Beranda / Romansa / Kutukan Sang Alpha / Bab 3: Pertemuan Awal

Share

Bab 3: Pertemuan Awal

Penulis: Kianna Walpole
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-31 15:30:59
"Kau sudah gila?!" seru Finn.

Sensasi kebas yang menguasai otak Waverly beberapa saat lalu kini telah memudar, dan ketika dia menyadari risiko dari hal yang baru saja dia lakukan, yang tersisa baginya hanyalah ketakutan yang luar biasa.

Semua orang memandanginya dengan terkejut.

Ayahnya melangkah maju dan para anggota kawanan pun memberi ruang baginya untuk mendekati sang putri. Dia meletakkan tangan di atas pundak putrinya. Waverly mendapati fitur wajah yang nyaris persis dengan dirinya menatapnya balik.

"Kau sungguh yakin?" tanya ayahnya dengan tenang.

Waverly memandang ke arah Finn yang menatapnya kesal dan cemas, kemudian ke arah ibunya yang tetap menunjukkan ketegaran, meski tatapannya penuh kengerian. Rasanya Waverly tidak lagi memiliki kendali atas dirinya sendiri. Dia menelan ludah dan perlahan mengangguk, mengabaikan rasa takut yang mencekam dalam dirinya.

"Kalau begitu sudah diputuskan." Ayahnya mengulas senyuman menenangkan ke arahnya, sebuah senyuman yang menunjukkan kebanggaan sekaligus kekhawatiran. Ayahnya sekali lagi berpaling ke arah kerumunan dan berbicara lantang, "Waverly akan mengambil alih posisi Isadore sebagai korban yang terpilih."

Kawanan tersebut saling bergumam. Hal semacam ini tidak pernah terjadi sebelumnya; tidak ada yang pernah mengajukan diri sendiri untuk hal yang pada dasarnya adalah semacam usaha bunuh diri.

Seorang pria dari kerumunan berkata, "Memangnya dia boleh melakukannya? Kita, 'kan, sudah memilih!"

Ayah Waverly mengangguk. "Ya, kalian sudah memilih. Meski mengejutkan, tetapi aku tidak melihat ada alasan untuk menolak permintaan Waverly ketika dia sendirilah yang mengajukan diri."

"Dia tidak boleh pergi!" Finn berdiri tegap, dadanya membusung sehingga membuatnya terlihat lebih kekar daripada biasanya. "Aturannya tidak seperti itu. Ini mengubah segala yang telah kita lakukan sebelumnya dan jika dia pergi, lalu apa—"

"Dia boleh dan AKAN melakukannya!" suara ayah Waverly menggemparkan seluruh penjuru kota, memantul di pepohonan. Penampilan tenangnya mendadak berubah murka. "Dia telah membuat pilihan dan sudah menjadi tugasnya untuk memenuhinya! Lain kali kau mempertanyakan kewenanganku, kau akan dicopot dari jabatan pelatihan Alphamu dan posisimu akan jatuh kepada adik perempuanmu, kau paham?!"

Finn terdiam dan beranjak kembali ke sisi ibunya. Waverly merasakan setiap pasang mata menatap ke arahnya ketika Aviana dengan tenang berjalan ke arah dia dan ayahnya. Wanita itu menempelkan tangan di pipi Waverly, kemudian tersenyum dengan bibir terkatup.

"Waverly-ku yang cantik, mari kita makan terlebih dahulu sebelum kau pergi."

Waverly sepakat. Begitu mereka tiba di rumah pertanian, ibunya menyalakan perapian dan membawakan dirinya dan Waverly segelas wine serta sisa pasta, yang mereka makan bersama.

Rasa sakit telah menggantikan rasa takut, dan dia pun mulai mengamati segala detail dari rumah mereka, mengingat jendela di lantai atas yang akan berderik ketika angin menghantamnya, serta bagaimana suara detak jarum jam terdengar lebih keras dalam keheningan total seperti ini. Keheningan itu terus terasa hingga suara langkah kaki terdengar menjejak di serambi depan, kemudian bergerak melewati pintu.

"Lee, aku tidak bisa membiarkanmu melakukan ini," ucap Isadore begitu dia memasuki rumah. "Aku bisa mengatasinya."

Waverly meletakkan piring kosongnya di atas meja dan memalingkan tubuh ke arah sofa untuk menatap adiknya. "Aku tidak pernah meragukan kemampuanmu, Iz. Hanya saja ... kau baru tujuh belas tahun. Kau masih terlalu muda."

"Memangnya kau tidak?" bantah Isadore. "Bagaimana kalau ternyata kau bukan pasangannya?"

"Kita akan memikirkannya ketika waktunya tiba."

Ekspresi wajah Isadora yang semakin muram membuat Waverly langsung merasa bersalah. "Lee, kumohon, biarkan aku saja yang pergi."

Waverly menatap adiknya untuk sesaat, sebelum dia merasakan ibunya menyentuh punggungnya. "Waverly, sayang, sudah saatnya pergi."

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Isadore. "Kumohon."

"Aku tidak bisa melakukannya, Isadore. Aku telah membuat pilihanku." Waverly meraih jaketnya yang tergantung di rak di samping pintu dan mengenakannya sebelum memeluk saudarinya. "Kita pasti akan berjumpa lagi secepatnya, ya, 'kan? Sampai saat itu tiba, jaga Reina agar tidak terlibat masalah. Kau tahu betapa lincahnya anak itu."

Isadore terkekeh pelan meski air matanya menetes jatuh ke lantai. Aviana mengecup pipi anak perempuan keduanya sebelum menggiring Waverly keluar.

**

Dibandingkan malam-malam musim panas lainnya, malam ini terasa jauh lebih dingin daripada biasanya. Sinar bulan menerpa rerumputan dan menerangi hutan gelap di depan sana. Indra Waverly terasa semakin tajam dan telinganya terus waspada memperhatikan suara apa pun yang mungkin menandai kedatangan Sang Serigala Merah.

"Tidak perlu khawatir soal pertemuan untuk saat ini," tegur ayahnya seolah-olah dia dapat membaca pikiran Waverly.

Waverly, ibunya, dan Finn berjalan di belakang sang Alpha selagi dia memimpin mereka ke arah tanjakan, yang sepertinya semakin lama semakin curam.

Ayahnya lanjut berbicara, "Dia tidak pernah hadir sebelum sang Alpha dan anggota kawanannya pergi. Itu adalah caranya untuk tetap memisahkan diri dari kawanan lainnya, sebuah kelompok terpisah."

"Dia menyukai kerahasiaan," imbuh Finn, terdengar sedikit mencemooh.

"Kau pernah bertemu dengannya?" tanya Waverly. Kakinya terasa semakin lelah karena wujud manusianya tidak terbiasa memanjat lereng terjal dalam jangka waktu panjang.

"Tidak ada yang pernah bertemu dengannya," jawab ayahnya. Perjalanan ini sepertinya tidak mempengaruhinya sama sekali. "Selain kawanannya, hanya mereka yang dikorbankan yang pernah melihatnya."

Kemudian, mendadak ayahnya berhenti. "Kita sudah sampai."

Waverly menatap ke sekelilingnya. Mereka berdiri di puncak suatu bukit yang menghadap ke arah pedesaan lain. Cahaya dari pemandangan tersebut, satu-satunya penerangan sepanjang bermil-mil, bersinar di kejauhan. Hal ini membuatnya merasakan sedikit kedamaian.

"Sebagai korban, kau harus menunggunya tiba di sini," perintah sang ayah. "Dia tahu lokasinya dan akan tiba di sini untuk menjemputmu. Setelah itu terjadi, nasibmu ada di tangan para Lycan."

Waverly merasa lilitan di perutnya semakin kencang, tetapi dia menahannya dengan penuh tekad. Dia mengangguk.

Ibunya berjalan ke arahnya dan mengecup dahinya. "Kita akan segera bertemu kembali," dia berkata, sambil mengikuti suami dan anak laki-lakinya yang telah berjalan menuruni bukit.

Waverly menatap ke arah rerumputan dan mulai menginjak-injaknya untuk menciptakan permukaan datar. Dia duduk dan memainkan seutas rumput di puncak bukit sambil memandangi pedesaan. Rasanya begitu damai dan tenang. Suasana malam yang terasa hening membuatnya memutuskan untuk bergelung di atas tanah dan tertidur pulas.

**

Saat tertidur, pikiran Waverly terus melayang ke arah sesosok pria. Dia memiliki postur yang tegap, sosok yang sangat menarik perhatian, dengan siluet tubuh hitam kelam. Aura pria itu menampilkan kekuatan dan kenigratan.

Ketika Waverly mendekatinya, dia bisa mendengar pria itu berbicara padanya dengan samar, kemudian segumpalan asap merah muncul mengelilingi mereka berdua, menutupi wajah pria tersebut. Waverly kehilangan arah dan dihantui rasa takut, hingga dia mendengar pria itu kembali memanggilnya dari kejauhan. Asap memudar dan tiba-tiba sebuah sosok menerjangnya, membuatnya terlonjak bangun.

Waverly menjerit ketakutan sementara ia membuka mata. Dia terlonjak dari tempatnya di atas rumput hingga kakinya menghantam sesuatu. Ketika dia berbalik untuk mencari tahu apa itu, dia melihat sepasang sepatu bot kulit setinggi pergelangan kaki. Waverly mengangkat pandangannya perlahan dan bersitatap dengan sepasang mata paling menawan yang pernah dia lihat: satu hitam dan satu biru.

Pria itu balik menatapnya, bulu matanya yang lentik beradu tiap kali dia mengerjap. Ekspresi wajahnya kaku dan suaranya berat.

"Ayo pergi, waktu kita tidak banyak. Pegunungannya tidak dekat."

Pria itu berbalik dan menyusuri bukit ke arah yang berlawanan dari arah Waverly dan orangtuanya datang. Waverly masih terdiam di atas petak rumput, tidak mampu mengumpulkan tenaga untuk bergerak. Dia sekali lagi menatap ke arah pedesaan sambil berharap dapat menemukan keberaniannya kembali.

"Siapa kau?" tanyanya, suaranya bergetar ketika dia berbicara.

Langkah kaki pria itu terhenti, dan dia bergeming. "Kau tidak benar-benar perlu kuberitahu, 'kan?"

Segala yang Waverly pikirkan dan rasakan mendadak lenyap begitu pemahaman tersebut menghampirinya.

Pria itu adalah Sang Serigala Merah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 100: Penutup

    Waverly menatap tubuh Christopher yang sudah tak bergerak. Ini sudah berakhir - semuanya. Dia menoleh ke arah Sawyer, yang kini sudah kembali ke bentuk manusia, dan berdiri di dekat Christopher. Dia bernapas terengah-engah sambil memegangi luka di dadanya dengan tangan, sementara tangannya yang lain menutup mata Christopher, kemudian berbisik: "Sampai jumpa lagi."Kemudian, pria itu beranjak mundur dari tubuh tersebut dan menoleh ke arah kawanannya yang menyaksikan adegan itu terjadi. "Baiklah. Semua yang masih sanggup, mari bantu yang terluka untuk masuk ke rumah dan diobati. Kemudian, kita bisa memulainya dari sana."Seluruh kawanan mengangguk di saat bersamaan dan mulai membantu satu sama lain, satu persatu, membawa para individu yang terluka ke dalam ruangan. Waverly menyelipkan lengan di bawah lengan Sawyer dan menggunakan tubuhnya untuk menopang beban tubuh Sawyer, membantu pria itu berjalan kembali ke dalam rumah. Begitu ada di dalam, dia mendudukkan Sawyer ke atas kursi dan

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 99: Akhir dari Segala Akhir

    Waverly menyaksikan saat kawanan tersebut beranjak keluar menuju jalan berkerikil. Mengatakan suasananya menegangkan tidaklah cukup; suasana ini dipenuhi aura permusuhan. Waverly mengamati selagi satu per satu dari mereka bertransformasi dan melompat maju, memulai pertarungan untuk menyelamatkan hidup Sawyer.Samar-samar di latar belakang, Waverly bisa mendengar Christopher berseru kepada kawanannya untuk bersiap dan tak lama kemudian, suara geraman dan tubuh-tubuh dilontarkan ke bangunan rumah terdengar. Waverly menoleh ke kanan dan melihat Katia berada di sampingnya, menyeringai kepadanya dan kemudian menerjang keluar dari pintu, berubah bentuk seketika.Waverly mundur ke dalam rumah. Apa yang akan dia lakukan? Dia tidak bisa bertarung sebagai seorang manusia - dia akan mati. Tetapi, dia juga tidak bisa tinggal diam di sini. Sawyer membutuhkannya; Luna macam apa dia jika tidak melindung Alpha dan kawanannya saat mereka paling membutuhkannya? Dia menarik napas dalam dan memusatkan

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 98: Pertarungan Terakhir

    Waverly merasa seakan-akan bumi terkoyak di bawah kakinya. Pria itu ada di sana, dalam sosok nyata; celah pada giginya terlihat ketika dia menyeringai. "Waverly?" tanya Sawyer bingung. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tatapannya mengarah pada luka di pipi dan jejak darah mengering di wajah Waverly, yang membuatnya segera menghampirinya untuk mengecek kondisinya. "Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"Secara insting, pria itu segera meraba perut Waverly, tetapi Waverly menghentikan pria itu. "Aku baik-baik saja," jawab Waverly. Kemudian mengoreksi diri sendiri. "Kami baik-baik saja."Mata Sawyer membelalak, kemudian dia menatapnya seksama. "Kau - " Waverly mengangguk dan Sawyer memeluknya erat dengan wajah berbinar-binar. "Maaf aku melewatkan momen itu - tetapi, luka-lukamu ... ada apa?"Waverly melirik Christopher yang masih duduk tenang dengan seringai mencemooh. Ekspresi wajah Waverly menjadi kaku. "Aku bertemu dengan temannya.""Teman apa?" Christopher terkekeh, membuat S

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 97: Pengungkapan

    Waverly menutup mata begitu melihat Felicity membuka rahangnya, tetapi berkat ketajaman indranya, dia mampu mendengar semua hal yang terjadi saat Felicity menyelesaikan tugas tersebut. Ketika dia membuka mata kembali, Felicity telah kembali berubah menjadi bentuk manusianya, dan berdiri di atas tubuh sang siren.Tidak lama kemudian, sosok Mia pun berubah kembali dan di depan mereka, alih-alih sesosok siren, yang terbaring hanyalah seorang wanita bermata biru yang sudah tidak bergerak sama sekali. Felicity terpaku dan tangannya gemetar saat dia menatap tubuh tersebut; matanya membelalak dan darah menetes dari mulutnya. "Aku - aku tidak tahu apa yang harus dilakukan ... aku hanya ... bertindak sesuai insting.""Instingmu sangatlah tepat. Bagaimana kau tahu?""Aku - aku tidak tahu. Aku hanya pikir ... dia membuatku sangat kesal."Waverly terkekeh. Dia tidak salah; siren tersebut terlalu banyak bicara.Felicity mengalihkan pandangan pada Waverly dan menatapnya, tercengang. "No

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 96: Pertarungan yang Harus Diselesaikan

    Segalanya terjadi begitu cepat - semuanya tampak kabur ketika Waverly berlari maju, menyerang Mia dengan segala kemarahan dan agresi yang terpendam yang tidak hanya dia rasakan untuk dirinya saja, melainkan juga untuk Sawyer, Pietro, serta Darren. Mereka ada di balik semua ini: kebakaran Tillbury's, kematian Pietro ... Darren.Lengannya berayun di depannya selagi Waverly bergerak untuk memberikan pukulan. Dia tahu, ini tidak akan membunuh wanita itu, tetapi mungkin cukup untuk melukainya agar Waverly bisa mencuri sedikit waktu. Hanya saja, ketika dia berjarak beberapa inci dari targetnya, Mia bergerak ke samping, menyebabkan Waverly nyaris terjungkal."Ayolah, lebih realistis sedikit. Kau, 'kan, baru saja melahirkan. Kau benar-benar pikir kau bisa mengalahkanku sekarang?"Waverly menatapnya dengan tersengal-sengal. Waverly paham bahwa dia hanya punya kemungkinan kecil untuk berhasil, tetapi dia tetap harus mencoba. Bukan untuk dirinya sendiri, ini untuk Sawyer dan putranya. Dia m

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 95: Tamu Tak Diundang

    Waverly memeluk bayinya erat di dadanya, sementara bayi tersebut masih tertidur menikmati malam."Kau," katanya penuh keterkejutan. "Kau adalah - "Mia tertawa. "Kau masih mengira bahwa kau sedang berhalusinasi, ya? Yah, biarkan aku membocorkannya untukmu. Kejutan, Cintaku. Aku ada di sini, secara fisik dan nyata.""B-bagaimana ...? Tempat ini terpencil ... Sawyer bilang ...""Sawyer bilang, Sawyer bilang. Dengar, ya," kata Mia sambil berjalan menuju Waverly; hak sepatunya beradu dengan lantai. "Kita perlu melakukan percakapan antar perempuan. Ketergantungan semacam ini pada Sawyer sangat melelahkan. Kau harus menjadi mandiri dan berjuang untuk dirimu sendiri.""Itukah alasannya kau membunuh para pria yang kau sihir?" tanya Waverly, berusaha menunjukkan ketegasan untuk tampak dominan."Tepat sekali," tegas Mia dengan antusias, kemudian menunjuk ke arah Waverly. "Aku senang akhirnya kau mendengar tentangku.""Aku sudah cukup banyak mendengarnya," timpal Waverly sambil meme

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status