Share

Chaptire 3

Anna's POV 

Ketika aku membuka mataku, aku tahu hanya ada luka yang kurasakan dan luka itu takkan sembuh. Aku tersenyum dengan kebodohanku dan langsung memakai semua pakaianku dan bergegas pergi. Pergi jauh dari hidupnya. 

"Iya, Ma. Okay, ini aku lagi mau berangkat. Mau datang? Ya udah, bentar deh, nanti aku aja ke rumah. Iyalah rindu setengah mati." 

Aku tersenyum melihat matahari masuk melewati fentilasi udara menyapa tubuhku. Aku sudah mandi dan setan-setan buruk yang berkelana di kepalaku musnah. Membuat toast dengan selai strawberry, kopi panas untuk pagi yang tak begitu buruk. Nyatanya bertemu langsung dengannya membuat hidupku tak berubah atau mungkin makin buruk. 

Kerja seperti biasa agar aku menyiapkan banyak tabungan untuk masa depanku. Aku anak yang cukup mandiri sebenarnya dari kecil, sudah melalukan banyak hal sendiri. Akhir-akhir ini aku sedang survive dengan hidupku dan berharap bisa survive beneran. 

"Ayo, Anna." Aku menyemangati diriku dan bermain ponsel tak ada yang menarik sama sekali. Grup alumni heboh karena kedatangannya. Bahkan nomor ponselnya sudah ditambakan dalam grup chat.  

Heri : Dengar-dengar Danish udah ada gandengan? Siapa, bro? Bisalah bulan depan kondangan lagi kita.  

Dengan wajah datar aku membaca grup itu. 

Nora : Uhuk ... Colek seseorang. @Danish wah pasti punya cewek bule cakep nih. Dia kerja di G****e juga? Atau jangan-jangan anak Bill Gates?

Aku membaca tanpa minat. 

Danish : @Heri @Nora. Tidak, belum jumpa yang tepat. 

Nora : Aku tahu siapa yang tepat. @Anna kayaknya ada yang nyari nih. 

Anna keluar dari grup. 

Nora menambahkan Anda. 

Nora : Nggak asik ah, Anna. Betewe, nitip chargeran lupa shay. Aku udah di jalan. 

Aku membaca pesan itu sambil makan. Sebenarnya Nora gencar agar aku menunjukkan padanya aku sudah move on. Bukan move on yang kudapatkan tapi luka yang semakin menganga. Aku menarik napas panjang dan melihat keadaan sekeliling rumah yang terasa sepi. Tidak! Hidupku tidak pernah kesepian. 

Aku membereskan semuanya dan menarik tas dan pergi kerja. Aku lebih suka menyibukkan diri dengan bekerja, jika sendiri aku akan jadi manusia hopeless dan aku tak boleh merasakan hal itu. 

Nora : @Anna @Danish. Kalian kayaknya CLBK deh, Cinta Lama Boleh Kembali. Hahahaha, BTW, ditunggu from this to this. Aku menunggu undangannya. 

"Apa sih? Si Nora emang norak." Aku menggerutu melihat jalanan yang sudah ramai orang-orang bekerja. 

Lima tahun aku melewatkan semuanya sendirian, berjuang sendirian. Ah sudahlah pagi adalah waktu untuk menyambut kebahagiaan bukan terus berkabung. 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Danish's POV

Aku terdiam lagi, sambil membaca artikel walau perasaanku makin tak tenang. Mengusap rambut dan terduduk di rumah. 

Ini adalah hari tersantai, biasanya aku menyibukkan diri dengan bekerja demi meminimalisir penyesalan dan juga rasa bersalah, rasa rindu pada Anna. Wanita luar biasa yang pernah kukenal. Dia adalah gadis favoritku, wanita favorit di antara miliaran wanita di dunia ini. Aku menarik napas gusar. Rasa untuk bertemu kembali dengannya begitu kuat, aku merindukan suaranya, rindu saat dia tertawa, saat dia malu-malu menatapku. Saat matanya menatapku lapar ketika dia hampir mencapai puncak dan menggigit bibirnya, wanita paling seksi yang pernah kutemui. 

Aku menatap iba pada milikku yang sudah mengeras saat aku baru saja memikirkan Anna. 

Sepertinya aku butuh air dingin dan mencari makan siang. Liburan yang menyiksa. Tujuan aku pulang untuk memperbaiki hubunganku bersama Anna. Aku juga sangat merindukan dirinya, tapi aku akan jadi orang asing di matanya selamanya. Aku tidak akan pernah bisa menjadi Danish yang selalu Anna sanjung. Danish yang sekarang adalah seorang laki-laki pengecut yang dibenci oleh wanita yang aku sayang. 

Aku membuka seluruh pakaian dan membasahi seluruh tubuhku dan memikirkan Anna. Lagi-lagi tentang wanita yang selalu mengisi seluruh hari-hariku. 

Sepertinya bertemu dengan Anna lagi kedengarannya tidak buruk. 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Aku tidak tahu jika Nora sengaja melakukan semua ini. Dia mengajakku makan siang bahkan berkata jika Pak Danu atasan kami menyuruh untuk melihat lokasi untuk pemasangan iklan yang baru. Nora beralasan jika melihat langsung lokasi dan aku tahu kata-kata apa yang bisa dirancang. Dia mengada-ada tentu saja. Setiap iklan yang dibuat itu karena permintaan klien bukan karena lokasi. 

Siang ini aku sengaja memesan salad. Sedang tak ingin makan yang berat. 

"Udah kayak kambing aja." Aku memutar bola mataku malas. Aku sedikit marah pada Nora tapi aku hanya diam dan berpura-pura tertarik. Di depanku ada manusia yang tak ingin kusebutkan namanya. Nora benar-benar sengaja! Sebagai teman dekat, dia harusnya mengerti bagaimana perasaanku dan hancurnya aku tahun-tahun sebelum ini. Walau aku seperti wanita tegar, tapi aku adalah wanita rapuh seperti mie yang akan lembek jika terkena air. 

"Danish mau makan apa?" 

"Sepertinya makan steak kedengarannya tidak buruk." Aku langsung diam dan menatapnya. Matanya langsung bertabrakan dengan milikku, aku langsung mengalihkan pandanganku dan melihat keadaan sekeliling. Temanku yang norak ini menjerumuskan aku membawa ke sebuah mall dan mengajak makan siang di sini. Dan sepertinya Pak Danu tidak tahu pasal memantau lokasi, semua hanya akal-akalan Nora. Aku harus makan cepat dan pergi dari sini secepatnya. 

"Danish mau jumpa siapa? Kamu lagi libur ya?" 

"Ya. Lagi libur, udah lama nggak pernah pulang. 5 tahun ya." 

Diam-diam aku meremas tanganku di bawah. Kepergian dan perpisahan itu adalah saat-saat terburuk dalam hidupku. Aku menangis setiap saat. Menangisi laki-laki sial ini! Dia mencampakkan aku, dia membuat diriku sebagai wanita yang tak berharga sama sekali! 

Aku mengalihkan wajahku saat mengingat masa-masa suram tersebut. Kesalahan yang dia lakukan padaku tidak akan pernah aku maafkan. 

Aku bukan Tuhan, aku bukan malaikat. Luka yang dia torehkan begitu dalam dan sepertinya tidak akan sembuh. 

Memori buruk tidak bisa aku hilangkan. Aku akan terus terluka walau aku sekarang terlihat baik-baik saja, tapi sesungguhnya aku sangat terluka. 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

"Kita akan segera menikah. Cincin ini cantik sekali. Terima kasih, telah membuatku jadi wanita paling berharga di matamu." 

Aku memeluk Danish. Dia adalah kekasihku dari jaman sekolah dan terus berlanjut hingga kuliah dan kami baru saja menyelesaikan tugas akhir. Aku lulus, dia juga lulus tentu saja. Dia adalah laki-laki paling cerdas yang aku temui. Aku sangat mencintai dirinya dan berharap kami terus bersama hingga rambut memutih. 

"Aku suka bangat cincinnya." Aku terus mencium pipi Danish merasa begitu senang. Kami baru saja membeli cincin untuk pernikahan kami. Jika kalian bertanya kenapa kami harus buru-buru menikah? Well aku merasa tak ada alasan buatku untuk menunggu atau menunda. Kami sudah tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dia adalah teman masa kecilku, keluarga kami saling mengenal satu sama lain. 

Danish sedari tadi hanya diam. Dia seperti tidak bersemangat padahal sebelumnya dia tidak bersikap seperti itu. 

Aku memamerkan cincin putih dengan permata besar sebagai hiasannya. Begitu cantik. 

"Kamu kenapa, sayang?" Aku mengelus-elus pipi kekasihku. Dia adalah laki-laki paling pengertian yang aku kenal. Tak pernah ada laki-laki spesial dalam hidupku kecuali Danish. 

Pulang membeli cincin Danish mengajakku ke taman dan sekedar mengobrol bersama, atau melihat keadaan sekeliling. Sehari-hari aku lebih banyak menghabiskan waktuku bersamanya. 

Danish memegang kaleng minuman berwarna biru dan meminumnya. Aku tersenyum melihatnya. Apapun yang dia lalukan semuanya terlihat sempurna di mataku. Aku ingin bersama laki-laki ini selamanya. 

Aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Sudah banyak hal kami lalui bersama, berawal dari masa remaja hingga kuliah. Dia laki-laki yang begitu gentle. Belum pernah aku merasakan patah hati terhebat karena seorang laki-laki dia memperlakukanku dengan sangat baik. Aku mengenal baik orang tua Danish. Mommy Danish begitu baik dan sayang padaku. Beliau sudah menganggapku anak. Jika aku ke rumah Danish ibunya memperlakukanku dengan sangat baik. Danish juga sangat dekat dengan ibunya. Jika seorang laki-laki dekat dan sayang pada ibunya begitu juga dia akan memperlakukan seorang wanita, dan aku wanita beruntung itu. 

Aku memeluk pinggang kekasihku. Aku merebut minuman di tangan Danish dan minum. Kami memang sering berbagi apapun bahkan sering makan satu piring, sudah banyak hal kami lalui bersama. 

Tangan Danish juga memeluk pinggangku. 

"Anna." Aku menoleh padanya. Dia menatapku serius, aku tahu dia menatapku penuh cinta dan kagum. Mungkin itu juga yang dia lihat di mataku saat ini. 

"Kamu pernah merasa nggak kenapa di dunia ini kadang merasa serba salah? Seperti buah simalakama." 

"Aku belum pernah lihat buah itu." Aku menjawab dengan cuek. Danish tersenyum sekilas dan mengelus-elus pipiku. Saat bersamanya aku bisa manja, aku bisa menunjukkan Anna yang belum pernah ditunjukkan pada orang lain. 

Danish mengecup bibirku. Hubungan kami memang terlalu jauh. Bahkan aku curiga jika Mommy Danish apa yang terjadi. 

Pernah, aku main ke rumah Danish, orang tuanya sedang keluar. Kami nekat bercinta di kamarnya, dan tiba-tiba orang tuanya pulang, aku panik, Danish terlihat santai saja. Dengan buru-buru aku memakai semua pakaianku walau Mommy Danish seperti tahu apa yang baru saja kami lakukan. 

"Tapi buah dada, biasa lihat." Aku tertawa memukul lengangnya. Dia terkadang bisa mesum berbicara tak tahu tempat. Aku memeluk lehernya dan mengecup bibirnya, bersamanya hanya ada kebahagiaan yang selalu menemani hubungan ini. Aku bahagia bersamanya, apapun masalah yang datang selalu kami usahakan mencari jalan keluar dan tak pernah berlarut dengan masalah. Dia adalah belahan jiwaku. 

"Anna." Aku suka sekali saat dia menyebut namaku, mengalun begitu merdu. Dia mencium jari-jari tanganku dan aku tersenyum, aku adalah wanita paling beruntung di muka bumi ini. 

"Aku nggak tahu, tapi pasti kamu akan marah besar sama aku. Kamu berhak, Anna. Tapi aku diundang kerja di G****e. Impian aku dari dulu."

Seluruh tubuhku langsung menegang, mataku memanas. Tidak! Tidak! 

Aku terdiam begitu lama sebelum mengeluarkan suaraku. Ya Tuhan, kebahagiaan yang baru saja aku rasakan semuanya sirna. Kenapa harus terjadi seperti ini? Kenapa? 

"J-jadi?" Aku bertanya dengan suara getir. Danish tak mungkin melakukan ini. Dia sangat mencintaiku, dia tidak akan pernah meninggalkan aku! 

"Aku bingung, jujur. Aku sangat mencintaimu, Anna. Bekerja di G****e adalah impianku."

Air mataku meluruh dan banjir. Aku tahu akhir dari drama ini. Ini adalah akhir dan kabar buruk dari mimpi buruk yang tak pernah kualami. 

"Kita hampir menikah." Dia mengangguk, tapi aku tahu dia sedang gamang. Mempertahankan seorang wanita atau melanjutkan cita-citanya. Aku memang pernah bilang akan terus mendukungnya, tapi saat dia pergi jauh dan bekerja di sana jalan cerita kami sudah berbeda.

"Kamu akan tetap memilih pergi?" Dia menyampir rambutku ke belakang dan menghapus air mataku, tapi semua yang dia lakukan tak ada lagi artinya. Aku tahu ini hanya akan membawa luka. 

"Izinkan memikirkan semua ini. Aku sangat mencintaimu, Anna. Kamu wanita paling berharga bagiku. Aku mencintaimu, Anna." 

Dia memelukku. Itu adalah pelukan terakhir karena kata-kata bullshit itu tidak berlaku. Dia tetap pergi! Danish memilih pergi, dia tidak menginginkan pernikahan ini dan aku hanya bisa berkabung merasakan patah hati yang begitu besar. Tak pernah menyangka dalam hidupku aku akan merasakan gagal menikah. 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Lanjut lagi bab depan πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°. 

Bagaimana? Merasakan jadi Anna? 

Tahan dulu sobat, belum emak siksa 🀣🀣🀣. Aku menulis kisah mereka sesuai dengan yang aku mau. Aku suka konfliknya dan juga karakter mereka πŸ˜‚πŸ˜‚. Kalau aku suka karakternya biasanya aku suka menyiksa mereka. 

Komen dan terima kasih sudah membaca πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°. 

See youπŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹.  


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status