LOGINNada tahu rasa sakitnya seperti apa dan tahu rasanya ditahan juga seperti apa, maka dari itu Nada tidak ingin melarang ataupun menyetujuinya. Biarlah Melody berusaha dan juga memperjuangkan sesuatu dalam hidupnya, entah apa alasan Melody sampai menyimpan perasaan itu terlalu lama.
Padahal Melody tipe wanita yang langsung menyampaikan perasaannya seperti apa, dan itu membuat Nada penasaran tapi dia tidak ingin terlalu ikut campur lebih jauh. Cukup Nada selalu memantau dan tetap melindungi Melody, memastikan semuanya berjalan pada mestinya. Nada tidak ingin memanjakan Melody, tidak ingin sang anak hanya bergantung pada orang tua dalam mengambil keputusan. Orang tua boleh ikut campur hanya sekedar memberi nasehat yang baik dan mengarahkan jika hal tersebut memang salah. Sementara itu, Alfred merasa resah sendiri dengan pernyataan Melody. Dia sangat hapal bagaimana sikap sang sahabat jika keras kepalanya sudah muncul, dan itu membuat Alfred cemas bukan main. "Sialan memang," umpat Alfred pada dirinya. Alfred sendiri bingung bagaimana perasaannya pada Melody seperti apa, karena batas itu terasa tipis sekali. Hanya saja Alfred juga mencintai Nesya, apa mungkin dia bisa mencintai wanita dalam satu waktu? Alfred hanya takut rasa yang dia rasakan pada Melody hanya sebatas rasa sayang sebagai sahabat, dan tidak lebih. Hal itu pasti akan membuat persahabatannya dengan Melody otomatis rusak, tapi di sisi lain Alfred juga egois tidak ingin kehilangan dan tidak ingin jauh dari Melody meski dia memiliki Nesya "Kenapa berurusan dengan wanita selalu merepotkan?" keluh Alfred menutup tubuhnya dengan selimut tebal. Alfred sudah melamar Nesya, dan wanita itu menerima lamarannya dengan senang hati. Keduanya tampak bahagia dan memutuskan untuk jalan-jalan sebentar, tapi ternyata Alfred malah pergi untuk membeli gaun. "Pilihlah gaun yang kamu suka," ucap Alfred membawa Nesya di salah satu Butik terbesar di kota ini. "Ada acara apa, sih, Sayang? Kenapa harus beli gaun segala?" tanya Nesya memeluk mesra lengan Alfred. "Nggak ada acara apa pun, hanya ingin membelikanmu gaun aja," jawab Alfred ingin merahasiakan hal ini lebih dulu. "Bohong," goda Nesya dengan manja. Alfred memberantakkan rambut Nesya, membuat wanita berambut pendek itu mengerucutkan bibirnya. "Aku cium nanti kalau kamu banyak protes," ancam Alfred membuat Nesya tersenyum malu. "Baiklah," jawab Nesya mulai berkeliling dan Alfred lebih memilih menunggu di sofa sambil melihat beberapa pekerjaan di tablet yang dia bawa. Nesya berkeliling, melihat dan memilih beberapa gaun. Terdapat banyak gaun yang begitu bagus, membuatnya bingung untuk memilih yang mana. Sampai saat dia menyentuh satu gaun yang menurutnya begitu cantik dan elegan, tapi disaat itu juga ada tangan seseorang yang juga menginginkan gaun itu. "Aku yang lebih dulu menyentuhnya," kata Melody menatap tajam pada Nesya. "Nggak, aku yang lebih dulu menginginkan gaun ini," balas Nesya tidak ingin kalah. Nesya sejak dulu memang tidak menyukai Melody, wanita itu selalu saja menempel pada Alfred padahal dia tahu kalau sudah memiliki pacar. Nesya juga kesal karena Alfred diam saja dan tidak menegur Melody sama sekali, padahal dirinya sudah protes dan cemburu. Tapi Alfred menjelaskan kalau dia dan Melody hanya berteman saja. Selama ini Nesya hanya diam dan cukup bersabar, tapi tidak kali ini. Alfred dan dirinya sudah bertunangan, tentu Nesya memiliki hak untuk melarang Melody dekat dengan sang kekasih. "Kamu lihat ini," ucap Nesya menunjukkan cincin yang melingkar di jari kirinya pada Melody, "aku dan Alfred sudah tunangan, dan jangan mendekati dia," tegas Nesya begitu posesif pada Alfred. "Baru tunangan, belum menikah, kan? Jadi, aku masih memiliki peluang untuk merebut Alfred darimu," balas Melody membuat Nesya membuka mulutnya karena terkejut. "Kamu gila, kamu ingin merusak hubungan orang. Dasar wanita nggak tahu diri, Alfred pasti malu memiliki teman sepertimu," ejek Nesya sungguh tidak menyangka kalau Melody akan nekat seperti ini, padahal dia sudah memberikan peringatan sebelumnya. "Alfred tahu hal ini, dan dia nggak melarangku," balas Melody dengan santai, bahkan mengangkat kedua bahunya. Nesya semakin terkejut, sungguh dia ingin marah dan kesal berada dalam situasi ini. Alfred yang tidak bisa tegas memilih Nesya ataupun Melody, dan selalu saja berujung pertengkaran di antara mereka jika membahas Melody. "Berhentilah bersikap murahan, Alfred nggak akan pernah meninggalkanku," seru Nesya menatap Melody dengan tajam. "Dan Alfred juga nggak akan pernah meninggalkanku. Ingatlah! Kedudukan kita sama di sini, jangan berlagak kamu bisa memiliki Alfred sepenuhnya," balas Melody menaikkan sudut bibirnya, terlihat sinis menatap sengit Nesya. "Apa kamu nggak punya harga diri sebagai wanita?" hina Nesya yang kini berubah berani pada Melody. Melody hanya menaikkan sudut bibirnya, maju beberapa langkah mendekati Nesya. "Gimana kalau Alfred pernah tidur denganku?" kata Melody dengan puas melihat ekspresi wajah Nesya. Tampak Nesya menahan amarah dalam jiwanya, mengepalkan kedua tangan karena Melody selalu saja mengganggu hubungannya dengan Alfred. Tapi Nesya tidak boleh lemah, dirinya yang lebih berkuasa di sini. "Kamu tahu kenapa Alfred nggak bisa meninggalkanku? Meski kamu memohon padanya," kata Nesya membalik keadaan, "Alfred adalah lelaki baik yang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya." Nesya mendekat dan berbisik pada Melody. "Kami pernah menghabiskan malam bersama, dan Alfred berjanji akan menikahiku," tegas Nesya. "Jadi, berhentilah membual tentang kamu yang pernah tidur dengan Alfred. Dasar pembohong," tuduh Nesya merasa menang. Kini Melody ganti yang terbakar emosi, Nesya kini berubah menjadi kucing liar yang dulunya begitu jinak. Hal itu membuat Melody semakin susah merebut Alfred, padahal dia yakin dengan mudah karena Nesya adalah wanita lemah. "Melo," panggil Alfred yang mencari Nesya, tapi ternyata malah bertemu keduanya. "Hai," sapa Melody seolah tidak pernah terjadi apa-apa semalam dengan mereka. "Kamu kenapa kesini?" tanya Alfred sedikit takut Melody berbicara kasar pada Nesya. "Tentu ingin menemui kamu, bukankah semalam aku mengatakan kalau aku mencintaimu. Aku hanya mempertegas pada Nesya," jawab Melody dengan santai, membuat Alfred terkejut bukan main. Nesya sudah lebih dulu menatap Alfred dengan tajam. "Melody semakin nggak tahu diri, kesabaranku udah habis, Al!" tegas Nesya, "kamu pilih dia atau aku?" Alfred tidak langsung menjawab, tampak berpikir. Dan itu membuat Nesya tidak sabar dan meninggalkan keduanya, sungguh kesal hati Nesya selalu diperlakukan seperti ini. "Nes ... Nesya, tunggu. Nesya," teriak Alfred memanggil Nesya, tapi ditahan oleh Melody. "Biarkan aja," kata Melody membuat Alfred berbalik. "Mel, kamu jangan keterlaluan. Hubunganku dan Nesya bukanlah mainan," balas Alfred kesal karena Melody pasti mengatakan sesuatu pada Nesya. "Emang kamu kira perasaanku mainan, enggak, Al. Aku sayang dan cinta sama kamu," cetus Melody tanpa ada rasa malu. Alfred semakin frustrasi dalam hal ini, rasa kesal, marah dan juga bingung. Ingin mempertahankan, tapi tak ingin kehilangan. "Sekarang kamu tinggal pilih sesuai perkataan Nesya tadi, kamu pilih siapa?" tanya Melody mendekat pada Alfred. "Aku nggak bisa memilih, kamu dan Nesya sama-sama berarti dalam hatiku," jawab Alfred jujur. Melody menghembuskan napasnya dengan kasar. "Kamu ingin aku berjuang atau menyerah?" "Meelllll," mohon Alfred tak siap memilih siapa pun. "Kalau kamu ingin aku berjuang dan memberiku kesempatan, aku akan tetap stay. Tapi jika kamu memilih untuk menyerah, aku akan pergi dan goodbye untuk persahabatan kita," jawab Melody sungguh pilihan yang teramat sulit. "Kamu nggak boleh pergi dariku, Mel. Sampai kapan pun," kata Alfred yang tidak ingin kehilangan Melody. "Kalau begitu tinggalkan Nesya, dan belajar mencintaiku," tegas Melody yang tak ingin kalah. Alfred meremas rambutnya dengan kasar. "Aku nggak bisa, aku mencintai Nesya," jawab Alfred sama tegasnya ketika meminta Melody untuk tidak meninggalkan dirinya. "Kalau begitu jangan halangi aku untuk merebutmu dari Nesya!"Nada tahu rasa sakitnya seperti apa dan tahu rasanya ditahan juga seperti apa, maka dari itu Nada tidak ingin melarang ataupun menyetujuinya. Biarlah Melody berusaha dan juga memperjuangkan sesuatu dalam hidupnya, entah apa alasan Melody sampai menyimpan perasaan itu terlalu lama.Padahal Melody tipe wanita yang langsung menyampaikan perasaannya seperti apa, dan itu membuat Nada penasaran tapi dia tidak ingin terlalu ikut campur lebih jauh. Cukup Nada selalu memantau dan tetap melindungi Melody, memastikan semuanya berjalan pada mestinya.Nada tidak ingin memanjakan Melody, tidak ingin sang anak hanya bergantung pada orang tua dalam mengambil keputusan. Orang tua boleh ikut campur hanya sekedar memberi nasehat yang baik dan mengarahkan jika hal tersebut memang salah.Sementara itu, Alfred merasa resah sendiri dengan pernyataan Melody. Dia sangat hapal bagaimana sikap sang sahabat jika keras kepalanya sudah muncul, dan itu membuat Alfred cemas bukan main."Sialan memang," umpat Alf
"Tapi aku nggak mau kamu sama Nesya, aku nggak setuju," balas Melody sudah memutuskan."Mel, jangan memperumit keadaan," ucap Alfred sangat hapal dengan sikap Melody."Selama janur kuning belum melengkung, kamu masih milik umum dan aku masih berhak atas diri kamu," tegas Melody dengan keras kepala."Melll," pinta Alfred dengan sangat, dia tahu saat ini Melody sedang bersikap nekat padanya."Kenapa? Kamu takut kalau pada akhirnya bisa jatuh cinta padaku," tantang Melody."Jangan seperti ini, kamu akan semakin sakit," balas Alfred mengingatkan Melody."Aku udah sakit sejak lama, dan hanya diam saja tanpa bisa memperjuangkan perasaanku," ujar Melody berdiri, "bersiap aja, aku nggak akan sungkan pada Nesya. Dia harus tahu kalau kamu adalah milikku!"Melody meninggalkan Alfred tanpa mempedulikan lelaki itu yang masih ingin berbicara dengannya, Alfred sendiri meremas rambutnya dengan kasar. Bertahun-tahun dia bertahan, akhirnya sampai pada keadaan ini juga."Sialan," umpat Alfred.
Melody baru saja memasuki rumah dan ingin naik menuju kamarnya, tetapi Ivander lebih dulu memanggilnya. Dengan malas Melody memutar kembali tubuhnya dan menghampiri Ivander, pasti sang ayah ingin mengomel padanya."Kenapa kamu basah begitu, Honey?" tanya Ivander menutup buku yang dia baca."Tadi hujan pas acara pernikahan, berhubung acaranya pesta kebun dan hujannya tiba-tiba. Alhasil beginilah," jawab Melody yang tahu Ivander begitu posesif padanya."Lalu itu jas siapa? Tentu itu bukan milik Alfred, kan," kata Ivander menyelidik, pasalnya dia hapal jenis jas yang sering dipakai oleh Alfred."Ohh, ini punya teman, Yah. Besok Melo kembalikan," jawab Melody dengan santai."Teman yang mana?" tanya Ivander yang selalu memastikan pergaulan Melody, maklum saja anak gadis satu-satunya keluarga Mahaprana."Ayah," panggil Brandon yang duduk bersama dengannya."Ya," jawab Ivander menoleh."Biarlah Kakak ganti baju dulu, lihatlah! Pakaian dia masih basah," kata Brandon mencoba mengalihka
Melody sesaat terdiam menatap Langit, bagaimana lelaki itu tahu kalau dirinya sedang menangis. Sejenak berpikir, tapi gadis berambut panjang itu tersadar karena lelaki di depannya berani menyentuh pipinya dengan berani. "Bisa singkirkan tanganmu," ucap Nada menatap Langit dengan tajam.Langit tersadar, dan menjauhkan jemarinya dari pipi Melody. "Maaf, saya hanya refleks ketika melihat kamu menangis," jawab Langit yang memang terbiasa bersikap formal.Melody semakin mengerutkan keningnya, dari mana lelaki itu bisa tahu kalau dirinya menangis tadi? Wanita itu menatap Langit dengan begitu intens, seolah mencurigai sesuatu dibalik perkataan lelaki berambut hitam itu."Menjauhlah," ucap Melody dengan ketus, karena merasa lelaki itu begitu berani."Baiklah, tapi sebelum itu. Saya antar kamu ke tempat berteduh yang aman," jawab Langit tetap tersenyum meski Melody ketus padanya, "saya tidak akan macam-macam, kalau itu yang kamu takutkan," tambah Langit begitu senang melihat Melody.Mel
“Aku mencintaimu, Alfred.”Sejak dulu Melody hanya memandang satu pria, sahabatnya yang bernama Alfred. Namun, cintanya yang sejak lama dia rasakan harus bertepuk sebelah tangan karena Alfred mencintai wanita lain. Ungkapan cinta Melody pun hanya dianggap sebuah candaan semata.“Berhentilah bercanda, tidak lucu sama sekali, Melo.”Alfred tampak santai berbaring di tepi pantai ketika mereka sedang berlibur, menikmati indahnya sore dan bermain air.Melody yang berbaring bersama Alfred pun kini duduk. “Kamu kenapa selalu menganggap hal yang aku ucapkan sebagai candaan semata?” kesalnya.“Kita sudah lama mengenal, kita sahabat sejak masih kecil dan berhentilah bercanda. Aku tidak ingin persahabatan kita rusak hanya karena cinta,” kata Alfred dengan entengnya, dan lagi rasanya tidak mungkin Melody mencintainya.Terkadang mereka lebih banyak bercanda jika dibandingkan dengan serius, terlebih Alfred yang memiliki tingkah konyol dan suka bercanda.“Memang salah jika aku mencintai kamu?







