Home / Romansa / LOVE SICK / PEMUDA MISTERIUS

Share

PEMUDA MISTERIUS

Author: Kumara
last update Last Updated: 2022-06-10 14:01:09

Kepala Viona celingak-celinguk memperhatikan sekeliling halaman tempat dirinya tengah menunggu Biola keluar dari toko buku.

"Harusnya jam segini Kak Biola udah balik," bisik Viona berdesis pada dirinya sendiri.

Ketika dia tengah menghadap sebuah pohon besar di dekat halaman parkir, matanya menangkap sesosok yang dia kenali. Matanya terbelalak, bibirnya setengah terbuka. Setelah kembali pada kesadarannya, Viona bergegas setengah berlari ke arah sosok yang dia kenali itu.

"Marko?!" panggil Viona agak memekik.

Marko yang tampak bersiap untuk menyalakan sepeda motornya menoleh ke arah sumber suara. Cahaya senja yang jatuh tepat pada wajah cantik Viona sempat membuatnya mengernyitkan kening.

"Siapa ...?"

"Viona! Viona!" seru Viona sambil menunjuk mukanya sendiri. "Masa sih kamu nggak ingat aku?! Teman SMA kamu! Viona!"

Wajah Marko yang sebelumnya agak redup seketika berubah cerah.

"Eh?! Viona?! Kamu ... kok ada di sini?!" seru Marko tak percaya.

"Iya ... aku lagi nunggu kakak aku yang kerja di sini," jawab Viona sekenanya. "Kamu sendiri? Apa kabar, Ko? Gila ... lama banget ya kita nggak ketemu! Ke mana aja kamu? Kok tiap ada acara reuni nggak pernah ikutan sih? Kirain kamu udah pindah ke luar kota!"

"Ya, aku sempat kuliah di luar kota, ini aku baru balik lagi, baru dapat kerja juga di sini. Kamu sendiri?"

Ragu-ragu, Viona menjawab agak malu, "Eh ... aku masih nganggur sekarang, he he." Viona nyengir kuda malu-malu.

"Kakak kamu kerja di sini bagian apa?"

"Kepala--"

"Viona!!"

Jawaban Viona menggantung lantaran terdengar panggilan dari arah pintu toko buku. Viona dan Marko kompak menoleh, dan menemukan Biola tengah berlari ke arah mereka.

Mata Marko melotot. "Kakak yang kamu bilang itu ..." Suaranya terdengar sangat halus.

"Ngapain kamu ke sini?! Kamu naik kereta atau taksi?!" tanya Biola tanpa mengindahkan sosok Marko yang juga berada di sana.

"Naik taksi, dong!" jawab Viona tanpa sungkan.

Biola rasanya sangat ingin menepok jidatnya sendiri. Dirinya saja rela menahan diri untuk tidak menghabiskan uang hanya untuk ongkos naik taksi. Namun, sebelum sempat dia mengeluarkan keluhan kepada Viona, Biola beralih memandang Marko.

"Lah, kamu lagi ngomong sama Asisten Toko yang baru?" tanya Biola polos.

"Asisten Toko yang baru?!" seru Viona tak percaya, ditatapnya lagi Marko yang masih diam membeku di tempat yang sama. "Marko maksudnya?!"

"Kamu kenal dia?!" pekik Biola lebih-lebih takjub.

Viona mengangguk mengiyakan. "Iya, Kak! Ini Marko, temen sekelas aku dulu waktu SMA!" ungkap Viona seolah bersikap biasa saja.

Biola terperangah, Marko pun ikut terperangah memandang Biola.

"Jadi ... Kak Biola ini ... kakaknya kamu, Na?" tanya Marko pula.

"Iya! Ini kakak aku, Biola."

Mereka kompak terdiam selama beberapa detik.

"Ha ha! Lucu banget, ya! Bisa-bisanya kita ketemu di sini! kayak takdir aja!" Kemudian Viona tertawa seorang diri.

Alis Biola terangkat satu, tak mengerti apanya yang lucu dari situasi mereka saat ini.

"Kalau gitu kita balik aja sekarang, Na. Kamu juga ngapain datang ke sini segala?! Naik taksi, lagi! Kamu pasti ngabisin banyak uang, kan?! Betul-betul deh kamu ini!" gerutu Biola.

"Ih, Kakak ... jangan bikin aku malu di depan mantan temen sekelas aku, dong. Lagian aku kan bosan di rumah seharian ini, aku juga pengin liat tempat kerja Kakak!" Viona memberi alasan.

Tanpa mengindahkan keluhan Viona, Biola buru-buru menarik tangan Viona, dan menariknya menjauh.

"Kami balik duluan ya, Ko!" tandasnya sekenanya saja.

"Ya. Hati-hati, Kak," sahut Marko yang masih menyimpan banyak tanda tanya di benaknya.

***

"Hah?! Jadi asisten toko yang baru itu teman sekelas kamu dulu, Viona?!"

Untuk kedua kalinya Dion mengulang pertanyaan yang sama. Saat ini mereka tengah menikmati makan malam yang sedikit terlambat.

"Iya, Bang! Aku juga kaget banget! Kok bisa ya ketemu sama dia di sana ... kok bisa pas banget, apa ini takdir kali, ya?" jawab Viona setengah bergumam sambil tangannya mencomot satu potong pizza yang masih hangat.

Alis Biola terangkat heran. "Takdir? Aneh-aneh aja kamu! Itu namanya cuma kebetulan aja, kali! Berlebihan banget kamu!" protesnya.

"Ih ... Kakak tuh nggak kenal gimana karakter Marko!" kata Viona bersikeras.

Ucapan Viona barusan menarik perhatian Dion dan Biola, keduanya kompak saling berpandangan bingung, sampai Dion yang bertanya lebih dulu, "Maksudnya?"

"Iya, Bang ... Marko itu anaknya misterius banget, loh! Dulu itu temannya nggak banyak di sekolah, pokoknya dia itu tertutup dan menarik diri banget!" ungkap Viona antusias.

Biola mengernyitkan kening. "Ah masa, sih? Keliatannya orangnya ramah dan supel gitu, kok," tepisnya.

"Nggak percaya banget! Kan aku yang sekelas sama dia! Dulu pas baru lulus SMA aja, dia doang yang nggak ada kabar sama sekali. Kami udah berkali-kali reunian, tapi dia doang yang nggak pernah keliatan batang hidungnya!" urai Viona. "Nggak percaya banget rasanya sekarang dia udah dewasa gitu, udah keliatan berwibawa." Matanya tampak menerawang, melayang entah ke mana.

"Kamu jangan-jangan dulu suka ya sama dia?!" sergap Biola menuding. "Kamu pasti merhatiin gerak-gerik dia sedetail itu sampe kamu bisa ngeh sama perubahan kayak gitu!" sambungnya.

"Mana ada yaaa!" tolak Viona malu-malu.

Saat Viona dan Biola saling asyik menuding penuh curiga, Dion yang sedari tadi cuma jadi penonton akhirnya membuka mulutnya kembali, "Manusia kan emang pasti begitu, mana mungkin kamu selamanya stag jadi remaja. Dulu mungkin dia cuma remaja pemalu dan pendiam, ya bisa jadi beberapa tahun terakhir ini dia berubah drastis. Malah aneh kalau manusia nggak berubah sama sekali."

Ucapan bernada serius dan dalam itu menarik perhatian Biola, selama beberapa detik dia pandangi lamat-lamat wajah serius Dion.

"Gitu, ya? Manusia berubah? Perasaan manusia juga berubah? Jangan-jangan perasaan kamu juga udah berubah ke aku?" Dia tak bisa menahan diri untuk tidak iseng.

"Apa sih, Ola?! Kenapa malah dibawa ke arah sana?! Nggak ada kaitannya!" gerutu Dion tak terima.

Dengan usil, Biola mencubit pipi kekasihnya gemas. "Ututu ... sayangku! Gitu aja ngambek! Aku bercanda doang, kok! Habisnya, kamu terlalu serius gitu tadi ngomongnya, kayak lagi pidato aja! He he ... sorry ya sorry!"

"Perasaan aku ke kamu sampe kapan pun nggak akan pernah berubah, Sayang!" ujar Dion sungguh-sungguh.

Topik yang sebelumnya soal Marko seketika berubah menjadi membahas hubungan Biola dan Dion. Tak ayal, Viona menjadi kecut seorang diri.

"E-hem! Masih ada orang lain loh di sini! Tiba-tiba dilupain aja!" gerutu Viona pura-pura ngambek.

"Aduh maaf, Viona ... kami terbiasa berdua doang di rumah, sampe lupa sama kamu!" tawa Biola.

"Iya deh ... geli banget liat orang pacaran!" tandas Viona.

"Omong-omong, Abang punya lowongan buat kamu, Na ... gimana? Kamu tertarik buat kerja, nggak?" Kini Dion mengubah lagi arah obrolan mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LOVE SICK    DELIMA

    Ketika Viona tahu soal rencana pernikahan Biola dan Marko, gadis itu menjerit histeris, murka luar biasa. Dengan membabi buta, Viona mengambil vas bunga yang berada di dekat lemari TV kemudian melemparkannya sampai pecah di dinding. Sontak Biola terperangah."Viona! Kamu tau kan kalau Dion udah cukup berbaik hati mau ngasih kita waktu tinggal di sini sampe Kakak dapat kos yang murah, jangan kamu malah ngulah, bisa-bisa kita diusir!!" bentak Biola berang."Kakak egois!! Aku nggak peduli! Sekalian ini rumah aku bakar juga aku nggak bakal peduli, kok!" "Kakak yang kamu sebut egois?!! Kamu yang egois, kamu kenapa nggak terima kalau Kakak bakal nikah sama Marko? Kamu pikirin gimana nasib janin yang lagi Kakak kandung sekarang, ini emang anak Marko, Viona!"Mendengar Biola menegaskan hubungannya dengan Marko justru membuat hati Viona kian geram dan panas. "Aku nggak mau dengar!! Aku nggak mau tau soal itu!!"Selama beberapa menit, Biola terhenyak, memandangi adiknya yang tampak seperti o

  • LOVE SICK    PERSETUJUAN

    Marko menyeret langkah gontai keluar dari ruang rawat inap tempat ibunya terbaring, kondisi sang ibu memang kian lemah, menambah rasa sesal yang menyesaki hatinya, namun tak ada yang bisa dia perbuat. Belum lagi saat ini dirinya tengah dijauhi oleh keluarga bahkan adiknya sendiri, dia tak tahu harus pergi ke mana di saat seperti ini. Bahkan sekadar datang ke Toko Buku untuk bekerja saja rasanya sangat canggung baginya, kakinya terasa berat untuk melangkah ke sana.Mata Marko terbelalak begitu kakinya menapak di teras rumah sakit. Sesosok yang tak asing muncul di hadapannya, secara tak terduga. "Bi ... Biola?" desis Marko seraya mendekat. "Kak Biola kok ada di sini? Nyari aku?"Biola mengerling tajam, "Nggak usah kepedean deh, aku baru aja dari poli kandungan!" jawab Biola ketus. Seketika mata Marko berbinar mendengar jawaban Biola, "Habis cek kandungan? Apa kata Dokter? Apa janinnya baik-baik aja?" tanya Marko antusias. "Apa urusannya sama kamu? Kamu urus aja diri kamu sendiri!" pu

  • LOVE SICK    KITA SELESAI

    "Aku nggak nyangka kalau kamu sebrengsek ini, Dion!!" teriak Biola begitu dia dan Dion kembali ke apartemen. Tanpa terlihat merasa bersalah, Dion malah balas berkata, "Aku? Aku yang kamu sebut brengsek? Kamu nggak mau ngaca dulu gitu? Masih nggak punya malu kamu?"Dengan mata yang telah membendung air, Biola menggigit bibir bawahnya dengan pilu. "Aku tau aku salah ... tapi apa perlu kamu sejauh ini, Dion? Perlu kamu sampe harus ngancurin kebahagiaan orang lain? Pernikahan mereka batal! Apa lagi Ibu Marko lagi sakit keras gitu, kalau tadi tiba-tiba dia pingsan, tiba-tiba dia kena serangan jantung atau apa pun itu, kamu siap tanggung jawab?!!" "Halah ... nggak usah sok ngalihin topik deh kamu! Intinya, kamu emang hamil anak si bajingan itu, kan?!!" teriak Dion berang, matanya yang tajam tampak berkilat-kilat. Tangan Biola sudah terkepal di sisi gaunnya, rasanya dia ingin sekali mengelak, ingin memukul Dion dengan keras, marah, tapi nyatanya, semua itu memang benar, kini dia memang te

  • LOVE SICK    PENGAKUAN MENGGEMPARKAN

    Suasana yang tadinya sakral seketika berubah ricuh, mulai terdengar suara bisik-bisik dari segala arah, mata para tamu silih berganti mengarah pada Dion lalu beralih kepada Marko.Plak!!!Suasana kacau itu tak bisa menjadi lebih buruk saat satu tamparan keras dilayangkan Biola tepat di pipi Dion. Semua terpana kembali. Air mata Biola sudah membendung hebat di pelupuk matanya, dia tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut Dion. "Dion ..." lirih Biola pedih.Rahang Dion mengeras, matanya berkilat-kilat, tak terlihat sedikit pun rasa bersalah, hanya tersisa rasa muak, benci, amarah."Apa-apaan ini?! Apa maksudnya ini semua?!" pekik Dinda panik, ditatapnya Marko dengan muka tak percaya. "Please Ko ... please kasih tau aku kalau semua ini nggak benar, ini semua bohong!" teriak Dinda memohon. Alih-alih memberi jawaban tegas, sikap diam Marko justru menimbulkan kecurigaan yang lebih besar. Mata Marko nanar, kemudian sorot matanya meredup, Dinda langsung mengerti apa sebe

  • LOVE SICK    JANJI SUCI YANG TERNODA

    Sejak semalam Dinda tak bisa memejamkan matanya barang sejenak, hatinya gundah gulana tak tentu arah saking antusiasnya dia memikirkan tentang pernikahannya dengan Marko yang akan berlangsung hari ini. Wajah gadis cantik itu berseri dari ujung kuping kiri ke kuping kanan, senyum lebar tak bisa pudar dari paras indahnya. Bayangan soal pernikahan impian sudah terbayang begitu jelas dan jernih di benaknya. Sebentar lagi semua itu akan terwujud. Sebaliknya, Marko justru tak bersemangat sama sekali. Dia terus mengumpati dirinya sendiri, marah karena merasa tak punya cukup keberanian untuk menghentikan semuanya sebelum terlambat. Kegundahan yang sama pun melanda Biola pula, dia tak tahu harus pergi atau tidak ke pesta pernikahan Marko. "Kak Biola tau kan kalau hari ini Marko nikah?"Suara Viona memecah lamunan Biola, namun Biola lekas bersikap biasa saja. Gadis itu masih pura-pura asyik menonton televisi meski pikirannya sama sekali tidak berada di sana. "Hm ... tau, kenapa?" Biola bal

  • LOVE SICK    TERIMA KENYATAAN

    Keringat dingin sudah membanjiri muka serta punggung Biola, sedangkan mulutnya kaku, lidahnya kelu, dia tak tahu harus berkata apa, dan entah bagaimana juga Dion bisa tahu soal dirinya dan Marko. "Dion ..." Hanya kata-kata lirih yang bisa meluncur dari bibir pucat Biola. Dengan mata berkaca-kaca, Biola mengangkat kedua tangannya, hendak memegang lengan Dion, berusaha untuk membujuk kekasihnya itu, namun Dion tampak tak bergeming, amarah masih menguasai akal sehatnya. "Kenapa? Kok diam?" tanya Dion dingin. "Apa yang aku omongin betul, kan? Kamu sekarang bingung cara ngebantahnya? Hm?" "Sayang ... aku ..." Biola terbata-bata. "Jangan panggil aku 'sayang'!!!" teriak Dion tambah murka. "Jangan berani-berani kamu mau membujuk aku pake muka kotor kamu itu!!" bentak Dion kasar. "Aku ...""Jawab aku!! Anak siapa yang kamu kandung itu?! Anak siapa?!!" bentak Dion.Kedua tangan Dion mencengkeram kuat kedua lengan Biola, rahangnya lebih mengeras lagi. "Jawab aku, Biola ... jangan bikin ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status