Share

6. PART ENAM

Selesai melaksankan ibadah shalat Isya’ dan makan malam bersama, kembali Kyai Ali, Nyai Nurul, Hendra dan keluarga, serta H. Mansur dan keluarga berkumpul di ruang keluarga, mereka semua kembali terhanyut dalam obrolan keakraban sebuah keluarga bahagia. Dengan ditemani segelas teh hangat dan juga beberapa piring gorengan dan kue basah, obrolan mereka semakin seru aja di ruangan itu.

“Maaf Kyai sebelumnya, kedatangan saya dan istri kesini ingin menitipkan anak kami mondok dan ngabdi di pesantren,” jelas H. Mansur mengutarakan tujuannya kemari disela-sela obrolan.

“Mmm, iya aku sudah tau Sur, semalam putriku Aisyah ngabari kalo dirinya mau ngantarkan anakmu sekaligus berlibur,” balas Kyai Ali.

“Tapi bagaimana dengan putrimu, apakah dia sudah siap dari hati untuk mondok? Kalo belum jangan dipaksa,” tambah Kyai Ali menegaskan.

“Insya Allah Cindy siap Kyai, Nyai. Selain ingin berhijrah, Cindy juga ingin sekali mendalami ilmu agama,” jelas Cindy santun.

“Baiklah kalo begitu, mulai besok habis Subuh kamu bisa mulai ikutan kegiatan pesantren. Selain mondok, di pondok pesantren “Darul Hikam” ini, santri-santrinya diwajibkan juga untuk sekolah,” jelas Kyai Ali panjang lebar.

“Baik Kyai, insya Allah rencananya besok kami juga akan mendaftarkan putri kami Cindy ke SMK “Darul Hikam”, dan kami minta ijin sama Kyai untuk dibolehin menginap sehari disini?” balas H. Mansur memelas.

“Boleh,” balas singkat Kyai Ali.

Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, malam pun semakin larut dalam kesunyian, namun obrolan orang-orang yang berada di ruang keluarga tersebut makin seru saja, terlihat begitu penuh dengan keakraban seperti keluarga. Tiba-tiba Cindy merasakan kantuk teramat sangat pada matanya, sehingga membuat orang tuanya untuk pergi tidur dulu.

Lalu Cindy yang menahan rasa kantuknya meninggalkan ruang keluarga setelah berpamitan pada semua orang yang berada di ruangan itu, dan dengan langkah sedikit gontai karena rasa kantuknya yang berat Cindy pun berjalan menuju ke kamar tidur dengan ditemani sang ibu.

Tak beberapa lama, semua orang yang berada di ruang keluarga itu satu persatu beranjak pergi ke tempat tidur masing-masing, untuk para laki-laki tidur di kamar untuk tamunya Kyai, sedangkan para wanita tidur di kamar milik Aisyah.

***

Lantunan sair syahdu lafadz Al-Qur’an berkumandang terdengar dari speaker masjid pesantren sebagai tanda untuk para santri pondok pesantren “Darul Hikam”, sehingga para santri pun mulai bangun dari tidurnya, tak terkecuali orang-orang yang menginap dan tinggal di rumah Kyai Ali.

Mereka semua pun mulai bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah shalat Subuh berjama’ah di masjid pesantren. Beberapa santri ada yang pergi mandi dan ada juga yang hanya cuci muka dan berkumur-kumur saja. Hingga terdengarlah lantunan sair shalawat tarhim Subuh berkumandang, sebagai pertanda akan datangnya waktu subuh sebentar lagi.

Namun saat Eguh mau berangkat ke masjid, dirinya yang berpapasan dengan ibunya dan Hj. Fatimah tiba-tiba menghentikan langkahnya sejenak dikarenakan pandangan matanya terpesona pada gadis yang berjalan di samping ibunya.

“Maaf umik, Cindy kok tidak ikutan shalat Subuh berjama’ah?” tanya Eguh kepada umiknya Cindy, saat dirinya sadar kalau tidak melihat Cindy, lalu matanya kembali mencuri pandang pada gadis yang berada di samping ibunya.

“Lha, emang kamu ndak kenal ta, yang lagi di samping ibu ini siapa?” ucap sang ibu, sambil menunjuk ke arah gadis yang berada di sebelahnya.

“Subhanallah, Eguh kira santrinya nenek Nurul, Bu,” balas Eguh terkejut mengetahui gadis yang berjalan di samping ibunya ternyata sahabat yang dicintainya itu.

Karna sudah terdengar adzan Subuh, Eguh pun segera berjalan ke masjid pesantren, begitu juga dengan sang ibu dan Hj. Fatimah serta Cindy bergegas berangkat ke masjid pesantren.

‘Ah, sial …, sial …, ternyata gadis yang selama ini menjadi sahabatku, jika berpenampilan seperti barusan, memakai gamis dengan jilbab sar’i yang menghias indah menutupi rambutnya yang lurus panjang, terlihat begitu cantik wajahnya bagaikan bidadari, apalagi dengan hiasan kacamata yang selalu dikenakannya, semakin menambah anggun dan manis. Membuatku makin terpesona dan makin cinta padanya,’ gumam Eguh dalam hati yang selalu membayangkan transformasi pada diri sahabatnya Cindy.

Akhirnya selama mengerjakan sholat Subuh Eguh tidak bisa khusuk, otaknya selalu membayangkan Cindy yang kini menjadi seorang gadis yang sangat cantik bagaikan bidadari. Lalu tiba-tiba …

‘Astaghfirullah …, astaghfirullah …, astaghfirullah …, ampunilah hamba-Mu ini, Ya Allah …, yang telah lalai,’ gumam hati Eguh dalam sujudnya.

***

Selesai mengerjakan shalat subuh berjama’ah dan berdzikir, Cindy langsung mengikuti kegiatan Subuh di pesantren, yaitu ngaji kitab kuning. Cindy yang memang santri baru dan belum memiliki kitab kuning yang nanti akan dipelajari oleh santri di pesantren, Cindy sedikit kebingungan mencari tempat untuk duduk, hingga akhirnya ada salah seorang santri menyapanya.

“Hai, antum santri baru ya? Sini duduk sini,” ucap salah satu santriwati.

“E … eh, iya makasih kak,” ucap Cindy lalu duduk bersila dengan masih mengenakan mukenanya.

“Kenalin aku Sinta salah satu pengurus di sini,” sapa kak Sinta memperkenalkan, sambil menjulurkan tangan kanannya.

“Aku Cindy, Kak,” balas Cindy, yang juga menjulurkan tangan kanannya.

Mereka berdua saling berjabatan tangan.

“Oh ya, aku May salah satu pengurus juga,” ucap kak May memperkenalkan diri.

“Cindy,” balas Cindy, dan langsung menjabat tangan kak May.

Begitupun seterusnya, akhirnya Cindy berkenalan dengan beberapa pengurus yang sudah hadir di ruangan tempat santriwati mengaji kitab kuning.

Tak beberapa lama para santriwati pun berdatangan, diikuti dengan datangnya ustadzah yang akan mengajarkan kitab kuning kali ini. Dan tepat jam 5 pagi ngaji kitab kuning pun dimulai, para santriwati dengan seksama memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh ustadzah Zahra, sambil menulisnya di kitab kuning mereka.

Cindy yang memang awam dan juga baru tahu dengan kitab kuning hanya bisa menyimak apa yang dibaca dan dijelaskan oleh ustadzah Zahra, dengan melihat kitab kuning milik kak Sinta. Dirinya menelaah setiap apa yang dibaca dan dijelaskan oleh ustadzah Zahra. Hingga tanpa terasa sudah 1 jam setengah berlalu, dan ustadzah Zahra pun mengakhiri ngaji kitab kuning.

Selesai kegiatan ngaji kitab kuning, semua santriwati pun kembali ke kamar mereka masing-masing. Sementara itu Cindy tidak kembali ke rumah Kyai Ali, dia diajak oleh kak Sinta ke kamarnya untuk mengambil kitab kuning yang nanti dipelajari di pesantren. Selain mengambil kitab kuning, tak lupa kak Sinta mengajak Cindy berkeliling pesantren santriwati dan menunjukkan kamar yang akan ditempatinya selama di pondok.

Kamar yang ditempati oleh Cindy ini menampung sepuluh santri. Setelah selesai mengikuti tur pesantren yang di pandu oleh Kak Sinta, Cindy ijin untuk kembali ke rumah Kyai Ali.

‘Alhamdulillah, akhirnya dengan niat yang baik, niatku untuk mondok direstui oleh Allah. Dan bismillah …, semoga hari ini menjadi awal yang baik untukku benar-benar bisa hijrah. Mungkin aku nanti akan selalu merindukan dirinya dan kangen padanya, tapi aku harus mampu menahan semua perasaan itu. Demi untuk mendapatkan cinta sejati dari seseorang aku sayangi dan cintai, Eguh Hendrawan Putra,’ gumam Cindy dalam hati.

Hingga tiba-tiba langkah Cindy pun terhenti sejenak, saat dirinya melihat sosok lelaki yang dikenalnya dan juga dicintainya sedang bermain bola dengan para santri pesantren, Cindy hanya mampu untuk menatapnya dengan kagum sosok lelaki itu dari jauh.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status