Share

GANTUNG

Author: Kumara
last update Last Updated: 2022-06-10 15:24:43

Ruang rawat inap itu dominan gelap. Pada ranjang pasien, terbaring seorang wanita paruh baya dengan selang infus menancap pada punggung tangannya yang kurus kering keriput. Matanya yang cekung perlahan terbuka ketika pintu ruang rawat inap terbuka. Tampak siluet sesosok bertubuh tinggi. Meski inderanya sudah tidak mampu bekerja sempurna, tapi dia masih bisa mencium aroma parfum sosok tinggi yang baru hadir itu.

"Marko ...?" Suaranya yang lemah menyapa.

"Ya, Bu? Ini Marko."

Pintu ruang rawat inap ditutup kembali oleh Marko, lalu dia berjalan ke ranjang pasien tempat ibunya sedang terbaring lemah.

"Kenapa Ibu bangun? Tidur aja lagi, apa aku ganggu Ibu?" tanya Marko hati-hati.

"Mana mungkin kamu ganggu Ibu, Nak ... malahan Ibu kangen kamu, kamu yang Ibu tunggu-tunggu dari pagi ... akhirnya kamu datang juga, Ko."

Meski tampak lelah dan lemah, ibu Marko berusaha memaksa diri untuk tersenyum. Matanya yang sayu menatap puteranya dengan penuh kasih sayang. "Makasih ya, Marko. Maaf ... maaf buat semuanya, maaf udah menghalangi jalan kamu ..." ucapnya sedih.

"Aduh, Ibu ... itu lagi yang Ibu bahas. Aku males deh kalau topiknya udah soal ini," protes Marko.

"Riko mana?"

"Dia pulang dulu, biarlah malam ini dia tidur di rumah, istirahat dulu. Aku yang jaga Ibu malam ini, nggak apa-apa, kan?"

Ibu Marko mengangguk antusias. "Ibu juga kasihan liat adik kamu itu, hari-hari jadi harus ngejaga Ibu melulu, Ibu nggak enak jadinya, dia jadi nggak bisa fokus sama kuliahnya."

"Udahlah, Bu. Nggak perlu merasa nggak enak atau merasa bersalah gitu, memang sudah tugas kami sebagai anak, kami harus mengabdi sama Ibu. Ya kan?"

Marko dengan santainya mengambil satu tempat duduk lantas duduk di samping ranjang pasien.

"Tapi kamu nggak perlu berkorban sebanyak ini buat Ibu, Marko."

"Maksud Ibu apa?"

"Kamu ... kamu harus menikah, Nak ... kamu harus juga mulai mikirin masa depan kamu nanti mau seperti apa."

Satu helaan napas berat meluncur dari mulut Marko.

"Lagi-lagi, topik nggak jelas kayak gini yang Ibu bahas. Aku males deh, aku mau balik aja kalau ini yang mau Ibu omongin!"

"Heh ... jangan langsung marah gitu, Nak."

Dengan penuh perasaan sayang, ibu Marko mengelus punggung tangan puteranya.

"Bukan ada maksud apa-apa, Marko ... tapi kamu juga harus mikirin masa depan kamu juga--"

"Maksud Ibu, kayak Bang Miko?! Itu namanya egois, Bu!"

"Bukan egois, Nak ... bukan. Ibu ini udah tua, masa hidup Ibu berapa lama lagi, sih? Tapi jalan kamu masih panjang, kamu juga harus berumah tangga, kamu juga harus punya anak. Iya, kan? Kamu udah dua puluh tiga tahun, sebentar lagi kamu seperempat abad, udah bisa menikah. Gimana dengan pacar kamu, Dinda? Kalian--"

"Jangan dibahaslah, Bu. Aku nggak suka dengar nama itu."

"Kenapa, Marko? Kamu berantem sama Dinda?"

Mata Marko menerawang, tampaknya bingung harus menjawab pertanyaan ibunya seperti apa.

"Bukannya kamu udah mau genap setahun sama dia? Kenapa kalian? Udah putus?" desak ibu Marko seakan tak mau menyerah sebelum mendapat jawaban pasti dari puteranya.

"Belum putus, kok, cuma dibilang masih pacaran juga ..." Ucapan Marko menggantung.

"Kenapa?" desak ibu Marko sekali lagi.

"Ya. Kami nggak jarang ketemu akhir-akhir ini, karena aku juga udah lebih sibuk, kan. Dia juga baru dapat kerjaan juga, jadi mungkin lebih fokus sama kerjaannya sekarang."

"Yakin kamu? Kalian nggak berantem, kan?"

Mata Marko menatap tangan ibunya dengan nanar, bimbang.

"Nggak ada pertengkaran kok, Bu. Udahlah ya, Bu ... Ibu balik aja lagi tidur, aku mau ke toilet bentar."

Siapa pun tentu akan bisa menebak bahwa Marko sedang berusaha untuk menghindar dari pertanyaan tajam ibunya.

***

Marko memilih keluar dari ruang pasien, dia pergi ke balkon di luar, lalu menyalakan sebatang rokok. Kepulan asap putih keluar dari mulutnya, menghilang dan lebur di udara, sama seperti kalut pikirannya saat ini.

Dinda.

Nama itu sudah sebulan belakangan dia coba hindari, tapi tampaknya tak akan segampang itu untuk dia tepiskan dari hidupnya, terlebih jika itu untuk periode yang agak lama.

Masih tergambar dengan jelas bagaimana pertama kali Marko bertemu dengan Dinda. Dinda merupakan juniornya satu tingkat di kampus.

Gadis itu hampir sepenuhnya kebalikan dari dirinya. Marko tidak yakin seratus persen, tapi memang ada kemungkinan dia tertarik kepada Dinda karena gadis itu seperti kebalikan dari dirinya.

Dinda sangat ceria, populer, supel, memiliki banyak teman. Tipe social butterfly yang akan sangat aneh jika terlihat hanya seorang diri.

Bukan hanya populer di kalangan para gadis-gadis saja, Dinda juga sangat mempesona di mata para kaum adam, karenanya dulu saat Marko pertama kali terbuka soal hubungannya dengan gadis itu, ada banyak hati yang patah.

Dinda tidak hanya istimewa dari segi fisik dan kepribadian saja, tapi juga merupakan puteri tunggal dari seorang pemilik rumah sakit. Segala hal tentangnya memang bisa dibilang terlalu sempurna, terlalu baik untuk menjadi kenyataan.

Ada satu hal yang membuat hubungan mereka tetap terasa tawar meski sudah berjalan hampir dua tahun, Marko yang secara sadar masih belum menyadari perasaan dirinya sendiri.

Sejak semula, memang Dindalah yang mendekati Marko, Dindalah yang mengajaknya untuk berpacaran, dan Marko mengiyakan meski tak begitu yakin apa alasannya untuk menerima.

Marko percaya, cinta akan hadir seiring berjalannya waktu, cinta karena biasa, terbiasa bertemu hari demi hari. Namun, pemikirannya itu salah, sebab sampai tahun kemarin, saat Dinda bertanya ke arah mana hubungan mereka, Marko masih tak tahu harus menjawab seperti apa.

Bukan karena perbedaan status sosial yang membuat Marko ragu untuk menunjukkan keseriusan terhadap Dinda, namun karena dia tak mantap dengan keteguhan hatinya sendiri.

"Jadi ... mau sampe kapan kita gini-gini aja? Kamu udah kenal keluarga aku, aku juga kenal keluarga kamu, apa lagi yang kamu tunggu, Ko?" tanya Dinda sekitar dua bulan lalu.

"Please ... kasih aku waktu, Din. Lagian, kamu tau kan? Aku belum dapat kerjaan yang bagus, aku juga masih dua puluh tiga tahun, masih ada banyak waktu buat mikir ke arah sana. Aku cuma butuh waktu, nanti kalau aku udah dapat kerja yang bagus--"

"Kamu tau aku nggak mikir soal kerjaan! Soal uang--"

"Jadi maksud kamu? Aku akan bergantung sama keluarga kamu? Papa kamu? Gitu? Aku juga masih punya rasa malu, Dinda! Aku nggak--"

"Alasan! Kamu emang nggak serius sama aku! Kamu bahkan menolak kerjaan yang dikasih sama papa aku! Kamu sama sekali nggak mikirin tentang kita! Padahal aku udah bilang sama kamu, aku siap nemani kamu dari nol! Memang, dari awal kamu sama sekali nggak punya hati buat aku! Itu kenyatannya!"

Ucapan keras dari Dinda itu membekas begitu dalam di relung hati Marko, dan sejak saat itu, hubungan mereka menggantung, belum ada lagi kabar datang darinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LOVE SICK    DELIMA

    Ketika Viona tahu soal rencana pernikahan Biola dan Marko, gadis itu menjerit histeris, murka luar biasa. Dengan membabi buta, Viona mengambil vas bunga yang berada di dekat lemari TV kemudian melemparkannya sampai pecah di dinding. Sontak Biola terperangah."Viona! Kamu tau kan kalau Dion udah cukup berbaik hati mau ngasih kita waktu tinggal di sini sampe Kakak dapat kos yang murah, jangan kamu malah ngulah, bisa-bisa kita diusir!!" bentak Biola berang."Kakak egois!! Aku nggak peduli! Sekalian ini rumah aku bakar juga aku nggak bakal peduli, kok!" "Kakak yang kamu sebut egois?!! Kamu yang egois, kamu kenapa nggak terima kalau Kakak bakal nikah sama Marko? Kamu pikirin gimana nasib janin yang lagi Kakak kandung sekarang, ini emang anak Marko, Viona!"Mendengar Biola menegaskan hubungannya dengan Marko justru membuat hati Viona kian geram dan panas. "Aku nggak mau dengar!! Aku nggak mau tau soal itu!!"Selama beberapa menit, Biola terhenyak, memandangi adiknya yang tampak seperti o

  • LOVE SICK    PERSETUJUAN

    Marko menyeret langkah gontai keluar dari ruang rawat inap tempat ibunya terbaring, kondisi sang ibu memang kian lemah, menambah rasa sesal yang menyesaki hatinya, namun tak ada yang bisa dia perbuat. Belum lagi saat ini dirinya tengah dijauhi oleh keluarga bahkan adiknya sendiri, dia tak tahu harus pergi ke mana di saat seperti ini. Bahkan sekadar datang ke Toko Buku untuk bekerja saja rasanya sangat canggung baginya, kakinya terasa berat untuk melangkah ke sana.Mata Marko terbelalak begitu kakinya menapak di teras rumah sakit. Sesosok yang tak asing muncul di hadapannya, secara tak terduga. "Bi ... Biola?" desis Marko seraya mendekat. "Kak Biola kok ada di sini? Nyari aku?"Biola mengerling tajam, "Nggak usah kepedean deh, aku baru aja dari poli kandungan!" jawab Biola ketus. Seketika mata Marko berbinar mendengar jawaban Biola, "Habis cek kandungan? Apa kata Dokter? Apa janinnya baik-baik aja?" tanya Marko antusias. "Apa urusannya sama kamu? Kamu urus aja diri kamu sendiri!" pu

  • LOVE SICK    KITA SELESAI

    "Aku nggak nyangka kalau kamu sebrengsek ini, Dion!!" teriak Biola begitu dia dan Dion kembali ke apartemen. Tanpa terlihat merasa bersalah, Dion malah balas berkata, "Aku? Aku yang kamu sebut brengsek? Kamu nggak mau ngaca dulu gitu? Masih nggak punya malu kamu?"Dengan mata yang telah membendung air, Biola menggigit bibir bawahnya dengan pilu. "Aku tau aku salah ... tapi apa perlu kamu sejauh ini, Dion? Perlu kamu sampe harus ngancurin kebahagiaan orang lain? Pernikahan mereka batal! Apa lagi Ibu Marko lagi sakit keras gitu, kalau tadi tiba-tiba dia pingsan, tiba-tiba dia kena serangan jantung atau apa pun itu, kamu siap tanggung jawab?!!" "Halah ... nggak usah sok ngalihin topik deh kamu! Intinya, kamu emang hamil anak si bajingan itu, kan?!!" teriak Dion berang, matanya yang tajam tampak berkilat-kilat. Tangan Biola sudah terkepal di sisi gaunnya, rasanya dia ingin sekali mengelak, ingin memukul Dion dengan keras, marah, tapi nyatanya, semua itu memang benar, kini dia memang te

  • LOVE SICK    PENGAKUAN MENGGEMPARKAN

    Suasana yang tadinya sakral seketika berubah ricuh, mulai terdengar suara bisik-bisik dari segala arah, mata para tamu silih berganti mengarah pada Dion lalu beralih kepada Marko.Plak!!!Suasana kacau itu tak bisa menjadi lebih buruk saat satu tamparan keras dilayangkan Biola tepat di pipi Dion. Semua terpana kembali. Air mata Biola sudah membendung hebat di pelupuk matanya, dia tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut Dion. "Dion ..." lirih Biola pedih.Rahang Dion mengeras, matanya berkilat-kilat, tak terlihat sedikit pun rasa bersalah, hanya tersisa rasa muak, benci, amarah."Apa-apaan ini?! Apa maksudnya ini semua?!" pekik Dinda panik, ditatapnya Marko dengan muka tak percaya. "Please Ko ... please kasih tau aku kalau semua ini nggak benar, ini semua bohong!" teriak Dinda memohon. Alih-alih memberi jawaban tegas, sikap diam Marko justru menimbulkan kecurigaan yang lebih besar. Mata Marko nanar, kemudian sorot matanya meredup, Dinda langsung mengerti apa sebe

  • LOVE SICK    JANJI SUCI YANG TERNODA

    Sejak semalam Dinda tak bisa memejamkan matanya barang sejenak, hatinya gundah gulana tak tentu arah saking antusiasnya dia memikirkan tentang pernikahannya dengan Marko yang akan berlangsung hari ini. Wajah gadis cantik itu berseri dari ujung kuping kiri ke kuping kanan, senyum lebar tak bisa pudar dari paras indahnya. Bayangan soal pernikahan impian sudah terbayang begitu jelas dan jernih di benaknya. Sebentar lagi semua itu akan terwujud. Sebaliknya, Marko justru tak bersemangat sama sekali. Dia terus mengumpati dirinya sendiri, marah karena merasa tak punya cukup keberanian untuk menghentikan semuanya sebelum terlambat. Kegundahan yang sama pun melanda Biola pula, dia tak tahu harus pergi atau tidak ke pesta pernikahan Marko. "Kak Biola tau kan kalau hari ini Marko nikah?"Suara Viona memecah lamunan Biola, namun Biola lekas bersikap biasa saja. Gadis itu masih pura-pura asyik menonton televisi meski pikirannya sama sekali tidak berada di sana. "Hm ... tau, kenapa?" Biola bal

  • LOVE SICK    TERIMA KENYATAAN

    Keringat dingin sudah membanjiri muka serta punggung Biola, sedangkan mulutnya kaku, lidahnya kelu, dia tak tahu harus berkata apa, dan entah bagaimana juga Dion bisa tahu soal dirinya dan Marko. "Dion ..." Hanya kata-kata lirih yang bisa meluncur dari bibir pucat Biola. Dengan mata berkaca-kaca, Biola mengangkat kedua tangannya, hendak memegang lengan Dion, berusaha untuk membujuk kekasihnya itu, namun Dion tampak tak bergeming, amarah masih menguasai akal sehatnya. "Kenapa? Kok diam?" tanya Dion dingin. "Apa yang aku omongin betul, kan? Kamu sekarang bingung cara ngebantahnya? Hm?" "Sayang ... aku ..." Biola terbata-bata. "Jangan panggil aku 'sayang'!!!" teriak Dion tambah murka. "Jangan berani-berani kamu mau membujuk aku pake muka kotor kamu itu!!" bentak Dion kasar. "Aku ...""Jawab aku!! Anak siapa yang kamu kandung itu?! Anak siapa?!!" bentak Dion.Kedua tangan Dion mencengkeram kuat kedua lengan Biola, rahangnya lebih mengeras lagi. "Jawab aku, Biola ... jangan bikin ak

  • LOVE SICK    DION MENGAMUK

    "Masih nggak percaya loh aku ..."Akhirnya, setelah sama-sama kompak membisu nyaris setengah jam, Dinda membuka mulutnya juga. Perhatian Dion, Biola, dan Marko langsung beralih pula kepada gadis itu, menunggu apa yang akan dia ucapkan. "Iya," lanjut Dinda, "bisa-bisanya pacar Bang Dion ternyata atasan dari pacar aku juga, kayak ... ini tuh entah kebetulan atau apa ya, dan lagian juga, kita sama-sama punya rencana menikah di waktu yang berdekatan kayak gini.""Kalau itu mungkin cuma kebetulan aja, karena kami nikah karena Biola sudah hamil sekarang."Tanpa ada ragu, tanpa rasa malu Dion mengungkap soal kehamilan Biola yang langsung membuat satu meja terpana tak percaya. "Dion!" bisik Biola, memberi isyarat agar Dion menutup mulutnya. "Hah? Kak Biola hamil?" tanya Dinda dengan muka terkejut."Dion ... kamu apa-apaan sih?" protes Biola, mukanya sudah mengeras sejak tadi. Bukannya meminta maaf atau menyadari kesalahannya, Dion malah menarik tangan Biola kemudian mengecup punggung tang

  • LOVE SICK    FITTING BUSANA PENGANTIN

    "Kamu kenapa, Ko?"Tubuh Marko tersentak ketika tangan mungil milik Dinda menyentuh pundaknya, sedang suaranya yang lembut menyapa indera pendengaran Marko yang sejak tadi berdiri melamun di balkon rumah sakit. "Nggak ada ... nggak apa-apa," jawab Marko sekenanya, meski sebetulnya sudah beberapa hari ini pikirannya diisi oleh keberadaan Biola saja, serta kabar tentang kehamilannya, Marko masih bersikeras dalam hatinya bahwa janin yang tengah dikandung oleh Biola adalah darah dagingnya. Hanya saja, dia belum bisa membuktikan kebenaran akan hal itu. "Omong-omong, hari ini kita mau fitting pakaian pengantin, loh! Kamu ingat, kan? Kita berangkat sekarang?" tanya Dinda.Marko menghela napas. Dirinya dihempas lagi pada kenyataan. "Hm, ayo ..."*** Sejak kejadian tempo hari di office toko buku, sikap Dion bertambah-tambah dingin saja kepada Biola, namun mulutnya tetap bungkam, tak satu kata pun keluar dari mulutnya. Bagi Biola, Dion diam tanpa sebab. Bahkan sampai hari ini, di mana mere

  • LOVE SICK    HAMIL ANAK SIAPA?!!

    Setelah beberapa waktu lalu Biola dikejutkan dengan surat undangan pernikahan Marko, hari ini malah sebaliknya, Marko yang amat terkejut saat mendapati meja kerjanya telah diisi sebuah surat undangan, lebih tepatnya surat undangan pernikahan Biola. Mata Marko menatap surat undangan itu dengan nanar, sekujur tubuhnya mendadak terasa tidak nyaman. Dan tepat saat Marko hendak meraih surat undangan, pintu office terbuka, Biola muncul begitu saja. Keduanya kompak terkejut, saling menatap satu sama lain dengan muka penuh tanda tanya. Biola langsung berbalik, hendak meninggalkan office begitu saja, tapi Marko lekas menyusul, menahan langkah Biola dengan sigap. "Kamu mau nikah juga sekarang?! Kamu sengaja?!" hardik Marko seraya berdiri kaku di depan Biola. Dalam situasi seperti ini, Marko bahkan tidak peduli lagi dengan tata krama maupun sopan santun yang berlaku di kantor."Apaan sih? Penting banget ya kamu mau tau urusan saya?! Lepasin saya! Kamu saya undang aja udah syukur tau nggak k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status