Share

第 4 集

Sesuai perintah Raja Langit, Feng Yun melakukan pencarian terhadap adiknya, Feng Liu dan Putri Zi Xiang. Ia juga dibantu oleh Nan Xing. Siapa tahu ada catatan khusus di buku nasib yang bisa mendeteksi keberadaan sang adik. Tapi hingga hampir setengah bulan ini, tidak ditemukan sedikit pun petunjuk.

Hal ini membuat Nan Xing menarik kesimpulan. "Mereka tidak bersembunyi di dunia fana, Yang Mulia."

"Tapi di mana?" Pertanyaan itu tidak Feng Yun tujukan pada Nan Xing, tetapi pada dirinya sendiri juga. "Hukuman bagi Feng Qian didengar hampir banyak kalangan karena mulut si Ratu Kupu-Kupu tidak bisa dijaga. Lalu ia mulai menganalisa sesuatu. "Seharusnya, jika Feng Liu masih di alam keabadian, dia pasti mendengar kabar ini." Tangan Feng Yun mengepal. "Dasar! Anak tidak berguna!" umpatnya kemudian.

"Mohon, Yang Mulia jangan termakan kesimpulan hamba dulu. Mungkin juga saat ini Pangeran Langit Keenam punya kesulitan." Nan Xing berusaha menenangkan sang pangeran.

"Oh ya, bagaimana keadaan Feng Qian di dunia fana? Bencana perasaan seperti apa yang akan dialaminya?" Feng Yun juga masih harus kepikiran dengan adik bungsunya.

"Menurut hitungan waktu, sudah 20 hari Tuan Putri berada di dunia fana. Satu hari di alam keabadian sama dengan satu tahun di dunia fana. Seharusnya dia sudah dewasa sekarang. Tidak lama lagi, bencana perasaannya akan datang."

"Kuharap setelah ini dia akan menjadi lebih dewasa. Aku tidak sabar ingin memberi Feng Liu pelajaran karena sudah melibatkannya." Sebagai yang paling tua, Feng Yun lumayan gemas dengan sikap adik keenamnya itu.

*

Hampir satu tahun lamanya Li Yuan dan Shen Hua tinggal bersama. Pria itu melakukan semua pekerjaan lelaki. Membelah kayu, mengangkat air, juga berburu. Ia juga menemani Shen Hua pergi ke kota menukar ubi dengan beras.

"Li Yuan, sesekali, nanti kita tukar ubinya dengan daging," ujar Shen Hua. Maksdunya daging ayam. Ia tahu di pasar ini ada yang menjual menu makanan dengan daging ayam yang lezat. Walau belum pernah makan, tetapi dari aromanya. "Kau bekerja keras sepanjang hari, butuh makanan yang lebih sehat."

"Kau mau makan daging?" tanya Li Yuan.

"Bukan begitu," jawab Shen Hua. "Hanya saja, selama ini kau makan terlalu apa adanya."

Gadis satu ini sungguh memesona saat bicara. Li Yuan tersenyum. "Aku bukan pemilih soal makan. Apa saja yang kau masak, aku pasti makan."

"Benar, tidak apa-apa?" Shen Hua begitu polos. Ia tidak ingin nantinya Li Yuan merasa jenuh dan memilih pergi.

Tiba-tiba, Li Yuan menggandeng tangan Shen Hua. "Hari ini, ayo kita makan sesuatu yang lezat. Aku yang bayar."

"Memangnya kau punya uang?" Wajar Shen Hua bertanya demikian. Karena mereka hampir tidak pernah keluar ke kota. Li Yuan juga tidak pernah membeli sesuatu.

"Tadi aku menjual giok peninggalan keluarga. Tidak apa. Hanya giok biasa. Uangnya bisa kita simpan untuk keperluan sehari-hari."

"Hah?" Shen Hua terkejut, dan sepasang mata sipitnya terbelalak. "Kau menjual barang peninggalan keluargamu?" Shen Hua jadi merasa tidak enak hati.

"Ayo, kita cari restoran! Jangan sampai giokku terjual sia-sia karena kau tidak mau makan." Hibur Li Yuan.

Shen Hua akhirnya tersenyum. "Kau ini ada-ada saja."

Kedua muda-mudi itu masuk ke sebuah restoran. Memesan beberapa menu makanan yang lezat. Juga arak.

"Li Yuan, kau yakin kita akan makan di sini?" tanya Shen Hua. "Pasti sangat mahal."

Mereka sudah berdiri di depan sebuah restoran yang dipadati banyak pengunjung. Hampir tidak ada meja yang kosong. Orang pergi, baru dilap sebentar, datang orang lain yang menempati. Selain ramai, juga tercium aroma makanan yang sangat lezat dari dalam sana.

"Sesekali memanjakan diri dengan makanan lezat, itu hal yang lumrah. Tidak apa-apa. Mulai besok, kita berhemat lagi. Kita akan mencari lebih banyak hasil hutan, dan menukarnya dengan beras, juga makanan lainnya. Bagaimana?"

"Tapi ..." Shen Hua tidak bisa membayangkan, berapa banyak uang yang akan mereka habiskan hari ini. Ia hanya pasrah, ketika Li Yuan menarik tangannya dan memasuki restoran tersebut. Mereka menempati sebuah meja kosong yang baru selesai dibersihkan.

Li Yuan pun memesan beberapa menu makanan.

"Li Yuan, kau pesan banyak sekali. Nanti uangmu habis," komentar Shen Hua.

"Sudah, jangan bicara lagi. Itu makanannya datang," kata Li Yuan.

Seorang pelayan membawa pesanan Li Yuan, berupa ayam rebus berempah dan sayuran. Juga dua mangkuk nasi, dan arak. Menaruhnya di meja mereka. "Ayo kita makan!" Li Yuan menyumpitkan sepotong daging ayam dan menaruhnya di atas mangkuk Shen Hua yang sudah berisi penuh dengan nasi.

Gadis itu tidak lagi mengungkapkan kekhawatirannya. Ia makan dengan tenang. Saking tenangnya, ia bahkan tidak sadar Li Yuan terus menatapnya.

Selama beberapa waktu belakangan ini, Li Yuan merasa bagai menemukan rumahnya di sisi Shen Hua. Tidak seperti puluhan ribu tahun kehidupannya yang selalu kesepian. Diisi dendam juga peperangan. Hidupnya dikuasai ambisi untuk menaklukkan berbagai hal. Sebagai putra mahkota dari Suku Iblis, bolehkah dirinya punya perasaan khusus pada wanita dari dunia fana ini?

"Shen Hua ...," panggil Li Yuan.

"Ya?" jawab Shen Hua, setelah menelan kunyahan makanannya.

"Maukah kau ..." Agak ragu Li Yuan mengatakannya.

"Mau apa?" Tanya Shen Hua. Kata-kata Li Yuan memang mengundang penasaran baginya.

"Ee... maukah kau membawa pulang makanan ini? Terlalu banyak. Sayang kalau tidak habis." Astaga. Kenapa Li Yuan malah membahas makanan?

"Tentu saja. Aku juga sudah kenyang." Shen Hua menyetujuinya.

Li Yuan pun memanggil pelayan.

Memang ada yang ingin Li Yuan katakan. Ada yang ingin dimintanya. Ada yang hendak ia lakukan bersama Shen Hua. Namun begitu sulit mengutarakan dengan kata-kata. Ia khawatir hal ini tidak mendapatkan restu dari alam keabadian.

*

Suatu hari di dalam hutan. Ketika mereka pergi mencari tanaman obat. Sambil Shen Hua memetik tanaman, Li Yuan berburu binatang yang bisa dimakan dengan peralatan memanah.

"Li Yuan, tanamannya sudah banyak!" kata Shen Hua agak berteriak, karena posisi mereka berjauhan. Gadis itu berdiri, dan hendak menghampiri Li Yuan. "Ayo, kita pulang!" Tiba-tiba, tanah yang diinjak Shen Hua amblas dan runtuh. Ia menjerit, saat tubuhnya terperosok jatuh.

Li Yuan yang melihat itu segera menolong.

Tubuh Shen Hua terguling jatuh hingga terjun ke jurang. Li Yuan melompat, sambil meraih akar rotan, hingga akhirnya berhasil menangkap tubuh Shen Hua. "Tenang! Aku sudah memegangimu. Tidak apa-apa." Ia mendekap tubuh Shen Hua.

Gadis itu menangis ketakutan. "Tolong! Tolong! Aku tidak mau jatuh!"

"Kita tidak akan jatuh!" seru Li Yuan, sambil memperhatikan posisi mereka dan sekitarnya, memikirkan cara. "Percayalah padaku."

Shen Hua begitu erat memeluk Li Yuan. Masih menangis dan tubuhnya gemetaran. Apa lagi melihat tingginya jarak posisi mereka dan landasan di bawah.

"Pejamkan matamu. Jangan lihat ke bawah," kata Li Yuan memberikan instruksi.

Shen Hua menurut. Ia menyembunyikan pandangannya di bahu pria itu.

Li Yuan mempertimbangkan untuk mengerahkan salah satu jurus agar bisa melompat kembali ke atas, atau sekalian terjun ke bawah? "Apapun yang terjadi, jangan membuka mata. Ya?"

Gadis itu mengangguk. Kemudian Shen Hua merasakan tubuhnya diterpa udara yang cukup keras. Berguncang hebat. Hingga terasa berdebum yang juga lumayan keras. Namun tubuhnya sama sekali tidak menghantam tanah. Mereka berguling sebentar, lalu berhenti di tengah padang rumput yang datar.

Shen Hua membuka matanya. Ia mendapat dirinya berada dalam pelukan Li Yuan. Pria itu menggunakan badannya melindungi Shen Hua agar tidak menghantam tanah. Rupanya mereka terjun dari ketinggian dan mendarat di dasar jurang. "Li Yuan!" panggilnya.

Li Yuan malah terpejam. Membuat Shen Hua takut.

"Li Yuan, bangun!" Shen Hua mengguncang-guncangkan tubuh pria itu. "Tolong jangan mati. Jangan menakutiku seperti ini." Shen Hua pun menangis "Bangun!"

Kemudian, tangan Li Yuan bergerak, dan ia mendekap Shen Hua. "Aku belum mati. Jangan menangis."

Tangisan duka langsung berubah menjadi tangisan bahagia. Shen Hua memeluknya.

Peristiwa itu membawa perubahan bagi kedua hati mereka. "Dua kali kau melakukan hal yang besar untukku. Kau membasmi beruang di hutan, dan membuatku bisa bekerja dengan aman. Dan hari ini kau menyelamatkan hidupku. Tekadku sudah bulat." Shen Hua berkata dengan sungguh-sungguh. "Mulai saat ini, hidupku adalah milikmu."

"Apa maksudmu?" Awalnya Li Yuan tidak mengerti.

"Aku ingin menjadi istrimu. Meski statusku tidak jelas. Meski mungkin jadi istri yang tidak dianggap. Aku akan melayanimu seumur hidupku."

Li Yuan tidak tahu harus bereaksi apa. Seharusnya kata-kata lamaran keluar dari mulut pria. "Kau mau menikah denganku?"

Wajah Shen Hua langsung bersemu. Ia tersipu malu dan mulai salah tingkah. Hanya hal ini yang terpikirkan olehnya. Apa yang lebih berharga dari diri seorang wanita, selain kesuciannya? Untuk ditukar dengan nyawa pun masih bisa sepadan. "Maaf, aku jadi terkesan tidak punya harga diri dengan meminta menikah lebih dulu."

Tidak banyak bicara. Li Yuan memegang wajah Shen Hua. Mencium bibirnya. Kemudian berkata, "Aku mencintaimu."

Shen Hua tersenyum. Rupanya perasaan mereka saling berbalas. Ia langsung memeluk pria itu dengan penuh kebahagiaan.

*

Istana Langit.

Seorang lelaki tua berambut putih dan janggut putihnya yang menjuntai hingga ke dada, tergopoh-gopoh memasuki Gerbang Selatan Istana Langit. Penjaga gerbang tahu siapa dia. Dewa Bumi. Ia dipersilakan masuk.

Jujukan Sang dewa adalah Istana Utama, tempat Raja Langit bersinggasana. Ia hendak melaporkan sesuatu pada Raja Langit. Di tengah jalan, bertemu dengan Pangeran Song Lian, adik sang raja.

"Dewa Bumi, apa yang membuat Anda datang dengan tergesa-gesa dan panik seperti ini?" tanya Pangeran Song Lian.

"Ada yang hendak hamba laporkan pada Yang Mulia Raja Langit," jawab Dewa Bumi.

"Kakanda Raja Langit sedang berada di Taman Keberanian, melihat para Tentara Langit berlatih," kata Pangeran Song Lian. "Ayo, kuantarkan Anda ke sana."

Dewa Bumi pun mengikuti langkah sang pangeran.

Raja Langit menyambut kedatangan Dewa Bumi. "Apa yang terjadi, Dewa Bumi?" tanyanya, setelah meminta para tentara itu beristirahat.

"Tiba-tiba terjadi fenomena aneh. Air Sungai Roshui berubah jadi merah dan panas." Begitulah laporan yang disampaikan.

Raja Langit segera mengutus Feng Yun memeriksa apa yang terjadi.

Benar. Air sungainya berubah menjadi merah, tapi bukan darah. Juga panas, tapi tidak mendidih. Melihat fenomena ini, Feng Yun segera pergi ke Kun Lun menghadap Guru Besar Yue Yuan.

Ye Yuan segera menyelidiki dengan terawangannya. "Ada yang melanggar batas antara Suku Langit dan Suku Iblis. Jika pelanggaran batas itu tidak segera diatasi, bisa-bisa Diagram Yin Yang akan hancur, dan kedua leluhur iblis akan terbebas. Bisa kau bayangkan apa yang pasti terjadi. Aku akan menyelidikinya. Kau harus menjaga kestabilan air sungai. Karena air sungai itu mengalir ke beberapa lokasi di klan aliran putih."

Feng Yun berkata, "Baik, Guru!"

*

Kabar buruk yang terjadi di Sungai Roshui, menjadi kabar bahagia bagi Klan Iblis. Sang raja memerintahkan salah satu anak buahnya mencari Pangeran Li Yuan. Karena dirinya punya tugas penting. Tugas yang telah direncanakannya semenjak ribuan tahun silam. Ia tersenyum penuh harapan licik di benaknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status