Share

7. PART TUJUH

Sementara itu di sebuah ruang tamu yang megah rumah milik Kyai Ali, terdengar obrolan santai dari beberapa orang yang sedang ngumpul di ruangan megah tersebut. Dalam obrolan orang dewasa ini, tiba-tiba abinya Aisyah menanyakan hal terkait hubungan cucunya dengan putrinya H. Mansur. Mendengar pertanyaan dari Kyai Ali, membuat seluruh orang yang ada di ruang tamu terkejut.

“Abi tau dari mana kabar ini? Pasti umik ya yang mengadu ke abi?” tanya Aisyah penasaran dan sedikit kebingungan karena dirinya waktu hanya mengabari terkait hal ini pada umiknya, waktu dia mengabari umiknya melalui jaringan telepon.

 “Abi gitu, hihihi …,” ucap abinya Aisyah dengan canda khasnya.

“Benar Kyai, kami sudah mengikat kedua anak kami dalam jalinan pertunangan walaupun tidak terikat. Namun kami belum memberi tahu mereka berdua Kyai,” jelas H. Mansur.

“Mmm …, sebenarnya abi setuju-setuju aja sih dengan niat baik kalian berdua untuk menjodohkan kedua anak kalian. Apalagi waktu abi melihat Eguh dan Cindy, insya Allah mereka berdua berjodoh. Walaupun nanti kedepannya mereka berdua akan menghadapi banyak rintangan untuk menyatukan cinta mereka berdua,” jelas abinya Aisyah.

“Do’akan saja yang terbaik untuk hubungan mereka ya Abi, Umik,” ucap Aisyah meminta restu pada sang abi.

“Insya Allah abi dan umik restui niat baik kalian ini,” ucap abinya Aisyah.

Lalu obrolan mereka yang berada di ruangan itu beralih ke hal-hal santai, sambil ngobrol mereka pun menikmati teh hangat serta jajanan pasar yang tersaji dihadapan mereka.

***

Dari arah pintu rumah tiba-tiba datanglah sesosok gadis berkacamata yang masih mengenakan mukena dengan senyuman manis yang terpancar, dan ditangan kanannya sedang membawa beberapa kitab kuning. Terlihat hati sang gadis sedang berbunga-bunga sehabis melihat orang yang dicintainya saat akan kembali ke rumah Kyai Ali. Semua orang yang berada di ruang tamu terlihat heran dengan sikap sang gadis yang baru datang dari ngaji kitab kuning itu senyum-senyum sendiri.

“Wa’alaikumussalam,” ucap semua orang yang berada di ruang tamu.

“E … eh, iya! Assalamu’alaikum,” ucap sapa Cindy malu dan tiba-tiba menghentikan langkahnya.

“Aduh anak umik yang cantik ini datang-datang langsung nyelonong aja, ndak ngucap salam dulu,” ledek ibunya Cindy.

“Iya maaf, umik,” ucap Cindy tertunduk, dan wajahnya mulai merona merah.

“Udah-udah, jangan diledekin gitu dek, kasian kan putri kita mukanya jadi merah gitu. Oh iya nak, gimana tadi ngajinya?” ucap abinya Cindy.

“Alhamdulillah Abi. Awalnya sih Cindy sempat bingung pas ikutan ngaji kitab kuning, soalnya kan Cindy belum punya kitab kuningnya. Ya sudah Cindy nyimak aja apa yang dibaca dan jelaskan sama ustadzah. Hihihi …,” jelas Cindy dengan ekspresi senangnya.

“Terus … terus …,” tanya umiknya Cindy penasaran.

“Sebelum mulai ngaji, Cindy sempat kenalan dengan beberapa pengurus pondok dan santriwati Umik, dan Cindy juga di ajak keliling-keliling pondok putri sama kak Santi sambil ditunjukin kamar yang ditempati Cindy,” jelas Cindy yang kembali menunjukkan ekspresi senang.

“Wah, ternyata putrimu cepat sekali beradaptasi ya dek kaji,” ucap Aisyah salut.

“Iya, nih!” ucap Hendra.

Obrolan pagi diantara mereka yang berada di ruang tamu semakin terlihat akrab dan santai. Hingga tanpa terasa sarapan pagi untuk mereka sudah tersaji di meja makan. Pagi ini sengaja Nyai Nurul meminta bibi dapur pesantren untuk memasak hidangan yang spesial untuk sarapan.

Bertepatan dengan waktu sarapan, Eguh datang dengan badan penuh keringat. Sambil mengucapkan salam Eguh langsung nyelonong masuk ke dalam rumah dan berjalan ke arah kamar mandi, kerena dirinya sudah tidak tahan menahan sakit perutnya. Selesai buang hajat Eguh langsung membasuh muka dan mencuci kedua tangannya di westafel yang berada di dalam kamar mandi. Selesai dari kamar mandi barulah Eguh bergabung dengan keluarganya yang sudah menunggunya di meja makan.

Eguh langsung ngambil duduk di antaran ibu dan neneknya, dan kebetulah juga di depannya duduk Cindy yang sudah melepas mukenanya.

“Aduh, kok ada bau … bau asem gitu ya umik?” ledek sang ibu pada anaknya Eguh yang masih menggunakan pakaian yang dipakainya waktu main bola dengan anak-anak santri.

“Iya Nak, kok tiba-tiba ada bau … bau asem gimana gitu,” timpal sang nenek ikut meledek.

“Iya … iya … badan Eguh memang bau asem,” ucap Eguh sewot. Lalu Eguh langsung menyentong nasi dan beberapa lauk yang tersaji di meja makan yang dia sukai plus tidak ketinggalan kerupuk. Setelah itu Eguh beranjak pergi meninggalkan meja makan dan pergi memilih untuk makan di ruang keluarga sambil nonton TV.

Mengetahui Eguh yang beranjak dari meja makan, ibunya Aisyah dan neneknya Nyai Nurul hanya membiarkan kebiasaan Eguh kalo lagi makan. Dan kejadian itu membuat Hj. Fatimah sempat menanyakan sikap Aisyah dan Nyai Nurul yang membiarkan Eguh pergi meninggalkan meja makan dan memilih makan di ruang keluarga sambil nonton TV.

“Lho, kok ndak dicegah mbak, kan kasihan makan sendirian?” tanya Hj. Fatimah heran.

“Udah dek kaji, ndak usah dipikirin dan dipusingin, memang seperti itu kalo anakku lagi makan pasti maunya di depan TV. Ya sudah yuk dilanjut sarapannya, katanya mau daftarin Cindy di SMK,” ajak Aisyah.

“Ooo … gitu toh,” ucap Hj. Fatimah sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Nanti kalo nak Cindy cari suami jangan seperti cucu kakek itu ya, pasti nanti nak Cindy bisa dibikin stress sama cucu kakek,” goda Kyai Ali.

Mendengar pernyataan Kyai Ali tentang cucu kesayangannya itu, Cindy hanya diam saja dan tersenyum kecil.

‘Sekarang aja cucu Kyai itu sudah bikin aku stress bahkan gila, gara-gara sikap dan kelakuannya yang tidak bisa ditebak itu udah bikin aku jatuh cinta dan sayang padanya,’ gumam Cindy dalam hati.

Tak ada cinta yang sempurna

Hanya butuh saling melengkapi

Karena cinta bukanlah sosis

Yang dibuka bungkusnya langsung di makan

Tapi cinta ibarat nasi goreng

Yang masih perlu diberi bumbu-bumbu

Sebagai penyedapnya

Agar hasilnya bisa kita nikmati

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status