Share

6. PART ENAM

Author: Eguh Setiawan
last update Last Updated: 2021-07-13 10:28:23

Selesai melaksankan ibadah shalat Isya’ dan makan malam bersama, kembali Kyai Ali, Nyai Nurul, Hendra dan keluarga, serta H. Mansur dan keluarga berkumpul di ruang keluarga, mereka semua kembali terhanyut dalam obrolan keakraban sebuah keluarga bahagia. Dengan ditemani segelas teh hangat dan juga beberapa piring gorengan dan kue basah, obrolan mereka semakin seru aja di ruangan itu.

“Maaf Kyai sebelumnya, kedatangan saya dan istri kesini ingin menitipkan anak kami mondok dan ngabdi di pesantren,” jelas H. Mansur mengutarakan tujuannya kemari disela-sela obrolan.

“Mmm, iya aku sudah tau Sur, semalam putriku Aisyah ngabari kalo dirinya mau ngantarkan anakmu sekaligus berlibur,” balas Kyai Ali.

“Tapi bagaimana dengan putrimu, apakah dia sudah siap dari hati untuk mondok? Kalo belum jangan dipaksa,” tambah Kyai Ali menegaskan.

“Insya Allah Cindy siap Kyai, Nyai. Selain ingin berhijrah, Cindy juga ingin sekali mendalami ilmu agama,” jelas Cindy santun.

“Baiklah kalo begitu, mulai besok habis Subuh kamu bisa mulai ikutan kegiatan pesantren. Selain mondok, di pondok pesantren “Darul Hikam” ini, santri-santrinya diwajibkan juga untuk sekolah,” jelas Kyai Ali panjang lebar.

“Baik Kyai, insya Allah rencananya besok kami juga akan mendaftarkan putri kami Cindy ke SMK “Darul Hikam”, dan kami minta ijin sama Kyai untuk dibolehin menginap sehari disini?” balas H. Mansur memelas.

“Boleh,” balas singkat Kyai Ali.

Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, malam pun semakin larut dalam kesunyian, namun obrolan orang-orang yang berada di ruang keluarga tersebut makin seru saja, terlihat begitu penuh dengan keakraban seperti keluarga. Tiba-tiba Cindy merasakan kantuk teramat sangat pada matanya, sehingga membuat orang tuanya untuk pergi tidur dulu.

Lalu Cindy yang menahan rasa kantuknya meninggalkan ruang keluarga setelah berpamitan pada semua orang yang berada di ruangan itu, dan dengan langkah sedikit gontai karena rasa kantuknya yang berat Cindy pun berjalan menuju ke kamar tidur dengan ditemani sang ibu.

Tak beberapa lama, semua orang yang berada di ruang keluarga itu satu persatu beranjak pergi ke tempat tidur masing-masing, untuk para laki-laki tidur di kamar untuk tamunya Kyai, sedangkan para wanita tidur di kamar milik Aisyah.

***

Lantunan sair syahdu lafadz Al-Qur’an berkumandang terdengar dari speaker masjid pesantren sebagai tanda untuk para santri pondok pesantren “Darul Hikam”, sehingga para santri pun mulai bangun dari tidurnya, tak terkecuali orang-orang yang menginap dan tinggal di rumah Kyai Ali.

Mereka semua pun mulai bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah shalat Subuh berjama’ah di masjid pesantren. Beberapa santri ada yang pergi mandi dan ada juga yang hanya cuci muka dan berkumur-kumur saja. Hingga terdengarlah lantunan sair shalawat tarhim Subuh berkumandang, sebagai pertanda akan datangnya waktu subuh sebentar lagi.

Namun saat Eguh mau berangkat ke masjid, dirinya yang berpapasan dengan ibunya dan Hj. Fatimah tiba-tiba menghentikan langkahnya sejenak dikarenakan pandangan matanya terpesona pada gadis yang berjalan di samping ibunya.

“Maaf umik, Cindy kok tidak ikutan shalat Subuh berjama’ah?” tanya Eguh kepada umiknya Cindy, saat dirinya sadar kalau tidak melihat Cindy, lalu matanya kembali mencuri pandang pada gadis yang berada di samping ibunya.

“Lha, emang kamu ndak kenal ta, yang lagi di samping ibu ini siapa?” ucap sang ibu, sambil menunjuk ke arah gadis yang berada di sebelahnya.

“Subhanallah, Eguh kira santrinya nenek Nurul, Bu,” balas Eguh terkejut mengetahui gadis yang berjalan di samping ibunya ternyata sahabat yang dicintainya itu.

Karna sudah terdengar adzan Subuh, Eguh pun segera berjalan ke masjid pesantren, begitu juga dengan sang ibu dan Hj. Fatimah serta Cindy bergegas berangkat ke masjid pesantren.

‘Ah, sial …, sial …, ternyata gadis yang selama ini menjadi sahabatku, jika berpenampilan seperti barusan, memakai gamis dengan jilbab sar’i yang menghias indah menutupi rambutnya yang lurus panjang, terlihat begitu cantik wajahnya bagaikan bidadari, apalagi dengan hiasan kacamata yang selalu dikenakannya, semakin menambah anggun dan manis. Membuatku makin terpesona dan makin cinta padanya,’ gumam Eguh dalam hati yang selalu membayangkan transformasi pada diri sahabatnya Cindy.

Akhirnya selama mengerjakan sholat Subuh Eguh tidak bisa khusuk, otaknya selalu membayangkan Cindy yang kini menjadi seorang gadis yang sangat cantik bagaikan bidadari. Lalu tiba-tiba …

‘Astaghfirullah …, astaghfirullah …, astaghfirullah …, ampunilah hamba-Mu ini, Ya Allah …, yang telah lalai,’ gumam hati Eguh dalam sujudnya.

***

Selesai mengerjakan shalat subuh berjama’ah dan berdzikir, Cindy langsung mengikuti kegiatan Subuh di pesantren, yaitu ngaji kitab kuning. Cindy yang memang santri baru dan belum memiliki kitab kuning yang nanti akan dipelajari oleh santri di pesantren, Cindy sedikit kebingungan mencari tempat untuk duduk, hingga akhirnya ada salah seorang santri menyapanya.

“Hai, antum santri baru ya? Sini duduk sini,” ucap salah satu santriwati.

“E … eh, iya makasih kak,” ucap Cindy lalu duduk bersila dengan masih mengenakan mukenanya.

“Kenalin aku Sinta salah satu pengurus di sini,” sapa kak Sinta memperkenalkan, sambil menjulurkan tangan kanannya.

“Aku Cindy, Kak,” balas Cindy, yang juga menjulurkan tangan kanannya.

Mereka berdua saling berjabatan tangan.

“Oh ya, aku May salah satu pengurus juga,” ucap kak May memperkenalkan diri.

“Cindy,” balas Cindy, dan langsung menjabat tangan kak May.

Begitupun seterusnya, akhirnya Cindy berkenalan dengan beberapa pengurus yang sudah hadir di ruangan tempat santriwati mengaji kitab kuning.

Tak beberapa lama para santriwati pun berdatangan, diikuti dengan datangnya ustadzah yang akan mengajarkan kitab kuning kali ini. Dan tepat jam 5 pagi ngaji kitab kuning pun dimulai, para santriwati dengan seksama memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh ustadzah Zahra, sambil menulisnya di kitab kuning mereka.

Cindy yang memang awam dan juga baru tahu dengan kitab kuning hanya bisa menyimak apa yang dibaca dan dijelaskan oleh ustadzah Zahra, dengan melihat kitab kuning milik kak Sinta. Dirinya menelaah setiap apa yang dibaca dan dijelaskan oleh ustadzah Zahra. Hingga tanpa terasa sudah 1 jam setengah berlalu, dan ustadzah Zahra pun mengakhiri ngaji kitab kuning.

Selesai kegiatan ngaji kitab kuning, semua santriwati pun kembali ke kamar mereka masing-masing. Sementara itu Cindy tidak kembali ke rumah Kyai Ali, dia diajak oleh kak Sinta ke kamarnya untuk mengambil kitab kuning yang nanti dipelajari di pesantren. Selain mengambil kitab kuning, tak lupa kak Sinta mengajak Cindy berkeliling pesantren santriwati dan menunjukkan kamar yang akan ditempatinya selama di pondok.

Kamar yang ditempati oleh Cindy ini menampung sepuluh santri. Setelah selesai mengikuti tur pesantren yang di pandu oleh Kak Sinta, Cindy ijin untuk kembali ke rumah Kyai Ali.

‘Alhamdulillah, akhirnya dengan niat yang baik, niatku untuk mondok direstui oleh Allah. Dan bismillah …, semoga hari ini menjadi awal yang baik untukku benar-benar bisa hijrah. Mungkin aku nanti akan selalu merindukan dirinya dan kangen padanya, tapi aku harus mampu menahan semua perasaan itu. Demi untuk mendapatkan cinta sejati dari seseorang aku sayangi dan cintai, Eguh Hendrawan Putra,’ gumam Cindy dalam hati.

Hingga tiba-tiba langkah Cindy pun terhenti sejenak, saat dirinya melihat sosok lelaki yang dikenalnya dan juga dicintainya sedang bermain bola dengan para santri pesantren, Cindy hanya mampu untuk menatapnya dengan kagum sosok lelaki itu dari jauh.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LUKA TAK BERDARAH   105. PART LIMA PULUH TUJUH

    Keesokan harinya…Hari jum’at ini Eguh pergi ke sekolah seperti biasa. Selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah warna cokelat serta sepatu hitam Eguh segera pergi ke sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah, Eguh mampir dulu ke warung nasi di depan kosannya untuk sarapan. Sengaja pagi ini dia sarapan nasi uduk.Selesai sarapan barulah Eguh berangkat ke sekolah dengan jalan kaki. Saat Eguh sampai di depan gerbang sekolah, dia bertemu dengan Indah yang baru turun dari mobil yang mengantarnya.“Hai …,” sapa Eguh ramah, saat dirinya bertemu dengan Indah.“Hai juga!” balas sapa Indah.“Gimana kabarnya ni? Kok sepertinya sekarang jarang ke kantin?” lanjut Indah bertanya.“Ya begini ini …, Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabarnya?” jawab Eguh, lalu balik bertanya.“Lu bisa lihat sendiri kan kondisiku …, Alhamdulillah baik juga

  • LUKA TAK BERDARAH   104. PART LIMA PULUH ENAM

    Sore hari menjelang, pukul 16:20. Di sebuah kosan… BRAAKKK! Suara pintu kosan tertabrak sesuatu dari luar. Eguh, Andre, Baron, Heru, dan Alek yang lagi nyantai di ruang tengah sambil nonton TV. Tiba-tiba kaget mendengar suara gaduh akibat benturan dari sesuatu yang menabrak pintu kosan. “Lek, tolong lu cek ada apa diluar!” pinta mas Andre. Lalu segera Alek beranjak melangkah menuju keluar untuk mengecek apa yang terjadi di luar kosan. Namun ketika Alek membuka pintu kosan. Betapa terkejutnya dia melihat Jay sudah tergeletak di tanah dengan muka lebam penuh luka. Darah membasahi wajahnya. “JAYY …,” teriak Alek kaget. Eguh, Andre, Baron dan Heru yang mendengar teriakan Alek, langsung beranjak melangkah ke depan. “Bro, ada apa lu teriak-teriak!” ucap mas Andre agak berteriak kepada Alek. “Iya ne! seperti kagak ada kerjaan!” timpal mas

  • LUKA TAK BERDARAH   103. BERTEMU SESEORANG (BAGIAN 2)

    Keesokan harinya… Di pagi hari yang cerah, angin pagi berhembus sepoi. Burung-burung bernyanyi dengan kicauannya yang merdu. Mentari bersinar dengan senyum cerianya menyinari pagi. Rutinitas pagi hari yang selalu Eguh kerjakan, belajar dan bersih-bersih kamar. Terkadang dia juga ikutan memasak sarapan pagi dengan teman-teman kost lainnya. Setelah mengerjakan semua itu, barulah Eguh pergi mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Selesai sarapan Eguh pun berangkat ke sekolah seperti biasanya dengan berjalan kaki. Sesampainya di dalam kelas, Eguh segera berjalan menuju ke bangkunya yang berada di belakang. Setelah menaruh tas ranselnya diatas meja, dia pun duduk santai dan mengambil buku pelajarannya untuk jam pelajaran pertama di hari kamis. Sambil menunggu bel masuk Eguh pun meluangkan waktu untuk membaca novel karya Kahlil Gibran yang dipinjamnya di perpustakaan beberapa hari yang lalu. Dan saat sedang as

  • LUKA TAK BERDARAH   102. BERTEMU SESEORANG

    Hari berlalu, minggu berganti, tak terasa sudah dua minggu berlalu setelah Eguh putus dengan Indah. Dua minggu yang menguras hati dan pikiran sudah Eguh lalui dengan kesabaran dan keikhlasan. Bagaimana dia belajar untuk menenangkan hatinya dengan cara mengikhlaskan kepergian orang yang seharusnya pergi. Agar dia bisa move on dan kembali menjadi kepribadian yang ceria. Sehingga di masa depan dia bisa membuka hatinya untuk cinta yang lain. Rutinitas yang Eguh lalui seminggu kemarin pun lebih terasa semakin nyaman. Sehingga bisa membuatnya berdamai lagi dengan hatinya. Kini dirinya juga bisa kembali fokus dengan pelajaran di sekolahnya. Kini Eguh sudah tidak lagi merasa canggung ketika di kantin sekolah ngumpul dan ngobrol dengan Indah. Obrolan di antara Eguh dan Indah sudah terlihat lebih nyaman kembali, bahkan tak jarang juga mereka bercanda bersama. Eguh terlihat benar-benar sudah bisa move on dari sang mantan. Seiring be

  • LUKA TAK BERDARAH   101. MOVE ON

    Eguh melangkah berjalan menuruni tangga menuju ke lantai satu restoran. Saat Eguh melintasi lantai dua, tak sengaja Eguh melihat Indah dan ketiga sahabatnya sedang makan dan ngumpul. Lalu dengan rasa sedikit ragu dia menghampiri sang mantan yang sedang makan plus ngobrol santai dengan ketiga sahabatnya. “Hai semua …,” sapa Eguh ketika sudah berada di hadapan Indah dan ketiga sahabatnya. “Eh, Guh! Lagi ngapain ni?” sapa Erna agak terkejut dengan kehadiran mantan sahabatnya. Maklum aja, kalo mereka berempat sedang asyik ngobrol pasti tidak begitu peduli dengan situasi sekitar mereka. Indah yang membelakangi Eguh, tiba-tiba salah tinggakah saat sang mantan berdiri tepat di belakangnya. Lalu dia segera menoleh ke belakang. “Guh, kok kamu disini?” tanya Indah. “Iya Er! Ini aku lagi ada acara dengan teman-teman kosan. Gabung yuk?” ajak Eguh. “Kangen sama kamu yang pernah mengisi hatiku dengan keindahan cinta …,” goda Eguh ke Indah sambil sen

  • LUKA TAK BERDARAH   100. MENCOBA MOVE ON

    Dalam heningnya malam…Di kamar kost, terlihat Eguh terdiam dalam hening dan sunyi. dia memikirkan perubahan yang terjadi pada sang mantan. Dia seakan tak percaya dengan sikap sang mantan siang tadi di kantin sekolah. Situasi siang tadi di kantin sekolah, seakan telah membawa kembali kebahagiaan hati yang telah lama dinodai kegalauan.‘Aku kira dia tidak mau lagi mengenal diri ini yang hanya seorang anak penjual mie ayam. Tetapi tadi siang tidak! Saat aku melihatnya di kantin sekolah, dia malah memanggil dan mengajakku untuk gabung satu meja dengannya. Huffttt …, sepertinya berteman dengannya adalah pilihan terbaik buat kebersamaan kita!’ gumam Eguh dalam hati.Karena suntuk di dalam kamar, Eguh mencoba untuk bersantai di teras depan kamarnya. Sambil bersandar ke pagar tembok tepian teras bangunan lantai dua, dia bisa menikmati indahnya cahaya rembulan dan kerlip bintang-bintan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status