LOGINDi sebuah pesta di hotel Sheraton.
Melody selalu datang di acara seperti ini untuk mewakili keluarga Mahaprana, itu karena Ivander dan Nada sedang berada di luar kota dan Brandon sedang malas untuk datang ke pesta-pesta seperti ini. Terkadang Melody kesal pada sang adik, padahal kelak Brandon akan selalu mendatangi acara seperti ini ketika sudah sah menjadi pewaris bisnis keluarga Mahaprana. Seperti biasa, Melody selalu tampak sempurna memakai gaun apa pun dan dalam keadaan apa pun. Malam ini Melody tampak cantik dengan balutan dress berwarna silver memanjang. Rambut dengan style tergerai indah bergelombang, dan tentu beberapa aksesoris menghiasi tubuhnya. Melody selalu menjadi pusat perhatian setiap datang ke pesta, tentu siapa yang tidak kenal dengan putri pengusaha sukses Ivander Mahaprana. Dan Melody sendiri sudah terbiasa untuk datang ke pesta seperti ini, dan meski terasa membosankan untuk sekarang. Mungkin karena dulu Melody selalu datang bersama Alfred, tapi sekarang wanita itu lebih memilih untuk datang seorang diri. Lagi pula dia tidak akan lama, hanya sekedar menghadiri dan berbincang sebentar lalu pergi begitu saja. "Selamat malam nona Melody," sapa Edmund menemui Melody yang duduk sendiri menikmati minuman. "Selamat malam," jawab Melody yang tentu tahu siapa Edmund, lelaki itu tertarik dengannya tapi selalu diacuhkan oleh Melody selama ini. "Kalau kamu datang seorang diri, seharusnya aku mengajakmu tadi," kata Edmund yang merupakan putra tunggal perusahaan Hamilton. "Tidak perlu, aku tidak akan lama di sini," jawab Melody yang bersikap formal jika berada di acara seperti ini. "Apa kamu tidak ingin memikirkan lagi tawaranku untuk menjadi kekasihku?" tanya Edmund. "Maaf, aku tidak tertarik memiliki hubungan denganmu," jawab Melody bangkit dan meninggalkan Edmund yang sudah ditolak beberapa kali oleh Melody. Langkah Melody terhenti ketika melihat Alfred dan Nesya berjalan dengan mesra memasuki gedung acara, tentu hal itu membuat Melody cemburu dan marah. Mereka terlihat begitu mesra satu sama lainnya, terlebih pancaran kebahagiaan dari senyuman Alfred. Seharusnya Melody yang berada di sana bersama Alfred, harusnya dirinya yang bersama lelaki itu dan bukan Nesya. Melody kembali duduk dan menatap kesal keduanya, dan lagi Nesya mulai menunjukkan wujud aslinya setelah sekian lama memakai topeng palsunya. Tampak Alfred meninggalkan Nesya karena harus berbicara dengan seseorang, niatnya Melody tidak ingin mencari perkara tapi Nesya dengan percaya diri datang menghampirinya. "Masih belum menyerah juga?" tanya Nesya melipat kedua tangannya di depan, menatap remeh Melody, "apa kurang jelas kebahagiaan yang Alfred rasakan ketika bersamaku? Apa kamu tetap akan egois menghancurkan hubungan kami?" lanjut Nesya semakin memberitahu Melody bagaimana cinta Alfred begitu besar pada Nesya. "Sepandai-pandainya kamu menyembunyikan bangkai, suatu saat pasti akan tercium juga," sindir Melody tidak takut pada Nesya, "lagi pula jika Alfred tahu, jelas dia akan meninggalkanmu," tawa Melody begitu bahagia. Nesya mengepalkan kedua tangannya, Melody sudah mulai mengungkit masa lalu. Tapi Nesya harus berani, karena dia memang benar. "Aku yakin kamu nggak akan memberitahu Alfred, karena kamu tahu Alfred nggak akan mempercayai perkataanmu," tegas Nesya menyunggingkan senyum sinisnya. "Alfred lebih mempercayaiku, dan kamu sendiri udah mendapatkan jawabannya dulu bagaimana Alfred telah mengakui semuanya," kata Nesya yang merasa menang karena dulu pernah menekan Melody. Melody mencoba mengontrol emosinya saat ini, dia akui kalau dia memang bodoh di masa lalu. Dan ada sedikit rasa takut dalam diri Melody jika mengingat reaksi Alfred dulu, tentu hanya akan membuat harga dirinya semakin di injak-injak tak tersisa. "Sekali sampah, mau berubah seperti apa pun tetaplah akan kembali ke asalnya. SAMPAH," ucap Melody dengan sarkas dan tajam. Nesya langsung menampar Melody, tak terima jika dirinya oleh wanita itu. Kesabaran dan juga kesetiaannya selama ini tidak boleh hilang karena tindakan Melody yang begitu nekat, sedangkan Melody hanya tertawa meski pipinya terasa panas akibat tamparan keras dari Nesya. Melody tentu tidak terima, jangan kira dirinya seperti dulu. Lemah dan bodoh, dan hanya menjadi wanita penakut demi Alfred. Tangan Melody mulai mengepal kuat, menatap Nesya dan siap melayangkan tangannya untuk menampar wanita di depannya. Tapi tangan Melody tertahan karena Alfred lebih dulu menahannya, lelaki itu terlihat begitu murka apalagi melihat wajah Nesya yang begitu memelas dan ketakutan. "Melody," hardik Alfred melepas kasar tangan Melody, "sikap kamu semakin keterlaluan," geram Alfred menatap Melody dengan tajam menghunus. "Nesya yang lebih dulu menamparku, dan aku hanya ingin membalasnya," jawab Melody begitu sedih jika Alfred malah membela Nesya dibandingkan dengan dirinya. "Nesya nggak mungkin melakukan hal itu, pasti kamu yang memprovokasi dia. Kalau kamu nggak keterlaluan, Nesya nggak mungkin bersikap lebih padamu," ucap Alfred malah menyalahkan Melody. Nesya menatap Melody dengan puas, seolah membenarkan apa yang dia katakan kalau Alfred tentu akan lebih mempercayai Nesya dibandingkan dengan Melody. "Jadi, kamu lebih mempercayai Nesya dibandingkan denganku?" tanya Melody menatap Alfred dengan sendu, hatinya tak dapat memungkiri kalau sakit jika tak mendapatkan kepercayaan dari Alfred. Mereka sejak kecil bersama, saling mengenal. Lalu kenapa Alfred tidak bisa mempercayai dirinya? Melody yang lebih lama mengenal Alfred dibandingkan dengan Nesya, tapi lelaki itu lebih mempercayai sang kekasih. "Iya, aku lebih mempercayai Nesya," seru Alfred dengan lantang. Hati Melody kembali diremas kuat, tapi dia tidak boleh menunjukkan kelemahannya saat ini. Tentu hal itu akan membuat Nesya senang bukan main melihatnya terjatuh, dan Melody harus tetap kuat menghadapi ini semua. Melody begitu terkejut ketika sebuah tangan besar menarik pinggang rampingnya, membuat wanita itu berada dalam dekapan dada bidang seorang lelaki. Melody mendongak dan melihat Langit yang dengan tersenyum dengan indah menatap dirinya, entah Melody ingin marah atau bersyukur karena Langit seolah menyelamatkan dirinya. "Maaf, bersikaplah baik pada Melody," suara serak Langit begitu tegas, menatap Alfred dan Nesya secara bergantian. "Jangan ikut campur!" tegas Alfred. "Tentu saya harus ikut campur," balas Langit tak kalah tegas menatap Alfred yang tampak penasaran dengannya. "Perkenalkan saya adalah CALON SUAMI Melody," seru Langit begitu tegas, berwibawa dan khas.“Penjaga Villa tersebut sudah saya amankan, dan dia menyerahkan bukti CCTV kejadian hari itu,” jawab Seto menyerahkan rekaman CCTV milik Zen.“Bagus, dan pastikan dia tersembunyi dengan baik sampai saat sidang berlangsung!” perintah Langit yang sudah mengantongi saksi dan bukti.“Baik.”“Saya juga mendapatkan rekaman amatir dari ponsel Zen, ini percakapan antara dia, Nesya dan juga Reza,” lapor Darto mengorek lebih jauh informasi.“Good,” jawab Langit puas, “saya akan transfer gajian kalian 2x lipat sekalian Transport kalian.”“Terima kasih,” jawab keduanya.Sementara itu, Nesya diam-diam mengikuti Alfred beberapa hari ini. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh sang suami, insting seorang istri pasti merasakan hal ini.Dan benar, Alfred menemui Melody dan mereka terlibat pertengkaran. Bahkan Nesya naik pitam karena melihat Alfred memeluk Melody.“Sialan, wanita jalang. Masih berani dia menggoda Alfred,” geram Nesya yang langsung turun dari mobil untuk menghampiri mereka.Nes
Ivander dan Nada sudah menyiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan keluarga Langit yang ingin melamar Melody, beberapa tamu undangan dan saudara sudah berdatangan. Tampak Alby dan Alexandra sudah datang, diikuti dengan Alfred dan Nesya di belakang mereka. Alfred mengumpat kesal dalam hati karena Melody tak memedulikan dirinya sama sekali, sedangkan Nesya dengan percaya diri menunjukkan kalau dia berhasil memiliki Alfred.Proses lamaran berlangsung, tampak Melody begitu cantik dengan balutan kebaya berwarna peach. Sedangkan Langit menggunakan tuxedo dengan rambut rapi khas dirinya, keduanya tampak tersenyum bahagia hari ini.Tinggal selangkah lagi mereka akan menikah, para tamu, sahabat, dan juga saudara mengucapkan selamat untuk mereka berdua.“Kamu cantik sekali,” puji Ditto yang datang bersama istri beserta anaknya.Mendengar hal ini, membuat Langit menatap Ditto dengan tajam. Sedangkan yang ditatap hanya tampak diam tanpa dosa.“Calon suami kamu pencemburu,” bisik Ditto,
“Maaf, saya anaknya. Bapak sedang tidak enak badan, sehingga nggak bisa menemui kalian,” jawab Zoni, anak dari Zen.“Baiklah, nggak masalah,” kata Seto untuk sementara.“Kalian ingin menyewa Villa ini berapa lama? Saya bisa memberikan harga yang miring jika kalian bersedia,” tawar Zoni pada Seto dan Darto.Seto dan Darto sengaja tidak memberitahu tentang tujuan asli mereka datang, hal itu supaya mudah untuk menemui Zen. Tapi, yang datang malah anaknya.“Kami boleh melihat sebentar Villa tersebut?” minta Seto.“Boleh, mari ikut saya,” ajak Zoni yang begitu ramah.Seto dan Darto saling pandang, mereka mengikuti Zoni masuk Villa tersebut. Mereka harus mendapatkan informasi lebih dan melihat keadaan Villa, dan mungkin nanti malam bisa menyusup ke sana.Zoni menjelaskan beberapa hal tentang Villa ini, ada berapa jumlah kamar dan beberapa fasilitas yang ada. Seto menanggapi perkataan Zoni, sedangkan Darto mengamati beberapa tempat yang ada CCTV.“CCTV Villa ini lumayan banyak,” ujar
Melody sangat ingin tertawa saat ini, apa Alfred lupa kalau saat ini dia sudah menikah dengan Nesya? Malah dengan mudah bilang cinta padanya, sungguh menggelikan. “Hei, kamu udah nikah. Pikir pakai otak kamu, biar waras dan nggak mempermainkan hati wanita,” kata Melody dengan sarkas, dia kesal karena Alfred begitu mudah berpaling. “Tapi aku emang mencintai kamu, Mel. Maaf aku baru menyadari hal itu dan membuat keputusan yang salah dengan menikah dengan Nesya,” jawab Alfred mengungkapkan isi hatinya. Kali ini Melody tak dapat menahan tawanya, sungguh menggelikan sekaligus membagongkan. Alfred sungguh menjadi lelaki pecundang sekarang, sudah menikah tapi masih menginginkan Melody. “Kamu emang nggak punya hati jadi laki-laki,” hina Melody yang tidak menyangka Alfred akan menjadi seperti ini. Padahal Melody sudah merelakan Alfred bersama Nesya, memutuskan untuk move on dan memulai hidup baru lagi. Dan sekarang Alfred dengan percaya diri menyatakan cinta padanya, padahal lelaki i
Di kediaman Mahapura. Melody terkejut bukan main ketika Roseline mengajaknya minum teh bersama, pasalnya calon mertuanya itu tak menunjukkan sikap ramah selama ini. Melody mengikuti kepala pelayan Kim menuju taman belakang rumah, wanita itu gugup bukan main menemui Roseline. Terlihat wanita itu duduk dengan anggun, menikmati harumnya teh.“Duduklah!” perintah Roseline ketika Melody datang.“Iya,” jawab Melody duduk.“Minumlah!” perintah wanita itu menatap datar Melody.“Terima kasih.”Melody yang sejak tadi mengamati cara minum Roseline, dan dia hanya mengikuti hal itu. Melihat wanita itu sama saja melihat Langit ketika diam, tatapan tajam itu juga sama.“Kamu sudah lama mengenal Langit?” tanya Roseline menatap Melody, begitu dingin dan mengintimidasi.“Kami bertemu ketika di Rumah sakit ketika Mamanya sakit, dan saya mulai mengenal Langit beberapa bulan terakhir karena kita baru bertemu,” jawab Melody jujur, meski dia salah telah membahas mama Langit.Roseline tampak terk
“Kita tidur, yuk. Ngantuk,” ajak Bintang karena merasa sudah malam, dan waktu bercanda sudah habis.“Ayo, aku sudah merindukan bantal guling. Dan besok pagi aku ada rapat,” imbuh Galaxy mulai menguap.“Kalian tidur sana,” usir Langit.“Dih, bilang aja mau berduaan sama Melody,” ejek Galaxy memainkan bibirnya.“Kalau iya kenapa? Sirik?” jawab Langit langsung.“Sudahlah, ayo kita tidur,” ajak Awan menarik kedua saudara mereka masuk ke kamar. Bintang dan Galaxy menggerutu sepanjang perjalanan, sesekali mereka menoleh melihat Langit dan Melody untuk memastikan. Awan tampak senang melihat kebersamaan mereka, Melody memang pantas mendapatkan lelaki sebaik Langit.Melody berdiri di tepi kapal, menikmati pemandangan malam yang sangat jarang dia bisa nikmati. “Pakailah, supaya kamu tidak kedinginan,” kata Langit memakaikan jas yang dia pakai pada Melody.“Makasih,” jawabnya tersenyum.Langit berdiri di samping Melody, dan melakukan hal yang sama. Keduanya masih tampak diam, memilih







