LOGINMemang salah jika memilih egois untuk pertama kalinya? Memang salah ingin meraih kebahagiaan dengan orang kita cintai? Melody tidak ingin seperti ini, selama ini dia menjelma wanita lemah karena ingin mempertahankan hubungan persahabatannya dengan Alfred tidak rusak.
Mau saja tetap berada di posisi sebagai sahabat dan melihat Alfred bersama dengan Nesya. Egois? Memang, jangan tanya hal itu. Hanya karena kebodohan di masa lalunya membuat Melody mulai lelah dengan menyandang status sahabat saja. Biarlah jika persahabatan mereka rusak karena Melody dan Alfred sama-sama egois dengan pemikiran masing-masing, yang satu tidak ingin memilih dan yang satu keras kepala dan pemaksa. Pernah ada yang bilang kalau kita akan bahagia melihat orang yang kita cintai bahagia, ya, itu memang baik. Tapi apa seterusnya kita akan bersikap seperti itu, menjadi wanita lemah dan tertindas. Melody tidak menyukai dirinya yang lemah akan perasaan, tapi terlihat baik-baik saja di depan. "Kenapa kamu harus berubah seperti ini, Mel? Hubungan kita akan baik kalau kamu nggak memiliki perasaan itu," ujar Alfred dalam dilema besar, pilihan yang sulit dan untuk mempertegas hal itu membutuhkan banyak waktu untuk berpikir. Melody tertawa. "Jadi, kamu menyalahkan perasaanku?" tanya gadis itu menatap Alfred dengan tajam. "Nggak, bukan seperti itu. Hanya itu membuat keadaan semakin rumit, Mel. Apa kamu nggak bisa mengerti gimana perasaanku saat ini?" balas Alfred kesal. "Maka dari itu belajarlah tega memilih, jadilah seperti om Alby yang begitu tegas jika mengambil keputusan," ujar Melody semakin membuat Alfred kesal karena dibandingkan dengan Alby. Melody tahu kalau Alfred tidak suka jika dibanding-bandingkan dengan orang lain, tapi kalau tidak seperti ini bagaimana Alfred bisa sadar. Melody hanya membutuhkan ketegasan dan pilihan saja, karena jika Alfred sudah memilih. Apa pun keputusan itu akan Melody terima dengan lapang, meski itu akan menyakiti hatinya. "Jangan memancing emosiku, Mel," ancam Alfred. "Kenapa? Yang aku katakan adalah benar, jangan jadi lelaki egois yang menginginkanku dan Nesya secara bersamaan. Belajarlah dewasa, Al," balas Melody yang selalu tidak ingin kalah berdebat dengan Alfred. "Kamu juga egois, udah tahu aku bersama Nesya tapi kamu tetap saja menginginkanku," teriak Alfred hilang kesabaran jika Melody sudah seperti ini. "Maka pilih aku atau Nesya?" balas Melody ikut berteriak pada Alfred. Keduanya saling adu mulut, saling tatap penuh kekesalan satu sama lainnya. Sampai saat Alfred yang lebih dulu mengalihkan pandangan dan meninggalkan Melody begitu saja. Lelaki itu mengumpat kesal karena perdebatan dirinya dan Melody, memang ini bukan pertama kalinya mereka bertengkar. Hanya saja ini masalah berbeda, ini mengancam rusaknya persahabatan keduanya. "Sialan!" Melody tak kalah emosinya dengan Alfred, wanita itu memilih untuk meninggalkan butik setelah Alfred lebih dulu menghilang. Tapi ketika Melody ingin keluar, dia menabrak seseorang. Melody sempat ingin terjatuh, tapi Langit lebih dulu meraih pinggang wanita di hadapannya itu supaya tidak terjatuh. Sesaat mereka saling pandang. Langit begitu mengagumi Melody sejak dulu, terlebih mata cokelatnya begitu membuat hati Langit begitu tenang. "Bisa tolong lepaskan tangan kamu," minta Melody membuat Langit tersadar kalau dirinya melamun menatap wanita pujaan hatinya. "Oh, maaf. Saya hanya tidak ingin kamu terjatuh," jawab Langit dengan nada sopan. "Jauhkan tanganmu dariku," minta Melody selalu waspada pada orang yang tidak dia kenal. Bukan malah tersinggung, Langit malah tersenyum melihat Melody yang begitu menggemaskan ketika marah seperti ini. "Emang ada yang lucu?" tanya Melody semakin kesal melihat Langit malah tersenyum padanya. "Kamu yang lucu," jawab Langit membuat Melody membulatkan bibirnya. "Dasar gila," ucap Melody langsung pergi begitu saja. Langit masih tersenyum, tapi senyum itu seketika pudar berganti ekspresi dingin yang selalu dilihat orang. Sejak tadi Langit berada dalam Butik tersebut, mendengar semua pertengkaran yang terjadi pada Melody, Alfred dan Nesya. Langit merasa kesal kenapa Melody harus memperjuangkan lelaki yang sudah jelas tidak mencintai dirinya, kenapa harus bertahan kalau pada akhirnya akan tersakiti untuk kesekian kalinya. Langit memakai kacamata hitam yang dia bawa, lelaki itu tampak mempesona meski tak menampilkan sebuah senyuman. Memasuki mobil yang terparkir di depan Butik, tak mempedulikan pandangan orang yang memuja dirinya. Langit Biru Mahapura, pengusaha properti dan memiliki beberapa usaha lain dalam bidang pariwisata. Jangan ditanya seberapa kaya Langit saat ini, dia bahkan sudah memiliki sebuah pulau untuk tempat dirinya tinggal dan berlibur. Bungsu dari empat bersaudara, sangat mandiri dan tak pantang menyerah dalam hal bisnis. Karena kalau bukan mengandalkan diri sendiri untuk maju, memang siapa lagi. Harta orang tua tidak sepenuhnya akan dia miliki seorang diri, dan dia dididik untuk menjadi lelaki kuat dalam segala hal. "Sampai kapan Anda akan bersembunyi dari nona Melody?" tanya Lucas yang merupakan asisten sekaligus sekretaris Langit. "Sepertinya saya tidak akan bersembunyi lagi!" tegas Langit bertekad setelah melihat kejadian tadi, "saya tidak akan membiarkan wanita yang aku cintai menderita karena memperjuangkan lelaki yang salah." "Apa yang harus saya bantu?" tanya Lucas. "Cari informasi tentang Alfred dan Nesya, apa pun yang berhubungan dengan Melody!" perintah Langit. Alasan Langit kembali ke sini adalah demi Melody, tak ada lagi wanita yang dia inginkan di dunia ini selain Melody Cinta Mahaprana. Kenapa tidak sejak dulu Langit kembali? Semua orang membutuhkan sebuah proses untuk berhasil, dan Langit harus kembali pada Melody dalam keadaan sempurna dan memiliki segalanya. Sehingga tak membuat wanita yang dia cintai kecewa, dan lagi Langit begitu ingin memiliki Melody seutuhnya.“Penjaga Villa tersebut sudah saya amankan, dan dia menyerahkan bukti CCTV kejadian hari itu,” jawab Seto menyerahkan rekaman CCTV milik Zen.“Bagus, dan pastikan dia tersembunyi dengan baik sampai saat sidang berlangsung!” perintah Langit yang sudah mengantongi saksi dan bukti.“Baik.”“Saya juga mendapatkan rekaman amatir dari ponsel Zen, ini percakapan antara dia, Nesya dan juga Reza,” lapor Darto mengorek lebih jauh informasi.“Good,” jawab Langit puas, “saya akan transfer gajian kalian 2x lipat sekalian Transport kalian.”“Terima kasih,” jawab keduanya.Sementara itu, Nesya diam-diam mengikuti Alfred beberapa hari ini. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh sang suami, insting seorang istri pasti merasakan hal ini.Dan benar, Alfred menemui Melody dan mereka terlibat pertengkaran. Bahkan Nesya naik pitam karena melihat Alfred memeluk Melody.“Sialan, wanita jalang. Masih berani dia menggoda Alfred,” geram Nesya yang langsung turun dari mobil untuk menghampiri mereka.Nes
Ivander dan Nada sudah menyiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan keluarga Langit yang ingin melamar Melody, beberapa tamu undangan dan saudara sudah berdatangan. Tampak Alby dan Alexandra sudah datang, diikuti dengan Alfred dan Nesya di belakang mereka. Alfred mengumpat kesal dalam hati karena Melody tak memedulikan dirinya sama sekali, sedangkan Nesya dengan percaya diri menunjukkan kalau dia berhasil memiliki Alfred.Proses lamaran berlangsung, tampak Melody begitu cantik dengan balutan kebaya berwarna peach. Sedangkan Langit menggunakan tuxedo dengan rambut rapi khas dirinya, keduanya tampak tersenyum bahagia hari ini.Tinggal selangkah lagi mereka akan menikah, para tamu, sahabat, dan juga saudara mengucapkan selamat untuk mereka berdua.“Kamu cantik sekali,” puji Ditto yang datang bersama istri beserta anaknya.Mendengar hal ini, membuat Langit menatap Ditto dengan tajam. Sedangkan yang ditatap hanya tampak diam tanpa dosa.“Calon suami kamu pencemburu,” bisik Ditto,
“Maaf, saya anaknya. Bapak sedang tidak enak badan, sehingga nggak bisa menemui kalian,” jawab Zoni, anak dari Zen.“Baiklah, nggak masalah,” kata Seto untuk sementara.“Kalian ingin menyewa Villa ini berapa lama? Saya bisa memberikan harga yang miring jika kalian bersedia,” tawar Zoni pada Seto dan Darto.Seto dan Darto sengaja tidak memberitahu tentang tujuan asli mereka datang, hal itu supaya mudah untuk menemui Zen. Tapi, yang datang malah anaknya.“Kami boleh melihat sebentar Villa tersebut?” minta Seto.“Boleh, mari ikut saya,” ajak Zoni yang begitu ramah.Seto dan Darto saling pandang, mereka mengikuti Zoni masuk Villa tersebut. Mereka harus mendapatkan informasi lebih dan melihat keadaan Villa, dan mungkin nanti malam bisa menyusup ke sana.Zoni menjelaskan beberapa hal tentang Villa ini, ada berapa jumlah kamar dan beberapa fasilitas yang ada. Seto menanggapi perkataan Zoni, sedangkan Darto mengamati beberapa tempat yang ada CCTV.“CCTV Villa ini lumayan banyak,” ujar
Melody sangat ingin tertawa saat ini, apa Alfred lupa kalau saat ini dia sudah menikah dengan Nesya? Malah dengan mudah bilang cinta padanya, sungguh menggelikan. “Hei, kamu udah nikah. Pikir pakai otak kamu, biar waras dan nggak mempermainkan hati wanita,” kata Melody dengan sarkas, dia kesal karena Alfred begitu mudah berpaling. “Tapi aku emang mencintai kamu, Mel. Maaf aku baru menyadari hal itu dan membuat keputusan yang salah dengan menikah dengan Nesya,” jawab Alfred mengungkapkan isi hatinya. Kali ini Melody tak dapat menahan tawanya, sungguh menggelikan sekaligus membagongkan. Alfred sungguh menjadi lelaki pecundang sekarang, sudah menikah tapi masih menginginkan Melody. “Kamu emang nggak punya hati jadi laki-laki,” hina Melody yang tidak menyangka Alfred akan menjadi seperti ini. Padahal Melody sudah merelakan Alfred bersama Nesya, memutuskan untuk move on dan memulai hidup baru lagi. Dan sekarang Alfred dengan percaya diri menyatakan cinta padanya, padahal lelaki i
Di kediaman Mahapura. Melody terkejut bukan main ketika Roseline mengajaknya minum teh bersama, pasalnya calon mertuanya itu tak menunjukkan sikap ramah selama ini. Melody mengikuti kepala pelayan Kim menuju taman belakang rumah, wanita itu gugup bukan main menemui Roseline. Terlihat wanita itu duduk dengan anggun, menikmati harumnya teh.“Duduklah!” perintah Roseline ketika Melody datang.“Iya,” jawab Melody duduk.“Minumlah!” perintah wanita itu menatap datar Melody.“Terima kasih.”Melody yang sejak tadi mengamati cara minum Roseline, dan dia hanya mengikuti hal itu. Melihat wanita itu sama saja melihat Langit ketika diam, tatapan tajam itu juga sama.“Kamu sudah lama mengenal Langit?” tanya Roseline menatap Melody, begitu dingin dan mengintimidasi.“Kami bertemu ketika di Rumah sakit ketika Mamanya sakit, dan saya mulai mengenal Langit beberapa bulan terakhir karena kita baru bertemu,” jawab Melody jujur, meski dia salah telah membahas mama Langit.Roseline tampak terk
“Kita tidur, yuk. Ngantuk,” ajak Bintang karena merasa sudah malam, dan waktu bercanda sudah habis.“Ayo, aku sudah merindukan bantal guling. Dan besok pagi aku ada rapat,” imbuh Galaxy mulai menguap.“Kalian tidur sana,” usir Langit.“Dih, bilang aja mau berduaan sama Melody,” ejek Galaxy memainkan bibirnya.“Kalau iya kenapa? Sirik?” jawab Langit langsung.“Sudahlah, ayo kita tidur,” ajak Awan menarik kedua saudara mereka masuk ke kamar. Bintang dan Galaxy menggerutu sepanjang perjalanan, sesekali mereka menoleh melihat Langit dan Melody untuk memastikan. Awan tampak senang melihat kebersamaan mereka, Melody memang pantas mendapatkan lelaki sebaik Langit.Melody berdiri di tepi kapal, menikmati pemandangan malam yang sangat jarang dia bisa nikmati. “Pakailah, supaya kamu tidak kedinginan,” kata Langit memakaikan jas yang dia pakai pada Melody.“Makasih,” jawabnya tersenyum.Langit berdiri di samping Melody, dan melakukan hal yang sama. Keduanya masih tampak diam, memilih







