LOVE FOR CEO

LOVE FOR CEO

last updateLast Updated : 2021-11-15
By:  Menook Bunda NadhiffaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
8.2
7 ratings. 7 reviews
86Chapters
40.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Agam Dirgantara, CEO dingin namun sableng di mata keluarganya. Lelaki tampan dan juga mapan di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, namun tak ingin lagi jatuh cinta, apalagi menikah akibat rasa trauma yang di deritanya. Hingga suatu hari, takdir harus mempertemukannya dengan Inez Letezia, gadis tomboy jago taekwondo. Mahasiswi semester akhir dengan cara yang tak baik, hingga membuat keduanya bertengkar dan bertikai tak ada habisnya. Bisakah keduanya jatuh cinta? Saling melengkapi kekurangan satu sama lain, sebelum akhirnya bisa membantu kesembuhan Agam dari masa lalu yang membayang? Ikuti terus kisahnya.

View More

Chapter 1

Bab 1. Prolog

"Agammm..." Teriak Mama Ratih, memukul kasar anaknya Agam yang tengah tertidur di atas ranjang dengan bantal.

Tepat di atas lutut Agam, mengejutkan laki-laki tampan yang tengah bermimpi indah.

"Astaga Ma..., kenapa sih mukul-mukul?" protes Agam kesal, segera duduk dari tidurnya, masih dengan mata yang menutup karena rasa kantuknya.

"Heh! ayo bangun Gam! jangan tidur aja kamu ini....!" ucap Mama Ratih.

Tak membuat anaknya membuka mata, kembali menjatuhkan tubuh tegapnya di atas kasur mengacuhkan Mamanya yang masih berdiri menatapnya.

"Ini aku sudah bangun Ma...," jawab Agam malas hampir tak terdengar di telinga mamanya.

"Duh Gusti... anak perawan ini ya...," ucap Mama Ratih kesal, kembali memukul kaki anak sulungnya dengan bantal, sebelum terdiam, karena Agam yang membuka mata segera duduk protes kepadanya.

"Aku ini laki-laki Ma! aku ini laki-laki! Astaga...." protes Agam frustasi, mengacak rambut hitam legamnya yang berantakan mendengus kesal.

"Aku ini lelaki tulen Ma... bisa nggak sih kata perawan itu di hilangin? ganti dengan anak jejaka, kan enak di dengar telinga?" protesnya lagi.

"Kalau memang benar kamu ini lelaki tulen cepat buruan nikah! buktikan ke Mama kamu ini kalau kamu bisa buatin Mama cucu!" jawab Mama Ratih, membuat anak sulungnya itu berdecak kesal segera turun dari ranjang menatapnya.

"Aku bisa buatin Mama cucu Ma... astaga... nggak percayaan banget sih sama anak sendiri? mau cucu berapa Mama? Empat? lima? enam?" tantang Agam sebelum menggosok cepat lengan kanannya yang di pukul Mamanya.

"Jangan bercanda kamu ya! mumpung Mama kamu ini masih hidup! cepat kamu nikah!"

"Ah! kenapa ngomongin mati sih? horor tau nggak Mah?" ucap Agam sebelum mencondongkan tubuh tegapnya memeluk Mamanya.

"Jangan berani mati sebelum aku mengizinkannya Ma..." bisik Agam di telinga Mamanya sebelum berteriak karena pukulan mamanya yang kembali melayang ke lengannya.

"Kamu pikir kamu ini Tuhan? ha?" ucap Mama Ratih.

"Ya Tuhan...sebenarnya aku ini anak Mama bukan sih? senang sekali nyiksa anak sendiri?" protes Agam sebelum tertawa karena cubitan gemas Mama Ratih di hidung mancungnya.

"Mama gemas ya sama ketampananku?" goda Agam manja dengan kerlingan matanya, beradu pandang dengan mama Ratih yang mencebikkan bibir mengulurkan tangan mendekati wajahnya.

"Lebai lebai lebai!" pukul Mama Ratih pelan, berulang kali ke bibir merah putra sulungnya.

Sebelum menghentikan pukulannya, karena Agam yang tertawa, melangkahkan kaki mundur menghindarinya.

"Ayo cepat mandi sana! Sekretaris kamu sudah nunggu di bawah!" ucap Mama Ratih, mengayunkan langkahnya ke ranjang anaknya.

Ingin menata sprei kasur anaknya yang terlihat berantakan, berbarengan dengan Agam yang mengalihkan pandanganya ke arah jam dinding kamarnya yang menggantung.

"Astaga...! sudah jam sembilan! kok Mama nggak bangunin aku sih?" ucap Agam, segera berlari hendak masuk ke dalam kamar mandi, mengacuhkan Mama Ratih yang menegakkan tubuh dan berdiri menatapnya.

Sebelum berhenti melangkah, kembali membalikkan badannya menatap mamanya.

"Ahh... tapi aku kan pimpinannya Ma? pemilik perusahaan! kenapa juga harus tergesa!" ucap Agam, sebelum tertawa, menangkap bantal yang kembali melayang ke arahnya.

"Jangan sombong kamu ya? mau jadi apa kamu kalau nggak disiplin?" sungut Mama Ratih.

"Jadi anak Sholehnya Mama," jawab Agam asal, kembali tertawa, segera masuk kedalam kamar mandi menghindari serangan bantal yang sudah di pegang Mamanya.

Meninggalkan Mama Ratih yang tersenyum, menggelengkan kepala pelan,  karena kelakuan sableng anak sulungnya, anak laki-laki satu-satunya yang telah menjadi tumpuan hidupnya setelah kematian suaminya.

Anak Sulung yang tak pernah berhenti menggodanya, untuk memastikan bibirnya selalu tertawa, karena Agam yang tak ingin melihat Mamanya bersedih meskipun hanya sejenak.

Ya...dia seorang Agam, Agam Dirgantara, Seorang pengusaha sukses di bidang properti yang ada di kotanya, dengan berbagai proyek perumahan elite yang di pegangnya di dalam kota maupun di luar kota.

Pemilik PT. Dirgantara Property, perusahaan Developer ternama yang telah memiliki banyak sekali proyek perumahan Elite dengan harga yang fantastis untuk setiap unit rumah yang di jual perusahaanya.

Namun sayang, di usianya yang sudah tergolong matang, 31 tahun, Agam belum juga menemukan pasangan hidupnya, yang akan menemaninya di dalam setiap suka dan dukanya.

Bukan karena dia yang tak tampan, karena kenyataanya dia sangat tampan, dengan bola mata coklat dan hidung mancungnya, rahang yang sangat tegas dan kulitnya yang putih mulus di tambah dengan tubuh tegapnya yang tinggi dengan bagian-bagian otot yang terlihat sempurna.

Tapi karena rasa traumanya, karena hatinya yang tak bisa terbuka untuk wanita lain selain almarhumah calon istrinya, yang telah meninggal dua hari sebelum pernikahannya, enam tahun yang lalu.

Karena kecelakaan naas yang merenggut nyawa kekasih hatinya, pemilik hatinya, hingga membuatnya kehilangan belahan jiwanya, calon istri terbaiknya.

***

"Selamat pagi Kak...," sapa Andien, adik satu-satunya Agam yang berusia 21 tahun. Mahasiswa semester akhir di sebuah universitas ternama yang ada di kotanya

Seorang atlet taekwondo,  yang telah membawa nama harum universitasnya dalam kejuaraan nasional.

Sedang menikmati sarapannya, roti bakar dengan selai coklat di kursi meja makan, beradu pandang dengan  Agam yang baru keluar dari kamar mendekatinya.

"Selamat pagi An..., kamu nggak kuliah?" tanya Agam, sudah dengan setelan jas kerjanya menatap Andien yang menggeleng pelan menjawab pertanyaannya.

"Males Kak!" jawab Andien, membulatkan mata Agam, reflek meraih sendok yang ada di dekatnya untuk di lemparkannya cepat kepada adik perempuannya.

Hap

Andien pun berhasil menangkapnya, dengan cepat segera nyengir menatap Kakak laki-lakinya.

"Lumayan...," puji Agam, karena kegesitan adiknya, segera memakan roti bakar yang telah di siapkan untuknya di atas piring.

"Kuliah siang Kak," jawab Andien disela kunyahannya.

Tak ingin menjawab Kalimat adiknya, Agam hanya mengunyah dan menikmati roti bakar isi selai kacang kesukaannya.

Sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Fahmi 31 tahun, Sekretaris utamanya, sahabat terbaiknya yang menemaninya dari Agam yang bukan siapa-siapa menjadi Agam yang berkuasa.

"Makan Fa," tawar Agam, kepada Fahmi Sekretarisnya.

"Aku sudah sarapan, nasi goreng spesial buatan istriku yang spesial!" jawab Fahmi, segera menarik salah satu kursi makan di seberang Andien.

Mencebikkan bibir Agam masih menikmati sarapannya.

"Istriku punya teman Gam, cantik, badannya juga aduhai."

"Aduhaian mana sama badan istri kamu?" jawab Agam, merasa kesal dengan kalimat sahabatnya yang terus saja mengajukan proposal.

Penawaran untuk memperkenalkannya kepada seorang wanita yang tak pernah di setujuinya.

"Astaga...lancang sekali mulut anak perawan ini ya...," sungut Mama Ratih, mengayunkan langkahnya mendekati meja makan, mengalihkan pandangan Agam, Fahmi dan Andien menatapnya.

"Ayolah Ma... aku laki-laki..." protes Agam, segera menenggak segelas air putih yang ada di dekatnya, menatap Mamanya yang hendak duduk di sebelah adiknya.

"Apa kamu percaya dia laki-laki Fa?" goda Mama Ratih, mengalihkan pandangannya menatap Sahabat dari anaknya.

"Sepertinya nggak Tante, nggak ada laki-laki yang takut menikah." Jawab Fahmi,  menciptakan tawa ejek di bibir Agam.

"Kamu percayakan Ndin kalau kakakmu ini laki-laki?" ucap Agam kepada Andien, ingin mencari pembelaan dari adik perempuannya.

"Bilang iya atau aku potong uang jajan kamu!" ancam Agam.

"Hahahaha," tawa kikuk Andien, mengalihkan pandangannya ke arah mamanya.

"Aku berangkat dulu ya Ma?" ucap Andien tak ingin menjawab pertanyaan kakaknya, segera berdiri dari duduknya setelah mencium tangan Mama Ratih.

"Kemana?" tanya Agam.

"Ketemu teman," jawab Andien.

"Laki Perempuan?" selidik Agam.

"Perempuan, cantik, atlet taekwondo juga jomblo, mau aku kenalin?" jawab Andien.

"Bau kencur!" sahut Agam, membuang pandangannya mencebikkan bibirnya.

Menggelengkan Kepala Mama Ratih menatapnya, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Andien.

"Hati-hati ya Ndin?" ucap Mama Ratih, yang di jawab dengan anggukan pelan kepala Andien, sebelum membalikkan badannya hendak mencium tangan kakaknya.

"Apa?" sewot Agam.

"Salim Kak...sensi banget sih?" jawab Andien, sebelum mencium tangan kakaknya.

"Apa lagi?" tanya Agam, menatap tangan kanan Adiknya yang kembali terulur kedepannya.

"Uang jajan," jawab Andien nyengir, beradu pandangan dengan Agam yang ikut nyengir, sebelum menaikkan sudut bibirnya ke atas menatap adiknya.

"Nanti aku transfer," jawab Agam, membuang pandangannya, berbarengan dengan sorak gembira dari bibir adik perempuannya 

"Lima puluh ribu," lanjut Agam menghentikan sorakan Andien.

"Astaga... sekalian aja dua puluh ribu Kak!"

"Ya sudah," jawab Agam segera mengalihkan pandangannya ke arah Fahmi.

"Transfer ke rekening Andien dua puluh ribu Fa," ucap Agam.

"Ayolah Kak...," rengek Andien, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Mamanya.

"Tolonglah Ma... jangan panggil Kak Agam anak perawan lagi, apa Mama nggak bisa lihat betapa gantengnya kakakku ini? dia laki-laki tulen Ma, dia jejaka bukan perawan." ucap Andien, membela kakaknya demi uang jajannya.

"Transfer dua juta Fa," sahut Agam, yang di sambut dengan senyum semringah adik perempuannya.

Hanya dalam hitungan menit, bunyi pesan notifikasi pun masuk ke dalam ponsel Andin yang ada di dalam tas selempangnya.

"Terimakasih Kak...," ucap Andien yang di jawab dengan anggukan pelan kepala Agam.

"Tapi... apa Kakak yakin masih perjaka?" goda Andien tertawa, mengalihkan pandangan Agam menatapnya.

Berbarengan dengan Fahmi yang menahan tawa menundukkan kepalanya.

"Aku berangkat ya Ma? Kak Agam, Kak Fahmi? Assalamualaikum," ucap Andien, segera melarikan diri dari tatapan tajam kakak laki-lakinya.

"Kamu masih perjaka kan Gam?" tanya Mama Ratih, mengalihkan pandangan Fahmi dan Agam menatapnya.

Menciptakan tawa kikuk di bibir anak laki-lakinya, berbarengan dengan Fahmi yang terdiam menundukkan kepala menahan tawanya.

***

Sinar mentari belum begitu terik, karena waktu yang baru menunjuk ke pukul 09:30, terlihat motor sport hitam yang melaju dengan kecepatan sedang menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.

Yang di tunggangi seorang wanita, berjaket kulit hitam dengan helm full face berwarna hitam, yang membungkus kepala dan rambutnya yang  berkuncir kuda.

Segera menghentikan laju motornya di parkiran mini market, sebelum mematikan mesin motornya yang di ikuti dengan gerakan kakinya yang menstandarkan motor sportnya.

Mengalihkan pandangan dari banyaknya pasang mata yang ada di depan mini market menatapnya, merasa terkagum dengan  kecantikan alami yang tampak jelas di wajah blasterannya, meskipun dengan penampilan tomboy nya, sesaat setelah melepas helm yang di pakainya.

Tak membuatnya terganggu, segera turun dari motor sportnya, sebelum mengayukan langkahnya santai, masuk kedalam minimarket untuk membeli beberapa barang yang di butuhkannya.

Dia adalah Inez Letezia, seorang mahasiswi semester Akhir  yang masih berusaha 21 tahun.

Seorang Gadis cantik dengan wajah blasteran Jerman, yang di anugrahi Tuhannya dengan hidung yang mancung proposional.

Di tambah dengan bulu matanya yang lentik alami, menemani manik hitamnya yang terlihat indah.

Di sempurnakan lagi dengan kulit putihnya yang tampak mulus tanpa cela, terlihat kontras dengan bibir kemerahannya yang terlihat ranum.

Putri kedua dari Raimon Atmaja, pemilik dari Atmaja group, salah satu perusahan yang terkenal dan terbesar yang ada di kotanya.

Bersambung.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Elok Fatimah
Bagus ceritanya. Beda dengan yang lain. yang belum baca harus baca ya?...
2022-03-01 23:32:07
0
user avatar
Rein_Angg
CEO sableng tapi bikin lumer pembacanya ... keren nih ceritanya
2022-01-05 18:03:35
0
user avatar
Muharati Abu Bakar
Menarik ceritanya.
2022-01-03 11:09:48
1
user avatar
Muharati Abu Bakar
.................. Menarik......
2022-01-03 05:09:51
0
user avatar
Abeh Lagee
lumayan buat saya
2022-03-22 21:21:54
0
user avatar
yanti purwanti
suka,suka,suka,suka.........
2022-06-15 22:56:00
0
default avatar
TRD Simulator Game
jalan ceritanya ama nama" karakternya gk sesuai amat.
2024-12-17 10:07:21
0
86 Chapters
Bab 1. Prolog
"Agammm..." Teriak Mama Ratih, memukul kasar anaknya Agam yang tengah tertidur di atas ranjang dengan bantal.Tepat di atas lutut Agam, mengejutkan laki-laki tampan yang tengah bermimpi indah."Astaga Ma..., kenapa sih mukul-mukul?" protes Agam kesal, segera duduk dari tidurnya, masih dengan mata yang menutup karena rasa kantuknya."Heh! ayo bangun Gam! jangan tidur aja kamu ini....!" ucap Mama Ratih.Tak membuat anaknya membuka mata, kembali menjatuhkan tubuh tegapnya di atas kasur mengacuhkan Mamanya yang masih berdiri menatapnya."Ini aku sudah bangun Ma...," jawab Agam malas hampir tak terdengar di telinga mamanya."Duh Gusti... anak perawan ini ya...," ucap Mama Ratih kesal, kembali memukul kaki anak sulungnya dengan bantal, sebelum terdiam, karena Agam yang membuka mata segera duduk protes kepadanya."Aku ini laki-laki Ma! aku ini laki-laki! Astaga..
last updateLast Updated : 2021-09-06
Read more
Bab 2. Pertemuan Pertama
"Kenapa kamu?" tanya Fahmi, sudah duduk di kursi penumpang depan, bersebelahan dengan supir pribadi sahabatnya.Melihat Agam yang terlihat lesu, dari pantulan kaca spion yang ada di depannya.Mengalihkan pandangan Agam yang sedang duduk sendiri di kursi belakang penumpang beradu pandang.Tak membuat Agam bersuara, hanya diam tak ingin menjawab pertanyaan Fahmi, segera mengalihkan kembali pandangannya ke luar jendela kaca mobilnya.Menatap jalanan kota yang terlihat lenggang, mengacuhkan helaan nafas Fahmi yang masih memperhatikannya dari dalam spion."Kamu butuh sesuatu?" tanya Fahmi, menggeser duduknya untuk bisa menoleh, menatap sahabatnya yang telah berganti kepribadian, tak lagi bersikap sableng sama seperti waktu lalu saat di rumah."Turunkan aku di minimarket terdekat, aku ingin beli minuman," jawab Agam, dengan suara datarnya, tak mengalihkan pandangannya ke arah Fa
last updateLast Updated : 2021-09-06
Read more
Bab 3. Mak Comblang
Flashback sehari sebelum pertemuan Andien dengan Inez. Mentari hampir terbenam, tak meninggalkan sinarnya beranjak pergi menuju peraduan. Terlihat di rumah mewah berlantai dua kediaman Agam, Andien berlari masuk ke dalam rumah, melewati pintu utama mencari keberadaan mamanya. "Mama mana Bi?" tanya Andien, kepada Bi Rina wanita paruh baya asisten rumah tangga di rumahnya. "Di kamar Mbak," jawab Bi Rina. "Terimakasih Bi...," ucap Andien, kembali Mengayunkan langkahnya cepat, setengah berlari menuju salah satu kamar yang ada di lantai satu. "Ma...Mama..." Teriak Andien, menggedor pintu kamar mamanya yang tertutup, mengejutkan hati Mama Ratih. Baru keluar dari dalam kamar mandi  yang ada di dalam kamarnya, masih memakai jubah handuk putih yang membungkus badannya yang masih terlihat langsing di usianya yang tak lagi muda.
last updateLast Updated : 2021-09-06
Read more
Bab 4. Tendangan Inez
"Aku balik dulu ya Nes?" ucap Andien, segera berdiri dari duduknya di seberang Inez, mengalihkan pandangan temannya yang sedang sibuk dengan berbagai macam outner file dari perusahaan Kakaknya menatapnya."Ada kelas ya?" tanya Inez tak menutup outner yang dibawanya."Iya, kelasnya dosen Killer!" jawab Andien menciptakan senyum tipis di bibir Inez."Ya sudah hati-hati, siapin mental kamu ya?" goda Inez yang di jawab dengan kekehan kecil Andien.Segera meraih tasnya yang ada di atas sofa, sebelum mengayunkan langkahnya menghampiri kakaknya yang terlihat sibuk duduk di kursi keberasaran tak menatapnya."Aku balik dulu ya Kak?""Kemana kamu? temanmu nggak kamu ajak balik?" jawab Agam, menegakkan kepala Inez menatapnya."Sabar Nez sabar... demi skripsi mu..." Batin Inez, menggelengkan kepala pelan, dengan tarikan nafasnya yang sangat panjang, berusaha keras untuk menurunkan ego di hatinya segera membuang pandangannya."Aku ada kelas
last updateLast Updated : 2021-09-06
Read more
Bab 5. Bodyguard
Jam makan siang hampir saja selesai, kantin yang seharusnya ramai dengan para pegawai nampak sepi dengan beberapa pegawai yang masih tersisa.Terlihat Agam, duduk tenang menikmati suap demi suap nasi beserta lauk yang telah di pesannya.Duduk berhadapan dengan Inez yang terlihat lahap menghabiskan cepat nasi dan lauk yang ada di piring mengacuhkannya."Sudah berapa hari kamu nggak makan?" sindir Agam, setelah menelan makanan yang ada di mulutnya, menegakkan kepala Inez menatapnya."Empat hari," jawab Inez Asal, kembali memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.Tak ada gengsi, tak ada rasa jaim meskipun makan bersama dengan laki-laki tampan yang baru di kenalnya, jauh berbeda dengan kebanyakan gadis lain di luar sana.Yang akan makan dengan perlahan, sesuap demi sesuap, hanya untuk menjaga Imagenya sebagai seorang perempuan yang anggun dan cantik.Hingga
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more
Bab 6. Menahan Emosi
Senja mulai beranjak, karena waktu siang yang telah berganti, menjadi sore hari dengan suasana mendung yang masih bergelayut.Terlihat Agam dan Inez, duduk berdekatan di sebuah kafe yang tak begitu ramai, bersama dua laki-laki paruh baya yang duduk di seberangnya, belum juga menyelesaikan meeting setelah hampir satu jam lamanya."Terimakasih Pak, saya tunggu kabar baiknya," ucap Agam, berdiri dari duduknya, menjabat tangan kliennya bergantian, di ikuti dengan senyum ramah Inez, yang menganggukkan kepala pelan, sebagai bentuk sopan santunnya sebagai Sekretaris sementara Agam."Minuman kamu habis, mau pesan lagi?" tanya Inez, dengan sikapnya yang di buat sebaik mungkin, mengalihkan pandangan Agam menatapnya."Nggak perlu!" jawab Agam, masih berdiri di tempatnya, mengancingkan kembali jas kerjanya yang terbuka."Masukkan semua berkasnya, kita pulang sekarang!" lanjut Agam, segera mengayunkan
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more
Bab 7. Pacar?
Langit hampir menggelap, Adzan maghrib pun telah lama terdengar.Terlihat mobil Agam yang di kendarai Inez melesat dengan kecepatan sedang menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.Menuju rumah Agam, karena undangan makan malam dari Mama Ratih yang memaksanya untuk datang.Sebelum mengalihkan pandangannya, ke arah ponselnya yang berdering di dalam  tas punggungnya yang bertengger tenang di kursi penumpang di sebelahnya.Berusaha membuka resleting tasnya, sesaat setelah meraih tas punggung hitamnya, masih dengan pandangannya yang lurus kedepan, terlihat kerepotan."Kalau nyetir itu fokus!" ucap Agam, mengalihkan pandangan Inez ke arah spion yang ada di depannya."Kamu nggak dengar ponselku berbunyi?" jawab Inez, sebelum tersentak dengan gerakan tangan Agam yang meraih tas punggungnya kasar, hendak membantunya membuka resleting tas untuk mengambil ponsel di dalamnya. "Tolong sekalian headseatnya ya?" tambah Inez, membuat
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more
Bab 8. Kemarahan Papa Raimon
"Ayo di makan Nez, di nikmati makanannya," ucap Mama Ratih, duduk di meja makan di seberang Inez bersebelahan dengan putrinya Andien.Tanpa Agam, karena Agam yang belum juga keluar dari kamarnya untuk ikut bergabung di meja makan."Iya Tante terimakasih," jawab Inez, dengan senyum termanisnya segera menyendok nasi dan lauk yang ada di depannya, di ikuti dengan Andien setelahnya."Tante nggak makan?" tanya Inez, karena Mama Ratih yang terdiam, hanya menatapnya dalam tak menyentuh makanan yang di sajikan."Nanti Tante nunggu Agam,""Saya makan dulu nggak papa ya Tante? perut saya sudah meronta ingin minta makan," ucap Inez terkekeh yang di ikuti dengan senyum Andien dan Mama Ratih."Ayo silahkan jangan sungkan-sungkan, habisin semuanya juga nggak papa Nez," jawab Mama Ratih mempersilahkan."Ngomong-ngomong tadi kamu nggak di kasih makan ya sama Agam? kok sam
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more
Bab 9. Tamparan Papa
"Inez!!!" pekik Papa Raimon Akhirnya, menyentakkan hati Inez, segera mengangkat kepalanya cepat beradu pandang.Dengan matanya yang memerah, menahan tangis yang tak ingin di keluarkannya, berusaha membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Papanya.Sebuah jawaban yang dia sendiri pun tak mengetahuinya, karena kebohongan yang di buatnya, hanya untuk harapannya agar bisa membatalkan rencana pertunangannya dengan Andre laki-laki yang tak pernah ada di hatinya."Buka mulut kamu! jawab pertanyaan Papa!" lanjut Papa Raimon dengan sorot mata tajamnya mengintimidasi putri bungsunya."Aku nggak mau bertunangan dengan Andre Pa," jawab Inez akhirnya.Menciptakan senyum getir di bibir Papa Raimon membuang pandangannya ke sembarang arah."Kenapa? karena kamu nggak mencintainya?" tanya Papa Raimon dengan detak jantungnya yang berpacu sangat cepat kembali mengalihkan pandangannya menatap
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more
Bab 10. Sakit Apa?
Waktu telah beranjak siang, di saat jam tangan yang di kenakan Inez telah menunjuk ke pukul sembilan lebih lima belas menit.Terlihat Inez, baru turun dari motor sport hitamnya, sudah memarkirkan motornya dengan baik segera mengayunkan langkahnya cepat, setengah berlari masuk ke dalam loby Dirgantara property.Ingin memulai tugas sementaranya sebagai Sekretaris Agam, laki-laki dingin yang emosional.Hanya untuk memanfaatkan otak pemilik perusahaan property itu sebagai bala bantuan skripsi yang harus di kerjakannya.Masih setengah berlari, dengan pandangannya lurus ke depan menuju pintu lift yang di peruntukkan untuk semua pegawai.Dengan sikapnya yang terlihat tak sabar, menunggu dengan gelisah tepat di depan pintu lift yang masih menutup tak kunjung terbuka."Besok datang jam delapan! jangan sampai telat!" Kalimat Agam yang terngiang di kepalany
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status