Aku tidak menyangka kalau dunia sesempit ini. Danes ternyata adiknya Mas Aska. Aku sama sekali tidak berpikir sejauh itu karena memang tidak ada kemiripan diantara Danes dan Mas Aska wajar kalau aku tidak bisa sampai menduga.
Hubunganku dan Danes semakin tidak mungkin. Bagaimanapun Mas Aska masih suamiku. Tapi sebentar lagi jadi mantan karena katanya dia akan segera menikah. Aku tidak menyangka kalau dia menikahiku tapi di sini punya pacar, bahkan sebelum bersamaku dia sudah memiliki hubungan dengan pacarnya. Entah lelaki macam apa dia, mempermainkanku tanpa perasaan. Apa dia tidak peduli aku hancur setelah dia tinggalkan? Ah mungkin dia memang tak memiliki hati. [Senja, kamu dimana?] [Aku bilang ‘kan tunggu. Kamu harus menjelaskan semuanya.] [Kenapa baru aktif? Pesanku dari kemarin juga tidak dibaca sama sekali.] “Pengecut, beraninya hanya di belakang.” Aku hanya membaca pesan itu tanpa ada niat untuk membalasnya. Kalau bisa aku ingin mengembalikan uang darinya agar tidak ada urusan lagi. Rasanya sakit sekali melihat suamiku bersama wanita lain. Meskipun aku melakukan hal yang sama di depan Mas Aska tapi aku punya alasan untuk itu, tidak memakai perasaan sama sekali pada Danes. [Hari ini aku ada acara keluarga, jadi besok kita bertemu. Dimana rumahmu?] Kuhela napas panjang lalu membuka pesan itu pada akhirnya. [Kita bertemu di luar saja.] Hari ini aku hanya diam di kontrakan, rebahan setelah selesai mencuci dan beres-beres. Mas Aska bahkan dengan lancangnya meminta manager untuk tidak menyuruhku bekerja. Dia memberikan uang pada managerku untuk itu. Satu hal lagi yang membuatku kaget, ternyata dia bukan orang biasa. Mengeluarkan uang ratusan juta mungkin seperti uang jajan untuknya. Sedangkan aku harus memeras keringat, banting tulang agar bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Aku jadi merindukan Biru kalau suasana hati sedang tidak baik begini. Langsung saja aku menyambungkan panggilan video. “Ibuuuu.” Suara Biru melengking saat panggilan video tersambung. “Kesayangan ibu. Pagi-pagi sudah ganteng.” Aku terkekeh geli melihat wajah Biru yang bulat dan menggemaskan itu dipenuhi bedak, sudah seperti mochi. Seperti itulah cucu kalau sudah di tangan neneknya. “Ibu kapan pulang?” Aku tersenyum tapi mata ini mendadak memanas. Aku juga ingin pulang. Biru dibawa liburan oleh Mas Burhan ke kampung, ibuku juga sudah lama tidak bertemu Biru. Biasanya Biru bersamaku di sini karena dia harus rutin untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. “Nanti ya, sayang.” Biru cemberut. “Nanti, nanti terus. Nantinya ibu lama.” Anak itu sudah bisa protes kalau ada yang tidak sesuai dengan keinginannya. “Sabar ya, ibu ‘kan kerja di sini biar Biru bisa beli mainan yang banyak.” Bocah gembul itu menggeleng. “Biru ndak mau mainan banyak. Biru mau ibu pulang.” Tak bisa lagi ditahan, tangisku pecah. Secepat kilat hilang dari layar tidak mau terlihat menangis di hadapan putraku. “Ibu, Ibu.” Aku kembali memenuhi layar saat Biru memanggil, mencoba untuk tersenyum. “Ya, sayang?” “Ibu pulang bawa ayah ‘kan?” Deg. Aku tertegun. Kenapa kata-kata polosmu selalu membuat ibu menangis, Nak. Biru pasti ingin seperti anak sebayanya yang memiliki ayah, bermain dan juga jalan-jalan bersama ayahnya. Dari dalam kandungan sampai sekarang Biru hanya mendapatkan kasih sayang dariku sebagai ibunya. Apa aku egois kalau menyembunyikan Biru dari Mas Aska?Bodo amat, mau pacar atau selingkuhannya itu bukan urusanku.Selesai makan, aku beranjak untuk mencuci piring bekasku. Tidak mungkin aku membiarkannya begitu saja kalau tuan rumahnya saja membersihkan piring bekasnya padahal ada art di sini.“Mau ngapain ya?”Bingung mau melakukan apa, keliling rumah aku sungkan apalagi tidak ada pemiliknya. Tadi malam memang tidak ada acara memperkenalkan semua sudut rumah karena terlalu larut untuk melakukannya.Akhirnya kuputuskan untuk duduk di teras sambil menunggu ibu mertuaku kembali. Ibu mertua, rasanya aneh aku yang selama ini sendiri tiba-tiba punya ibu mertua.Setelah bosan menggulir isi sosial media. Aku beralih membuka grup yang sudah lama tidak aku intip, semenjak bekerja aku jarang masuk dan mengobrol dengan teman-temanku yang saat ini masih kuliah. Mereka sudah membujuk agar aku tidak keluar tapi aku tidak mau membuat kepalaku pecah karena harus memikirkan mata kuliah yang sama sekali tidak aku sukai.Tidak membaca semua pesan dari ata
“Argh!”Refleks aku menendang kakinya lalu mendorong tubuhnya sampai terjungkal. Mendengarnya bicara begitu membuat bayangan Reynand kembali muncul."Gia ada apa?" Suara Oma terdengar dari luar, sepertinya mereka masih ada di depan kamar.Aku mencoba mengendalikan diri, jangan sampai hilang kendali. Kutarik napas dalam-dalam mencoba untuk meredakan debar jantung yang menggila."Ada kecoa, Oma," sahutku sekenanya.“Tenanga kamu kuat juga ya,” katanya sambil berdiri, kuliat dia meringis sambil memegang bokongnya."Ck, nggak usah berisik deh!""Pokoknya kalau kamu nggak nurut, uang jajan akan saya dipotong."“Idih, siapa juga yang minta. Aku kerja ya, punya uang sendiri.”“Saya nggak mau kamu kerja.”Mataku melebar. “Jangan-”"Sekarang sudah jadi kewajiban saya buat nafkahin kamu. Saya juga nggak mau kamu kerja."Dari tampangnya dia terlihat kalem tapi aslinya benar-benar menyebalkan. Dia pikir bisa seenaknya“Nggak usah sok ngantur ya, pernikahan ini pun karena terpaksa. Aku yakin kamu
“Giana!” Mama menyusul dan menarik kasar tanganku, “kamu nggak usah turun, tunggu di kamar sampai akad selesai.”Sebelah alisku terangkat, “kenapa? Takut aku bikin malu ya?”Mama tidak menjawab dan menyeretku kembali masuk ke dalam kamar. Aku tidak dibiarkan sendiri, ada Mia yang Mama minta untuk menemaniku.“Aduh, Mbak beruntung lho dapat suami ganteng banget,” kata Mia, dia anaknya Bik Atih asisten rumah yang sudah bekerja 25 tahun di rumah ini.Mia dan aku hanya beda dua tahun saja. Kami memang akrab, tidak seperti majikan dan anak art pada umumnya.“Kamu liat, Mi?”Mia mengangguk dengan senyum lebar, “menurut Mia malah lebih ganteng dari Mas Reynand, Mbak.”Mendengar nama itu membuat jantungku seperti dihujam. Andai aku tidak berpikir logis, mungkin setelah keluar dari rumah Reynand, aku hanya tinggal nama.Beruntung otakku masih bekerja meski rasa sakit yang kurasa begitu menyiksa. Aku akan membuat mereka yang menghancurkan hidupku menderita. Sudah cukup selama ini aku hidup tanp
Tidak terlalu kupedulikan foto itu. Kulempar ponsel sembarang. Karena dibangunkan hingga tersentak dan kepalaku berdenyut begini. Tidak hanya kepala seluruh tubuh ini pun sakit terutama hatiku yang sudah terkoyak.Kalau saja aku tidak ada kegiatan bekerja di luar, mungkin aku sudah gila lama-lama di rumah ini.Semenjak bekerja, aku tidak pernah memakai uang dari Papa. Setiap bulan memang selalu diisi tanpa aku minta. Meski mereka seperti tidak menganggapku anak, tapi kalau soal nafkah selalu lancar. Tapi kasih sayang tidak kurasakan sama sekali.Saat malamnya, aku tidak keluar meski Kak Giska memaksaku untuk makan malam bersama. “Gia, kamu kenapa? Kalau ada masalah cerita, nggak usah ngurung diri. Nggak baik lho,” bujuk Kak Giska dengan suara lembut.Bukan dibuat-buat, dia memang sebaik dan selembut itu. makanya aku tidak mau kalau sampai dia menikah dengan Reynand. Bisa ditebak kalau pria itu sudah biasa meniduri wanita.Tapi apalah dayaku. Aku yang jadi korban saja malah disalahkan
“Pernikahan Kak Giska dan Reynand harus dibatalkan, Pa!” Dengan dada bergemuruh aku berucap lantang di tengah ruang tamu.Papa yang sedang fokus dengan laptopnya langsung mengangkat kepala dengan kening mengernyit heran. “Kamu kenapa sih? Ngigo atau iri sama kakakmu karena bisa dapat calon suami seperti Reynand, berpendidikan, karir cemerlang dan yang jelas dari keluarga terhormat,” katanya dengan nada ketus.“Reynand memperkosa aku, Pa!” Suaraku pecah dan tubuh berguncang hebat. Hatiku seperti tersayat sembilu saat mengungkap semua karena terbayang saat pria laknat itu merenggut paksa kehormatanku.Papa berdiri dengan mata melebar, Mama yang ada di ambang pintu dapur sampai menjatuhkan nampan di tangannya.Aku menggigit bibir kuat-kuat, menahan tangis yang hampir pecah. Kejadian mengerikan itu terus berputar di kepala.Awalnya Reynand minta tolong untuk menyiapkan kejutan untuk Kak Giska, tanpa curiga aku datang tapi sialnya dia malah menjebakku. Kejadian itu terjadi di rumahnya send
“Ifa nggak munafik, Ifa butuh waktu, Mas.”Danes mengerti. Istri lugunya yang memiliki hati lembut itu pasti tidak akan mungkin langsung memaafkan dengan mudah. Tapi setidaknya Latifa memberikan kesempatan pada Danes, wanita itu tidak menuntut pisah seperti yang kemarin dikatakannya.“Aku akan buktikan kalau memang aku serius dengan pernikahan ini, bukan cuman dengan ucapan.” Danes mengecup kembali punggung tangan sang istri. “Terima kasih karena kamu kasih aku kesempatan.”Latifa hanya mengulas senyum tipis, tenaganya belum pulih.“Istirahat ya, kalau butuh apa-apa bilang.”Wanita cantik itu mengangguk pelan.Semalaman Danes terjaga, ia begitu bahagia dengan kelahiran putrinya sampai sulit untuk memejamkan mata.Pagi harinya, orang tua Latifa datang tapi mereka bersama dengan orang tua Danes.“Lho, Mama sama Papa kok di sini?” tanya