Chapter: Ekstra Part 4Aku berdiri di ambang pintu dapur, mengamati keramaian di halaman belakang rumah. Aroma sate kambing dan nasi kebuli sudah memenuhi udara. Suara tawa dan obrolan para tamu bercampur dengan suara anak-anak yang berlarian. Hari ini adalah aqiqah Zivanya. Seharusnya aku merasa bahagia—dan memang begitu. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Mataku mencari sosok Zain. Dia duduk di kursi kecil di sudut halaman, memeluk boneka dinosaurusnya erat-erat. Wajahnya... tidak seperti biasanya. Biasanya dia yang paling antusias saat ada tamu, berlarian kesana kemari, bercerita tentang dinosaurus kesukaannya pada siapa saja yang mau mendengar. Tapi hari ini berbeda. Aku melihat bagaimana Zivanya berpindah dari satu pelukan ke pelukan lain. Para tamu antri untuk menggendongnya, mencium punggung tangannya, berkata betapa lucunya si bungsu ini. Dan aku melihat bagaimana pandangan Zain mengikuti setiap gerakan adiknya—pandangan yang perlahan berubah dari kebanggaan menjadi... kesedihan. "Zain
Last Updated: 2025-04-21
Chapter: Ekstra Part 3Langit pagi ini mendung, seakan sudah tahu apa yang akan terjadi. Aku berjalan perlahan menuju taman belakang rumah, merasakan beban di perutku yang semakin berat. Minggu ke-38. Sebentar lagi aku akan bertemu dengan putri kecilku. Taman masih basah oleh embun, dan bunga-bunga lavender kesayanganku bermekaran seperti biasa. Aku mengusap perutku sambil tersenyum kecil. Damai. Inilah yang kurasakan—kedamaian sebelum badai. Aku meraih ember kecil untuk menyiram bunga lavender. Tapi entah mengapa, langkah kakiku tergelincir. Seketika dunia terasa jungkir balik. Ember terlempar, air menyiprat kemana-mana dan tubuhku terhempas ke tanah dengan keras. Nafasku tertahan, rasa sakit menjalar dari pinggang hingga ke seluruh tubuh. Tanganku reflek memegang perutku yang kini terasa sangat tegang. "Mas Barra—" suaraku lemah. Panik menyelimuti diriku. Napasku mulai pendek. Aku tahu ada yang tidak beres dengan bayiku. Dari dalam rumah, kudengar langkah kaki berlari. Barra berlari keluar dengan mata
Last Updated: 2025-04-19
Chapter: Ekstra Part 2Acara ulang tahun Zain berjalan dengan lancar. Sepanjang acara wajahnya berseri-seri penuh binar bahagia. Belum pernah dia sebahagia ini— semua itu karena diulang tahunnya kali ini mendapatkan kado istimewa. Aku sempat turun sebentar saat acara tiup lilin dan potong kue. Meski kepala rasanya berputar-putar dan tubuh terasa lemas. Semua yang aku lakukan ini demi melihat Zain tersenyum lebar. Dia mulai sekolah dan kini memiliki banyak teman. Dengan bangganya aku mengatakan jika dia putraku pada semua tamu undangan. Saat itu, dia langsung memelukku erat. Usianya memang baru 4 tahun— namun Zain sangat peka dengan perasaan orang disekelilingnya. Dia paham jika aku butuh pelukan karena terbawa suasana haru. “Rum, aku titip Adek ya. Ada masalah di butik jadi aku harus segera ke sana. Gak mungkin aku bawa Letta karena dia sedang demam,” ujar Gista setelah masuk ke dalam kamarku. “Iya, bawa sini si cantik. Jangan diajak keliling dunia dulu. Kasihan masih kecil,” jawabku. Oh, iya— setelah
Last Updated: 2025-04-16
Chapter: Ekstra Part 1Ulang tahun Zain yang ke empat dirayakan sangat meriah karena dia sudah mulai sekolah. Dia tumbuh menjadi anak yang tampan, pintar dan penyayang. Postur tubuhnya lebih tinggi dan besar dari anak seusianya— hingga banyak yang mengira dia sudah berusia 6 tahun.Di sekolah banyak sekali teman perempuan yang sengaja mendekatinya. Ada yang membawakannya bekal, bunga segar dan mainan. Namun, Zain tak mau menerimanya. Menolak dengan nada halus dan alasannya Maminya melarangnya menerima hadiah jika bukan hari ulang tahunnya.Zain itu ibarat calon pria soft spoken. Tak hanya teman kelasnya— anak perempuan yang tinggal di komplek perumahan saja sering datang untuk mengungkapkan cinta. Padahal mereka sudah duduk dibangku SD.Sungguh pesona Mas Barra menurun pada putranya. Tidak hanya wajah yang mirip tapi sifat dan kelakuan pun sama persis. “Sayang, kok kelihatan makin pucat ya,” ujar Mas Barra setelah selesai memakai pakaian. Kami sedang bersiap untuk menyambut para tamu undangan. “Kayaknya b
Last Updated: 2025-04-14
Chapter: Bab 55Zain senang sekali bermain bersama anak-anak seusianya. Meski keringat telah membasahi sekujur tubuhnya— dia tidak mau berhenti barang sejenak.Untungnya aku sudah menyuapinya lebih dulu. Jadi aku bisa tenang saat dia aktif bermain di Playground.Hujan tiba-tiba turun dengan deras. Selama aku di sini cuaca memang kurang bersahabat. Pagi cerah, siang panas, pas sore hari hujan turun beserta angin.Mas Barra mencari cafe yang sangat nyaman. Meski guntur terdengar bersahutan tak membuat Zain ketakutan. Dia tetap asik bermain dengan teman-teman barunya."Kalau hujannya tidak reda Pak supir akan menjemput kita," ujar Mas Barra ketika aku sedang memperhatikan Zain."Kayaknya sih gak bakal reda sampai malam. Langitnya tambah gelap. Entah ini karena sudah petang atau memang mendung," balasku. "Keduanya benar. Sudah petang dan langit sedang mendung. Nanti malam bakal tidur nyenyak. Karena cuaca sangat dingin," lanjut Mas Barra.Ngomong-ngomong soal cuaca dingin mengingatkanku pada kelakuan Si
Last Updated: 2025-04-13
Chapter: Bab 54Seperti yang aku katakan pada Kevin saat sarapan tadi— seharian ini aku menghabiskan waktu dengan suami dan anakku di dalam kamar hotel. Aku dan Mas Barra ingin quality time dengan anak ganteng karena sering meninggalkannya bekerja. Meski hanya bermain di dalam ruangan— Zain terlihat sangat bahagia sekali. Dia bahkan tak mau tidur siang karena takut ditinggal Papinya. Kebiasaan Mas Barra jika anaknya sedang mode manja. Padahal aku sudah menjelaskan pada Zain jika Papi dan Maminya tidak akan pergi. Kami akan ikut tidur dan memeluknya sepanjang waktu.Sayangnya Zain sudah tidak percaya. Karena aku dan Mas Barra sering membohonginya. Berkata jika akan menemaninya tidur nyatanya meninggalkannya untuk bekerja.Akhirnya, Mas Barra menggendongnya. Menimang-nimang sambil membacakan sebuah dongeng. Pemandangan yang sangat menyejukkan mata. Rasanya aku ingin memperpanjang liburan supaya memiliki waktu berkualitas dengan keluarga kecilku. “Aku tinggal berkemas gapapa ‘kan, Mas?”“Buat apa b
Last Updated: 2025-04-08
Chapter: Salahku Apa 2?Sial benar aku hari ini.Baru selesai kerja, aku langsung dipanggil atasan.Katanya, ada yang mengeluh soal caraku menangani pasien.Padahal selama bekerja di Rumah Sakit Juhar, aku belum pernah sekalipun mendapat masalah.Aku segera bergegas menuju ruang Direktur untuk menjelaskan tentang kesalahan—yang sebenarnya tidak aku lakukan.“Nay,” panggil Mira saat aku baru saja keluar dari lift. “Gimana tadi? Katanya kamu dipanggil Dokter Anita, ya?”“Iya, aku kena tegur,” jawabku.“Kamu salah apa?” tanya Mira lagi sambil menarikku ke pojok koridor rumah sakit.“Entahlah, Mir. Dokter Anita cuma bilang ada aduan soal caraku memeriksa pasien,” jelasku sambil menghela nafas pelan.“Lho, kok bisa?”Aku menggeleng pelan. “Itu dia— aku juga bingung. Rasanya seperti semua ini sudah direncanakan.”“Pasti ini ulah Dokter Tania. Soalnya, kelihatan banget dia nggak suka sama kamu, Nay.” Mira mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik, “Aku curiga, dia naksir Pak Alvaro.”“Aku ngiranya malah Dokter
Last Updated: 2025-08-03
Chapter: Salahku Apa?Memangnya aku salah apa, sih, ke Alvaro?Sejak bangun tidur, dia mendiamkanku. Bahkan wajahnya pun terlihat kusut—jauh dari biasanya yang selalu ceria, atau minimal menyapa dengan senyum setengah ngantuk.Padahal hari ini aku sudah menyiapkan sarapan sup daging hangat, dan bahkan membuatkan bekal makan siang: salmon panggang dengan salad quinoa. Semua kubuat sendiri, tanpa bantuan siapa pun.“Mas, nanti sore aku izin mampir ke rumah singgah, ya? Kata Mira, ada pasien dari luar pulau yang baru datang. Masih kecil, sepantaran Rey. Aku ingin memastikan kondisinya setelah perjalanan jauh naik kapal.”“Supir akan mengantarmu. Jangan naik angkutan umum lagi.”“Iya, aku paham kok.”“Tumben.”“Maksudnya?”Alvaro tak menjawab. Dia mulai menyantap sarapannya— lahap, tapi dengan wajah suram. Seperti langit yang mendung dan menahan hujan.Aku memilih diam. Tak berani bertanya lebih jauh, takut dia makin kesal— meskipun, aku sendiri tak tahu salahku apa.Setelah sarapan selesai, Alvaro mengajakku
Last Updated: 2025-08-01
Chapter: Alvaro Mecum“Mas, jangan kayak gini!” seruku panik, saat Alvaro terus menciumi tengkukku tanpa jeda.Namun dia tak berhenti. Malah tertawa pelan di dekat telingaku, nafasnya hangat menyapu kulitku. “Kenapa? Kamu geli, ya?” godanya, suaranya berat tapi dibungkus tawa nakal yang khas Alvaro.“Mas Al!” seruku lagi, mencoba mendorong tubuhnya pelan. Tapi tentu saja, dia lebih kuat.“Bukankah aku sudah minta maaf?” gumamnya sambil tetap memelukku erat.Aku mendelik. “Itu minta maaf untuk apa?!”Dia mengangkat wajah, masih dengan senyum jahil yang bikin deg-degan. “Ya, siapa tahu aku bakal bikin kamu marah. Jadi mending minta maaf duluan.”Aku memukul dadanya pelan. “Mas, itu namanya licik.”“Lho, bukankah lebih baik minta maaf dulu, daripada menyesal nanti?” ujarnya enteng, lalu mencuri satu kecupan lagi di ujung bahuku.Aku menjerit pelan. “Mas!”Alvaro tertawa geli, lalu berkata dengan nada penuh pembelaan, “Mana aku tahu kalau mencium istri sendiri bisa dikategorikan sebagai ‘pelanggaran berat’.”“
Last Updated: 2025-07-30
Chapter: Maaf Untuk Apa?"Mas—kok belum tidur?" tanyaku sambil berdiri di ambang pintu balkon, dengan segelas air putih di tangan.Alvaro menoleh, terlihat agak terkejut. Ponsel masih tergenggam di tangannya, meski layarnya sudah mati. Raut wajahnya tegang, tapi langsung melunak begitu melihatku.“Belum ngantuk,” jawabnya, berusaha terdengar santai. “Kamu ngapain bangun?”“Aku haus,” kataku sambil mendekat. “Tapi sepertinya kamu baru saja menelpon seseorang. Ada masalah?”Bukannya menjawab, Alvaro malah melambaikan tangan pelan, menyuruhku mendekat. Tanpa pikir panjang, aku melangkah mendekatinya, dan begitu cukup dekat, dia langsung menarikku ke dalam pelukannya.“Yang nelpon barusan El,” jawabnya, dagunya bertumpu di atas kepalaku.“El?” tanyaku sambil sedikit mendongak, mencoba menatap wajahnya. “Kenapa malam-malam gini?”“Katanya dia juga nggak bisa tidur. Jadi ya, ujung-ujungnya ngajak bahas kerjaan,” balasnya.Aku mengangkat alis. “Serius? Solusi insomnia di keluarga Juhar itu ngobrolin kerjaan?”Dia te
Last Updated: 2025-07-29
Chapter: Inspeksi Mendadak Keesokan harinya, suasana rumah sakit terasa berbeda. Ada ketegangan samar yang sulit kujelaskan. Senyum para perawat yang biasanya ramah kini tampak kaku, dan beberapa staf medis terlihat terburu-buru saat bertemu denganku—seolah sengaja menghindariku.Saat makan siang bersama Mira di kantin, aku akhirnya tak bisa menahan diri untuk bertanya.“Kok orang-orang di rumah sakit kelihatan aneh, ya?” bisikku sambil menyeruput jus semangka. “Apa cuma perasaanku saja?”Mira mengangkat alis, lalu menoleh ke sekeliling. Setelah memastikan tak ada yang terlalu dekat, dia membalas dengan suara pelan.“Bukan cuma kamu yang ngerasa. Aku juga,” ucapnya sambil meletakkan sumpit. “Tapi keanehan ini bukan dimulai dari pagi. Semuanya mulai terasa ganjil sejak aku jemput kamu di ruang praktek tadi.”“Apa ini ada kaitannya sama kabar pertunanganku dengan Alvaro?” tanyaku pelan, nyaris berbisik.Mira menatapku sejenak, lalu mengangguk. “Mungkin iya,” jawabnya akhirnya. “Soalnya aku denger-denger, sekarang
Last Updated: 2025-07-28
Chapter: Sekelumit Cerita Alvaro 2Sesampainya di apartemen, aku langsung menggendong Rey ke kamarnya. Pelan-pelan aku membaringkannya di ranjang, menarik selimut sampai ke dagunya. Dia hanya bergumam sebentar dan membalikkan badan, lalu kembali tidur. Aku duduk sebentar di tepi ranjang, memandangi wajah kecilnya yang tenang, sebelum akhirnya berdiri dan keluar, menutup pintu dengan pelan.Aku berjalan menuju balkon. Alvaro ada di sana, berdiri membelakangi pintu, bersandar di pagar balkon. Tangannya memegang rokok yang belum dinyalakan. Dia menoleh saat mendengar suara pintu. “Rey udah tidur?”Aku mengangguk. “Hmmm.”Dia kembali menatap ke arah jalanan kota. Lampu-lampu dan kendaraan yang lalu-lalang memantul di matanya. Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya dia bicara, menjawab pertanyaan yang tadi sempat menggantung.“Nggak pernah,” ucapnya pelan. “Aku nggak pernah bilang hal kayak gitu ke siapa pun. Nggak ada juga yang pernah nanya. Mereka datang, lalu pergi, dan aku nggak pernah coba untuk menahan siapa pun.”A
Last Updated: 2025-07-27
Chapter: Ekstra Part 1Apartemen Zain dan Zura di pagi hari sudah dipenuhi suara-suara yang tidak asing lagi. Alvaro yang kini berumur tiga bulan telah menjadi magnet bagi para kakek dan neneknya. Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, dimulai dengan "perebutan" halus antara Opa Barra dan Kakek Ravi melawan Mami Narumi dan Amma Gista."Alvaro, lihat Opa. Opa bawain mainan baru," kata Opa Barra sambil mengeluarkan rattle berwarna-warni dari kantong belanjanya. "Ayo main sama Opa.""Eh, kemarin kan Opa udah gendong duluan," protes Mami Narumi sambil menghampiri cucu kesayangannya. "Sekarang giliran Mami."Kakek Ravi tidak mau kalah. "Alvaro, Kakek bawa boneka panda. Main sama Kakek aja ya.""Kakek Ravi, dia masih bayi," tegur Amma Gista sambil tertawa. "Belum bisa main mobil-mobilan."Alvaro yang sedang berbaring di bouncer-nya hanya menatap dengan mata bulatnya yang jernih, sesekali mengeluarkan suara "aaa" dan "ooo" seolah memahami perdebatan para orang tuanya.Zain dan Zura yang sedang sarapan di meja mak
Last Updated: 2025-07-03
Chapter: Kelahiran Putra MahkotaHari begitu cepat berlalu. Kini, di tengah malam yang sunyi, Zura mulai merasakan kontraksi yang berbeda dari sebelumnya. HPL masih satu minggu lagi, tapi sepertinya putranya ingin lahir ke dunia lebih cepat."Mas Zain," bisik Zura sambil mengguncang pelan bahu suaminya. "Aku rasa ini kontraksi yang beneran."Zain langsung terbangun dan duduk. "Serius? Seberapa sering?""Setiap sepuluh menit sekali," jawab Zura sambil menarik napas dalam-dalam saat kontraksi lain menyerang. "Udah sejam yang lalu."Zain langsung melompat dari tempat tidur dan menyalakan lampu. "Oke, kita ke rumah sakit sekarang. Tas hospital bag udah siap kan?""Udah, di sudut kamar," jawab Zura sambil mencoba berdiri. "Ahhh—" dia memegang perut saat kontraksi lain datang.Zain panik tapi berusaha tenang. Dia membantu Zura duduk kembali sambil menelpon sopir pribadi mereka."Pak Budi, tolong siapkan mobil. Istri saya mau melahirkan."Sementara menunggu, Zain menelpon Mami Narumi."Mami, maaf ganggu tengah malam. Zura m
Last Updated: 2025-07-03
Chapter: Kamar Dedek BayiZain dan Zura telah membuat kamar khusus untuk putra mereka. Kamar yang didesain sendiri oleh Zura dengan nuansa hangat berwarna cream dan coklat muda. Dinding kamar dihiasi dengan wallpaper motif awan-awan putih yang lembut, sementara di sudut ruangan terdapat rocking chair kayu berwarna natural yang akan digunakan Zura untuk menyusui nanti.Perlengkapan bayi pun telah dibeli oleh Mami Narumi, Amma Gista dan Zivanya. Ketiganya setiap hari pasti datang membawa paper bag berisi perlengkapan bayi—mulai dari baju-baju mungil, popok, mainan, hingga perlengkapan mandi khusus bayi."Zura, sayang, ini Mami belikan jumper yang lucu," kata Mami Narumi sambil mengeluarkan jumper berwarna biru muda dengan gambar gajah kecil di bagian dada."Wah, bagus sekali, Mi," Zura tersenyum sambil mengelus perutnya yang sudah semakin membesar. Usia kandungannya kini menginjak 8 bulan."Amma juga bawain ini," Amma Gista menyodorkan kotak berisi sepatu bayi yang sangat mungil. "Ini sepatu prewalker, buat nant
Last Updated: 2025-07-03
Chapter: Ya gitu deh...Zain dan Zura pergi ke rumah sakit untuk periksa kandungan. Zura menceritakan keanehan yang dialami oleh sang suami. Dengan sabar dan lembut dokter menjelaskan bahwa hal yang dialami Zain wajar."Jadi, Pak Zain mengalami couvade syndrome atau yang biasa disebut sympathetic pregnancy," jelas Dr. Siska sambil melihat catatan medis. "Ini kondisi yang cukup umum dialami oleh suami dari ibu hamil.""Tapi dokter, perut saya kok beneran buncit? Rasanya kayak ada yang bergerak-gerak," kata Zain sambil mengelus perutnya.Dr. Siska tersenyum lembut. "Pak Zain, dari hasil pemeriksaan fisik tadi, perut buncit bapak disebabkan oleh penumpukan lemak dan gas di perut. Bapak bilang sering makan tengah malam kan?""Iya, dok. Saya nggak bisa tidur kalau nggak makan dulu. Rasanya lapar terus.""Nah, itu dia. Ditambah bapak juga bilang jarang olahraga sejak Bu Zura hamil. Kombinasi makan berlebihan dan kurang gerak menyebabkan perut buncit."Zura mengangguk-angguk. "Pantas aja. Sejak saya dinyatakan hami
Last Updated: 2025-07-03
Chapter: Tasyakuran Empat BulananUsia kandungan Zura telah menginjak empat bulan. Ada acara selamatan 4 bulanan. Diadakan di kediaman utama Juhar. Mami Narumi dan Amma Gista membuat acara besar dan sangat mewah."Kak Zura, kamu tau nggak? Kak Zain udah jadi bahan obrolan seluruh keluarga," kata Zivanya sambil tertawa kecil."Kenapa emangnya?" tanya Zura sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit."Dia lebih ngidam dari kamu! Tadi pagi dia minta Mami Narumi bikinin rujak buah yang ada taburan keju parut. Siapa coba yang makan rujak pakai keju?"Zura ikut tertawa. "Jangan diketawain dong. Dia udah stress sendiri dengan kondisinya.""Tapi lucu banget sih. Kemarin Amma Gista bilang, Kak Zain telepon jam 3 pagi nanya ada nggak yang jual sate padang. Katanya lagi pengen banget.""Astaga, dia nggak cerita sama aku. Kasihan banget Amma Gista.""Nggak apa-apa. Amma malah seneng, katanya lucu punya menantu yang ikut 'hamil'. Eh, ngomong-ngomong, perut Kak Zain kok makin buncit ya?"Zura menoleh ke arah dapur dimana Zain sed
Last Updated: 2025-07-03
Chapter: PapamilDua minggu setelah kabar kehamilan Zura, hal-hal aneh mulai terjadi. Bukan pada Zura—melainkan pada Zain.Pagi ini, Zain bangun dengan perasaan mual yang aneh. Dia berlari ke kamar mandi dan muntah, tepat seperti yang dialami Zura minggu lalu. Zura yang sedang menyiapkan sarapan mendengar suara muntah dari kamar mandi."Sayang! Kamu kenapa?" tanya Zura sambil mengetuk pintu kamar mandi."Aku mual," jawab Zain lemah dari dalam kamar mandi.Zura mengerutkan kening. "Jangan-jangan kamu tertular penyakitku?"Zain keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat. "Mungkin. Tapi aneh, aku nggak demam.""Udah minum obat belum? Atau mau aku buatkan teh jahe?" tawar Zura sambil menyentuh dahi Zain."Nggak usah, nanti juga hilang sendiri," kata Zain sambil berjalan ke meja makan.Tapi saat melihat nasi gudeg yang disiapkan Zura, Zain langsung menutup hidung. "Ampun, sayang. Kok baunya aneh banget sih?"Zura mencium gudegnya. "Biasa aja kok. Kemarin kamu malah minta dibuatkan gudeg.""Sekarang aku ngg
Last Updated: 2025-07-03