Share

VIONA

"Jadi, Asisten Kepala Toko yang baru itu laki-laki atau perempuan?"

Pertanyaan tepat sasaran itu langsung menyapa telinga Biola ketika dia baru memginjakkan kaki di apartemen Dion. Dihelanya napas panjang. Kekasihnya yang satu ini memang paling tidak bisa menunda jika ada hal yang mengganjal hatinya.

Mencoba santai dan tetap bersikap setenang mungkin, Biola membuka jaketnya terlebih dahulu lalu ikut duduk bersama Dion di sofa berwarna abu-abu di depan Televisi yang tengah memutar siaran berita malam.

"Kamu kenapa sih? Cemas banget! Mau dia laki-laki atau perempuan, itu nggak penting banget kok!" Dia usap manja lengan Dion yang sudah merangkulnya dengan posesif. "Aku mandi aja dulu kali, ya ... nanti kita cerita lagi."

Baru saja Biola mengangkat pantatnya dari sofa abu-abu itu, tangan besar Dion terjulur meraih pergelangan tangan kirinya. Biola agak tersentak saat Dion menariknya, lalu memaksanya untuk duduk kembali, kini bahkan duduk di atas pangkuan Dion.

Kedua tangan Dion memeluk perut Biola, wajahnya kini tepat berada di belakang leher Biola yang beraroma wangi parfum bunga dicampur sisa keringatnya setelah bekerja seharian.

"Kalau kamu bersikap kayak gini, aku yakin banget kalau orang baru itu laki-laki. Iya, kan?" todong Dion sambil membelai lembut perut Biola dari luar pakaiannya. "Kamu nggak perlu nutupin dari aku kalau emang bener, justru aku bakal merasa terganggu kalau kamu nutup-nutupin gini, loh," bisik Dion tepat di samping daun telinga Biola.

Biola sedikit bergidik merasakan sensasi geli yang merayap di sekujur tubuhnya akibat sentuhan Dion yang makin berani dan tanpa ragu-ragu.

"Di-Dion ..." Sebuah erangan meluncur dari mulut Biola ketika napas Dion meniup daun telinganya dengan lembut.

Melihat respons Biola yang begitu menggemaskan, Dion justru kian berani untuk menyentuhnya lebih lagi. Kini pria tampan itu bahkan mendekatkan wajahnya ke daun telinga Biola, menciumi kulit telinga Biola yang halus.

Lagi-lagi sebuah erangan meluncur keluar dari ujung bibir Biola yang manis dan agak basah dengan lipgloss merah muda.

"Kalau kamu nggak jujur, aku akan 'hukum' kamu sampe kamu minta ampun!" ancam Dion seraya meremas buah dada Biola yang sintal.

Akibat sentuhan mendadak yang spontan itu, Biola mengejang satu kali. "Argh! Di-Dion! A ... aku mau mandi dulu~ se-sekarang bukan waktu yang tepat buat ini, tau nggak kamu?!" Biola merengut, benci mengetahui betapa lemah dirinya di dalam kuasa tangan Dion.

Sebuah senyum miring terpancar di ujung bibir Dion, dia puas karena merasa menang.

"Kamu tau aku, aku nggak akan berenti kalau kamu belum ngasih apa yang aku mau!" Ucapan Dion terdengar agak tegas.

Ketika lidah Dion terjulur, Biola lebih-lebih tersentak lagi, bisa dia rasakan lidah itu menyentuh kulit daun telinganya seperti orang lapar.

"Di-Dion!!" Biola memekik, seluruh bulu kuduknya serasa berdiri. "I-iya aku jawab! Iya! Aku kasih tau! Dia emang cowok!" ungkapnya tanpa ragu.

Kurang dalam satu detik, Dion menjauhkan wajahnya dari daun telinga Biola, lantas dia balik tubuh Biola agar menghadap ke dirinya. Wajahnya mengeras, matanya menajam dengan rahang yang mengeras pula. Selama beberapa detik mereka sama-sama terdiam, Biola ikut kebingungan dibuatnya.

"Hm?" gumam Biola menunggu reaksi Dion.

"Betul kan firasat aku! Sekarang aku nggak akan tenang! Mungkin sebaiknya kamu cari kerja di tempat lain aja!"

Biola nyaris tak bisa mempercayai telinganya sendiri, betulkah Dion baru saja mengatakan hal seperti itu dengan mudahnya? Melepas jabatan yang sudah lama dia nantikan hanya karena dia mendapat asisten seorang laki-laki?

"Hah?! Nggak! Nggak bisa gitu dong, Yang! Aku udah lama nunggu promosi ini, mana bisa aku lepas gitu aja! Kamu jangan egois!" bantah Biola.

Sumpah demi apa pun, dia tak akan melepas kesempatan emas ini hanya karena cemburu buta Dion.

"Aku akan cari kerjaan baru untuk kamu! Kamu pikir aku bisa tenang kalau mikir tiap hari kamu kerja sama laki-laki lain?!" Dion beralasan.

"Dion ... dengar, cowok itu masih muda, dia masih dua puluh tiga tahun, kamu kira aku bakal jatuh cinta atau punya hubungan sama bocah kayak gitu?"

Hanya ini satu-satunya alasan yang bisa dipakai Biola. Dan syukurlah, memang raut muka Dion sejenak berubah melembek setelah mendengar pengakuan Biola barusan.

"Dia masih dua puluh tiga tahun? Lima tahun lebih muda dari kamu?" ulang Dion ingin memastikan.

"Iya, Sayang! Kamu nggak punya alasan buat cemburu sama dia, kamu tenang aja ... kami nggak mungkin bisa lebih dari sekedar kawan kerja."

Biola memegang kedua pipi Dion dengan lembut, menatap ke dalam matanya dengan tulus. "Sayang, kamu tujuh tahun lebih tua dari dia, kamu udah tiga puluhan, kan? Kamu tau ... dia masih anak-anak di mata kita, aku nggak mungkin juga tertarik sama dia. Trust me, Babe ..." bujuknya dengan lembut.

Satu helaan napas lega meluncur dari mulut Dion.

"Haa ... kamu bikin aku khawatir aja, bayanganku, dia itu cowok seumuran kamu atau lebih tua, kalau masih anak-anak gitu sih, aku percaya kamu nggak akan tertarik sama dia ..."

Biola menarik napas lega, tapi hanya untuk sementara, sebab kemudian Dion melanjutkan, "Tapi tetap aja, bukan berarti nggak akan ada apa-apa di antara kalian, karena bisa banget malah dia yang tertarik sama kamu!"

"Kamu jangan ngaco, deh! Cowok-cowok pasti lebih suka cewek lebih muda! Lagian, mau dia tertarik sama aku kayak gimana pun, kalau akunya nggak peduli, nggak akan pernah ketemu!"

Dion mengangguk pelan, meski samar Biola masih bisa melihat keraguan terpancar di matanya, tapi setidaknya sekarang kecemasan yang melanda pria itu mulai agak berkurang.

"Hm ... untuk sementara aku pegang kata-kata kamu, tapi kalau nanti aku liat ada yang aneh dari gelagat kalian, aku nggak akan diam aja, loh."

Ultimatum dari Dion sama sekali tidak ramah di telinga Biola. Dia bersungut-sungut, entah mengapa kekasihnya yang satu ini bisa begitu posesif terhadap dirinya! Bahkan sekalipun itu tanpa alasan.

Ketika Biola hendak beranjak dari pangkuan Dion, sekali lagi Dion mencengkeramnya lalu mempertemukan kedua bibir mereka yang basah. Ciuman yang tak terduga-duga itu mengejutkan Biola.

"Aku udah bilang, kan? Aku kangen kamu ... nanti aja mandinya," bisik Dion seduktif di sela-sela ciumannya yang liar dan berani.

"Hnggg ..."

Hanya erangan lembut yang bisa keluar dari bibir Biola yang mungil.

TING TONG!!!

Keduanya kompak terperanjat ketika terdengar suara bel apartemen berbunyi. Sedetik keduanya saling beradu pandang. Siapa yang bertamu malam hari begini? Tidak biasanya ada yang bertamu, biasanya hanya beberapa teman kerja Dion saja yang datang, itu pun di waktu-waktu tertentu yang sudah lebih dulu mereka janjikan.

Biola bergegas berdiri untuk mengecek langsung siapa yang datang.

TING TONG!! TING TONG!!

Bel berbunyi lagi, tampaknya tamu kali ini agak tidak sabaran.

"Bentar ...!" seru Biola seraya buru-buru membuka pintu, begitu terkejut dirinya saat mendapati sosok yang familiar kini tengah berdiri di depan pintu apartemen.

Dia bengong, kaget bukan kepalang.

"Kak Biola ...!!"

Gadis belia berwajah manis itu berseru riang sambil melebarkan kedua tangannya.

"Vi-Viona?!!!"

Kesadaran Biola seketika kembali, dia baru sadar bahwa yang berada di depannya saat ini tidak lain dan tidak bukan adalah adik kandungnya sendiri, Viona.

Tunggu dulu, pikirnya, dari mana Viona tahu keberadaan Biola?!! Apa yang baru terjadi?!!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status