Home / Romansa / LOVE SICK / PENERIMAAN

Share

PENERIMAAN

Author: Kumara
last update Huling Na-update: 2022-06-09 17:05:12

Terdengar langkah berderap dari arah punggung Biola ketika dia hendak masuk ke dalam lift, namun dia memilih untuk tidak acuh saja. Ketika pintu lift terbuka, dan Biola masuk, seseorang ikut masuk dengan agak tergesa-gesa di sampingnya.

Aroma parfum maskulin dengan sedikit aroma manis menguar menyapa indera penciuman Biola dan dia segera tahu siapa orang yang kini berada satu lift bersamanya, Marko.

"Kak Biola mau ke kafetaria, kan? Kita break sama-sama aja, ganti yang kemarin," ujar Marko seenaknya sendiri.

Sebetulnya Biola ingin tak acuh saja, tapi ucapan Marko kali ini tidak bisa dia abaikan begitu saja. "Kamu ini udah kayak hantu aja ..." gerutunya pelan secara spontan.

"Saya ini kan asisten Kakak, artinya saya harus berada di dekat Kakak terus." Marko tersenyum jahil, membuat Biola ingin segera melarikan diri dari sana.

Walau sesungguhnya Biola ingin meninggalkan Marko lagi seperti semalam, tapi gejolak lapar yang menyerang perutnya terlalu sulit untuk dia tepis.

Apa boleh buat, pikirnya, tampaknya kali ini dia harus menerima Marko sebagai teman makan siangnya.

"Nasi omlet yang kemarin Kakak rekomendasikan ke saya memang enak loh, Kak, saya suka, saya mau pesan itu lagi," ungkap Marko setelah mereka duduk berdua pada sebuah meja.

Siapa juga yang tanya! Lagian, kemarin aku kan cuma asal jawab! damprat Biola dalam hati.

***

Sepanjang sepuluh menit pertama, Biola nyaris tidak mengindahkan kalimat apa pun yang keluar dari mulut Marko. Sebaliknya, Marko berceloteh panjang lebar, kebanyakan adalah pertanyaan soal seputar pekerjaan Biola, termasuk pengalamannya selama ini, tapi Biola hanya menjawab dengan setengah hati saja, berharap Marko akan menyerah dan berhenti bicara dengannya.

Biola seakan sudah buntu, dia mengeluarkan sebuah buku dari tas sandang kecil yang dia bawa, berharap dengan dirinya asyik membaca, Marko akan diam dengan sendirinya.

Alih-alih dibuat bungkam, Marko justru mengenal buku yang dibaca oleh Biola.

"Wah, novel Still ya, Kak? Nggak nyangka saya, ternyata Kakak suka baca novel picisan kayak gitu, ya."

Tubuh Biola menegang seketika.

Tunggu dulu, apa yang baru saja dikatakan bocah ini? batinnya mulai terusik. Novel picisan?

"Ini?" Biola mengangkat novel itu ke depan mukanya sendiri. "Ini yang kamu sebut novel picisan?! Tau apa kamu soal novel?!" dampratnya jengkel betulan.

"So-sorry, Kak ... saya bukan bermaksud nyinggung Kakak, tapi saya kira Kakak bukan tipe orang yang akan baca buku kayak gitu, saya cuma kaget--"

"Buku kayak gitu?! Maksud kamu?!" Biola justru tambah meradang dibuatnya.

Secara tidak langsung dirinya baru saja direndahkan oleh Marko, Marko baru saja menyebut dirinya tidak intelek alias bodoh.

"Kamu ini--"

Baru saja Biola mengangkat tangan, berniat untuk memukul Marko dengan geram, tapi suara bunyi ponsel Marko mengurungkan niatnya.

"Bentar, Kak!" ucap Marko seraya bergegas mengangkat panggilan telepon tersebut.

Kamu beruntung sekarang, bocah tengik, batin Biola jengkel.

Marko berdiri, menjauh sedikit dari meja tempatnya duduk bersama Biola lalu menyahut panggilan, "Halo, Gi? Ada apa? Abang masih kerja."

Tak bisa dihindarkan, secara otomatis Biola tersedot ke dalam percakapan itu, dia ingin tahu kelanjutannya seperti apa. Sedang bicara dengan siapa Marko kira-kira? Dia tak ingin menguping, tapi dirinya juga sulit untuk tidak menguping, Biola menyingkirkan novel di tangannya lebih dulu agar bisa mendengar lebih jelas percakapan Marko.

"Iya ... soal itu ... Abang minta maaf ya, nanti Abang bakal transfer lagi, oke? Tolong ngerti sedikitlah ... nanti Abang bakal ngomong sama Ibu juga. Iya ... oke, bye."

Telepon terputus kemudian. Suasana yang tadi agak cerah berubah menjadi sendu, raut muka Marko yang sebelumnya jahil dan hangat tampak layu tak bersemangat. Ragu-ragu, Biola memberanikan diri untuk bertanya,

"Kenapa? Ada masalah di rumah? Maaf kalau saya lancang bertanya, ya."

Seketika senyum lebar yang tampak dipaksakan menghias wajah tampan Marko. Seraya dirinya kembali ke tempat duduk, dia hanya menggeleng pelan dengan senyum tawar di wajah.

"Biasalah, urusan keluarga."

Biola tak ingin tahu masalah pribadi Marko sebetulnya, tapi mengingat bagaimana biasanya pria itu amat cerah dan penuh semangat, rasanya sangat asing melihatnya demikian murung.

"Terlalu personal?" selidik Biola tanpa sadar terkesan ingin tahu.

"Nggak juga kok, Kak. Saya nggak malu juga buat ngasih tau Kakak, tapi saya takut malah bikin Kakak nggak nyaman kalau saya bicara terlalu dalam tentang keluarga saya."

"Apa?" tuntut Biola makin ingin tahu.

"Ya, ibu saya lagi sakit sekarang, lagi dirawat di rumah sakit, dijaga sama adik laki-laki saya," keluh Marko, matanya menerawang tapi kosong. "Saya punya abang, tapi abang saya juga nggak bisa terlalu diandalkan. Mau nggak mau, semua harus saya yang urus. Agak menyedihkan ya, tapi begitulah keadaannya. Makanya ... saya bersyukur banget bisa diterima kerja di sini, saya udah beberapa bulan ini nganggur, dan bingung juga harus kerja apa lagi. Syukurlah HRD menerima saya."

Biola tanpa sadar merasakan iba yang amat besar bagi Marko. Tampaknya dari luar, Marko tak lebih dari seorang pemuda konyol, jahil, nan iseng, tapi siapa sangka, di balik wajah menyebalkannya itu, tersimpan masalah besar yang harus dia tanggung seorang diri.

Ditambah lagi, sejak semula, Marko begitu terbuka dan hangat terhadapnya, tapi justru Biola lah yang terlalu keras terhadapnya, memandangnya sebelah mata, dan justru memperlakukannya seperti seorang senior jahat memperlakukan seorang junior tak bersalah.

Barangkali Marko hanya terlalu antusias lantaran diterima bekerja di tempat yang bagus dan dia impikan, dan tentu dia ingin betah, berusaha mengenal lebih dekat semua karyawan yang lebih senior darinya, tapi mengapa Biola harus bersikap begitu pahit kepadanya? Mendadak Biola merasa bersalah.

"Semoga ibu kamu cepat sembuh, ya ..." ucap Biola tulus, dengan mata sayu menatap Marko.

Alih-alih tersentuh, Marko justru tertawa kecil. "Jangan liat saya dengan mata kasihan kayak gitu, Kak. Saya merasa nggak nyaman dikasihani, he he."

"Kamu juga!" damprat Biola tak bisa mengontrol diri. "Jangan pura-pura kuat kalau emang kamu capek! Jangan pura-pura sok tegar kalau emang kamu lagi ada masalah!" tambahnya.

Perubahan sikap yang cukup drastis itu tampak sangat mengejutkan Marko. Jangankan Marko, Biola sendiri tak percaya dirinya baru saja mengatakan hal seperti itu di depan Marko.

"Kak Biola ..."

"Udahlah, lupakan aja, intinya kamu harus bertahan terus ya! Selamat datang dan selamat bergabung! Semoga kamu betah dan nyaman kerja di sini sama saya! Tetap semangat, ingat ibu kamu, ingat adik kamu, itu aja yang harus kamu perjuangkan!"

Petuah sungguh-sungguh yang meluncur dari mulut Biola sukses menciptakan rona merah di pipi Marko. Ini adalah pertama kalinya secara formal Biola menerima Marko sebagai asistennya.

Tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, wanita yang sebelumnya bersikap seperti peti es tiap di depannya tiba-tiba berubah menjadi begitu manis.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • LOVE SICK    DELIMA

    Ketika Viona tahu soal rencana pernikahan Biola dan Marko, gadis itu menjerit histeris, murka luar biasa. Dengan membabi buta, Viona mengambil vas bunga yang berada di dekat lemari TV kemudian melemparkannya sampai pecah di dinding. Sontak Biola terperangah."Viona! Kamu tau kan kalau Dion udah cukup berbaik hati mau ngasih kita waktu tinggal di sini sampe Kakak dapat kos yang murah, jangan kamu malah ngulah, bisa-bisa kita diusir!!" bentak Biola berang."Kakak egois!! Aku nggak peduli! Sekalian ini rumah aku bakar juga aku nggak bakal peduli, kok!" "Kakak yang kamu sebut egois?!! Kamu yang egois, kamu kenapa nggak terima kalau Kakak bakal nikah sama Marko? Kamu pikirin gimana nasib janin yang lagi Kakak kandung sekarang, ini emang anak Marko, Viona!"Mendengar Biola menegaskan hubungannya dengan Marko justru membuat hati Viona kian geram dan panas. "Aku nggak mau dengar!! Aku nggak mau tau soal itu!!"Selama beberapa menit, Biola terhenyak, memandangi adiknya yang tampak seperti o

  • LOVE SICK    PERSETUJUAN

    Marko menyeret langkah gontai keluar dari ruang rawat inap tempat ibunya terbaring, kondisi sang ibu memang kian lemah, menambah rasa sesal yang menyesaki hatinya, namun tak ada yang bisa dia perbuat. Belum lagi saat ini dirinya tengah dijauhi oleh keluarga bahkan adiknya sendiri, dia tak tahu harus pergi ke mana di saat seperti ini. Bahkan sekadar datang ke Toko Buku untuk bekerja saja rasanya sangat canggung baginya, kakinya terasa berat untuk melangkah ke sana.Mata Marko terbelalak begitu kakinya menapak di teras rumah sakit. Sesosok yang tak asing muncul di hadapannya, secara tak terduga. "Bi ... Biola?" desis Marko seraya mendekat. "Kak Biola kok ada di sini? Nyari aku?"Biola mengerling tajam, "Nggak usah kepedean deh, aku baru aja dari poli kandungan!" jawab Biola ketus. Seketika mata Marko berbinar mendengar jawaban Biola, "Habis cek kandungan? Apa kata Dokter? Apa janinnya baik-baik aja?" tanya Marko antusias. "Apa urusannya sama kamu? Kamu urus aja diri kamu sendiri!" pu

  • LOVE SICK    KITA SELESAI

    "Aku nggak nyangka kalau kamu sebrengsek ini, Dion!!" teriak Biola begitu dia dan Dion kembali ke apartemen. Tanpa terlihat merasa bersalah, Dion malah balas berkata, "Aku? Aku yang kamu sebut brengsek? Kamu nggak mau ngaca dulu gitu? Masih nggak punya malu kamu?"Dengan mata yang telah membendung air, Biola menggigit bibir bawahnya dengan pilu. "Aku tau aku salah ... tapi apa perlu kamu sejauh ini, Dion? Perlu kamu sampe harus ngancurin kebahagiaan orang lain? Pernikahan mereka batal! Apa lagi Ibu Marko lagi sakit keras gitu, kalau tadi tiba-tiba dia pingsan, tiba-tiba dia kena serangan jantung atau apa pun itu, kamu siap tanggung jawab?!!" "Halah ... nggak usah sok ngalihin topik deh kamu! Intinya, kamu emang hamil anak si bajingan itu, kan?!!" teriak Dion berang, matanya yang tajam tampak berkilat-kilat. Tangan Biola sudah terkepal di sisi gaunnya, rasanya dia ingin sekali mengelak, ingin memukul Dion dengan keras, marah, tapi nyatanya, semua itu memang benar, kini dia memang te

  • LOVE SICK    PENGAKUAN MENGGEMPARKAN

    Suasana yang tadinya sakral seketika berubah ricuh, mulai terdengar suara bisik-bisik dari segala arah, mata para tamu silih berganti mengarah pada Dion lalu beralih kepada Marko.Plak!!!Suasana kacau itu tak bisa menjadi lebih buruk saat satu tamparan keras dilayangkan Biola tepat di pipi Dion. Semua terpana kembali. Air mata Biola sudah membendung hebat di pelupuk matanya, dia tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut Dion. "Dion ..." lirih Biola pedih.Rahang Dion mengeras, matanya berkilat-kilat, tak terlihat sedikit pun rasa bersalah, hanya tersisa rasa muak, benci, amarah."Apa-apaan ini?! Apa maksudnya ini semua?!" pekik Dinda panik, ditatapnya Marko dengan muka tak percaya. "Please Ko ... please kasih tau aku kalau semua ini nggak benar, ini semua bohong!" teriak Dinda memohon. Alih-alih memberi jawaban tegas, sikap diam Marko justru menimbulkan kecurigaan yang lebih besar. Mata Marko nanar, kemudian sorot matanya meredup, Dinda langsung mengerti apa sebe

  • LOVE SICK    JANJI SUCI YANG TERNODA

    Sejak semalam Dinda tak bisa memejamkan matanya barang sejenak, hatinya gundah gulana tak tentu arah saking antusiasnya dia memikirkan tentang pernikahannya dengan Marko yang akan berlangsung hari ini. Wajah gadis cantik itu berseri dari ujung kuping kiri ke kuping kanan, senyum lebar tak bisa pudar dari paras indahnya. Bayangan soal pernikahan impian sudah terbayang begitu jelas dan jernih di benaknya. Sebentar lagi semua itu akan terwujud. Sebaliknya, Marko justru tak bersemangat sama sekali. Dia terus mengumpati dirinya sendiri, marah karena merasa tak punya cukup keberanian untuk menghentikan semuanya sebelum terlambat. Kegundahan yang sama pun melanda Biola pula, dia tak tahu harus pergi atau tidak ke pesta pernikahan Marko. "Kak Biola tau kan kalau hari ini Marko nikah?"Suara Viona memecah lamunan Biola, namun Biola lekas bersikap biasa saja. Gadis itu masih pura-pura asyik menonton televisi meski pikirannya sama sekali tidak berada di sana. "Hm ... tau, kenapa?" Biola bal

  • LOVE SICK    TERIMA KENYATAAN

    Keringat dingin sudah membanjiri muka serta punggung Biola, sedangkan mulutnya kaku, lidahnya kelu, dia tak tahu harus berkata apa, dan entah bagaimana juga Dion bisa tahu soal dirinya dan Marko. "Dion ..." Hanya kata-kata lirih yang bisa meluncur dari bibir pucat Biola. Dengan mata berkaca-kaca, Biola mengangkat kedua tangannya, hendak memegang lengan Dion, berusaha untuk membujuk kekasihnya itu, namun Dion tampak tak bergeming, amarah masih menguasai akal sehatnya. "Kenapa? Kok diam?" tanya Dion dingin. "Apa yang aku omongin betul, kan? Kamu sekarang bingung cara ngebantahnya? Hm?" "Sayang ... aku ..." Biola terbata-bata. "Jangan panggil aku 'sayang'!!!" teriak Dion tambah murka. "Jangan berani-berani kamu mau membujuk aku pake muka kotor kamu itu!!" bentak Dion kasar. "Aku ...""Jawab aku!! Anak siapa yang kamu kandung itu?! Anak siapa?!!" bentak Dion.Kedua tangan Dion mencengkeram kuat kedua lengan Biola, rahangnya lebih mengeras lagi. "Jawab aku, Biola ... jangan bikin ak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status