Share

5. PART LIMA

Gara-gara permintaan dari Cindy semalam membuat hati Eguh senang dan bahagia, sehingga membuat dirinya melupakan janjinya yang pernah dibuat dengan Pak Sodik wali kelasnya. Sehingga membuat Eguh bingung memilih janji mana yang harus dia dahulukan, karena dua-duanya begitu penting baginya. Jika dirinya kembali mengecewakan Cindy mungkin gadis yang dia cintai ini akan marah dan benci padanya, itu pasti. Dalam kebimbangan hatinya ini, akhirnya Eguh lebih memilih untuk menghubungi Pak Sodik wali kelasnya, untuk menggalkan dan menunda janji dengan beliau.

Eguh mencoba untuk menghubungi Pak Sodik pagi sebelum siap-siap untuk berangkat mengantarkan Cindy ke Pesanten. Saat Eguh menghubungi wali kelasnya untuk membatalkan janjinya dan menjelaskan atas pembatalan janjinya, Pak Sodik ternyata juga tidak bisa datang ke sekolah dikerenakan ada kepentingan keluarga mendadak, ada keluarganya yang meninggal sehingga beliau sekeluarga pergi takziah ke rumah saudaranya itu. Setelah mengakhiri obrolannya dengan Pak Sodik, Eguh pun pergi menyiapkan beberapa pakaian dan dimasukkan ke tas rangselnya, dikarenakan sang ibu memberi tahu kalau akan menginap di rumah kakek dan neneknya yang merupakan pemilik dan pengasuh pesantren tempat Cindy mondok.

DRRRTTT …

Tiba-tiba saat sedang menyiapkan barang bawaannya, suara HP nya yang tergeletak diatas meja belajarnya bergetar. Saat Eguh lihat layar HP ternyata telepon dari Cindy, tanpa berlama-lama Eguh langsung mengangkat telepon dari bidadari penjaga hatinya itu.

“Assalamu’alaikum. Iya sayang ada apa?” ucap Eguh tanpa sadar menyapa Cindy dengan sapaan sayang.

“Wa’alaikumsalam. Sayang …, sayang …, palamu peang. Ini aku Cindy bukan sayang. Ih, pasti baru bangun ya dan habis mimpi yang nggak-nggak ne, hayo?” ucap Cindy ngegoda.

‘Bentar, tadi aku ndak salah denger apa ya, tiba-tiba dia manggil aku sayang …, tapi ah, nggak mungkin secepat ini dia bisa suka sama aku,’ gumam Cindy dalam hati dengan pikiran yang menggalaukan.

“Halo, Cin, halo …, masih ada kan dirimu disitu, jangan bikin aku takut napa,” ucap tanya Eguh yang sedikit heran yang tiba-tiba suara Cindy hilang.

“Iya, apaan sih! Emang aku kuntilanak apa. Udah ya pagi-pagi jangan bikin hatiku suram,” ucap Cindy sewot.

“Iya, iya, maaf,” ucap Eguh memelas.

“Nggak mau, pokoknya Cindy ngambek sama Eguh,” ucap Cindy dengan juteknya.

Lalu tiba-tiba tak terdengar suara Cindy dari balik teleponnya, hanya suara kesunyian yang membuat pikiran Eguh menjadi kacau balau.

‘Aduh, kenapa lagi sih ini anak! Tiba-tiba baik, tiba-tiba galak gini. Gini ini ya kalo jadi cewek kelamaan ngejomblo, hihihi …, emosinya ndak bisa terkontrol dengan baik. Makanya Go, buruan pacarin dia agar kalian berdua nggak kelamaan ngejomblo, lo …, lo …, kok malah ngatain diri sendiri. Udah, ah …, lama kelamaan tambah ngaco aja ini otakku,’ gumam Eguh dalam hati.

Dan tak beberapa lama …,

“Udah ya Go, aku mau mandi dan siap-siap dulu. Sampai ketemu nanti dan kamu ndak usah sarapan ya, udah aku siapin nasi goreng spesial. Assalamu’alaikum,” ucap pesan Cindy sambil mengucap salam untuk menyudahi obrolan.

“Si … siap, Wa’alaikumsalam,” balas Eguh.

‘Benerkan, pasti begini …,’ gumam Eguh dalam hati heran dengan sikap sahabatnya itu.

***

Setelah semuanya beres, dengan semua barang bawaan mereka. Eguh beserta kedua orang tuannya menunggu kedatangan keluarga H. Mansur sambil duduk di teras depan rumahnya. Tak beberapa lama sebuah mobil terparkir di depan pekarangan rumah keluarga Hendra, dan kebetulan mobil yang dibawa sama H. Mansur adalah mobil tipe MPV. Setelah mengecek pintu dan jendela rumahnya, Eguh dan kedua orang tuanya berjalan menghampiri mobil yang terparkir di depan pekarangan rumahnya itu sambil membawa tas rangsel di punggungnya dan menyeret koper besar.

Setelah barang bawaan dirinya dan kedua orang tuanya Eguh masukkan ke bagasi belakang mobil, barulah dirinya dan kedua orang tuanya masuk ke mobil. Ayahnya Eguh duduk di depan disamping H. Mansur yang berada di kursi pengemudi, agar nanti bisa menggantikan H. Mansur untuk mengemudi kala beliau capek. Sedangkan ibunya Eguh duduk di kursi tengah menemani Hj. Fatimah. Lalu Eguh duduk di kursi belakang dengan Cindy.

“Sudah lengkap dan ndak ada yang ketinggalan kan? Bismillah …,” tanya H. Mansur yang kemudian mulai menyalakan mesin mobil.

“Sudah …,” jawab semua.

Mobil MPV pun mulai berjalan perlahan meninggalkan pekarangan rumah keluarga Hendra.

“Ini di makan ya,” ucap Cindy ramah sambil memberikan kotak nasi yang memang sengaja sudah dia siapkan buat Eguh.

“Eh, iya makasih,” ucap Eguh dengan perasaan senang.

“Enak aja makasih, bayar dong …,” goda Cindy.

“Hah, bayar! Ndak jadi deh, ini aku balikin,” ucap Eguh sedikit sewot, samil mengembalikan kembali kotak nasi yang tadi diberi oleh Cindy.

“Hihihi …, udah kamu makan aja, aku tadi cuma becanda. Gratis kok! Ini nasi goreng spesial bikinan chef Cindy,” ucap Cindy sambil ketawa kecil.

Setelah itu barulah Eguh mulai memakan nasi goreng spesial bikinan Cindy.

“Pantas tadi disuruh sarapan ndak mau, ternyata udah ada yang buatin sarapan,” ledek sang ibu pada Eguh dengan pandangan masih ke depan sambil ngerumpi.

“Iya mbak, aku tadi pagi-pagi habis subuh juga sempet kaget lho, pas tiba-tiba anakku ini bantuin umiknya di dapur. Eh, ternyata bikinin nasi goreng buat pangerannya,” ledek sang ib pada Cindy menimpali.

Dan membuat kedua orang tua Eguh dan Cindy tertawa, sedangkan Eguh dan Cindy hanya bisa tersipu malu mendengar ledekan kedua orang tuanya.

Empat jam perjalanan mereka lalui hingga tepat jam 12.30 mobil yang Hendra supiri memasuki gapura selamat datang di Kota Kuncup Wangi. Mobil Hendra lajukan pelan menyusuri jalan kota yang setahun sekali dirinya dan keluarga kunjungi, serasa nostalgia bagi Hendra melewati jalanan Kota Kuncup Wangi yang semakin ramai dilewati kendaraan yang berlalu lalang.

Saat mobil yang Hendra setiri nyampek di pertigaan jalan raya, Hendra mengarahkan mobil belok ke arah selatan (kiri). Kembali mobil Hendra lajukan dengan pelan menyusuri jalanan menuju pesantren “Darul Hikam”, salah satu pondok pesantren ternama dan terkenal di Kota Kuncup Wangi, bahkan luar Kota Kuncup Wangi.

Tak beberapa lama mobil yang disupiri Hendra sampai juga di depan gerbang megah yang bertuliskan Selamat Datang dikawasan Pondok Pesantren “Darul Hikam”. Di dalam halaman pesantren Hendra agak memelankan laju mobil yang membawa rombongan keluarganya dan sahabatnya, hingga mobil pun berhenti di halaman depan rumah yang cukup megah. Setelah Hendra memarkirkan mobilnya di sebelah mobil milik mertuanya, barulah mereka semua keluar dari mobil.

“Assalamu’alaikum. Abi, Umik,” ucap salam Aisyah sambil mengetok pintu rumah Abi dan Umiknya.

“Wa’alaikumsalam, sebentar,” balas salam seorang perempuan dari dalam rumah, sambil berjalan untuk membukakan pintu rumah.

Saat mengetahui orang yang telah ditunggu-tunggunya datang, sang pemilik rumah menyuruh mereka semua masuk dan beristirahat dahulu. Lalu setelah putrinya, menantunya, cucunya serta H. Mansur dan keluarga beristirahat di ruang keluarga, barulah umiknya Aisyah yang bernama Nyai Hj. Nurul Fatimah Az-Zahro menyuruh beberapa santriwatinya untuk membuatkan minum dan menyiapkan hidangan untuk makan siang.

Dan tak beberapa lama abinya Aisyah yang bernama K.H. Ali Mubarok balik dari masjid pesantren. Saat melihat putri, menantu dan cucu kesayangannya sudah datang bersama H. Mansur dan keluarga, wajah K.H. Ali Mubarok terlihat sangat senang dan bahagia. Setelah sedikit berkangen-kangenan dengan putri, menantu dan cucu kesayangannya, barulah K.H. Ali Mubarok mengajak semua yang berada di ruang keluarga untuk makan siang.

***

Selesai makan siang bersama, kembali mereka melanjutkan obrolan sambil nyantai di ruang keluarga dengan ditemani camilan dan air mineral gelas.

“Oh ya, Nak. Kalian jadikan nginep?” tanya abinya Aisyah pada sang menantu.

“Jadi dong Abi, Insya Allah kami mau liburan di pesantren selama 3 hari, bolehkan Abi?” balas Hendra berharap.

“Boleh banget! Jangan 3 hari, kalian mau tinggal disini selamanya juga tidak masalah,” ucap abinya Aisyah dengan senangnya.

“Iya Nak, kalian tinggal aja disini bantu-bantu abi dan umik ngurus pesantren,” timpal umiknya Aisyah yang terlihat sedih.

“Insya Allah Abi, Umik, kalo kami sudah siap,” jelas Aisyah.

Abi dan umiknya pun bisa memahami keinginan putri dan menantunya itu, apalagi setelah tahu kejadian sebenarnya pada putri dan menantunya yang membuat mereka berdua meninggalkan pesantren setelah sebulan menikah dan memilih untuk hidup mandiri di Kota Kumbang. Dan suasana pun menjadi hening sejenak.

“Oh ya, Sur, Fat, gimana kabar kalian berdua?” tanya abinya Aisyah.

“Alhamdulillah baik, usaha juga Alhamdulillah lancar pak Kyai,” jawab H. Mansur.

“Alhamdulillah deh, tapi inget jangan lupa sedekah dan zakatnya,” ucap canda abinya Aisyah.

“Pasti itu pak Kyai,” jawab H. Mansur.

Tanpa terasa obrolan demi obrolan yang mengakrabkan mereka yang berada di ruang keluarga akhirnya terhenti manakala terdengar suara adzan mengumandang, memberikan tanda waktu shalat Ashar telah tiba. Lalu kemudian para laki-laki bersiap-siap untuk melaksanakan shalat Ashar di masjid pesantren, sedangkan yang perempuan shalat di rumah dan pergi beristirahat di kamar yang sudah disiapkan oleh kedua orang tua Aisyah.

Sebelum berangkat ke masjid, Eguh dengan dibantu dua orang santri menurunkan barang bawaan mereka yang masih berada di bagasi mobil. Selesai menurunkan koper,tas rangsel serta barang bawaan lainnya, barulah Eguh dan kedua santri kakeknya yang membantunnya akhirnya bergegas menuju ke masjid pesantren untuk melaksanakan ibadah shalat Ashar berjamaah.

“Makasih ya udah bantuin nurunin barang-barangku,” ucap Cindy dengan ekspresi senang, saat mereka berpapasan di ruang tengah.

Tanpa menjawab dan hanya memberikan kode anggukan kepala, Eguh bergegas mempercepat langkah kakinya pergi ke masjid pesantren, agar dirinya tidak ketinggalan untuk melaksanakan shalat Ashar berjamaah.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status