Hari minggu yang cerah diawali dengan seorang gadis yang masih bergelung diselimut tebalnya meskipun matahari sudah menampakkan sinarnya. Gadis itu tidak merasa terusik dengan silau matahari yang menerpa sebagian wajahnya. Gadis itu masih nyaman bermimpi ditidurnya. Namun, tiba-tiba suara dering telepon mengganggu tidurnya. "Hoam ... aduh siapa sih yang telepon pagi-pagi," gerutu Lily. Lily yang daritadi masih tidur dan bergelung dibawah selimutnya merasa kesal karena tidurnya terganggu. Lily segera mengambil telepon di atas nakas dan mengangkatnya.
"Halo ada apa?," kesal Lily.
"Jangan emosi dong Li, ini sudah jam berapa? kenapa masih belum bangun?," tanya Rachel.
"Ini masih pagi Rachel, lagian hari ini weekend jadi jangan ganggu orang yang lagi ingin tidur dong," jelas Lily.
Rachel yang mendengarkan ocehan sahabatnya itu langsung kesal sendiri, "sahabatku tersayang hari ini kamu engga lupa kan kalau harus pergi ke bandara?" tanya Rachel dengan senyum yang dipaksakan meskipun Lily diseberang sana tidak melihat senyuman Rachel.
"Ha? memangnya untuk apa kita pergi ke bandara?" tanya Lily.
"Huh ... sudah aku duga pasti kamu lupa. Ini akibatnya kalau kebanyakan melamun. Orang kalau lagi bicara itu didengerin dong Li," jelas Rachel.
"Memangnya ada apa sih Chel? jangan bertele-tele dong," kata Lily dengan kesal.
"Aku kemarin kan sudah bilang kalau pagi ini kita pergi ke bandara untuk menjemput Aunty Sera," jelas Rachel.
"Lho Aunty Sera pulang hari ini? kamu gimana sih bisa-bisanya engga bilang ke aku," ucap Lily.
"Heh ... aku kemarin sudah bilang ke kamu ya. Engga perlu pura-pura lupa deh Li," ujar Rachel.
"Aku benar lupa Rachel," jelas Lily.
"Ya udah terserah. Kamu lebih baik sekarang bangun terus mandi. Habis ini aku akan jemput kamu di apartemen," ujar Rachel.
"Oke," balas Lily.
Lily masih diam terpaku di atas tempat tidur setelah mematikan sambungan telepon dari Rachel. Lily mengerjapkan kedua matanya, “astaga bisa-bisanya aku lupa jika hari ini menjemput Aunty Sera di bandara,” gumam Lily. Sepertinya benar kata Rachel terlalu banyak melamun membuat ingatannya memburuk. Gadis itu segera bangun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Klik ...
Bunyi pintu apartemen yang terbuka menandakan jika ada orang yang masuk ke dalam. Orang itu adalah Rachel. Rachel mengetahui password apartemen Lily jadi bukan perkara yang sulit untuk dia masuk ke dalam apartemen sahabatnya itu. “Hello everybody Rachel cantik sudah datang,” seru Rachel. Rachel yang merasa tidak ada jawaban dari ucapannya itu segera menuju ke kamar pemilik apartemen.
Suara gemericik air langsung mendera pendengarannya. Hal tersebut menunjukkan jika si pemilik apartemen itu sedang berada di dalam kamar mandi. “Huh ... ternyata masih mandi, kalau begini lebih baik aku sarapan dulu di warung Bu Wati,” ujar Rachel. Rachel menggerutu tidak jelas di pinggir tempat tidur Lily. Gadis itu kesal dengan Lily, bisa-bisanya dia masih mandi padahal ini sudah hampir jam 9 pagi.
Pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan Lily ke luar dari sana. Lily terkejut melihat sahabatnya sudah berdiri berkacak pinggang sambil melotot kepadanya. “Bagus ya, ditunggu daritadi malah asyik mandi,” sindir Rachel. Lily tidak menggubris ocehan sahabatnya itu dan berjalan ke arah lemari untuk mengambil pakaian. Rachel yang merasa diacuhkan oleh Lily langsung semakin kesal dan menghentakan kakinya dengan keras.
“LILY!” seru Rachel.
“Aduh, kenapa sih Chel? sakit telinga aku dengar suara cempreng kamu,” ujar Lily.
“Kamu benar-benar menyebalkan,” ucap Rachel sambil mengerucutkan bibirnya.
“Aku daritadi bicara panjang lebar tapi kamu cuek sama aku,” imbuh Rachel.
Lily menghembuskan nafas dengan berat, “iya maaf lagian kamu lihat sendiri kan aku baru selesai mandi dan harus segera bersiap-siap,” balas Lily.
“Ya sudah, aku tunggu kamu di ruang tamu,” ucap Rachel.
“Iya,” balas Lily.
Rachel memicingkan matanya, “Aku tunggu jangan lama-lama,” ucap Rachel.
“Iya iya keluar sana,” ucap Lily sambil mendorong pelan punggung Rachel menuju pintu kamar.
“Cepat jangan lama-lama nanti kita bisa terlambat!” perintah Rachel.
“IYA RACHEL!” seru Lily.
Kedua gadis itu kini sudah berada di dalam mobil menuju ke bandara. Di tengah perjalan mereka harus dihadapkan dengan jalanan yang padat merayap. “Aduh padat banget sih jalannya,” ujar Rachel. Lily yang semula sedang berselancar dengan dunia maya di Hand Phone langsung menatap ke arah depan mobil. Lily setuju dengan ucapan Rachel mengenai jalan yang padat dengan kendaraan yang hilir mudik. “Ini gara-gara ada yang bangun terlambat akibatnya sekarang terjebak macet deh,” sindir Rachel. Lily yang mendengarkan ocehan Rachel hanya merotasikan kedua matanya dan diam tidak membalas ucapan sahabatnya itu.
Di lain tempat yang ramai dan banyak orang berhilir mudik membawa koper maupun ransel terlihat seorang wanita dewasa sedang menunggu kedatangan seseorang. Wanita itu adalah Aunty Sera. Dia sedang menunggu keponakan beserta teman keponkannya yang sudah berjanji untuk menjemput dirinya di bandara. Namun, sudah hampir 1 jam keduanya belum menampakkan batang hidungnya. Saat tadi dirinya menelepon keponakannya mengatakan jika mereka terjebak macet.
“Hah ... sampai kapan aku menunggu di sini. Benar-benar membosankan,” ujar Aunty Sera.
“Aunty Sera!” seru Rachel sambil berlari-lari kecil.
Saat jarak Rachel dengan Aunty Sera semakin dekat, gadis itu langsung merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Aunty tersayangnya. Namun, Aunty sera menggoda keponakannya itu dengan menghindar dan berjalan memeluk sahabat keponakannya itu. Lily yang mendapatkan perlakuan secara tiba-tiba itu langsung terkejut dan diam terpaku. Gadis itu bingung dengan keadaan yang terjadi dengan mengerjapkan kedua matanya.
Namun, beberapa detik kemudian dia tersadar dan langsung membalas pelukan Aunty Sera. “Aunty kangen dengan Lily. Bagaimana kabarmu?” tanya Aunty Sera. Lily langsung melepaskan pelukan dan tersenyum manis kepada Aunty Sera. “Lily juga kangen Aunty dan kabar aku baik,” balas Lily. Rachel yang melihat itu langsung menghentakan kakinya dengan kesal.
“AUNTY!” seru Rachel.
“Aduh, ada apa sih Rachel?” tanya Aunty sera dengan menahan tawa.
“Jail banget sih Aunty, keponakannya yang cantik ini lagi kangen sama Aunty. Tapi justru dicuekin,” ujar Rachel.
“Aduh sini-sini, mana keponakan Aunty yang cantik ini. Aunty juga kangen sama keponakan Aunty yang cantik dan cerewet ini,” ujar Aunty Sera dengan tertawa pelan.
“Ih ... aku engga cerewet ya Aunty,” kesal Rachel dengan mencebikkan bibirnya.
“Oke baiklah maafkan Aunty,” balas Aunty Sera.
“Ayo kita pergi dari sini, Aunty sudah lelah melewati perjalanan yang panjang dan ditambah menunggu kalian di sini hampir satu jam,” imbuh Aunty Sera.
“Maaf ya Aunty tadi kita terjebak macet,” ringis Lily.
“Tadi ada yang bangunnya kesiangan Aunty,” Sindir Rachel.
Lily yang mendegarkan itu hanya mendengus malas dan berjalan keluar dari bandara. “Yah ... marah anaknya,” ujar Rachel.
“Kamu sih usil, sudah ayo kita pulang,” ucap Aunty sera sambil berjalan memegangi kopernya.
Aunty Sera berada di Jakarta nntuk melihat perkembangan cabang butiknya yang ada di sini. Wanita itu juga berencana untuk membuka cabang baru lagi di Jakarta dan dirinya membutuhkan bantuan Rachel dan Lily untuk mengurus semuanya. Namun, dirinya ragu meminta bantuan Lily menginggat kondisi gadis itu yang kurang baik. Dilihat dari sekilas saja gadis itu sedang sakit apalagi badannya yang tambah kurus dibandingkan waktu di New York dulu.
“Apakah Lily keberatan kalau aku meminta bantuannya?” batin Aunty Sera dengan memandang Lily diam. Kerjaannya sangat padat dan pasti membuat Lily semakin sibuk. Apakah tidak apa-apa bagi kesehatannya?. Mungkin dirinya harus menyiapkan satu asisten untuk Lily begitu juga dengan Rachel supaya mereka tidak terlalu lelah dengan pekerjaannya nanti. Tapi siapa kira-kira yang cocok?.
Kedua pasangan itu tampak tergugu setelah mendengarkan perkataan wanita paruh baya itu. Salah tingkah yang kini Bara rasakan. Sedangkan Lily pun juga sama tapi ada hal lain yang mengganggunya. Tentu saja gadis itu mencoba untuk menutupinya. “Apa mama salah bicara?” tanya mama Bara. Bukan tanpa alasan mama Bara bertanya seperti itu, karena kedua pasangan itu langsung diam setelah dirinya bertanya seperti itu. “Bukan seperti itu ma, hanya saja kami belum punya pikiran seperti itu,” jelas Bara. “Ohh begitu .... sudah saatnya kalian memikirkan masa depan, ingat! umur kalian tidak muda lagi, lagipula mama juga ingin cepat-cepat punya cucu,” papar mama Bara. “Astaga, tadi ditanya nikah sekarang cucu! Bisa gila dirinya,” batin Bara. Disisi lain Lily tertawa canggunng melihat anak dan ibu itu. Entahlah dirinya merasa aneh karena mereka membicarakan mengenai masa depan. Lily saja merasa pesimis dengan masa depannya. Andai penyakitnya tidak hadir dalam hidupnya, mungkin ia akan merancang mas
Sosok perempuan yang baru saja menghampiri meja mereka membuat suasana hening seketika. “Hai,apa kabar kalian?” sapa perempuan itu lagi. Perkataan perempuan itu membuat mereka tersadar kembali. Rayhan menolehkan kepalanya ke arah Dany, seolah meminta penjelasan mengenai perempuan itu. Dany yang ditatap hanya meringis kecil.“Ekhem ... hai juga Kiara!” balas Dany dengan senyum yang terkesan dipaksa. Kiara memandang keduanya dengan tatapan senang, sedangkan salah satu sosok laki-laki di depannya itu sepertinya tidak begitu menyukai keberadaannya. Terlihat jelas tatapan datar yang ditujukan padanya. Padahal dulu hanya tatapan memuja yang sering didapatkannya dari sosok laki-laki itu.Jauh sebelum Kiara mengenal Bara dan Dany, ia mengenal Rayhan lebih dulu. Sosok sahabat yang selalu mendukungnya dan selalu ada disampingnya. Namun, semua itu musnah saat Rayhan menyatakan perasaannya pada Kiara. Tidak ada yang murni dari persahabatan antara perempuan dan laki-laki. Entah salah satu atau ked
Cahaya matahari sudah mulai nampak yang menandakan hari telah berganti. Seorang perempuan menatap langit-langit kamar dengan mata sayunya. Sejak semalam kedua mata itu belum menutup sama sekali. Entah seperti apa penampilannya sekarang. Ia yakin pasti rupanya sudah seperti zombie.Sambil mendengus kesal, ia menyampirkan selimut yang sejak semalam bertengger manis menutupi kedua kakinya. Kaki kecilnya mulai menginjak lantai yang dingin karena pendingin ruangan yang menyala di kamarnya. Berjalan sampai di depan pintu balkon, ia menyibak gorden yang menutupi pintu balkon yang terbuat dari kaca itu.Terlihat orang sedang berlalu lalang di jalanan. Banyak orang yang sudah melakukan aktivitasnya. Apalagi matahari sudah mulai terik, tandanya para pekerja akan kembali memulai pekerjaan mereka. Begitu juga dengan Lily, dengan semangat yang membara ia memasuki kamar mandi unuk membersihkan diri.Ia meringis melihat penampilannya di cermin. Sangat menyedihkan! Kantung mata yang menghitam, wajah
Dany berusaha menyadarkan Bara yang sejak tadi termenung memandangi wanita paruh baya yang ada di depan mereka. Dany mengakui jika wanita itu sangat cantik, bahkan masih terlihat muda meskipun usianya sama dengan kedua orang tuanya. Tapi, tetap saja yang dilakukan Bara terlihat memalukan. Apalagi sahabatnya itu sudah punya kekasih.Tunggu! Berbicara mengenai Lily, mengapa wajah wanita paruh baya di depannya terlihat mirip dengan Lily. Dany terus saja memindai wanita di depannya dengan intens. Dirinya seperti melihat Lily dalam versi tua. Tapi, apakah Lily memiliki hubungan dengan klien mereka kali ini?Saat asyik memikirkan itu di kepalanya, suara deheman dari wanita itu menyadarkan mereka berdua. “Apa ada masalah dengan penampilan saya? Sepertinya sejak tadi kalian terus saja memperhatikan saya,” ujar Wanita paruh baya itu. Mereka berdua yang mendengar itu jadi salah tingkah. Betapa memalukannya mereka!“Bukan begitu Bu Liana, hanya saja saat
Suasana di dalam restoran itu sangat ramai berbeda dengan meja yang ditempati oleh Lily dan Bara. Keheningan tercipta diantara keduanya setelah Kiara yang kebetulan sedang berada di sana ikut makan di meja mereka. Sebenarnya Lily tidak keberatan, meskipun di dalam hatinya ia sedikit tidak rela jika waktu berduanya dengan sang kekasih diganggu. Apalagi yang mengganggu adalah Kiara yang merupakan perempuan masa lalu kekasihnya.Tidak ingin dianggap sebagai kekasih yang agresf dan posesif, ia mencoba untuk acuh dengan keberadaan Kiara. Jujur saja ini bukan sifatnya sama sekali. Entahlah semenjak Bara menjadi kekasihnya sifat itu muncul begitu saja. Ia hanya tidak ingin kehilangan Bara. Tidak bisa dibayangkan hidupnya tanpa Bara, pasti hambar.“Maaf, jika aku menganggu kalian,” ujar Kiara dengan wajah menyesal. Baiklah ia keterlaluan! Lily bisa melihat raut wajah Kiara yang tulus. Seperti benar-benar menyesal karena menganggu waktunya dengan sang kekasih. Hati
Seorang perempuan sedang berlari tergesa-gesa di koridor rumah saki. Terlihat juga seorang laki-laki yang mengikuti perempuan itu dari belakang. Mereka menghiraukan orang-orang yang menatap dengan aneh. Namun, ada juga yang memaklumi karena pasti ada sesuatu yang membuat mereka berlari seperti itu. Mereka berhenti di ruang UGD, di sana terlihat Bi Asih yang duduk di kursi depan ruangan tersebut.“Bi, bagaimana keadaan ibu?” tanya Lily dengan gusar. Keringat membasahi dahi Lily setelah berlari menuju ke UGD. Bi Asih yang menelepon Lily tadi mengabari jika ibunya terpeleset di kamar mandi. Parahnya kepala ibunya terbentur wastafel sampai berdarah. Hal itu yang membuat Lily khawatir dan takut jika terjadi sesuatu terhadap ibunya.“Ibu sudah ditangani oleh dokter dan bibi disuruh menunggu di sini,” balas Bi Asih.Lily menghembuskan napas dengan lega, setidaknya ibunya sudah ditangani oleh pihak medis. Sekarang ia juga ikut duduk di samping Bi