Share

LOVE FOR CEO
LOVE FOR CEO
Penulis: Menook Bunda Nadhiffa

Bab 1. Prolog

"Agammm..." Teriak Mama Ratih, memukul kasar anaknya Agam yang tengah tertidur di atas ranjang dengan bantal.

Tepat di atas lutut Agam, mengejutkan laki-laki tampan yang tengah bermimpi indah.

"Astaga Ma..., kenapa sih mukul-mukul?" protes Agam kesal, segera duduk dari tidurnya, masih dengan mata yang menutup karena rasa kantuknya.

"Heh! ayo bangun Gam! jangan tidur aja kamu ini....!" ucap Mama Ratih.

Tak membuat anaknya membuka mata, kembali menjatuhkan tubuh tegapnya di atas kasur mengacuhkan Mamanya yang masih berdiri menatapnya.

"Ini aku sudah bangun Ma...," jawab Agam malas hampir tak terdengar di telinga mamanya.

"Duh Gusti... anak perawan ini ya...," ucap Mama Ratih kesal, kembali memukul kaki anak sulungnya dengan bantal, sebelum terdiam, karena Agam yang membuka mata segera duduk protes kepadanya.

"Aku ini laki-laki Ma! aku ini laki-laki! Astaga...." protes Agam frustasi, mengacak rambut hitam legamnya yang berantakan mendengus kesal.

"Aku ini lelaki tulen Ma... bisa nggak sih kata perawan itu di hilangin? ganti dengan anak jejaka, kan enak di dengar telinga?" protesnya lagi.

"Kalau memang benar kamu ini lelaki tulen cepat buruan nikah! buktikan ke Mama kamu ini kalau kamu bisa buatin Mama cucu!" jawab Mama Ratih, membuat anak sulungnya itu berdecak kesal segera turun dari ranjang menatapnya.

"Aku bisa buatin Mama cucu Ma... astaga... nggak percayaan banget sih sama anak sendiri? mau cucu berapa Mama? Empat? lima? enam?" tantang Agam sebelum menggosok cepat lengan kanannya yang di pukul Mamanya.

"Jangan bercanda kamu ya! mumpung Mama kamu ini masih hidup! cepat kamu nikah!"

"Ah! kenapa ngomongin mati sih? horor tau nggak Mah?" ucap Agam sebelum mencondongkan tubuh tegapnya memeluk Mamanya.

"Jangan berani mati sebelum aku mengizinkannya Ma..." bisik Agam di telinga Mamanya sebelum berteriak karena pukulan mamanya yang kembali melayang ke lengannya.

"Kamu pikir kamu ini Tuhan? ha?" ucap Mama Ratih.

"Ya Tuhan...sebenarnya aku ini anak Mama bukan sih? senang sekali nyiksa anak sendiri?" protes Agam sebelum tertawa karena cubitan gemas Mama Ratih di hidung mancungnya.

"Mama gemas ya sama ketampananku?" goda Agam manja dengan kerlingan matanya, beradu pandang dengan mama Ratih yang mencebikkan bibir mengulurkan tangan mendekati wajahnya.

"Lebai lebai lebai!" pukul Mama Ratih pelan, berulang kali ke bibir merah putra sulungnya.

Sebelum menghentikan pukulannya, karena Agam yang tertawa, melangkahkan kaki mundur menghindarinya.

"Ayo cepat mandi sana! Sekretaris kamu sudah nunggu di bawah!" ucap Mama Ratih, mengayunkan langkahnya ke ranjang anaknya.

Ingin menata sprei kasur anaknya yang terlihat berantakan, berbarengan dengan Agam yang mengalihkan pandanganya ke arah jam dinding kamarnya yang menggantung.

"Astaga...! sudah jam sembilan! kok Mama nggak bangunin aku sih?" ucap Agam, segera berlari hendak masuk ke dalam kamar mandi, mengacuhkan Mama Ratih yang menegakkan tubuh dan berdiri menatapnya.

Sebelum berhenti melangkah, kembali membalikkan badannya menatap mamanya.

"Ahh... tapi aku kan pimpinannya Ma? pemilik perusahaan! kenapa juga harus tergesa!" ucap Agam, sebelum tertawa, menangkap bantal yang kembali melayang ke arahnya.

"Jangan sombong kamu ya? mau jadi apa kamu kalau nggak disiplin?" sungut Mama Ratih.

"Jadi anak Sholehnya Mama," jawab Agam asal, kembali tertawa, segera masuk kedalam kamar mandi menghindari serangan bantal yang sudah di pegang Mamanya.

Meninggalkan Mama Ratih yang tersenyum, menggelengkan kepala pelan,  karena kelakuan sableng anak sulungnya, anak laki-laki satu-satunya yang telah menjadi tumpuan hidupnya setelah kematian suaminya.

Anak Sulung yang tak pernah berhenti menggodanya, untuk memastikan bibirnya selalu tertawa, karena Agam yang tak ingin melihat Mamanya bersedih meskipun hanya sejenak.

Ya...dia seorang Agam, Agam Dirgantara, Seorang pengusaha sukses di bidang properti yang ada di kotanya, dengan berbagai proyek perumahan elite yang di pegangnya di dalam kota maupun di luar kota.

Pemilik PT. Dirgantara Property, perusahaan Developer ternama yang telah memiliki banyak sekali proyek perumahan Elite dengan harga yang fantastis untuk setiap unit rumah yang di jual perusahaanya.

Namun sayang, di usianya yang sudah tergolong matang, 31 tahun, Agam belum juga menemukan pasangan hidupnya, yang akan menemaninya di dalam setiap suka dan dukanya.

Bukan karena dia yang tak tampan, karena kenyataanya dia sangat tampan, dengan bola mata coklat dan hidung mancungnya, rahang yang sangat tegas dan kulitnya yang putih mulus di tambah dengan tubuh tegapnya yang tinggi dengan bagian-bagian otot yang terlihat sempurna.

Tapi karena rasa traumanya, karena hatinya yang tak bisa terbuka untuk wanita lain selain almarhumah calon istrinya, yang telah meninggal dua hari sebelum pernikahannya, enam tahun yang lalu.

Karena kecelakaan naas yang merenggut nyawa kekasih hatinya, pemilik hatinya, hingga membuatnya kehilangan belahan jiwanya, calon istri terbaiknya.

***

"Selamat pagi Kak...," sapa Andien, adik satu-satunya Agam yang berusia 21 tahun. Mahasiswa semester akhir di sebuah universitas ternama yang ada di kotanya

Seorang atlet taekwondo,  yang telah membawa nama harum universitasnya dalam kejuaraan nasional.

Sedang menikmati sarapannya, roti bakar dengan selai coklat di kursi meja makan, beradu pandang dengan  Agam yang baru keluar dari kamar mendekatinya.

"Selamat pagi An..., kamu nggak kuliah?" tanya Agam, sudah dengan setelan jas kerjanya menatap Andien yang menggeleng pelan menjawab pertanyaannya.

"Males Kak!" jawab Andien, membulatkan mata Agam, reflek meraih sendok yang ada di dekatnya untuk di lemparkannya cepat kepada adik perempuannya.

Hap

Andien pun berhasil menangkapnya, dengan cepat segera nyengir menatap Kakak laki-lakinya.

"Lumayan...," puji Agam, karena kegesitan adiknya, segera memakan roti bakar yang telah di siapkan untuknya di atas piring.

"Kuliah siang Kak," jawab Andien disela kunyahannya.

Tak ingin menjawab Kalimat adiknya, Agam hanya mengunyah dan menikmati roti bakar isi selai kacang kesukaannya.

Sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Fahmi 31 tahun, Sekretaris utamanya, sahabat terbaiknya yang menemaninya dari Agam yang bukan siapa-siapa menjadi Agam yang berkuasa.

"Makan Fa," tawar Agam, kepada Fahmi Sekretarisnya.

"Aku sudah sarapan, nasi goreng spesial buatan istriku yang spesial!" jawab Fahmi, segera menarik salah satu kursi makan di seberang Andien.

Mencebikkan bibir Agam masih menikmati sarapannya.

"Istriku punya teman Gam, cantik, badannya juga aduhai."

"Aduhaian mana sama badan istri kamu?" jawab Agam, merasa kesal dengan kalimat sahabatnya yang terus saja mengajukan proposal.

Penawaran untuk memperkenalkannya kepada seorang wanita yang tak pernah di setujuinya.

"Astaga...lancang sekali mulut anak perawan ini ya...," sungut Mama Ratih, mengayunkan langkahnya mendekati meja makan, mengalihkan pandangan Agam, Fahmi dan Andien menatapnya.

"Ayolah Ma... aku laki-laki..." protes Agam, segera menenggak segelas air putih yang ada di dekatnya, menatap Mamanya yang hendak duduk di sebelah adiknya.

"Apa kamu percaya dia laki-laki Fa?" goda Mama Ratih, mengalihkan pandangannya menatap Sahabat dari anaknya.

"Sepertinya nggak Tante, nggak ada laki-laki yang takut menikah." Jawab Fahmi,  menciptakan tawa ejek di bibir Agam.

"Kamu percayakan Ndin kalau kakakmu ini laki-laki?" ucap Agam kepada Andien, ingin mencari pembelaan dari adik perempuannya.

"Bilang iya atau aku potong uang jajan kamu!" ancam Agam.

"Hahahaha," tawa kikuk Andien, mengalihkan pandangannya ke arah mamanya.

"Aku berangkat dulu ya Ma?" ucap Andien tak ingin menjawab pertanyaan kakaknya, segera berdiri dari duduknya setelah mencium tangan Mama Ratih.

"Kemana?" tanya Agam.

"Ketemu teman," jawab Andien.

"Laki Perempuan?" selidik Agam.

"Perempuan, cantik, atlet taekwondo juga jomblo, mau aku kenalin?" jawab Andien.

"Bau kencur!" sahut Agam, membuang pandangannya mencebikkan bibirnya.

Menggelengkan Kepala Mama Ratih menatapnya, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Andien.

"Hati-hati ya Ndin?" ucap Mama Ratih, yang di jawab dengan anggukan pelan kepala Andien, sebelum membalikkan badannya hendak mencium tangan kakaknya.

"Apa?" sewot Agam.

"Salim Kak...sensi banget sih?" jawab Andien, sebelum mencium tangan kakaknya.

"Apa lagi?" tanya Agam, menatap tangan kanan Adiknya yang kembali terulur kedepannya.

"Uang jajan," jawab Andien nyengir, beradu pandangan dengan Agam yang ikut nyengir, sebelum menaikkan sudut bibirnya ke atas menatap adiknya.

"Nanti aku transfer," jawab Agam, membuang pandangannya, berbarengan dengan sorak gembira dari bibir adik perempuannya 

"Lima puluh ribu," lanjut Agam menghentikan sorakan Andien.

"Astaga... sekalian aja dua puluh ribu Kak!"

"Ya sudah," jawab Agam segera mengalihkan pandangannya ke arah Fahmi.

"Transfer ke rekening Andien dua puluh ribu Fa," ucap Agam.

"Ayolah Kak...," rengek Andien, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Mamanya.

"Tolonglah Ma... jangan panggil Kak Agam anak perawan lagi, apa Mama nggak bisa lihat betapa gantengnya kakakku ini? dia laki-laki tulen Ma, dia jejaka bukan perawan." ucap Andien, membela kakaknya demi uang jajannya.

"Transfer dua juta Fa," sahut Agam, yang di sambut dengan senyum semringah adik perempuannya.

Hanya dalam hitungan menit, bunyi pesan notifikasi pun masuk ke dalam ponsel Andin yang ada di dalam tas selempangnya.

"Terimakasih Kak...," ucap Andien yang di jawab dengan anggukan pelan kepala Agam.

"Tapi... apa Kakak yakin masih perjaka?" goda Andien tertawa, mengalihkan pandangan Agam menatapnya.

Berbarengan dengan Fahmi yang menahan tawa menundukkan kepalanya.

"Aku berangkat ya Ma? Kak Agam, Kak Fahmi? Assalamualaikum," ucap Andien, segera melarikan diri dari tatapan tajam kakak laki-lakinya.

"Kamu masih perjaka kan Gam?" tanya Mama Ratih, mengalihkan pandangan Fahmi dan Agam menatapnya.

Menciptakan tawa kikuk di bibir anak laki-lakinya, berbarengan dengan Fahmi yang terdiam menundukkan kepala menahan tawanya.

***

Sinar mentari belum begitu terik, karena waktu yang baru menunjuk ke pukul 09:30, terlihat motor sport hitam yang melaju dengan kecepatan sedang menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.

Yang di tunggangi seorang wanita, berjaket kulit hitam dengan helm full face berwarna hitam, yang membungkus kepala dan rambutnya yang  berkuncir kuda.

Segera menghentikan laju motornya di parkiran mini market, sebelum mematikan mesin motornya yang di ikuti dengan gerakan kakinya yang menstandarkan motor sportnya.

Mengalihkan pandangan dari banyaknya pasang mata yang ada di depan mini market menatapnya, merasa terkagum dengan  kecantikan alami yang tampak jelas di wajah blasterannya, meskipun dengan penampilan tomboy nya, sesaat setelah melepas helm yang di pakainya.

Tak membuatnya terganggu, segera turun dari motor sportnya, sebelum mengayukan langkahnya santai, masuk kedalam minimarket untuk membeli beberapa barang yang di butuhkannya.

Dia adalah Inez Letezia, seorang mahasiswi semester Akhir  yang masih berusaha 21 tahun.

Seorang Gadis cantik dengan wajah blasteran Jerman, yang di anugrahi Tuhannya dengan hidung yang mancung proposional.

Di tambah dengan bulu matanya yang lentik alami, menemani manik hitamnya yang terlihat indah.

Di sempurnakan lagi dengan kulit putihnya yang tampak mulus tanpa cela, terlihat kontras dengan bibir kemerahannya yang terlihat ranum.

Putri kedua dari Raimon Atmaja, pemilik dari Atmaja group, salah satu perusahan yang terkenal dan terbesar yang ada di kotanya.

Bersambung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Helen Puspita Dewi
Hujan tulisan (-nya), kurang nyaman kalau di baca.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status