Share

SOSOK YANG MENGGANGGU

Selama pelajaran aku tidak fokus, aku selalu memikirkan apa yang terjadi tadi. Aku membolak-balik buku Bahasa Indonesia dengan gusar.

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi dengan nyaring. Semua murid berhamburan keluar kelas untuk pulang. Aku segera merapikan barang-barangku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Ayo, Ra," Aku mengajak Tiara. Ia mengangguk sambil memasukkan barang-barangnya. Setelah beberapa lama, Tiara sudah selesai merapikan barangnya, kami pun beranjak keluar kelas untuk pulang.

Selalu begini, setiap pulang sekolah, aku harus melewati sebuah lorong yang gelap sendirian di ujung jalan Kota tempat tingalku. Aku sebenarnya tidak suka lewat lorong tersebut, tapi apa boleh buat, langit sudah memerah dan matahari sedikit lagi akan menghilang, aku harus cepat sampai di rumah.

“Hati-hati, ya Laila!” ucap Tiara yang jalannya berbeda denganku sambil memberi lambaian tangan lembut. Aku tersenyum. “Iya.”

"Ugh, gelap sekali,” keluhku ketika aku tepat berdiri di depan mulut lorong tersebut. Aku mencoba untuk memberanikan diri dengan cara menarik napas dalam-dalam dan langsung berlari tak memikirkan apa pun yang terjadi. Isi tasku bercampur jadi satu seperti perutku ketika makan pedas, suaranya tidak keruan sehingga membuat kebisingan tersendiri di lorong ini. Suara tasku memecahkan kesunyian untuk saat ini.

Satu persatu lampu di pinggir lorong mulai menyala, itu membuatku sedikit lega walau hanya satu dua yang hidup terang, dan sisanya hanya menampakkan sinar remang-remang tidak jelas. “Huh, mau bagaimana lagi coba? Lagi pun ini masih belum terlalu gelap, mungkin aku bisa berjalan dengan santai sejenak,” renungku dalam hati sambil memeluk tas tenteng milikku erat-erat.

Aku bersenandung pelan untuk menghibur diriku sendiri, menyanyikan beberapa lagu atau sekadar mengangguk-anggukan kepalaku seirama dengan lagu yang berputar di otak. Langkahku terhenti ketika aku melihat sesosok bayangan hitam berdiri di ujung lorong. “Mau apa dia?” tanyaku dalam hati. Bayangan tersebut makin jelas di pengelihatanku, memperlihatkan sesosok wanita dengan jubah berwarna putih sempurna menutup sebagian wajahnya. Mulutnya tertutup oleh masker. Tangannya memperlihatkan sederet luka sayat dan pisau karatan di genggamannya.

“Siapa kau?” tanyaku sedikit berteriak. “Aku?” ulangnya dengan nada serak yang begitu aneh. “Mau apa kau? Hei, jawab pertanyaanku!” aku kembali melontarkan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu aku tanyakan.

Sebaiknya aku harus segera pergi dari sini dan menyelamatkan nyawaku sebelum terjadi sesuatu yang mengancam diriku. Aku memilih untuk menahan jeritanku. Dan perlahan menjauhi wanita itu.

***

Hush….semiribit angin berkelak kelok mempermainkan pucuk-pucuk pepohonan eboni yang berderet rapi di sepanjang jalan, jalanan begitu lenggang, sepi, gelap, mencekam. Sunyi seakan meraung-raung hendak menerkam, langit gulita, seakan siluman-siluman bermata iblis bergelantungan di atas langit, kedua mata mereka memerah dengan endapan darah yang mengental, mendadak angin fohn membentuk ring of fire, di dalamnya bersembunyi siluman berkepala serigala, ia mengaum, ia kehilangan mangsanya yang bersembunyi di balik kabut malam, aku terperangah…

Kupijakkan kakiku ke rumah, tempat yang jauh dari keramaian, bahkan dulu ketika aku baru pindah bangunannya sudah tua, ada bagian pondasi rumah yang mulai keropos, seperti pagar rumahnya benar-benar tak terurus, berkarat dan berjamuran, cat rumahnya sudah memudar bahkan mengelupas, bentuk jendela yang kuno lantaran terbuat dari kayu semakin memberikan kesan bahwa rumah ini sangatlah primitif, ukiran yang ada di atas pintu sangatlah menggangguku, betapa tidak mengganggu, ukiran tersebut membentuk gambar seekor ular yang menjulurkan lidahnya yang bersimbah darah, aku ingin muntah jika melihatnya. 

Kalau sekarang bagian yang rusak dari rumah ini sudah banyak diperbaiki oleh orang tuaku. Entah apa alasan ayah memilih rumah tua ini untuk kami tempati, padahal rumah yang dulu masih begitu layak untuk dihuni.

Segala tentang rumah ini bernilai minus, di ruangan tamu banyak benda-benda aneh yang tak kusukai, ada gerabah dan kendi-kendi dengan motif perempuan bertaring, lihatlah beberapa guci kusam yang terletak di setiap sudut ruangan membuat penilaianku terhadap rumah ini bertambah miris, bahkan ada sebilah samurai bertengger di atas dinding ruangan yang tak jauh dari kamar, hal tersebut sangatlah mengganggu pemandanganku, ditambah lagi dengan lemari hias yang dipenuhi dengan keris-keris keramat kian membuatku merinding. Tempat tinggal macam apa ini, segalanya dipenuhi dengan benda-benda penuh misteri yang membuat tengkuk leherku bergidik.

“Aku tak menyukai rumah ini.”

“Sayang, nantinya kau akan terbiasa tinggal di rumah ini, ayah yakin itu.” kata Ayahku waktu itu.

“Aku lebih suka rumah kita yang dulu, aku ingin pulang ke sana!”

“Kita tak akan pernah kembali ke rumah itu lagi.”

“Kenangan tentang nenekmu membuat ayah tersiksa, kita harus bangun kehidupan kita lagi dengan nuansa yang baru, jika kita kembali ayah tak kuasa menahan rasa kehilangan yang begitu dalam, hal tersebut membuat ayah selalu berlarut-larut dalam kesedihan, ayah harap kau mengerti tentang perasaan ayah.”

“Kuharap ayah juga mengerti perasaanku, aku tak ingin tinggal di rumah ini, ayah sudah tak sayang lagi padaku….”

Bergegas aku pergi meninggalkan orang tuaku, tak lagi kuhiraukan saat merekeka berulangkali memanggil namaku, saat itu yang ada dalam hatiku adalah rasa amarah yang meletup-letup yang tak akan lama lagi akan meledak.

Hari-hari yang kulalui sangatlah berat, aku harus memulai dari nol lagi, di sekolah yang baru aku harus belajar mengenal lingkungan tempatku belajar.

***

Aku berjalan menuju dapur rumahku, untuk mengambil segelas air dan meminumnya. Dulu ibu selalu bilang jangan keluar rumah kalau sudah senja dan berhati-hatilah kalau sendirian di rumah. Dan kali ini aku sendirian.

Aku memasuki kamar tidurku, jendelanya terbuka dan gordennya sedikit basah. Pelan-pelan aku menghampiri jendela itu, hari sudah mulai gelap, jalanan sudah terlihat sepi, ditambah hujan turun sangat deras. Aku menutup jendela kamarku dan menghempaskan tubuhku di atas tempat tidur.

Tok… Tok… Tok, suara seseorang mengetuk pintu kamarku, aku membukanya dan sedikit terkejut ternyata Tiara datang padahal dia tidak mengabari mau datang ke rumahku. Bajunya basah karena kehujanan dan badannya sedikit menggigil. “Tiara ini benar kamu, ada apa? kenapa tidak memberi kabar mau kesini?” tanyaku keheranan, Tiara hanya menunduk. 

“Laila tolong aku, to… tolong.” suara Tiara sangat pelan dan terdengar ketakutan. “Ayo masuk Ra, ceritakan di dalam saja.” Ucapku akhirnya mengajak Tiara memasuki kamarku.

“Ada apa?” tanyaku sekali lagi. Tiata melirikku dengan tajam “HI…HI…HI…HI…HI,” dia tertawa sangat keras, aku benar-benar terkejut, mata Tiara mengeluarkan darah, rambutnya panjang terurai. 

“Si…si…siapa kau?” tanyaku sambil berjalan mundur menjauhi sosok menyeramkan itu. “HI…HI…HI…HI,” sosok itu tertawa makin keras, aku berlari secepat mungkin, sosok itu melayang mengikutiku.

Aku sangat ketakutan, badanku menggigil, aku bersembunyi di bawah meja. Tiba-tiba aku merasakan hawa aneh di belakangku, perlahan-lahan aku menengoknya ke belakang dan “AAAAAAAAA,” aku menjerit ketika sosok itu ada di belakangku dia mencekikku, jantungku rasanya berdetak sangat cepat, nafasku sesak. Sosoknya sangat menyeramkan, rambutnya panjang terurai, matanya berdarah dan giginya runcing seperti gergaji.

“Laila… Laila kamu di mana?” itu suara ibuku, sosok menyeramkan itu akhirnya menghilang dari hadapanku. 

Aku berlari menghampiri ibuku, “Ibu… aku takut, aku takut..” kataku seraya memeluk ibuku dengan erat.

“Kau kenapa Laila?” tanya ibu sambil mengelus pelan kepalaku. “ibu aku… aku melihat hantu bu, wajahnya sangat menyeramkan.” ucapku ketakutan.

“Apa wajahnya seperti ini?” aku terkejut melihat wajah ibuku, matanya keluar, dan bibirnya sobek-sobek. “AAAAA,” aku menjerit dan berlari meninggalkan sosok itu.

Cekrek.. Aku mengunci pintu kamarku dan bersembunyi di balik selimut. Aku benar-benar ketakutan, wajahku pucat, dan badanku menggigil hebat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status