik-baik aja Ga. Cuma.... Aku butuh waktu sebentar." Pinta Nadia kembali. "Okey. Aku tunggu." Ega mencoba bersabar. Meskipun hati dan pikirannya tak karuan saat ini. Namun ada rasa lega telah mengungkapkan perasaanya kepada Nadia. Namun lega saja tak cukup untuk Ega. Saa

  • Kutukan Cinta   Memaksa

    Samar-samar terdengar suara adzan berkumandang. Membangunkan Nadia yang terlelap dari tidurnya. Keinginan Nadia untuk tidur lebih lama nyatanya tak bisa terwujud. Padahal ia hanya ingin sejenak melupakan masalahnya dengan berisitirahat. Sejenak mengistirahatkan hati dan pikirannya dari berbagai macam spekulasi yang ia buat sendiri atas kelanjutan hubungannya dengan Ega nanti. Namun hal itu pun tak bisa, sungguh kasihan Nadia. Semalaman ia tak lelap tidur. Pikirannya dihantui rasa harap-harap cemas. Harapannya pun telah pupus, karena sejak semalam sampai pagi ini tak ada kabar satu pun dari Ega yang muncul dari layar handphone Nadia. Mungkin sudah beribu kali Nadia mengecek benda pipih berwarna hitam itu. Hal yang sama berulang kali ia lakukan tanpa hasil sampai pagi ini. "Ega...apa kamu benar-benar menyerah?" Nadia berbicara pada dirinya sendiri dengan suara lirih dan serak. Sampai detik ini, Nadia hanya menunggu Ega menghubunginya. Tanpa mau memaksa keegoisanya untuk berinisiat

  • Kutukan Cinta   Bimbang 2

    Perjalanan yang Ega dan Nadia rencanakan hancur sudah. Mereka kira dengan melakukan perjalanan itu bisa membuat mereka lebih mengenal satu dan yang lain. Namun kenyataanya terbalik. Perjalanan yang seharusnya menyenangkan berakhir dengan tangis kepiluan. Ega dan Nadia telah merencanakan untuk menghabiskan waktu bersama seharian ini. Namun nyatanya, saat hari masih terang mereka terpaksa harus berpisah demi meredam emosi masing-masing. Ega tak ingin bila kebersamaan mereka hanya akan membuat mereka semakin tak nyaman. Maka dari itu, Ega memutuskan untuk segera meninggalkan Nadia didepan kosnya begitu saja. "Apa yang sebenarnya kamu inginkan Nadia?" Mata Nadia menatap ke langit-langit kamarnya yang berwarna putih itu dengan tubuh yang telentang diatas kasurnya. Sedang angannya menerawang mengingat kembali kejadian beberapa saat yang lalu. Saat Ega meluapkan keresahan hati kepadanya. "Kenapa rasanya...." Nadia menutup matanya. Ada bimbang di dalam hatinya yang teramat besar. Nam

  • Kutukan Cinta   Bimbang

    Genggaman itu seharusnya bisa menguatkan keduanya. Memberikan energi baru untuk Nadia maupun Egi yang nyatanya sama-sama lelah telah sekian lama memendam luka atas keegoisan masa muda. Mereka telah saling membuka diri. Saling menyelami pribadi yang dulu tak sempat mereka pahami. Mereka telah saling memaafkan, atas kenangan pahit yang menggerus masa dan asa. Mereka telah mencoba untuk saling menerima, dengan seluruh kurang dan lebihnya. Namun memang tak semudah itu memulai kisah baru dengan orang yang terpaut masa lalu bukan. Karena hati yang dulu pernah koyak, tak akan bisa lagi sama meski sudut lain didalam relungnya menginginkan untuk bersama. Karena bayang-bayang masa lalu akan terus melekat pada mereka dan sulit untuk ditanggalkan dengan mudahnya. ----- Tangan yang beberapa saat yang lalu sempat terpaut erat kini telah terlepas. Bukan Ega atau Nadia, namun keduanya secara bersamaan melepas tautan itu. Seolah mereka sepakat tak memaksa diri untuk saling memahami. Nadi

  • Kutukan Cinta   Teringat

    "Egaaa.... udah deh senyum-senyumnya. Ngeselin." Nadia merajuk sambil berulang kali memukul lengan Ega. Ia teramat kesal dengan Ega yang tak mendengar perintahnya. "Iya-iya...Udah ini." Ega mengulum bibirnya susah payah untuk menghentikan senyumnya. Namun hal itu malah semakin membuat Nadia kesal. "Udah apanya. Masih itu." Nadia masih tak terima. Ia melipat kedua tangannya di dada dan melayangkan tatapan tajam kepada Ega yang masih menyetir. "Seneng kamu ya dapet dukungan penuh." Lanjut Nadia. "Seneng dong dapet dukungan penuh dari calon papa mertua. Jadi makin lancar kan jalanku untuk dapetin kamu." Ucap Ega sangat percaya diri yang dibalas tatapan tajam oleh Nadia. Namun Ega tak menghiraukan itu. "Udah yuk turun. Kita udah sampai ini. Aku udah lama banget pingin kesini sama kamu Nad." Mobil berhenti disebuah lahan parkir luas pinggir pantai yang telah berjejer mobil-mobil para pengunjung lain. Disana juga terdapat deretan kios-kios kecil yang menjual aneka ragam olahan h

  • Kutukan Cinta   Mengenal 3

    Mobil benar-benar melaju cukup pelan. Selain karena kemacetan kota Jogja, namun juga karena Ega sengaja melakukan itu. Dia sangat menikmati perjalanan ini, begitupun Nadia. Seolah perjalanan ini adalah rencana tamasya yang telah lama ingin mereka wujudkan. Hingga tampak raut-raut wajah kebahagiaan yang terpancar dari Ega maupun Nadia. Mereka saling bercerita tentang banyak hal disepanjang perjalanan. Tanpa ragu ataupun malu. Sepertinya Ega dan Nadia telah sama-sama membuka diri untuk saling mengenal dan saling mengerti sebelum benar-benar berkomitmen untuk bersama lagi. "Trus.....nasib ilmu arsitekturmu gimana? Gak kepake dong. Sayang banget." Tanya Nadia penuh dengan rasa penasaran. Bukan tanpa alasan Nadia menanyakan hal itu. Karena selama Ega membagi cerita tentang dirinya, tak pernah sekalipun menyinggung tentang keinginannya dulu semasa kuliah untuk menjadi seorang arsitek handal. "Masih kepake kok Nad. Kadang aku bantu temen kalau mereka ada proyek dan pas aku lagi gak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status