Sebelum pesawat lepas landas, ponsel Sasha kembali berbunyi. Alvin kembali menghubunginya berkenaan dengan Diva, pasien kecil Sasha yang menderita kelainan ginjal. Menurut Alvin, demam Diva sudah diatas normal hingga 41 derajat dan mengharuskan dia diselimuti selimut dingin. Sasha menyuruh Alvin mencari luka di tubuh Diva dan membuangnya.
Setelah selesai memberi pengarahan pada Alvin. Sasha menghubungi Emir dan mengabarkan berita gembira bahwa dia akan pulang hari itu juga.“Aku harap itu tidak mendesak.” Rayhan berkomentar setelah Sasha menutup teleponnya.“Semoga kita tidak terlambat,” cetus Sasha dengan wajah yang sangat khawatir.***Disaat Aldi sedang dalam perjalanan menuju Indonesia. Agus, sebagai orang kepercayaan keluarga Erlangga, dia mencoba meyakinkan klien besar nya untuk bersedia bertemu dengan Tn Farouk sebagai ketidakhadiran Aldi. Untung saja hari itu Mr. William menerima kehadiran Tn Farouk dan negosiasi pun berjalan dengan lancar.Masalahnya adalah kekesalan Farouk pada Aldi yang dianggap kurang bertanggung jawab dengan tugasnya sebagai CEO di perusahaannya. Padahal perjanjian dagang dengan perusahaan Mr. William begitu menentukan untuk perkembangan Unity Holding di Eropa.***Sampailah Rayhan, Aldi dan Sasha di Indonesia. Sebelum berpisah Rayhan mengundang Sasha dan suaminya agar datang ke restoran miliknya.“Dengar, aku punya restoran yang bagus, aku ingin mengundangmu untuk makan malam.” Rayhan begitu berharap Sasha menerima undangannya.“Tidak, anda tidak perlu sungkan, adalah kewajiban saya sebagai dokter untuk menolong orang yang sedang sakit.” Dengan sangat halus Sasha menolak Aldi.“Aku harus melakukannya. Dengar, jika aku tidak melakukan ini, aku akan merasa sangat buruk. Aku kesulitan berbicara. Tolong jangan membuatku membuang buang waktuku.” Kelakar Rayhan sambil tertawa.Sasha diantarkan dengan mobil dan sopir Aldi ke RS untuk menemui Diva. Selama dalam perjalanan, mereka terlibat obrolan ringan.“Kau ke Italia untuk bekerja atau bersenang-senang?” tanya Aldi membuka pembicaraan.“Untuk bekerja, aku seorang dokter anak.” Jawaban Sasha tak henti hentinya membuat takjub Aldi.“Luar biasa….” Aldi berdecak kagum.“Aku hadiri konferensi sebagai pembicara.”“Rayhan memiliki jiwa seorang anak. Mulai sekarang setiap kali dia sakit, dia akan datang menemuimu.” Aldi terbahak membayangkan sahabat nya.Telepon Aldi berbunyi. Martin sekertaris nya mengabari dia bahwa Ayahnya sudah mewakilinya bertemu dengan Mr. William. Martin hanya khawatir kalau Tn. Farouk akan memarahi Aldi sesampainya dia di rumah. Aldi memahami situasinya. Dia meminta Martin untuk tenang karena dia akan menghadapi ayahnya sesampainya di rumah.Giliran Sasha mendapatkan telefon dari Alvin yang mengabarkan keadaan Diva masih sama meskipun dia sudah dipindahkan ke ruangan khusus dengan perlakuan khusus.Saat perjalanan mengantar Sasha menuju RS. Dalam keadaan mobil berhenti di lampu merah. Sekilas Sasha melihat mobil di sebelahnya. Dua orang dewasa yang salah satunya memangku anak kecil duduk di depan. Sasha langsung turun lalu menggedor kaca jendela“Buka! apa yang anda lakukan, Pak?” teriak Sasha. Si pengemudi membuka jendela mobilnya sedikit kaget dengan perlakuan Sasha yang marah tiba-tiba“Anda membuat anak kecil duduk di depan,” ujar Sasta dengan nada yang sangat marah“Itu bukan urusanmu!” si pengemudi malah balik membentak Sasha. “Memangnya kau seorang pengacara?”“Oke kalau begitu. Anda akan melihat apakah saya seorang pengacara, atau tidak. Saya menelepon polisi sekarang!” ancam Sasha pada si pengemudi mobil.“Pergi, panggil siapa pun yang kamu suka!” karena sebentar lagi lampu berubah menjadi hijau akhirnya mau tidak mau Sasha membiarkan mereka pergi. Entah kenapa, saat melihat Sasha diluar sana, lamunan Aldi kembali ke dua tahun lampau. Disaat dia membawa Bimo ngebut dengan mobil balapnya. Bimo terlihat sangat bahagia sekali, Aldi tidak menyangka bahwa itulah senyuman Bimo terakhir yang bisa dikenang Aldi. Sebelum sebuah truk tiba-tiba muncul lantas menabrak mobilnya hingga hancur. Melemparkannya keluar dan membuat keponakannya terjebak dan terbakar di dalam mobil.Suara pintu mobil yang dibuka Sasha membuyarkan lamunan Aldi. Sambil kesal Sasha kembali dengan muka yang kesal. "Kasar sekali! Dia malah marah balik," ucap Sasha "Aku belum pernah melihat orang bodoh seperti itu. Betapa cerobohnya. Bagaimana mereka bisa mendudukkan seorang anak di depan. Bagaimana jika terjadi kecelakaan?" dengus Sasha. "Aku mohon maaf, aku tidak tahan dengan hal-hal ini, aku mohon maaf," ucap Sasha pada Aldi"Aku kira kau sangat sensitif tentang anak-anak. Malah terlalu perduli. Apakah kamu punya anak?" pertanyaan Aldi membuat Sasha tidak bisa berkata-kata. Dia tiba-tiba kembali tersadar karena ketidakmampuan nya untuk mempunyai anak dikarenakan kelainan yang dia miliki di rahimnya. Setiap Sasha hamil, umur kehamilan Sasha tidak akan pernah kuat hingga cukup bulan. Dan dokter akhirnya melarang Sasha untuk hamil lagi, setelah dia mengalami beberapa kali keguguran.Fatima datang menghampiri Indra. “Aku akan menemui Indra.”“Tentu saja.”“Ada apa? Apakah kau merasa baik-baik saja?” tanya Fatima.“Aku baik-baik saja, Fatima ... berangsur lebih baik … aku selamat”Gery seolah protes dengan pernyataan Indra. "Kau tidak tahu berterima kasih! Kau seperti orang yang tidak tahu berterima kasih. Pikirkan tentang semua yang telah aku lakukan untuk membuatmu kembali berdiri."Jadi, aku mencintaimu," Emir muncul ke ruangan Indra."Ketua Emir, selamat datang," sambut Gery."Bagaimana kabarmu ibu?" tanya Emir."Baik..." jawab Fatima"Indra, kamu terlihat baik," sapa Emir."Aku baik-baik saja, aku menjadi lebih baik, apakah kamu sudah sibuk? kata Indra. "Apakah kau menghabiskan malam di tempat kerja?""Aku bekerja sedikit, itu saja. Aku berbicara dengan para dokter. Mereka akan mengeluarkanmu dalam beberapa hari. Tapi kamu tidak akan bisa kembali segera untuk bekerja.""Aku akan tinggal di rumah ketika aku keluar," jawab Indra. Dan itulah masalahnya. Tapi bag
Amri terus saja menggoda Joice saat menghampirinya di sebuah cafe dekat kampus mereka. "Apa yang terjadi? Apa arti wajah itu?" tanya Amri sambil mencolek pipi Joice."Aku hanya menatap ke luar angkasa." Jawab Joice sekenanya. "Karena ketika aku melihat di sini, aku tidak mengerti apapun." Joice menunjuk ke arah bukunya. "Aku ada ujian bahasa Inggris dan aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak mengerti apapun, aku dilarang masuk lagi kelasnya jika aku tidak lulus ujian ini, aku tidak tahu bagaimana menghadapi keluarga aku. Di sini, aku tidak tahu harus berbuat apa." Keluh Joice."Jangan khawatir, aku akan membantu kamu," kata Amri."Benarkah?""Tentu saja! Ujian bahasa Inggris di sini tidak sulit, kamu hanya perlu belajar setengah hari untuk melewatinya," kata Amri, mencoba mey
Pagi-pagi Sasha menelepon Emir.“Ya, Sha? Apa kabarmu? Apa yang kamu kerjakan?”Saya bekerja sepanjang malam. Aku hanya“Aku sedang dalam perjalanan ke Genco. Anda sedang dalam perjalanan ke rumah sakit itu.”“Ya. Emir, siapa nama pria itu? Kenan, kan? Aku pikir aku telah menemukan cara untuk menyingkirkannya.”“Sayang, apa yang kamu lakukan? Aku bilang jangan ikut campur. Aku bilang aku akan mengurusnya. Jangan ikut campur dalam urusanku. Kau tidak meminjam uang dari ibumu, kan? Jika kau melakukannya, kita punya masalah.” kata Emir“Tidak, aku tidak membawa itu. Aku akan menjelaskan semuanya ketika kau tiba.
Di dalam rapatnya, Aldi tidak terlalu fokus. Dia sebenarnya terus mengingat Kevin. Sementara Kevin sedang asyik bermain dengan Rayhan dan Ibo.“Ini akan menjadi suatu kehormatan bagi kami, memproduksi kaca untuk mobilmu. Mari kita rayakan?”“Itu membuat kami sangat senang. Itu selalu menjadi mimpi untuk dapat memproduksi mobil di sini. Dia menjadikan kita bagian dari mimpi ini. Mari bersulang.”Rayhan menelepon Aldi. Karena Kevin tertidur di rumahnya.Aldi tidak merespon.“Rapat tidak harus berakhir.”“Sudah larut, Rayhan. aku harus pergi. Sesuai keinginan kamu. Aku akan membawamu pulang. Tidak, itu tidak diperlukan. Dia akan takut jika kau tidak di rumah. Ini baik-baik saja. Aku akan meninggalkan tasnya untukmu.”“Tentu saja. Itu sangat manis hari ini.”“Segera.”“Selamat malam.”“Bo, selamat datang!” Sambut Rayhan.“Aldi memang aneh. Dia melakukannya lagi. Dia bilang dia akan datang, tapi belum sampai. aku membuat pasta dengan Kevin, kita semua aka
Hanum sedang memilah-milah sweater untuk kedua cucunya. Lihat, ini untuk Sinan... dan ini untuk Kevin. Itu akan cocok untuknya, bukan?”“Ini sweter yang bagus,” ujar Hasan.“Apakah mereka akan membiarkannya memakainya?”“ Mengapa tidak, itu sweater. Aku akan memasukkannya ke dalam tasmu. Jika mereka mau, dia akan memakainya, jika tidak. Apa yang akan terjadi sekarang?”Hasan memutuskan untuk menemui Sasha agar diperkenankan bertemu Kevin. Hasan menunggu Sasha di ruang kerjanya.“Halo dokter aku harap aku tidak mengganggu kau. Aku ingin datang padanya. Kami memiliki barang-barang Kevin aku ingin bertanya padamu apa kau bisa membantu kita.====Fatima baru saja datang ke RS. Dia langsung menghampiri Emir dan Sasha."Ibu!" teriak Emir langsung memeluk Fatima."Ah, anak malang. Apa yang terjadi, Emir?" tanya Fatima penuh kasih sayang."Aku tidak tahu bagaimana itu terjad
Kevin menghampiri kantor Aldi. Terlihat Aldi begitu sibuk sekali bekerja."Apakah kau selalu bekerja di sini?" tanya Kevin. "Kau tidak pernah keluar?""Ya.""Aku akan bosan di tempatmu," lanjut Kevin."Kenapa?" Aldi sambil terus menandatangani pekerjaan."Bahkan tidak ada tempat untuk bermain. Apakah kamu tidak pernah bosan?""Tidak mengapa harus bosan?""Benarkah?'"Ya."" Dan ketika kau masih kecil?""Mh?" Aldi fokus pada pekerjaanya."Apakah kau tidak bosan sebagai seorang anak?""Aku tidak tahu. Aku tidak ingat." Tangan Kevin menyenggol jus jeruk saat dia meraih pulpen." Oh tunggu." Dengan sabar Aldi membersihkan semua tumpahan di meja kerjanya.""Maaf," ucap Kevin.."Kau tidak perlu meminta maaf.""Kau marah? Tidak mengapa harus marah? Jika kau mau, aku bisa membawa kau jus jeruk lainnya, kau bosan, bukan?" Kevin mengangguk."Apakah kau ingin pergi keluar?""Tentu saja.""Biarkan aku menelepon Pelin." Aldi langsung telep
Feyza yang sudah bersiap untuk pergi ke kantornya turun dari lantai 2, hendak bertemu dengan Tn. Farouk."Apakah ayahku di rumah?" Tanya Feyza pada Fatima."Ya." Jawab Fatima. Feyza langsung berjalan ke ruangan kerjanya."Kita perlu bicara!" Sahut Feyza pada Ayahnya."Aku lelah." Tolak Tn Farok. "Aku akan pergi untuk beristirahat. Kita akan bicara nanti.""Tenang. Ini tidak akan lama. Kita perlu bicara. Ini penting.""Cukup, Feyza!""Kai memaksa aku untuk melakukannya.Selalu ada alasan, kan, ayah? kau selalu dipaksa untuk melakukan sesuatu. Itu selalu kesalahan orang lain. Karena kita semua tahu bahwa kamu penuh cinta. Jadi apa salah Ibu?""Jangan mulai!" bentak Tn Farouk"Kenapa? Aldi tidak mengingatnya.
Pagi sekali Aldi menelepon Martin, dia ingin memastikan bahwa Martin sudah mengerjakan tuo hari itu."Selamat pagi," salam Martin."Aku tidak berpikir kau mengerti betapa pentingnya hal ini kata Aldi."Apa maksudmu?" ujar Martin."Kau belum melaporkan apa pun."Aku sedang mengurusnya. Jangan khawatir.""Kau selalu mengatakan hal yang sama akhir-akhir ini. Aku tidak akan menyesal untuk memberimu proyek, bukan?""Tidak. Aku akan bertemu dengan beberapa desainer.!Aku akan memperbaiki semuanya, jangan khawatir. Semua baik saja." Martin menutup telepon lalu dengan segera dia menghubungi Emir."Halo, Emir. Saya mengirimi Anda alamat, datang ke sana segera, oke? Aku menunggumu."Emir menjawab dengan segera. "Tentu saja, saya segera tiba. Ya, saya tahu daerah itu. Oke terima kasih." Tanpa menunggu apa-apa, Emir berpamitan pada Gery dan Indra."Sampai ketemu lagi. Indra aku akan keluar.""Kemana kamu pergi?"
Joice keluar dari kelasnya bersama Thea. "Pelajarannya sangat membosankan," keluh Thea."Ya. Itu benar-benar membosankan. Otakku rusak.!"Joice! Joice! Apakah kau punya waktu? Aku ingin berbicara denganmu tentang sesuatu." Amri mengejar Joice yang baru saja selesai kuliah. "Aku ada balapan besok. Aku ingin tahu apakah kau ingin datang? Jika aku berada di dua besar, aku akan masuk ke final universitas.”“Selamat, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa,” sahut Joice.“Datanglah! kau akan membawa keberuntungan untukku. Aku tidak beruntung untuk diriku sendiri.”“Aku tidak tahu, kita akan lihat nanti, tapi tidak janji, oke?”“Tolong!” Amri merengek seperti anak kecil. “Penting bagiku andai kau datang. Aku akan menjadi lebih kuat.” Setengah memaksa Amri membujuk Joice.“Mari kita lihat, oke? Sampai ketemu lagi!” Joice