Share

Sisa Trauma

Author: Syamwiek
last update Last Updated: 2025-05-28 18:00:15

Mentari pagi menyusup lembut ke celah tirai jendela kamar tamu yang kini menjadi tempat tinggal sementara Zura. Aroma roti panggang dan coklat hangat tercium samar, menandakan ada seseorang yang tengah sibuk di dapur.

Zura duduk di kursi rodanya, mengenakan atasan rajut warna lilac lembut dan rok panjang bermotif bunga kecil. Rambutnya dikepang samping dengan pita putih. Meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih, penampilannya tetap memancarkan aura tenang dan manis.

Zain mengetuk pintu perlahan. "Pagi, Zura," sapanya sambil membawa nampan berisi sarapan. "Aku kira kamu belum bangun. Tapi ternyata kamu sudah cantik begini."

Zura melirik sekilas, tidak tersenyum tapi juga tidak cemberut. “Aku bangun sebelum ayam jantan bernyanyi. Kaki yang nyeri membuat tidur tidak begitu nyaman.”

Zain meletakkan nampan di meja kecil dekat tempat tidur. “Hari ini, fisioterapisnya datang agak siang. Supaya kamu bisa sarapan dulu. Bibi juga masak bubur ayam, aku minta sa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (19)
goodnovel comment avatar
Yhara_18
zain pinter bngt ngegombal ya.
goodnovel comment avatar
Yhara_18
mami Narumi mah emang hangat bngt, zain kecil aja selalu nempel sama mami sebelum kenal dgn papi bara.
goodnovel comment avatar
Yhara_18
semangat zura, yakinkan diri kamu pasti bisa. fokus kedepan dan lihatlah zain yang setia bersama kamu. jgn pikiran hal2 yang buruk.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kutukan Mantan Terindah   Ketahuan Mecum

    “Zain Virendra Juhar!”Suara berat Papi Barra menggema dari ruang tengah, membuat semua yang ada di ruang makan kediaman Juhar langsung diam. Termasuk Mami Narumi yang sedang menyuapi Zura dengan potongan buah mangga segar.Zain, yang tadi sedang asyik menyelipkan bantal tambahan di kursi roda Zura dengan dalih ‘biar lehernya nggak pegal’, sontak menegakkan badan dan menoleh dengan wajah seperti anak kecil yang ketahuan mencuri coklat.“Pi—” Zain tertawa kaku. “Ada apa?”“Ke ruang kerja sekarang,” kata Papi Barra dengan nada tak bisa dibantah.Zain pun mengangguk cepat, lalu berbisik pada Zura yang mendadak tampak bingung. “Kalau aku nggak balik dalam sepuluh menit, selamatkan aku, ya. Pakai puppy eyes kamu.”Zura mengernyitkan kening. “Memangnya kamu bikin salah?”Zain hanya bisa meringis sambil berjalan menuju ruang kerja Papi Barra. Dan begitu pintu tertutup…“Jadi, kamu pikir Papi nggak lihat?” tanya Papi Barra sambil menyilangkan tangan. Wajahnya tenang, tapi mata tajamnya menata

  • Kutukan Mantan Terindah   Semakin Runyam

    Suara teriakan itu kembali menggema. Mengiris langit-langit pusat rehabilitasi jiwa Serenity Hill yang tenang. Beberapa suster berlari kecil, mencoba masuk ke kamar isolasi bernomor 307, membawa peralatan medis dan obat penenang di tangan.“AISHA! JANGAN—!”DUK!Bunyi benturan keras terdengar. Kepala Aisha sekali lagi menghantam dinding berlapis busa empuk yang tetap saja tak cukup menahan intensitas amarahnya. Gadis itu menggigil, rambutnya berantakan, mata merah dan sembab. Nafasnya berat, seperti sedang melawan sesuatu yang tak kasat mata.“Aku benci kalian—aku benci kalian semua! Zura mencuri semuanya dari aku!”Dua suster mencoba mendekat.“Aisha, kami akan menyuntik obat penenang, ya? Kamu harus tenang, Nak—”“JANGAN SENTUH AKU!!” teriaknya, mendorong kasar tangan suster hingga wanita paruh baya itu tersungkur.Appa Gio berdiri di balik kaca satu arah, menyaksikan kejadian itu dengan tangan terkepal. Rahan

  • Kutukan Mantan Terindah   Sekutu dalam Dendam

    Angin pegunungan Bandung berhembus lembut, membawa aroma pinus dan tanah basah ke dalam pelataran sebuah villa mewah yang berdiri megah di atas bukit. Dari kejauhan, bangunan itu tampak seperti tempat peristirahatan eksklusif para bangsawan. Tapi siapa sangka, di balik dinding batu abu-abu elegan dan jendela-jendela besar berhias tirai renda putih itu—tersimpan bara dendam yang belum pernah padam.Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan pintu utama.Seorang pria paruh baya, mengenakan jas gelap dan sorot mata tajam turun dari dalam mobil. Langkahnya cepat, rahangnya mengeras. Wajahnya jelas menampakkan beban yang tak main-main.Pintu besar villa itu terbuka pelan, seolah sudah menunggunya.Di baliknya berdiri seorang wanita paruh baya, dengan penampilan anggun dan riasan yang nyaris sempurna. Rambutnya disanggul setengah, mengenakan gaun satin biru tua yang membalut tubuh langsingnya dengan angkuh. Garis wajahnya masih menawan, namun ada kilata

  • Kutukan Mantan Terindah   Surat Peringatan

    Surat peringatan itu baru saja mendarat di meja kerja Om Andrian ketika dia membanting ponselnya ke lantai, membuat sekretaris di luar ruangan terlonjak kaget.Wajahnya merah padam, mata menyipit seperti hendak menerkam siapa saja yang lewat.“Kurang ajar! Baru juga dapat ancaman, dia sudah berani menggertak balik!”Surat dari Juhar Group bukan surat sembarangan. Ditandatangani langsung oleh Papi Barra, bertuliskan nada tajam soal penindasan, teror, dan tindakan kriminal terhadap salah satu anggota keluarga mereka—Zura.Om Andrian tahu, saat nama Juhar ikut turun tangan, berarti perang sudah dimulai.Selama ini, dia menganggap Zura hanya remahan kecil yang bisa dihancurkan dengan gosip atau muslihat kecil. Tapi kini, Zura tak lagi sendiri. Dia berada di bawah lindungan orang-orang paling berpengaruh di negeri ini—dan lebih berbahaya lagi, punya niat membalas.Om Andrian langsung menekan interkom.“Panggil Bram! Sekarang!

  • Kutukan Mantan Terindah   Pengakuan Yang Terlambat

    Lantai tertinggi kantor pusat Juhar Group pagi ini dipenuhi aroma kopi hangat dan ketegangan yang samar. Baru saja Papi Barra menandatangani beberapa dokumen penting ketika sekretaris pribadinya mengetuk pintu.“Pak, ada tamu. Bapak Giovanni Kenzo Valley. Katanya ada hal penting dan pribadi yang harus dibahas.”Papi Barra mendongak, wajahnya berubah datar. “Suruh masuk.”Pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok Appa Gio—dengan raut wajah lelah, rambut sedikit berantakan, dan mata yang tampak lebih tua dari usianya.“Barra,” ucapnya singkat, suaranya serak.“Duduk.” Papi Barra menunjuk kursi di seberang meja, lalu melipat kedua tangan di atas meja kaca. “Kalau kamu datang ke sini buat membela kedua saudaramu, sebaiknya kamu pergi sekarang juga.”“Aku nggak datang buat bela siapa-siapa,” sahut Appa Gio lirih. Dia duduk, menunduk sebentar sebelum mengangkat kepalanya. “Aku datang karena aku nggak tahu harus percaya siapa lagi.”

  • Kutukan Mantan Terindah   Mulai Terkuak

    Ruang tamu kediaman Juhar dipenuhi atmosfer tegang pagi itu. Bagas, datang dengan pembawaan tenang, duduk bersandar pada punggung sofa, menatap serius ke arah Papi Barra, Mami Narumi, dan Zain yang duduk bersisian. Zura, dengan wajah pucat tapi tenang, berada di kursi rodanya, diam menyimak. “Aku akan langsung ke poin utamanya,” ujar Bagas, membuka map coklat di tangannya. “Hasil investigasi sementara dari kepolisian dan pemadam menyimpulkan bahwa kebakaran rumah Zura disebabkan oleh bahan bakar cair yang disiram di dua titik, lalu disulut dengan korek api. Ada saksi kunci—anak kecil bernama Kimi.” Wajah Zain menegang. “Kimi? Anak kecil yang sering dibantu Zura itu?” “Ya,” Bagas mengangguk. “Anak itu sudah diamankan. Tapi mohon catat, dia bukan dalangnya. Dia hanya pelaku lapangan, disuruh oleh seseorang.” Zura menggigit bibir bawahnya. Tangannya mengepal pelan. “Aku tahu Kimi nggak mungkin melakukan itu sendiri. Dia bahkan masih belum bisa mengeja namanya dengan benar.” Baga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status