Selesai melaksankan ibadah shalat Isya’ dan makan malam bersama, kembali Kyai Ali, Nyai Nurul, Hendra dan keluarga, serta H. Mansur dan keluarga berkumpul di ruang keluarga, mereka semua kembali terhanyut dalam obrolan keakraban sebuah keluarga bahagia. Dengan ditemani segelas teh hangat dan juga beberapa piring gorengan dan kue basah, obrolan mereka semakin seru aja di ruangan itu.
“Maaf Kyai sebelumnya, kedatangan saya dan istri kesini ingin menitipkan anak kami mondok dan ngabdi di pesantren,” jelas H. Mansur mengutarakan tujuannya kemari disela-sela obrolan.
“Mmm, iya aku sudah tau Sur, semalam putriku Aisyah ngabari kalo dirinya mau ngantarkan anakmu sekaligus berlibur,” balas Kyai Ali.
“Tapi bagaimana dengan putrimu, apakah dia sudah siap dari hati untuk mondok? Kalo belum jangan dipaksa,” tambah Kyai Ali menegaskan.
“Insya Allah Cindy siap Kyai, Nyai. Selain ingin berhijrah, Cindy juga ingin sekali mendalami ilmu agama,” jelas Cindy santun.
“Baiklah kalo begitu, mulai besok habis Subuh kamu bisa mulai ikutan kegiatan pesantren. Selain mondok, di pondok pesantren “Darul Hikam” ini, santri-santrinya diwajibkan juga untuk sekolah,” jelas Kyai Ali panjang lebar.
“Baik Kyai, insya Allah rencananya besok kami juga akan mendaftarkan putri kami Cindy ke SMK “Darul Hikam”, dan kami minta ijin sama Kyai untuk dibolehin menginap sehari disini?” balas H. Mansur memelas.
“Boleh,” balas singkat Kyai Ali.
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, malam pun semakin larut dalam kesunyian, namun obrolan orang-orang yang berada di ruang keluarga tersebut makin seru saja, terlihat begitu penuh dengan keakraban seperti keluarga. Tiba-tiba Cindy merasakan kantuk teramat sangat pada matanya, sehingga membuat orang tuanya untuk pergi tidur dulu.
Lalu Cindy yang menahan rasa kantuknya meninggalkan ruang keluarga setelah berpamitan pada semua orang yang berada di ruangan itu, dan dengan langkah sedikit gontai karena rasa kantuknya yang berat Cindy pun berjalan menuju ke kamar tidur dengan ditemani sang ibu.
Tak beberapa lama, semua orang yang berada di ruang keluarga itu satu persatu beranjak pergi ke tempat tidur masing-masing, untuk para laki-laki tidur di kamar untuk tamunya Kyai, sedangkan para wanita tidur di kamar milik Aisyah.
***
Lantunan sair syahdu lafadz Al-Qur’an berkumandang terdengar dari speaker masjid pesantren sebagai tanda untuk para santri pondok pesantren “Darul Hikam”, sehingga para santri pun mulai bangun dari tidurnya, tak terkecuali orang-orang yang menginap dan tinggal di rumah Kyai Ali.
Mereka semua pun mulai bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah shalat Subuh berjama’ah di masjid pesantren. Beberapa santri ada yang pergi mandi dan ada juga yang hanya cuci muka dan berkumur-kumur saja. Hingga terdengarlah lantunan sair shalawat tarhim Subuh berkumandang, sebagai pertanda akan datangnya waktu subuh sebentar lagi.
Namun saat Eguh mau berangkat ke masjid, dirinya yang berpapasan dengan ibunya dan Hj. Fatimah tiba-tiba menghentikan langkahnya sejenak dikarenakan pandangan matanya terpesona pada gadis yang berjalan di samping ibunya.
“Maaf umik, Cindy kok tidak ikutan shalat Subuh berjama’ah?” tanya Eguh kepada umiknya Cindy, saat dirinya sadar kalau tidak melihat Cindy, lalu matanya kembali mencuri pandang pada gadis yang berada di samping ibunya.
“Lha, emang kamu ndak kenal ta, yang lagi di samping ibu ini siapa?” ucap sang ibu, sambil menunjuk ke arah gadis yang berada di sebelahnya.
“Subhanallah, Eguh kira santrinya nenek Nurul, Bu,” balas Eguh terkejut mengetahui gadis yang berjalan di samping ibunya ternyata sahabat yang dicintainya itu.
Karna sudah terdengar adzan Subuh, Eguh pun segera berjalan ke masjid pesantren, begitu juga dengan sang ibu dan Hj. Fatimah serta Cindy bergegas berangkat ke masjid pesantren.
‘Ah, sial …, sial …, ternyata gadis yang selama ini menjadi sahabatku, jika berpenampilan seperti barusan, memakai gamis dengan jilbab sar’i yang menghias indah menutupi rambutnya yang lurus panjang, terlihat begitu cantik wajahnya bagaikan bidadari, apalagi dengan hiasan kacamata yang selalu dikenakannya, semakin menambah anggun dan manis. Membuatku makin terpesona dan makin cinta padanya,’ gumam Eguh dalam hati yang selalu membayangkan transformasi pada diri sahabatnya Cindy.
Akhirnya selama mengerjakan sholat Subuh Eguh tidak bisa khusuk, otaknya selalu membayangkan Cindy yang kini menjadi seorang gadis yang sangat cantik bagaikan bidadari. Lalu tiba-tiba …
‘Astaghfirullah …, astaghfirullah …, astaghfirullah …, ampunilah hamba-Mu ini, Ya Allah …, yang telah lalai,’ gumam hati Eguh dalam sujudnya.
***
Selesai mengerjakan shalat subuh berjama’ah dan berdzikir, Cindy langsung mengikuti kegiatan Subuh di pesantren, yaitu ngaji kitab kuning. Cindy yang memang santri baru dan belum memiliki kitab kuning yang nanti akan dipelajari oleh santri di pesantren, Cindy sedikit kebingungan mencari tempat untuk duduk, hingga akhirnya ada salah seorang santri menyapanya.
“Hai, antum santri baru ya? Sini duduk sini,” ucap salah satu santriwati.
“E … eh, iya makasih kak,” ucap Cindy lalu duduk bersila dengan masih mengenakan mukenanya.
“Kenalin aku Sinta salah satu pengurus di sini,” sapa kak Sinta memperkenalkan, sambil menjulurkan tangan kanannya.
“Aku Cindy, Kak,” balas Cindy, yang juga menjulurkan tangan kanannya.
Mereka berdua saling berjabatan tangan.
“Oh ya, aku May salah satu pengurus juga,” ucap kak May memperkenalkan diri.
“Cindy,” balas Cindy, dan langsung menjabat tangan kak May.
Begitupun seterusnya, akhirnya Cindy berkenalan dengan beberapa pengurus yang sudah hadir di ruangan tempat santriwati mengaji kitab kuning.
Tak beberapa lama para santriwati pun berdatangan, diikuti dengan datangnya ustadzah yang akan mengajarkan kitab kuning kali ini. Dan tepat jam 5 pagi ngaji kitab kuning pun dimulai, para santriwati dengan seksama memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh ustadzah Zahra, sambil menulisnya di kitab kuning mereka.
Cindy yang memang awam dan juga baru tahu dengan kitab kuning hanya bisa menyimak apa yang dibaca dan dijelaskan oleh ustadzah Zahra, dengan melihat kitab kuning milik kak Sinta. Dirinya menelaah setiap apa yang dibaca dan dijelaskan oleh ustadzah Zahra. Hingga tanpa terasa sudah 1 jam setengah berlalu, dan ustadzah Zahra pun mengakhiri ngaji kitab kuning.
Selesai kegiatan ngaji kitab kuning, semua santriwati pun kembali ke kamar mereka masing-masing. Sementara itu Cindy tidak kembali ke rumah Kyai Ali, dia diajak oleh kak Sinta ke kamarnya untuk mengambil kitab kuning yang nanti dipelajari di pesantren. Selain mengambil kitab kuning, tak lupa kak Sinta mengajak Cindy berkeliling pesantren santriwati dan menunjukkan kamar yang akan ditempatinya selama di pondok.
Kamar yang ditempati oleh Cindy ini menampung sepuluh santri. Setelah selesai mengikuti tur pesantren yang di pandu oleh Kak Sinta, Cindy ijin untuk kembali ke rumah Kyai Ali.
‘Alhamdulillah, akhirnya dengan niat yang baik, niatku untuk mondok direstui oleh Allah. Dan bismillah …, semoga hari ini menjadi awal yang baik untukku benar-benar bisa hijrah. Mungkin aku nanti akan selalu merindukan dirinya dan kangen padanya, tapi aku harus mampu menahan semua perasaan itu. Demi untuk mendapatkan cinta sejati dari seseorang aku sayangi dan cintai, Eguh Hendrawan Putra,’ gumam Cindy dalam hati.
Hingga tiba-tiba langkah Cindy pun terhenti sejenak, saat dirinya melihat sosok lelaki yang dikenalnya dan juga dicintainya sedang bermain bola dengan para santri pesantren, Cindy hanya mampu untuk menatapnya dengan kagum sosok lelaki itu dari jauh.
***
Sementara itu di sebuah ruang tamu yang megah rumah milik Kyai Ali, terdengar obrolan santai dari beberapa orang yang sedang ngumpul di ruangan megah tersebut. Dalam obrolan orang dewasa ini, tiba-tiba abinya Aisyah menanyakan hal terkait hubungan cucunya dengan putrinya H. Mansur. Mendengar pertanyaan dari Kyai Ali, membuat seluruh orang yang ada di ruang tamu terkejut. “Abi tau dari mana kabar ini? Pasti umik ya yang mengadu ke abi?” tanya Aisyah penasaran dan sedikit kebingungan karena dirinya waktu hanya mengabari terkait hal ini pada umiknya, waktu dia mengabari umiknya melalui jaringan telepon. “Abi gitu, hihihi …,” ucap abinya Aisyah dengan canda khasnya. “Benar Kyai, kami sudah mengikat kedua anak kami dalam jalinan pertunangan walaupun tidak terikat. Namun kami belum memberi tahu mereka berdua Kyai,” jelas H. Mansur. “Mmm …, sebenarnya abi setuju-setuju aja sih dengan niat baik kalian berdua untuk menjodohkan kedua anak k
Selesai sarapan dan ngobrol-ngobrol satai di ruang keluarga, Cindy dan kedua orang tuanya pergi mandi dan siap-siap. Karena pagi ini rencananya H. Mansur dan Hj. Fatimah akan mendaftarkan sekolah putrinya di SMK. Setelah berpakain rapi dan berdandan, Cindy melangkah keluar kamar sambil membawa sepatu kets hitam di tangan kanannya dan tas rangsel yang berisi berkas persyaratan mendaftar di punggungnya. Saat Cindy sedang melangkah berjalan ke ruang keluarga rumah Kyai Ali, pandangan mata Eguh seakan tak berkedip melihat Cindy yang saat ini terlihat begitu cantik. “Cu, nanti kalo kamu cari istri, carilah istri seperti nak Cindy ini ya Cu, udah cantik, sholehah lagi,” goda Nyai Nurul. “Aduh males nek, Cindy memang cantik dan sholehah, tapi cerewet dan paling suka nyubit pinggang Eguh,” rengek Eguh. Mendengar pernyataan Eguh itu membuat telinga Cindy menjadi panas, hatinya melepuh, dan amarahnya pun memuncak. Fix Cindy marah pada Eguh.
Setelah menerima hasil pengumuman anaknya, barulah H. Mansur dengan ditemani istrinya mengurus segala administrasi pembayaran yang menjadi tanggungan putrinya. Sementara itu Cindy memilih pergi meninggalkan ruang sekretariat pendaftaran dan mencari tempat yang nyaman untuk dirinya bisa mengobrol dengan sahabat yang dicintainya melalui jaringan pesan singkat aplikasi W******p. Cindy pun memilih untuk duduk santai di taman sekolah yang ditumbuhi pepohonan yang rindang. *** Sementara itu di rumah orang tua Aisyah … Disebuah ruang keluarga yang cukup besar, terlihat empat orang sedang mengobrol santai tapi serius. “Maaf ni Nak, sebelumnya. Boleh Abi tanya sesuatu,” ucap Kyai Ali sedikit sungkan. “E … eh, iya Abi, boleh,” jawab Eguh sedikit gelisah. “Begini Nak, udah berapa tahun kamu tidak pulang dan menjenguk keluargamu?” tanya Kya Ali. Hendra yang mendengar pertanyaan dari ayah mertuanya Kyai Ali, tiba-tiba
Menjelang sore … tepat jam 2.30. “Assalamu’alaikum,” ucap salam Kyai Ali saat sudah berada di depan pintu rumahnya. “Wa’alaikumussalam,” balas semua orang yang berada di dalam rumah. Lalu masuklah Kyai Ali ke dalam rumah yang diikuti oleh Nyai Nurul, Aisyah dan Hendra, serta beberapa santri putra yang membawakan barang-barang belanjaan. “Wah, banyak amat itu belanjaannya mbak,” tanya Hj. Fatimah. “Biasa dek kaji kalo sudah di rumah orang tua, hihihi …,” ucap Aisyah tersenyum. “Buk, titipan Eguh tidak lupakan?” tanya Eguh yang tadi sempat nitip sesuatu ke ibunya. “Beres, emang buat siapa sih?” balas sang ibu sambil bertanya balik. “Ada deh, Ibu kepo ih …,” ucap Eguh. “Iya … iya, barangnya masih di mobil, ibu taruh di bangku tengah,” balas sang ibu. “Siap Buk, makasih ya Buk,” ucap Eguh. “Oh ya, ini dek kaji buat ole-ole,” ucap Aisyah sambil memberikan dua kresek besar. “Waduh, ngrepotin aj
‘Maafkan aku ya …, jika kamu akan membenciku setelah ini, aku menerima keputusanmu itu. Kini aku hanya bisa pasrah dengan penghakimanmu nanti, karena aku tahu apa yang aku ucapkan tadi padamu tak pantas. Iya tak pantas aku ucapkan pada orang yang benar-benar aku cintai dan sayangi,’ gumam Eguh dalam hati, saat mengetahui sahabat yang dia cintai sudah tak terlihat dari pandangannya. “Nak, ayah kecewa sama kamu, tidak seharusnya kamu nyakitin hati perempuan, apalagi di depan banyak orang seperti barusan. Ayah yakin pasti Cindy kecewa dan sedih. Kalau memang kamu tidak suka sama dia, cukup kamu selesaikan berdua dengannya, ndak usah seperti tadi,” tegur sang ayah dengan raut muka kecewa. “Ibu juga kecewa Nak, sama sikap kamu tadi. Ingat Nak, penyesalan datangnya belakangan dan jangan sampai kamu menyesal nanti. Kalau tiba-tiba kamu jatuh cinta pada Cindy tapi dia menolakmu, gimana perasaanmu? Pasti akan sama seperti yang dirasakan Cindy saat ini,
“Maaf Ayah, Bunda. Ini kita dimana ya? Itu rumah apa istana ya? Pasti pemilik rumah ini orang terkenal. Kalo bukan pejabat pastilah artis,” tanya Cindy yang penasaran karena mobil yang disupiri ayah Hendra berhenti di depan rumah mewah dan megah bak istana. “Iya Yah, Buk. Ini sebenarnya rumah siapa yang kita datangi?” tanya Eguh yang juga heran kenapa sang ayah berhenti di halaman rumah mewah dan megah bak istana. “Nanti pasti kalian akan tau siapa pemilik rumah yang mewah dan megah bak istana itu,” ucap ibnya Eguh menjelaskan. Kembali suasana di dalam mobil menjadi hening. Cindy dan Eguh pun mulai bermain dengan imaji dalam pikiran masing-masing tentang siapa pemilik rumah yang berada dihadapan mereka. “Mas, sepertinya sedang ada acara deh. Lihat ada terop dan juga kursi-kursi di halaman depan rumah,” ucap Aisyah sambil menunjuk kearah terop dan kursi yang sedang ditata oleh para pekerja. “Iya benar sayang, pasti abah akan lama
Untuk merayakan kembali utuhnya keluarga Hendra dan Aisyah. Aisyah dengan dibantu ibu dan ibu mertuanya, ingin sekali membuatkan keluarga mereka masakan spesial untuk sarapan pagi. Sehingga tadi pagi-pagi sekali, setelah mengerjakan ibadah shalat Subuh berjamaah, mereka bertiga dengan ditemani Cindy pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan dan tak lupa pula mereka membeli beberapa buah-buahan. Ketika semua bahan yang dibutuhkan untuk memasak menu yang mereka bertiga list sudah siap semua di meja dapur. Dengan dibantu beberapa pembantu untuk memotong sayur, membersihkan daging dan ikan serta menyiapkan bumbu-bumbu. Mereka bertiga mulai menunjukkan kemahiran mereka dalam memasak. Dengan dibantu Cindy sebagai asisten mereka, mereka bertiga mulai memasak satu persatu menu masakan yang sudah mereka bertiga list. Sambil menunggu … Hendra, anaknya, bapak dan abi mertuanya serta adik dan iparnya memilih untuk bersantai di
Selesai mengerjakan ibadah shalat Ashar berjamaah dan makan, Hendra beserta keluarga berpamitan ijin untuk kembali ke pesantren. Sebelum balik, bapaknya memberikan sesuatu pada Hendra. “Nak, ini sebagai pegangan kalian,” ucap sang bapak, sambil memberikan sebuah amplop putih. “Apa ini Pak?” tanya Hendra bingung. “Itu kado pernikahan kalian dari kami,” balas sang bapak. Lalu Hendra membuka amplop putih pemberian bapaknya, yang ternyata di dalamnya berisi buku tabungan lengkap dengan ATMnya. Saat Hendra dan istrinya membuka buku tabungan itu, mereka berdua kaget mengetahui saldo yang tercetak di buku tabungan itu. “Maaf Pak, cukup mendapatkan restu dari Bapak dan Ibu, Hendra sudah senang dan bahagia,” terang Hendra, sambil berusaha mengembalikan buku tabungan dan ATMnya ke bapaknya. “Benar yang mas Hendra katakan Yah, Buk,” tambah Aisyah. “Tapi ini hak kalian berdua, Nak. Apa yang bapak berikan ini tak seberapa dibandingkan denga