Beranda / Romansa / Kutukan Sang Alpha / Bab 4: Pegunungan Trinity

Share

Bab 4: Pegunungan Trinity

Penulis: Kianna Walpole
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-31 15:30:59
Perjalanan menuju pegunungan terasa begitu mencekam, satu-satunya suara yang terdengar hanyalah suara bebatuan yang terinjak oleh sepatu setiap mereka melangkah. Malam telah berlalu dan berganti fajar, sementara warna langit pun berubah dengan cepat; dari biru gelap menjadi merah, kemudian merah muda, lalu jingga. Matahari mengintip dari sisi timur cakrawala, membawa serta hari yang baru.

Semenjak Waverly menyadari siapa pria ini, dia terlarut dalam pikirannya sendiri. Apa yang sedang pria ini pikirkan? Dia terlihat ... tenang ... begitu hafal dengan prosedur yang ada. Kurasa setelah melakukannya selama puluhan tahun, kau pun akan terbiasa. Akan tetapi, ada satu pertanyaan yang mengusik benaknya; apakah pria ini yang akan membunuhnya?

Sontak tubuhnya bergidik ketika mereka tiba di suatu dataran yang luas dan terbuka. Di ujung jalan terdapat sebuah mobil kuno tahun 1960-an yang dicat dengan warna abu-abu gelap.

"Kita akan naik mobil?" Waverly bertanya, berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Kau pikir kita akan berjalan kaki ke Pegunungan Trinity?" balas pria itu sedikit jengkel.

"Tidak, maksudku ... kupikir kita akan berlari."

Sang Serigala Merah mengeluarkan kunci mobil dari dalam kantong celana jins birunya dan mengambil gantungan kunci yang berbentuk simbol Kawanan Bayangan Merah, sebelum menyelipkan kunci tersebut ke dalam starter mobil.

"Tidak."

Pria itu berjalan mendahului Waverly dan membukakan pintu untuknya. Langkah Waverly terhenti seketika. Dia tidak menyangka pria itu akan melakukan tindakan semacam itu. Sang Serigala Merah berdiri tegak, perawakannya yang tinggi terlihat semakin menawan saat diterpa sinar mentari pagi.

"Apa lagi?" tanyanya, masih terlihat acuh tak acuh.

Dari kisah-kisah yang pernah dia dengar sejak kecil, hingga gosip yang beredar di antara para kawanan, Sang Serigala Merah tidak terlihat seperti seseorang yang akan menyetir mobil, apalagi membukakan pintu bagi orang lain, terutama untuk seorang korban.

Waverly mengerjapkan mata dengan cepat, kemudian mengenyahkan keterkejutannya. "Tidak ada apa-apa," jawabnya sambil memasuki mobil. "Terima—"

Sebelum Waverly bisa menyelesaikan perkataannya, pria itu telah menutup pintunya, kemudian beranjak ke tempat duduknya sendiri dan menyalakan mobil.

"Tunggu sebentar," Waverly memulai percakapan. "Tadi kau bilang Pegunungan Trinity? Itu—"

Waverly menatap ke arah Sang Serigala Merah yang tatapannya terpaku pada jalanan di hadapannya. Waverly pun menempelkan kepala ke sisi jendela mobil, dan mengamati pepohonan yang mereka lintasi satu per satu sambil membayangkan dirinya berlarian bebas di antara pepohonan tersebut, pergi ke mana pun yang dia impikan. Dia membiarkan matanya mengerjap-ngerjap sebelum akhirnya tertutup sepenuhnya, kemudian suara mobil pun memudar.

Sekali lagi, Waverly berdiri di hadapan seorang pria bayangan. Asap merah masih mengambang di udara, tetapi kali ini asap tersebut mengalir di sekeliling pria itu, alih-alih memisahkan mereka berdua. Ketika dia mendekati pria tersebut dengan hati-hati, ia menyadari sosok pria itu bukanlah hitam melainkan abu-abu gelap, nyaris seolah telah memudar. Di kedua sisinya terdapat dua ekor serigala putih dengan bulu bernoda.

Pria itu mengisyaratkannya untuk mendekat, hanya saja ketika Waverly bergerak, tanah di bawah kakinya bergetar hebat. Waverly mengulurkan tangan, berusaha menyeimbangkan diri, tetapi dia malah terjatuh ke belakang ketika tanah kembali berguncang untuk yang kedua kalinya. Tanah terus bergoyang sementara dia terjatuh semakin dalam ... dan dalam ....

Waverly terduduk tegak di kursinya dan menatap ke sekelilingnya, sementara mobil berguncang selagi mereka berpindah dari jalanan beraspal menuju tanah berkerikil. Mata Sang Serigala Merah tertutup sebuah kacamata hitam, tetapi Waverly tahu bahwa pria itu menyadari dia sudah terbangun.

Waverly memicingkan matanya dan melindunginya dari sinar matahari. Di kaki sebuah lanskap gunung yang tentram terdapat sebuah desa yang terdiri dari sekumpulan serigala dan manusia. Rerumputan hijau yang tinggi dan hamparan bunga menyelimuti tanah, melengkapi pepohonan yang berderet di samping jalan.

Ketika mereka mendekati pemukiman tersebut, Waverly melihat dua ekor anak serigala saling berkejaran, berguling di atas gundukan tanah, dan saling menggigit satu sama lain sebelum berkejaran untuk mencapai halaman belakang rumah mereka.

"Kalian bisa bertahan dalam bentuk serigala di sini?" tanya Waverly, matanya terus menatap ke arah pemukiman.

Sang Serigala Merah menoleh ke arahnya, menunjukkan bahwa pria itu mendengarnya. Akan tetapi, pria itu kembali berpaling dan menatap jalanan di depan sana sementara mereka berkendara melewati pemukiman.

Mobil terus melaju dan berbelok ke sisi jalan, mengikuti jalur berliku yang dipenuhi pepohonan serupa dengan pohon-pohon yang mereka lalui sebelumnya. Waverly memperhatikan selagi mereka melintas memasuki suatu dataran besar yang ditempati oleh sebuah rumah yang bahkan lebih mewah dari seisi desa.

Mobil akhirnya berhenti ketika Sang Serigala Merah mematikan mesin. Pria itu beranjak keluar mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan Waverly mengikutinya.

"Ini rumahmu?" tanya Waverly ketika mereka berjalan melewati pintu ke dalam ruang depan yang begitu memukau dan dilengkapi dengan tangga megah serta beberapa lukisan.

Waverly menopangkan tangannya ke dinding, kemudian mengangkat kaki untuk mencopot sepatunya.

"Tuan," seorang pria berkaus hitam dan jins berwarna senada mengangguk begitu mereka berjalan masuk. Sang Serigala Merah melepaskan kacamata hitamnya dan terus berjalan. Waverly menurunkan kaki dan mengikutinya.

"Ini ... aku bahkan tidak bisa mendeskripsikannya." Dia mengintip ke dalam ruangan yang mereka lalui, melihat sebuah meja makan berukuran sedang dengan hanya empat set kursi yang tersedia. Meja tersebut terlihat kosong, hanya ada botol garam dan merica yang diletakan oleh seorang wanita yang mengenakan pakaian hitam dan celemek.

"Lewat sini," kata pria itu. Suaranya serak dan agak kasar.

Waverly mengikutinya menelusuri lorong kecil yang dihiasi patung di sepanjang kedua sisi dindingnya. Pria itu membawanya menuruni anak tangga lainnya, melintasi sebuah perpustakaan, ruang olahraga pribadi, dan beberapa ruangan lain yang pintunya tertutup. Orang-orang dengan pakaian hitam yang sama berlalu-lalang, menundukkan kepala ketika melintas.

Sang Serigala Merah berhenti di depan sebuah ruangan dan mengeluarkan sekumpulan kunci lainnya dari dalam saku. Pintu yang ini terlihat berbeda dari pintu-pintu lainnya. Pintu ini berbingkai kayu dengan kaca patri di tengahnya. Pria itu menyelipkan kunci yang dipilih ke dalam lubang serta memutar kenopnya, mempersilakan Waverly memasuki ruangan.

Di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur berukuran sedang yang terletak di area loteng serta menghadap ke sebuah jendela yang menampilkan pemandangan pedesaan. Dindingnya polos, dan tidak ada perabotan lain yang mengisi ruangan tersebut, selain sebuah meja bundar dan secarik surat di atasnya.

Waverly berjalan ke arah meja, kewaspadaannya meningkat.

Pada surat tersebut tertulis: Selamat datang di rumah barumu. Kuharap kau akan betah. SM.

Rasa takut yang hebat menghantam Waverly. Dia menoleh dan menyadari bahwa Sang Serigala Merah mengamatinya sedari tadi, dengan ekspresi seolah menyesal pada wajahnya. Waverly menerjang ke depan, tetapi pintu kayu yang berayun menutup membentur kepalanya dan menguncinya di dalam ruangan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 100: Penutup

    Waverly menatap tubuh Christopher yang sudah tak bergerak. Ini sudah berakhir - semuanya. Dia menoleh ke arah Sawyer, yang kini sudah kembali ke bentuk manusia, dan berdiri di dekat Christopher. Dia bernapas terengah-engah sambil memegangi luka di dadanya dengan tangan, sementara tangannya yang lain menutup mata Christopher, kemudian berbisik: "Sampai jumpa lagi."Kemudian, pria itu beranjak mundur dari tubuh tersebut dan menoleh ke arah kawanannya yang menyaksikan adegan itu terjadi. "Baiklah. Semua yang masih sanggup, mari bantu yang terluka untuk masuk ke rumah dan diobati. Kemudian, kita bisa memulainya dari sana."Seluruh kawanan mengangguk di saat bersamaan dan mulai membantu satu sama lain, satu persatu, membawa para individu yang terluka ke dalam ruangan. Waverly menyelipkan lengan di bawah lengan Sawyer dan menggunakan tubuhnya untuk menopang beban tubuh Sawyer, membantu pria itu berjalan kembali ke dalam rumah. Begitu ada di dalam, dia mendudukkan Sawyer ke atas kursi dan

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 99: Akhir dari Segala Akhir

    Waverly menyaksikan saat kawanan tersebut beranjak keluar menuju jalan berkerikil. Mengatakan suasananya menegangkan tidaklah cukup; suasana ini dipenuhi aura permusuhan. Waverly mengamati selagi satu per satu dari mereka bertransformasi dan melompat maju, memulai pertarungan untuk menyelamatkan hidup Sawyer.Samar-samar di latar belakang, Waverly bisa mendengar Christopher berseru kepada kawanannya untuk bersiap dan tak lama kemudian, suara geraman dan tubuh-tubuh dilontarkan ke bangunan rumah terdengar. Waverly menoleh ke kanan dan melihat Katia berada di sampingnya, menyeringai kepadanya dan kemudian menerjang keluar dari pintu, berubah bentuk seketika.Waverly mundur ke dalam rumah. Apa yang akan dia lakukan? Dia tidak bisa bertarung sebagai seorang manusia - dia akan mati. Tetapi, dia juga tidak bisa tinggal diam di sini. Sawyer membutuhkannya; Luna macam apa dia jika tidak melindung Alpha dan kawanannya saat mereka paling membutuhkannya? Dia menarik napas dalam dan memusatkan

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 98: Pertarungan Terakhir

    Waverly merasa seakan-akan bumi terkoyak di bawah kakinya. Pria itu ada di sana, dalam sosok nyata; celah pada giginya terlihat ketika dia menyeringai. "Waverly?" tanya Sawyer bingung. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tatapannya mengarah pada luka di pipi dan jejak darah mengering di wajah Waverly, yang membuatnya segera menghampirinya untuk mengecek kondisinya. "Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"Secara insting, pria itu segera meraba perut Waverly, tetapi Waverly menghentikan pria itu. "Aku baik-baik saja," jawab Waverly. Kemudian mengoreksi diri sendiri. "Kami baik-baik saja."Mata Sawyer membelalak, kemudian dia menatapnya seksama. "Kau - " Waverly mengangguk dan Sawyer memeluknya erat dengan wajah berbinar-binar. "Maaf aku melewatkan momen itu - tetapi, luka-lukamu ... ada apa?"Waverly melirik Christopher yang masih duduk tenang dengan seringai mencemooh. Ekspresi wajah Waverly menjadi kaku. "Aku bertemu dengan temannya.""Teman apa?" Christopher terkekeh, membuat S

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 97: Pengungkapan

    Waverly menutup mata begitu melihat Felicity membuka rahangnya, tetapi berkat ketajaman indranya, dia mampu mendengar semua hal yang terjadi saat Felicity menyelesaikan tugas tersebut. Ketika dia membuka mata kembali, Felicity telah kembali berubah menjadi bentuk manusianya, dan berdiri di atas tubuh sang siren.Tidak lama kemudian, sosok Mia pun berubah kembali dan di depan mereka, alih-alih sesosok siren, yang terbaring hanyalah seorang wanita bermata biru yang sudah tidak bergerak sama sekali. Felicity terpaku dan tangannya gemetar saat dia menatap tubuh tersebut; matanya membelalak dan darah menetes dari mulutnya. "Aku - aku tidak tahu apa yang harus dilakukan ... aku hanya ... bertindak sesuai insting.""Instingmu sangatlah tepat. Bagaimana kau tahu?""Aku - aku tidak tahu. Aku hanya pikir ... dia membuatku sangat kesal."Waverly terkekeh. Dia tidak salah; siren tersebut terlalu banyak bicara.Felicity mengalihkan pandangan pada Waverly dan menatapnya, tercengang. "No

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 96: Pertarungan yang Harus Diselesaikan

    Segalanya terjadi begitu cepat - semuanya tampak kabur ketika Waverly berlari maju, menyerang Mia dengan segala kemarahan dan agresi yang terpendam yang tidak hanya dia rasakan untuk dirinya saja, melainkan juga untuk Sawyer, Pietro, serta Darren. Mereka ada di balik semua ini: kebakaran Tillbury's, kematian Pietro ... Darren.Lengannya berayun di depannya selagi Waverly bergerak untuk memberikan pukulan. Dia tahu, ini tidak akan membunuh wanita itu, tetapi mungkin cukup untuk melukainya agar Waverly bisa mencuri sedikit waktu. Hanya saja, ketika dia berjarak beberapa inci dari targetnya, Mia bergerak ke samping, menyebabkan Waverly nyaris terjungkal."Ayolah, lebih realistis sedikit. Kau, 'kan, baru saja melahirkan. Kau benar-benar pikir kau bisa mengalahkanku sekarang?"Waverly menatapnya dengan tersengal-sengal. Waverly paham bahwa dia hanya punya kemungkinan kecil untuk berhasil, tetapi dia tetap harus mencoba. Bukan untuk dirinya sendiri, ini untuk Sawyer dan putranya. Dia m

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 95: Tamu Tak Diundang

    Waverly memeluk bayinya erat di dadanya, sementara bayi tersebut masih tertidur menikmati malam."Kau," katanya penuh keterkejutan. "Kau adalah - "Mia tertawa. "Kau masih mengira bahwa kau sedang berhalusinasi, ya? Yah, biarkan aku membocorkannya untukmu. Kejutan, Cintaku. Aku ada di sini, secara fisik dan nyata.""B-bagaimana ...? Tempat ini terpencil ... Sawyer bilang ...""Sawyer bilang, Sawyer bilang. Dengar, ya," kata Mia sambil berjalan menuju Waverly; hak sepatunya beradu dengan lantai. "Kita perlu melakukan percakapan antar perempuan. Ketergantungan semacam ini pada Sawyer sangat melelahkan. Kau harus menjadi mandiri dan berjuang untuk dirimu sendiri.""Itukah alasannya kau membunuh para pria yang kau sihir?" tanya Waverly, berusaha menunjukkan ketegasan untuk tampak dominan."Tepat sekali," tegas Mia dengan antusias, kemudian menunjuk ke arah Waverly. "Aku senang akhirnya kau mendengar tentangku.""Aku sudah cukup banyak mendengarnya," timpal Waverly sambil meme

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status