Share

BAB 6

Matahari telah menanpakkan sinarnya yang menandakan jika waktu telah pagi. Seorang gadis masih bergelung di bawah selimut dan masih menyelami mimpi. Gadis itu perlahan mulai membuka kedua matanya karena terkena silau cahaya matahari yang masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu segera bangun dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Gadis yang baru saja bangun tidur tadi adalah Lily. Lily hari ini berencana untuk menemui ibunya karena dia sudah lama tidak berkunjung ke rumah ibunya. Meskipun ibu Lily bersikap acuh terhadapnya tapi tidak menyurutkan dia untuk tetap menemui ibunya.

Setelah membersihkan diri, Lily pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Perutnya sudah berbunyi sejak tadi meminta untuk diisi. Lily bergegas untuk pergi ke rumah ibunya sebelum sinar matahari semakin panas. Sesampainya dia di depan rumah ibunya, Lily langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dirinya tahu jika ibunya tidak akan membiarkannya masuk ke dalam rumah. Lily berjalan ke taman belakang dan menyapa sang ibu yang sedang menyirami tanaman. “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” cetus Ibu. Lily tersenyum menanggapi pertanyaan ibunya. Baginya sudah terbiasa mendapatkan perilaku tidak mengenakan seperti itu. “Lily rindu Bu, lagipula sudah lama Lily tidak berkunjung ke sini,” ucap Lily. Ibu tidak tertarik dengan perkataan anaknya itu dan tetap fokus menyiram tanamannya.

“Ibu sudah sarapan? kalau belum kita makan bersama saja. Lily sudah lapar lagi padahal tadi sebelum ke sini sudah sarapan,” ajak Lily.

“Ibu sudah selesai sarapan, lebih baik kamu pergi saja,” cetus Ibu.

“Lily masih ingin di sini Bu,” jawab Lily sambil tersenyum.

“Ibu tidak suka kamu di sini. Ibu suka sendiri dan tidak ingin diganggu,” cecar Ibu.

Lily menghembuskan nafas dengan berat. Ibunya sangat sulit untuk didekati padahal dirinya ingin memeluk sang ibu yang sudah lama tidak bertemu. Gadis itu tidak punya pilihan lain selain pergi dari rumah daripada ibunya semakin murka terhadapnya. “Baiklah Lily akan pergi, tapi Ibu jaga diri baik-baik jangan sampai sakit,” ucap Lily. “Hemm pergilah,” gumam Ibu. Lily langsung saja berjalan keluar menuju pintu, seketika dia bertemu dengan Bi Asih. Seorang wanita paruh baya yang selama ini menemani Ibu saat di rumah.

“Pagi Mbak Lily,” sapa Bi Asih.

“Pagi juga Bi Asih,” balas Lily.

"Mbak langsung pulang?” tanya Bi Asih

“Tidak sarapan dulu Mbak?” imbuh Bi Asih

“Tidak perlu Bi lagipula tadi saya sudah sarapan. Tolong jaga Ibu ya Bi, pastikan Ibu makan teratur dan tidak banyak beraktivitas berat,” pinta Lily.

“Tentu saja Bibi akan laksanakan perintah Mbak,” balas Bi Asih.

“Terima kasih Bi. Saya pergi dulu Bi,” ucap Lily sambil tersenyum.

“Iya Mbak hati-hati,” timpal Bi Asih.

"Kasihan sekali Mbak Lily, semoga saja Bu Linda bisa luluh hatinya dan menerima Mbak Lily kembali," batin Bi Asih.

Lily kini telah sampai di butik tempatnya bekerja. Gadis itu lelah dengan sikap yang ditunjukkan ibunya terhadapnya. Lily berpikir sampai kapan ibunya bisa menerimanya kembali. Bohong kalau selama ini Lily baik-baik saja. Hatinya sedang tidak baik-baik saja. Sebagai seorang anak Lily juga ingin bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu, namun semenjak kejadiaan yang pahit itu semuanya berubah. Ibunya seperti menaruh kebencian yang amat dalam kepada Lily. Lily lebih memilih dirinya saja yang menggantikan ayahnya supaya sang ibu tidak benci terhadapnya. Bagi Lily untuk apa dia selamat jika sang ibu ternyata membencinya. Saat Lily sedang memikirkan perilaku sang ibu, tiba-tiba pintu ruangannya terbuka.

“Hai Li, darimana saja tadi?” tanya Rachel dengan tanpa perasaan membuat Lily terkejut.

“Rachel bisakah kamu tidak mengagetkanku,” desis Lily.

“He ... He ... maafkan aku,” ucap Rachel sambil menunjukkan gigi putihnya.

“Aku tadi berkunjung ke rumah ibuku,” jelas Lily.

“Ada apa memangnya?” tanya Rachel dengan mengkerutkan dahinya.

“Memangnya tidak boleh seorang anak berkunjung ke rumah orang tuanya?” ucap Lily.

“Ya tentu saja boleh, hanya saja situasi dan kondisi ibumu berbeda dengan yang lainnya,” jawab Rachel.

“Bukan berarti aku juga tidak boleh berkunjung ke rumah ibuku Chel,” ujar Lily.

“Oke baiklah. Lalu bagaimana?” tanya Rachel dengan penasaran.

Lily mengkerutkan dahinya tanda jika dirinya tidak paham dengan pertanyaan Rachel, “Maksudnya? Aku tidak mengerti mengenai pertanyaanmu,” ujar Lily.

Rachel memandang Lily dengan kesal, “Huh ... bagaimana dengan respon ibumu saat kamu menemuinya?” gerutu Rachel.

“Masih sama Chel, sampai kapan ya ibuku bersikap seperti itu. Apakah kesalahanku sangat fatal Chel?” keluh Lily.

“Hei ... berhenti berpikiran seperti itu Li. Bukan salahmu yang menyebabkan ayahmu meninggal karena itu semua sudah takdir," jelas Rachel.

"Aku dulu juga berpikiran seperti itu, tapi semakin hari ibuku selalu menaruh benci terhadapku. Hingga aku berpikir semua ini terjadi karena kesalahanku," ucap Lily dengan mata berkaca-kaca.

"Li dengarkan aku, jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri atas kematian ayahmu. Bukan kamu yang menyebabkan beliau meninggal. Kamu lebih baik sekarang fokus dengan kesehatanmu," ucap Rachel.

"Iya Chel. Aku akan mencoba untuk tidak menyalahkan diri sendiri dan terima kasih selalu ada untukku," balas Lily.

"Sudah seharusnya kita sebagai sahabat saling mengasihi dan menyayangi Li," kata Rachel.

"Iya kamu benar," ucap Lily.

Perkataan Rachel masih membekas dipikiran Lily. Rachel benar tidak seharusnya Lily selalu menyalahkan dirinya sendiri. Gadis itu harus berusaha untuk bangkit dan berpikir positif. Jika dirinya seperti ini terus, tidak ada solusi dari semua masalahnya. Dirinya harus bisa berpikir jernih dan positif untuk menjalani ini semua. Tidak ada yang salah karena semua ini sudah takdir. Hal itu yang harus dia ingat sekarang. Dirinya akan berjuang melawan masalah yang menimpanya sedikit demi sedikit. Rasanya Lily sangat bersyukur bisa memiliki sahabat yang pengertian seperti Rachel.

"Sudahlah jangan terlau dipikirkan. Aku kembali ke ruanganku dulu masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan," ujar Rachel.

"Oke, aku juga ingin menyelesaikan pekerjaanku," ucap Lily.

Rachel segera berjalan ke arah pintu ruangan Lily. Saat akan memegang knop pintu, tiba-tiba Lily memanggil Rachel. "Terima kasih sekali lagi Chel," ucap Lily. Rachel hanya menyunggingkan senyumnya saat menanggapi ucapan terima kasih dari sahabatnya itu. Rachel berjanji akan selalu menemani dan memberi semangat sahabatnya. 

Malam harinya Lily termenung di balkon apartemennya. Di situ adalah tempat favorit Lily karena dirinya bisa melihat bintang dan bulan yang bersinar terang. Namun, hari ini tidak seperti biasanya. Langit tidak dihiasi bulan dan bintang melainkan langit gelap dan mendung yang menandakan akan turunnya hujan. Langit seakan mengerti keadaan Lily yang gelisah. Gadis itu merasa hidupnya sangat rumit dan melelahkan. Saat ini dia hanya ingin bisa menyelesaikan masalah hidupnya satu persatu. Seharusnya Lily tidak boleh terlalu banyak pikiran, tapi kehidupan yang dijalaninya saat ini mengharuskan dia untuk berpikir keras. Banyak sekali pertanyaan yang bersarang di kepalanya. Apakah dirinya bisa merasakan kebahagiaan?. Gadis itu berharap sebelum semuanya berakhir dia bisa merasakan bahagia dengan orang yang disayanginya. Namun, kapan kebahagiaan itu menghampirinya? semoga saja apa yang dia harapkan segera terwujud.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status