Home / Romansa / LILY / BAB 5

Share

BAB 5

Author: Anputri
last update Last Updated: 2021-09-11 15:53:22

Dokter Santi menghela nafas dengan berat saat mengetahui hasil pemeriksaan Lily. Dokter Santi tidak menduga jika penyakit jantung Lily semakin parah. Obat yang biasanya Lily konsumsi sudah tidak efektif untuk mengurangi rasa sakitnya. Salah satu cara yang terbaik adalah Lily harus segera mendapatkan donor jantung. Tapi dirinya sampai saat ini kesulitan untuk mendapatkan donor jantung untuk Lily. Wanita itu akan berusaha sebaik mungkin untuk segera mendapatkan donor jantung untuk gadis itu.

“Li, apakah kamu sering mengalami serangan beberapa hari ini?” tanya Dokter Santi.

“Iya Bun, belakangan ini lebih sering muncul dibandingkan dengan yang dulu,” jawab Lily.

“Oke baiklah. Bunda akan menaikkan dosis obatmu karena obat yang sekarang kamu konsumsi sudah tidak efektif untuk penyakitmu,” jelas Dokter Santi.

“Apakah semakin parah Bun?” tanya Rachel dengan raut wajah yang cemas.

“Apakah benar itu Bun?" imbuh Lily.

“Kalian jangan cemas. Lily jangan lupa obatnya diminum, jangan begadang, dan makan makanan yang bergizi,” jelas Dokter Santi.

“Oh iya, Rachel jangan lupa untuk mengingatkan Lily minum obat. Bunda tidak ingin terjadi hal yang buruk!” perintah Dokter Santi.

“Oke Bun, aku mengerti. Terima kasih sudah perhatian dan membantuku,” tukas Lily.

“Kamu jangan sungkan Li. Kamu sudah seperti anak kandung sendiri bagi Bunda,” ucap Dokter Santi.

“Iya jangan terlalu dipikirkan Li,” timpal Rachel.

"Kalau sudah tidak ada lagi yang dibahas, aku dan Lily pulang dulu ya Bun,” imbuh Rachel.

“Baiklah kalian boleh pulang. Hati-hati ya sayang,” ujar Dokter Santi.

Lily dan Rachel segera keluar dari ruangan Dokter Santi. Setelah ini rencananya mereka ingin pergi ke mall untuk berbelanja sekalian makan siang di sana. Setelah itu kembali kerutinitas mereka masing-masing. Kedua sahabat itu saling melempar candaan di sepanjang lorong rumah sakit. Hingga tanpa sadar Lily menabrak bahu seseorang yang berada di sampingnya saat kedua gadis itu berjalan menuju pintu depan rumah sakit.

"Ehh ... maaf saya tidak sengaja Dok," ujar Lily meminta maaf.

"It's okay ... Lily!" seru Dokter Bara dengan wajah yang terkejut.

Dokter yang ditabrak Lily adalah Dokter Bara. Laki-laki yang Lily dan Rachel temui di New York yang banyak membantunya. Lily tidak habis pikir, ternyata Dokter Bara bekerja di Rumah Sakit tempat Lily melakukan pemeriksaan. "Apakah ini sebuah kebetulan? Bagaimana bisa Dokter Bara di sini?" batin Lily. Rachel yang daritadi diam juga sama terkejutnya. Bara terkesima dengan wajah cantik Lily. Laki-laki itu rasanya ingin selalu melihat wajah itu setiap hari, sampai dia tidak sadar hanya melamun saja dengan menatap wajah Lily. Seketika, senyuman manis yang terpancarkan dari wajah gadis itu membuyarkan lamunan Bara.

"Hai Dokter Bara, senang bertemu lagi dengan anda. Dokter baik-baik saja?" ujar Lily dengan tersenyum.

"Aku baik-baik saja jangan khawatir. Kalian sedang apa berada di sini?" selidik Bara sambil mengernyitkan dahinya.

“Kami ke sini untuk bertemu dengan Dokter Santi,” ujar Rachel.

“Apakah ada masalah Li?” tanya Bara.

“Aku baik-baik saja Dok, hanya melakukan check up saja,” jawab Lily.

“Kalau begitu kami duluan Dok,” imbuh Lily.

Bara hanya diam mengamati punggung Lily yang perlahan menghilang dari pandangannya. Bara teringat jika Dokter Santi adalah Dokter spesialis jantung yang berarti Lily menemui beliau untuk melakukan pemeriksaan terhadap jantungnya. Laki-laki itu merasa jika dirinya harus bertanya kepada Dokter Santi terkait perkembangan penyakit jantung yang diderita Lily. Kedua gadis itu segera pergi dari Rumah Sakit dan menuju ke pusat perbelanjaan atau sering disebut dengan mall. Mereka berkeliling di sana sudah lebih dari 2 jam, tetapi rasanya masih belum puas. Akhirnya kedua gadis itu merasa lapar dan ingin beristirahat. Lily dan Rachel saat ini sedang makan siang di restoran setelah lelah berkeliling di mall. “Li setelah ini kita pulang ya," ajak Rachel. Lily terdiam dan mengernyitkan dahinya, tadi sebelum makan siang mereka sepakat untuk berkeliling lagi karena masih ada yang harus dibeli tapi kenapa sekarang sahabatnya itu justru mengajaknya pulang. Lily merasa dirinya baik-baik saja dan masih sanggup berkeliling lagi. Sahabatnya itu terlalu berlebihan menanggapi pernyataan Bunda Santi tadi pagi.

“Kamu tidak boleh terlalu capek Li. Kita sudah berkeliling 2 jam di sini,” jelas Rachel yang melihat Lily sedang bingung dengan ucapannya.

“Hei, aku baik-baik saja. Lihat sekarang aku sehat dan tidak kelelahan,” ujar Lily.

“Tapi tetap saja kamu harus menjaga tubuhmu jangan sampai kelelahan,” pungkas Rachel dengan wajah yang serius.

Lily yang melihat wajah serius sahabatnya itu merasa menciut dan tidak berani membantah ucapannya. Keduanya segera menghabiskan makanan dan kembali ke butik untuk menyelesaikan pekerjaan mereka yang tertunda. Lily saat ini berada di balkon apartemen melihat bulan dan bintang yang bersinar terang dimalam hari. Lily juga menikmati angin yang menerpa wajahnya. Gadis itu hanya melamun memikirkan kehidupannya. Lily rindu dengan sang ayah yang selalu menyayanginya, sampai saat ini gadis itu merasa bersalah dengan kematian ayahnya. Sosok cinta pertamanya sudah pergi dari dunia ini karena kesalahannya. Hal itu membuat ibunya sampai sekarang masih belum bisa memaafkan Lily.

Berulang kali Lily menepis kenyataan jika bukan dia penyebab sang ayah meninggal, namun kejadian pahit itu terus saja menghantui pikiran Lily. Setelah lama merenungi nasibnya, seketika dia teringat sudah sebulan tidak mengunjungi ibunya. Lily harus pergi ke rumahnya besok untuk bertemu dengan sang ibu. Gadis itu tidak pernah marah dengan perlakuan buruk ibunya. Berulang kali ditolak dan dicaci maki tidak membuat gadis itu benci dengan ibunya. Bahkan ibunya tidak pernah bertanya mengenai penyakit yang dideritanya. Sungguh miris sekali hidup Lily, andai saja sang ayah masih hidup pasti ibunya tidak akan membencinya.  

Di lain tempat seoarang laki-laki juga sedang berdiri di balkon kamar rumahnya. Laki-laki itu sedang memikirkan seorang gadis yang saat ini mengisi hatinya. Dia tertarik dengan gadis itu saat pertama kali mereka bertemu. Dirinya khawatir dengan keadaan gadis itu sekarang. Setelah insiden tabrakan di lorong rumah sakit, Bara segera menemui Dokter Santi untuk menanyakan kondisi jantung Lily. Gadisnya itu membutuhkan donor jantung untuk bisa sembuh, namun saat ini untuk mendapatkan donor jantung sangat sulit. Kecil kemungkinan Lily dapat bertahan jika tidak segera mendapatkan donor jantung.

Bara akan menghubungi beberapa rekannya di rumah sakit lain untuk menanyakan ketersediaan donor jantung. Laki-laki itu akan berusaha membuat Lily sembuh dengan cara apapun, meskipun hal itu sulit dia kan berusaha sebaik mungkin. Seketika Bara berfikir apa yang sedang gadis itu lakukan sekarang? Bara rindu dengan gadis itu. Haruskah Bara berkata jujur jika dia adalah anak laki-laki yang pernah Liliy temui dan memberikan jepit rambut itu?. “Apakah aku harus memberitahu yang sebenarnya sekarang?” ucap Bara lirih sambil menghembuskan nafas dengan berat. Bara takut jika cintanya tidak terbalaskan, meskipun Lily masih menyimpan jepit rambut itu bukan berarti gadis itu juga menyukainya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LILY   BAB 46

    Kedua pasangan itu tampak tergugu setelah mendengarkan perkataan wanita paruh baya itu. Salah tingkah yang kini Bara rasakan. Sedangkan Lily pun juga sama tapi ada hal lain yang mengganggunya. Tentu saja gadis itu mencoba untuk menutupinya. “Apa mama salah bicara?” tanya mama Bara. Bukan tanpa alasan mama Bara bertanya seperti itu, karena kedua pasangan itu langsung diam setelah dirinya bertanya seperti itu. “Bukan seperti itu ma, hanya saja kami belum punya pikiran seperti itu,” jelas Bara. “Ohh begitu .... sudah saatnya kalian memikirkan masa depan, ingat! umur kalian tidak muda lagi, lagipula mama juga ingin cepat-cepat punya cucu,” papar mama Bara. “Astaga, tadi ditanya nikah sekarang cucu! Bisa gila dirinya,” batin Bara. Disisi lain Lily tertawa canggunng melihat anak dan ibu itu. Entahlah dirinya merasa aneh karena mereka membicarakan mengenai masa depan. Lily saja merasa pesimis dengan masa depannya. Andai penyakitnya tidak hadir dalam hidupnya, mungkin ia akan merancang mas

  • LILY   BAB 45

    Sosok perempuan yang baru saja menghampiri meja mereka membuat suasana hening seketika. “Hai,apa kabar kalian?” sapa perempuan itu lagi. Perkataan perempuan itu membuat mereka tersadar kembali. Rayhan menolehkan kepalanya ke arah Dany, seolah meminta penjelasan mengenai perempuan itu. Dany yang ditatap hanya meringis kecil.“Ekhem ... hai juga Kiara!” balas Dany dengan senyum yang terkesan dipaksa. Kiara memandang keduanya dengan tatapan senang, sedangkan salah satu sosok laki-laki di depannya itu sepertinya tidak begitu menyukai keberadaannya. Terlihat jelas tatapan datar yang ditujukan padanya. Padahal dulu hanya tatapan memuja yang sering didapatkannya dari sosok laki-laki itu.Jauh sebelum Kiara mengenal Bara dan Dany, ia mengenal Rayhan lebih dulu. Sosok sahabat yang selalu mendukungnya dan selalu ada disampingnya. Namun, semua itu musnah saat Rayhan menyatakan perasaannya pada Kiara. Tidak ada yang murni dari persahabatan antara perempuan dan laki-laki. Entah salah satu atau ked

  • LILY   BAB 44

    Cahaya matahari sudah mulai nampak yang menandakan hari telah berganti. Seorang perempuan menatap langit-langit kamar dengan mata sayunya. Sejak semalam kedua mata itu belum menutup sama sekali. Entah seperti apa penampilannya sekarang. Ia yakin pasti rupanya sudah seperti zombie.Sambil mendengus kesal, ia menyampirkan selimut yang sejak semalam bertengger manis menutupi kedua kakinya. Kaki kecilnya mulai menginjak lantai yang dingin karena pendingin ruangan yang menyala di kamarnya. Berjalan sampai di depan pintu balkon, ia menyibak gorden yang menutupi pintu balkon yang terbuat dari kaca itu.Terlihat orang sedang berlalu lalang di jalanan. Banyak orang yang sudah melakukan aktivitasnya. Apalagi matahari sudah mulai terik, tandanya para pekerja akan kembali memulai pekerjaan mereka. Begitu juga dengan Lily, dengan semangat yang membara ia memasuki kamar mandi unuk membersihkan diri.Ia meringis melihat penampilannya di cermin. Sangat menyedihkan! Kantung mata yang menghitam, wajah

  • LILY   BAB 43

    Dany berusaha menyadarkan Bara yang sejak tadi termenung memandangi wanita paruh baya yang ada di depan mereka. Dany mengakui jika wanita itu sangat cantik, bahkan masih terlihat muda meskipun usianya sama dengan kedua orang tuanya. Tapi, tetap saja yang dilakukan Bara terlihat memalukan. Apalagi sahabatnya itu sudah punya kekasih.Tunggu! Berbicara mengenai Lily, mengapa wajah wanita paruh baya di depannya terlihat mirip dengan Lily. Dany terus saja memindai wanita di depannya dengan intens. Dirinya seperti melihat Lily dalam versi tua. Tapi, apakah Lily memiliki hubungan dengan klien mereka kali ini?Saat asyik memikirkan itu di kepalanya, suara deheman dari wanita itu menyadarkan mereka berdua. “Apa ada masalah dengan penampilan saya? Sepertinya sejak tadi kalian terus saja memperhatikan saya,” ujar Wanita paruh baya itu. Mereka berdua yang mendengar itu jadi salah tingkah. Betapa memalukannya mereka!“Bukan begitu Bu Liana, hanya saja saat

  • LILY   BAB 42

    Suasana di dalam restoran itu sangat ramai berbeda dengan meja yang ditempati oleh Lily dan Bara. Keheningan tercipta diantara keduanya setelah Kiara yang kebetulan sedang berada di sana ikut makan di meja mereka. Sebenarnya Lily tidak keberatan, meskipun di dalam hatinya ia sedikit tidak rela jika waktu berduanya dengan sang kekasih diganggu. Apalagi yang mengganggu adalah Kiara yang merupakan perempuan masa lalu kekasihnya.Tidak ingin dianggap sebagai kekasih yang agresf dan posesif, ia mencoba untuk acuh dengan keberadaan Kiara. Jujur saja ini bukan sifatnya sama sekali. Entahlah semenjak Bara menjadi kekasihnya sifat itu muncul begitu saja. Ia hanya tidak ingin kehilangan Bara. Tidak bisa dibayangkan hidupnya tanpa Bara, pasti hambar.“Maaf, jika aku menganggu kalian,” ujar Kiara dengan wajah menyesal. Baiklah ia keterlaluan! Lily bisa melihat raut wajah Kiara yang tulus. Seperti benar-benar menyesal karena menganggu waktunya dengan sang kekasih. Hati

  • LILY   BAB 41

    Seorang perempuan sedang berlari tergesa-gesa di koridor rumah saki. Terlihat juga seorang laki-laki yang mengikuti perempuan itu dari belakang. Mereka menghiraukan orang-orang yang menatap dengan aneh. Namun, ada juga yang memaklumi karena pasti ada sesuatu yang membuat mereka berlari seperti itu. Mereka berhenti di ruang UGD, di sana terlihat Bi Asih yang duduk di kursi depan ruangan tersebut.“Bi, bagaimana keadaan ibu?” tanya Lily dengan gusar. Keringat membasahi dahi Lily setelah berlari menuju ke UGD. Bi Asih yang menelepon Lily tadi mengabari jika ibunya terpeleset di kamar mandi. Parahnya kepala ibunya terbentur wastafel sampai berdarah. Hal itu yang membuat Lily khawatir dan takut jika terjadi sesuatu terhadap ibunya.“Ibu sudah ditangani oleh dokter dan bibi disuruh menunggu di sini,” balas Bi Asih.Lily menghembuskan napas dengan lega, setidaknya ibunya sudah ditangani oleh pihak medis. Sekarang ia juga ikut duduk di samping Bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status