Share

SETIA SAMPAI AJAL

Serangan angin hanya melanda kamar mereka saja. Aneh bin ajaib. Sungguh kekuatan setan mampu membuat nyali ciut bagi orang-orang yang tak beriman. 

"Alhamdulillah, Bu! Sudah reda anginnya. Ayo, buka mata!" Pria tersebut menepuk halus pipi istrinya yang masih diliputi perasaan khawatir. Wanita itu baru berani membuka mata, setelah tahu angin sudah menghilang, dia langsung sujud syukur sambil terisak-isak. Allah masih melindungi mereka.

“Alhamdulillah! Terima kasih, Ya Allah! Pak kita selamat," ucapnya sambil menyeka buliran bening dari kedua sudut mata serta pipi. Mereka berpelukan, merasa lega, terlepas dari serangan angin setan. 

Tetangga Indekos mendatangi kamar mereka. Suara angin ribut serta suara hentakan pintu kamar yang diterjang oleh angin, mendatangkan rasa penasaran mereka. Di antara orang-orang yang berkerumun, terdapat pasangan yang baru saja kehilangan janin secara gaib dua minggu lalu. 

"Ya Allah! Pak Saiful, Bu Saiful ... ada apa? Kamar kalian berantakan. Tadi terdengar suara hantaman benda sangat keras."

Salah satu tetangga bertanya penuh keheranan, setelah melihat keadaan kamar Pak Saiful yang berantakan. Pak Saiful dan Bu Saiful berdiri menghampiri tetangga-tetangga yang datang. 

"Saya tidak tahu, Pak. Tiba-tiba ada angin kencang seperti angin puting beliung masuk ke kamar kami, memporak-porandakan barang-barang. Pintu kamar yang tertutup saja, sampai bisa lepas engselnya.

“Mari saya bantu beres-beres," ucap tetangga yang lain, sembari memungut barang-barang yang berserakan di lantai. Mereka membantu membersihkan kamar.

Bu Saiful melangkah ke dapur bermaksud membuat minuman untuk tetangga yang datang. Sarti--tetangga kamar-- mengikuti langkah Bu Saiful. Dapur terletak di belakang kamar terpisah oleh dinding dan pintu kayu, sehingga tidak terkena efek dari serangan angin ribut.

"Bu, boleh saya bantu bikin minum?" tanya Sarti.

"Oh, Dek Sarti ... boleh, silakan. Saya merebus air dulu untuk kopi. Oh ya, di dalam kulkas ada sirup, ambil saja, Dek." 

"Maaf, Bu. Sebenarnya tadi ada kejadian apa, ya?"

"Saya juga gak tahu, Dek. Tiba-tiba ada angin kencang masuk kamar. Saya dan Bapak kaget banget."

"Kok aneh ya, Bu."

“Itu dia, tapi saya pikir, ini pasti ada hubungannya dengan cerita Bapak, sebelum angin datang."

“Cerita apa, Bu?" 

"Tadi sewaktu Bapak pulang dari pantai, sempat menolong dadong yang terluka parah. Seperti luka bakar, tapi gak mau dipanggilkan dokter. Cerita belum selesai sudah keburu ada angin ribut datang. Iih ... bergidik bulu saya," ucap Bu Saiful sembari memegang tengkuk, kepala celingukan melihat sekeliling, takut terjadi hal yang sama lagi.

Dia mempersiapkan racikan kopi ke dalam gelas-gelas. Sarti membantu menuangkan air mendidih ke dalam gelas-gelas tersebut. 

"Iya, Bu, ya? Angin bisa datang tiba-tiba, terus yang kena hanya kamar Ibu saja." Sembari berucap Sarti memasukkan sirup ke dalam gelas-gelas, tak lupa ditambahkan air dan kepingan es batu. 

Setelah semua minuman sudah siap, minuman ditaruh dalam dua baki. Mereka beriringan melangkah ke depan. Bu Saiful dan Sarti meletakkan baki-baki tersebut tepat di tengah para tetangga yang duduk melingkar, lalu Bu Saiful dan Sarti duduk berdampingan. 

Mereka mendengarkan cerita Pak Saiful secara saksama diliputi rasa penasaran bercampur ngeri. Pak Saiful mempersilakan para tetangga menikmati minuman yang tersaji agar situasi tidak terlalu tegang.

"Maaf, Pak, Dadong yang Bapak tolong, apa matanya juling?" tanya Sarti.

"Iya, benar, mata Dadong yang saya tolong memang juling, Dek Sarti kenal?" tanya Pak Saiful.

"Masih ingat nggak, Pak? Saya kehilangan janin kemarin karena kena ilmu hitam, kata pemilik indekos. Kebetulan sebelum malam kejadian, Dadong yang telah Bapak tolong tadi, sempat memberi saya buah pisang," jelas Sarti.

Seluruh tetangga yang hadir saling bergumam, seakan membenarkan argumen Sarti.

 "Oh ...."

"Ya, benar tuh." 

"Gak nyangka, ya."

Bu Saiful ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Sarti seketika memegang tangan, lalu menepuk pelan punggung tangan wanita itu.

"Sabar ... ya, Dek," ucapnya lirih di telinga Sarti.

Buliran air bening menetes perlahan dari kedua sudut mata Sarti. Bu Saiful meraih tisu di dekat baki, didekatkan ke arah wanita muda itu.

Begitu melihat Sarti sedih teringat kejadian dua minggu yang lalu, Jamal bergegas menghampiri lalu segera merengkuh tubuh istrinya dalam dekapan. Beberapa saat, Sarti terisak-isak di bahu suaminya. Belaian tangan Jamal mengusap lembut rambut serta punggung Sarti. 

"Kita pulang, yuk," ajak Jamal lalu menoleh pada tuan rumah dan semua yang hadir, "Pak, Bu, maaf, kami pamit dulu, ya." 

Pasutri muda ini lalu bangkit sambil menyalami tuan rumah, serta berpamitan pada para tetangga yang lain.

 ****

Setelah bersusah payah dengan mengumpulkan segala kekuatan tubuh yang masih tersisa.

Dadong Canangsari membuka kunci kamar ritual persembahan, selama ini ruangan tersebut selalu terkunci. Kamar dengan ukuran tiga meter kali tiga meter terlihat gelap dan kotor. Hawa mistis terasa sekali di kamar ini.

Di dalam kamar hanya terdapat meja panjang untuk sesajen. Lantai beralas tikar lusuh tergelar di bawah meja. Di sudut kamar terdapat lemari kayu jati. Banyak rajah beraksara Bali tertempel di setiap dinding kamar.

Aroma bau kembang ditimpa bau busuk bangkai memenuhi seisi ruangan. Tulang belulang berserakan di seluruh lantai. 

Dadong Canangsari bersimpuh di depan meja sesajen, yang di atasnya bertengger sebuah Arca Ratu Calonarang. Sebuah canang berada persis di depan Arca.

Dadong Canangsari menjumput  bungan sandat (kembang kenanga) di ujung kedua tangan yang terkatup. Mengangkat kedua lengan, walau akhirnya jatuh lunglai karena persendian yang terasa remuk. 

Mulut rentanya merafal bait-bait mantra pemujaan. Segala lara tak dia hiraukan lagi. Hanya tersisa kepasrahan yang dia punya. Erangan kesakitan bercampur tangisan histeris keluar dari bibir rentanya.

 "Duhai Ratu, Junjunganku! Hari ini, terpenuhi semua janji, kupersembahkan jiwa ini. Pengabdian abadi hanya padamu. Telah kupersiapkan, garis keturunanku sebagai penerus. Sumpah ini abadi!”

Beberapa saat setelah sumpah selesai terucap, awan hitam dari segala arah menyatu semakin pekat. Seberkas kilat keluar dari sela -sela awan, menyambar ke atas genting rumah Dadong Canangsari, tepat di atas kamar ritual persembahan. Suara petir menggelegar memekakkan telinga.

‘Jledeerreeerr' 

Seketika sinar menyala, menyilaukan terlihat di atas genting rumah. Kontras dengan kegelapan di sekitar. 

Tubuh Dadong Canangsari mengejang lalu menghitam, hangus terbakar sambaran kilat. Sebuah jasad terkapar, tewas terpanggang demi pengabdian pada junjungannya.

Seberkas cahaya merah berlumur kuning keemasan menyeruak keluar dari jasad gosong sang Dadong, siap bertahta ke raga penerus yang telah disebut dalam sumpah Dadong Canangsari sebelum menjemput ajal.

Siapakah penerus yang telah ditunjuk oleh Dadong? 

Bagaimana nasib jasad gosong sang Dadong Canangsari?

                      ****************

Kidung Rumeksa Ing Wengi

----------------------------

Ana kidung rumekso ing wengi

Teguh hayu luputa ing lara 

luputa bilahi kabeh

jim setan datan purun

paneluhan tan ana wani

niwah panggawe ala

gunaning wong luput

geni atemahan tirta

maling adoh tan ana ngarah ing mami

guna duduk pan sirno

Sakehing lara pan samya bali

Sakeh ngama pan sami mirunda

Welas asih pandulune

Sakehing braja luput

Kadi kapuk tibaning wesi

Sakehing wisa tawa

Sato galak tutut

Kayu aeng lemah sangar

Songing landhak guwaning 

Wong lemah miring

Myang pakiponing merak

Pagupakaning warak sakalir

Nadyan arca myang segara asat 

Temahan rahayu kabeh

Apan sarira ayu

Ingideran kang widadari

Rineksa malaekat

Lan sagung pra rasul

Pinayungan ing Hyang Suksma

Ati Adam utekku baginda Esis

Pangucapku ya Musa

Napasku nabi Ngisa linuwih

Nabi Yakup pamiryarsaningwang

Dawud suwaraku mangke

Nabi brahim nyawaku

Nabi Sleman kasekten mami

Nabi Yusuf rupeng wang

Edris ing rambutku

Baginda Ngali kuliting wang

Abubakar getih daging Ngumar singgih

Balung baginda ngusman

Sumsumingsun Patimah linuwih

Siti aminah bayuning angga

Ayup ing ususku mangke

Nabi Nuh ing jejantung

Nabi Yunus ing otot mami

Netraku ya Muhamad

Pamuluku Rasul

Pinayungan Adam Kawa

Sampun pepak sakathahe para nabi

Dadya sarira tunggal

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status