Share

PEMUDA MISTERIUS

Kepala Viona celingak-celinguk memperhatikan sekeliling halaman tempat dirinya tengah menunggu Biola keluar dari toko buku.

"Harusnya jam segini Kak Biola udah balik," bisik Viona berdesis pada dirinya sendiri.

Ketika dia tengah menghadap sebuah pohon besar di dekat halaman parkir, matanya menangkap sesosok yang dia kenali. Matanya terbelalak, bibirnya setengah terbuka. Setelah kembali pada kesadarannya, Viona bergegas setengah berlari ke arah sosok yang dia kenali itu.

"Marko?!" panggil Viona agak memekik.

Marko yang tampak bersiap untuk menyalakan sepeda motornya menoleh ke arah sumber suara. Cahaya senja yang jatuh tepat pada wajah cantik Viona sempat membuatnya mengernyitkan kening.

"Siapa ...?"

"Viona! Viona!" seru Viona sambil menunjuk mukanya sendiri. "Masa sih kamu nggak ingat aku?! Teman SMA kamu! Viona!"

Wajah Marko yang sebelumnya agak redup seketika berubah cerah.

"Eh?! Viona?! Kamu ... kok ada di sini?!" seru Marko tak percaya.

"Iya ... aku lagi nunggu kakak aku yang kerja di sini," jawab Viona sekenanya. "Kamu sendiri? Apa kabar, Ko? Gila ... lama banget ya kita nggak ketemu! Ke mana aja kamu? Kok tiap ada acara reuni nggak pernah ikutan sih? Kirain kamu udah pindah ke luar kota!"

"Ya, aku sempat kuliah di luar kota, ini aku baru balik lagi, baru dapat kerja juga di sini. Kamu sendiri?"

Ragu-ragu, Viona menjawab agak malu, "Eh ... aku masih nganggur sekarang, he he." Viona nyengir kuda malu-malu.

"Kakak kamu kerja di sini bagian apa?"

"Kepala--"

"Viona!!"

Jawaban Viona menggantung lantaran terdengar panggilan dari arah pintu toko buku. Viona dan Marko kompak menoleh, dan menemukan Biola tengah berlari ke arah mereka.

Mata Marko melotot. "Kakak yang kamu bilang itu ..." Suaranya terdengar sangat halus.

"Ngapain kamu ke sini?! Kamu naik kereta atau taksi?!" tanya Biola tanpa mengindahkan sosok Marko yang juga berada di sana.

"Naik taksi, dong!" jawab Viona tanpa sungkan.

Biola rasanya sangat ingin menepok jidatnya sendiri. Dirinya saja rela menahan diri untuk tidak menghabiskan uang hanya untuk ongkos naik taksi. Namun, sebelum sempat dia mengeluarkan keluhan kepada Viona, Biola beralih memandang Marko.

"Lah, kamu lagi ngomong sama Asisten Toko yang baru?" tanya Biola polos.

"Asisten Toko yang baru?!" seru Viona tak percaya, ditatapnya lagi Marko yang masih diam membeku di tempat yang sama. "Marko maksudnya?!"

"Kamu kenal dia?!" pekik Biola lebih-lebih takjub.

Viona mengangguk mengiyakan. "Iya, Kak! Ini Marko, temen sekelas aku dulu waktu SMA!" ungkap Viona seolah bersikap biasa saja.

Biola terperangah, Marko pun ikut terperangah memandang Biola.

"Jadi ... Kak Biola ini ... kakaknya kamu, Na?" tanya Marko pula.

"Iya! Ini kakak aku, Biola."

Mereka kompak terdiam selama beberapa detik.

"Ha ha! Lucu banget, ya! Bisa-bisanya kita ketemu di sini! kayak takdir aja!" Kemudian Viona tertawa seorang diri.

Alis Biola terangkat satu, tak mengerti apanya yang lucu dari situasi mereka saat ini.

"Kalau gitu kita balik aja sekarang, Na. Kamu juga ngapain datang ke sini segala?! Naik taksi, lagi! Kamu pasti ngabisin banyak uang, kan?! Betul-betul deh kamu ini!" gerutu Biola.

"Ih, Kakak ... jangan bikin aku malu di depan mantan temen sekelas aku, dong. Lagian aku kan bosan di rumah seharian ini, aku juga pengin liat tempat kerja Kakak!" Viona memberi alasan.

Tanpa mengindahkan keluhan Viona, Biola buru-buru menarik tangan Viona, dan menariknya menjauh.

"Kami balik duluan ya, Ko!" tandasnya sekenanya saja.

"Ya. Hati-hati, Kak," sahut Marko yang masih menyimpan banyak tanda tanya di benaknya.

***

"Hah?! Jadi asisten toko yang baru itu teman sekelas kamu dulu, Viona?!"

Untuk kedua kalinya Dion mengulang pertanyaan yang sama. Saat ini mereka tengah menikmati makan malam yang sedikit terlambat.

"Iya, Bang! Aku juga kaget banget! Kok bisa ya ketemu sama dia di sana ... kok bisa pas banget, apa ini takdir kali, ya?" jawab Viona setengah bergumam sambil tangannya mencomot satu potong pizza yang masih hangat.

Alis Biola terangkat heran. "Takdir? Aneh-aneh aja kamu! Itu namanya cuma kebetulan aja, kali! Berlebihan banget kamu!" protesnya.

"Ih ... Kakak tuh nggak kenal gimana karakter Marko!" kata Viona bersikeras.

Ucapan Viona barusan menarik perhatian Dion dan Biola, keduanya kompak saling berpandangan bingung, sampai Dion yang bertanya lebih dulu, "Maksudnya?"

"Iya, Bang ... Marko itu anaknya misterius banget, loh! Dulu itu temannya nggak banyak di sekolah, pokoknya dia itu tertutup dan menarik diri banget!" ungkap Viona antusias.

Biola mengernyitkan kening. "Ah masa, sih? Keliatannya orangnya ramah dan supel gitu, kok," tepisnya.

"Nggak percaya banget! Kan aku yang sekelas sama dia! Dulu pas baru lulus SMA aja, dia doang yang nggak ada kabar sama sekali. Kami udah berkali-kali reunian, tapi dia doang yang nggak pernah keliatan batang hidungnya!" urai Viona. "Nggak percaya banget rasanya sekarang dia udah dewasa gitu, udah keliatan berwibawa." Matanya tampak menerawang, melayang entah ke mana.

"Kamu jangan-jangan dulu suka ya sama dia?!" sergap Biola menuding. "Kamu pasti merhatiin gerak-gerik dia sedetail itu sampe kamu bisa ngeh sama perubahan kayak gitu!" sambungnya.

"Mana ada yaaa!" tolak Viona malu-malu.

Saat Viona dan Biola saling asyik menuding penuh curiga, Dion yang sedari tadi cuma jadi penonton akhirnya membuka mulutnya kembali, "Manusia kan emang pasti begitu, mana mungkin kamu selamanya stag jadi remaja. Dulu mungkin dia cuma remaja pemalu dan pendiam, ya bisa jadi beberapa tahun terakhir ini dia berubah drastis. Malah aneh kalau manusia nggak berubah sama sekali."

Ucapan bernada serius dan dalam itu menarik perhatian Biola, selama beberapa detik dia pandangi lamat-lamat wajah serius Dion.

"Gitu, ya? Manusia berubah? Perasaan manusia juga berubah? Jangan-jangan perasaan kamu juga udah berubah ke aku?" Dia tak bisa menahan diri untuk tidak iseng.

"Apa sih, Ola?! Kenapa malah dibawa ke arah sana?! Nggak ada kaitannya!" gerutu Dion tak terima.

Dengan usil, Biola mencubit pipi kekasihnya gemas. "Ututu ... sayangku! Gitu aja ngambek! Aku bercanda doang, kok! Habisnya, kamu terlalu serius gitu tadi ngomongnya, kayak lagi pidato aja! He he ... sorry ya sorry!"

"Perasaan aku ke kamu sampe kapan pun nggak akan pernah berubah, Sayang!" ujar Dion sungguh-sungguh.

Topik yang sebelumnya soal Marko seketika berubah menjadi membahas hubungan Biola dan Dion. Tak ayal, Viona menjadi kecut seorang diri.

"E-hem! Masih ada orang lain loh di sini! Tiba-tiba dilupain aja!" gerutu Viona pura-pura ngambek.

"Aduh maaf, Viona ... kami terbiasa berdua doang di rumah, sampe lupa sama kamu!" tawa Biola.

"Iya deh ... geli banget liat orang pacaran!" tandas Viona.

"Omong-omong, Abang punya lowongan buat kamu, Na ... gimana? Kamu tertarik buat kerja, nggak?" Kini Dion mengubah lagi arah obrolan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status