Galang mengirimkan pesan teks bahwa dia akan pergi ke kelasnya. Kania akan memperjelas semua hal hari ini dan akan memutuskan hubungannya dengan Galang.
Keputusan ini sudah ia pikirkan sejak dua hari sebelumnya. Kania juga sudah menceritakan hal ini pada sahabatnya, Fara. Sekarang mereka berdua berada di kelas menunggu si bajingan Galang datang. "Gue dukung lo, pokonya lu harus putusin dia! Jangan dengerin penjelasannya, oke?" Dukungan Fara membuat Kania semakin yakin. Toh dari dulu juga dia merasa curiga, cuma belum sampai dilihat depan mata aja kelakuan busuknya. Fara duduk di bangku paling belakang dan melihat Galang masuk ke kelasnya, menghampiri Kania. Galang duduk di bangku yang bersebelahan dengan Kania. "Kamu kenapa gak bales chat aku dari dua hari kemarin? Aku khawatir, tau!" Kania menatap Galang malas. "Stop, Lang, gak usah munafik." Ucapan kasar yang dilontarkan Kania secara tiba-tiba membuat Galang merasa bingung dan kesal. Galang masih terdiam, dan Kania sudah beranjak dari duduknya dan menampar pipi kiri Galang. "Bangsat!" Galang merasa tidak terima ditampar begitu saja, padahal dia tidak tahu apa-apa. "Kenapa sih?! Tiba-tiba lu tampar? Gue salah apa!" Galang terlihat marah. Mendengar ucapan Galang yang begitu munafik membuat Kania menggelengkan kepalanya, tak habis pikir. Kania menunjukkan sebuah foto di mana ada Galang bersama Saskia sedang bermesraan di event figure action yang ia kunjungi juga. Terlihat di foto itu Saskia tengah disuapi es krim oleh Galang. Melihat foto itu, Galang terdiam sejenak. "Apa? Maksud lo gue selingkuh? Gak usah mikir aneh-aneh deh!" Galang terlihat tidak bersalah seperti orang yang tidak melakukan apa pun. Galang menghela napas dan meraih pergelangan tangan Kania. "Sayang, plis, dengerin aku. Aku sama Saskia gak ada apa-apa... Kamu kan tahu dia itu anak dari bosnya bokap aku, aku gak bisa apa-apa... Lagian aku cuma nemenin dia belanja." Kania tidak menghiraukan penjelasan Galang dan langsung menepiskan tangannya. "Gue muak sama lo. Kita putus! Dah jelas-jelas lu berdua selingkuh! Sialan." Kania hendak berjalan pergi, tapi Galang menarik tangannya. Fara segera menghampirinya dan melepaskan tangan Galang dari Kania. "Woi, lu gak denger?? Dia bilang 'putus'! Gak punya harga diri lo? Pergi sana! Bajingan." Ucapan Fara sangat pedas dan melukai harga diri Galang. Galang pun pergi begitu saja dari sana. Fara menghela napas lega. "Lupakan aja! Kita ke kantin, pokoknya lo harus bisa move on dan biarin aja si murahan sama si bajingan." Ucapan Fara yang terang-terangan menyebut mereka dengan panggilan rendahan membuat Kania merasa lebih baik. "Ayo." Sesampainya di kantin, Fara dan Kania berjalan membawa nampan masing-masing yang sudah terisi makanan. Tak sengaja mereka berpapasan dengan Saskia yang berjalan seorang diri ke arah tempat makan. Fara menyenggol lengan Saskia dengan nampan yang berisi sop ayam. Saskia terkejut saat mendapati lengan bajunya basah. Fara segera mengubah mimik wajahnya khawatir dan kesal secara bersamaan. "Loh, Kia, kalau jalan liat-liat apa, duh... kan jadinya baju lo juga ikut kotor. Maaf ya, gue juga gak bisa apa-apa karena itu salah lo sendiri." Saskia menatap Fara kesal, tapi ia terpaksa tersenyum dan mengiyakannya. Di sini Saskia terlihat seperti orang bodoh dan menyedihkan, membuat Kania diam-diam tersenyum. Tapi dia juga menjaga image sebagai orang baik. "Nih tisu, lap, Sas, nanti makin merambat airnya, awas kena rambut lo," saran Kania sambil tersenyum, membuat Saskia merasa grogi. Dia pun pergi setelah mengambil tisunya. Kania dan Fara lanjut menyantap makanan dengan hikmah. Fara bisa merasakan bahwa temannya ini masih terlihat galau, membuat dia hanya bisa menghela napas. "Mau permen gak? Makan permen bisa bikin mood lo jadi lebih baik." Kania melihat seseorang yang baru saja duduk di sebelahnya, ternyata itu Zaki. Kania tersenyum tipis dan menerima permennya. "Thanks." Fara yang melihat interaksi mereka membuat Fara tersenyum sendiri. Ternyata temannya ini sudah punya cadangan hebat sekali, pikirnya. Fara tidak perlu terlalu menghawatirkan Kania. "Seminggu lagi kita bakal ujian, lo pada udah belajar?" Tanya Fara sambil menyantap makanannya. "Udah dong," jawab Zaki dengan percaya diri, sedangkan Kania hanya menggeleng lesu. Fara menatap Zaki dengan remeh. "Lu belajar apa?" Zaki menghela napas. "Eh, Far, lo gak tau emang kalau gue murid terpintar di sekolah kita?!" Syok Zaki, ekspresi tidak terelakkan. "Yang ter narsis!" Sanggah Fara dan Kania secara bersamaan dan tertawa melihat ekspresi Zaki menyedihkan. Kania berjalan ke luar gerbang sekolah untuk menunggu mamanya menjemput. Saat Kania sedang menunggu kedatangan mamanya, Galang keluar dari gerbang sekolah bersama Saskia. Sekarang mereka sangat terang-terangan, padahal Galang baru saja putus dengan Kania tidak sampai sehari. Di saat seperti ini, Kania hanya bisa mengabaikan semua rasa sakitnya. Dia sudah bersungguh-sungguh untuk tidak mengharapkan sesuatu lagi pada orang seperti Galang. Keesokan harinya di sekolah, Kania bertemu dengan Saskia dan teman-temannya saat berada di toilet. Saskia mendekati Kania yang sedang mencuci tangannya. "Kania... Kania menyedihkan banget sih lo!" Ucap Saskia sambil menatap Kania tidak suka. Namun, Kania sama sekali tidak menghiraukan keberadaannya. Sampai temannya ikut mencemooh. "Kasihan banget si lo dicampakkin gitu aja. Jelas si cantikan temen gue dari pada lo! Pasti Galang lebih milih temen gue lah!" Kania menatap teman Saskia remeh. "Biasa aja, gak ngerasa dicampakkin. Galang bukan apa-apa buat gue. Cocok kan sama temen lo karena sama-sama murah!" Ucap Kania membalas perkataannya lalu pergi meninggalkan mereka. Akhir-akhir ini Saskia selalu mencari kesempatan untuk menindasnya. Walaupun Kania berhasil membela diri, bagaimana pun setelah itu moodnya jadi tiba-tiba hancur gara-gara perkataan Saskia dan teman-temannya seperti sekarang ini. Zaki yang sedang berjalan santai tak sengaja melihat Kania yang sedang berjalan ke arah bangku panjang yang berada dekat pohon yang teduh dan kania beberapa kali menghela napas, hal itu membuat Zaki tertarik menghampirinya. "Hai," sapaan Zaki membuat lamunan Kania buyar. "Eh, Zak? Ngapain kesini?" Kania melihat Zaki duduk di sampingnya. Zaki tersenyum ke arahnya. "Lo masih mikirin si Galang?" Kania terlihat terdiam sejenak lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Gak mungkin lah! Udah bukan urusan gue lagi." Zaki mengangguk paham dan mengambil permen warna-warni di sakunya. "Nih buat lo, gue jamin makan permen bikin suasana hati lo lebih baik." Kania menerima dengan senang hati. Zaki terlihat manis saat memberikan kepedulian terhadap Kania. Kania juga mulai merasakan desiran ombak dalam hatinya saat bersama dengan Zaki. Aku melihat seekor kucing yang berjalan ke arah kami. Aku mencoba memanggil kucingnya, tapi dia mengabaikan aku. Zaki yang melihat itu berinisiatif untuk mengambilnya. "Hai, imut!" Sapa Kania pada kucing yang berada di pangkuan Zaki. Zaki mencium bau tidak enak dari kucing yang ia gendong. "Eh, kamu ke cium bau-bau gitu gak?" Tanya Zaki untuk memastikan, membuat Kania mengendus udara. Dan saat gilirannya mengendus ke arah kucing di pangkuan Zaki, ia mengernyit. "Huek!" "Ini bau dari kucingnya gak sih?" Tanya Kania dan menjauh dari Zaki. "Beneran? Ihh," Zaki melepaskan kucing itu dan mencium tangannya. "Huek!" Zaki hampir saja muntah menciumnya dari tangannya. "Bau" Zaki hampir saja meneteskan air mata. Ia langsung berlari ke arah toilet untuk mencuci tangannya. Sedangkan Kania menahan tawa dalam hatinya, sampai Zaki pergi dari sana. "Ihh, jijik sekali, wkwk." Kania terbahak-bahak. Tawanya terhenti karena perutnya terasa sakit. Ia merinding ngeri saat melihat kucing yang dipangku oleh Zaki tadi. Kania lari ke arah toilet. "Zaki! Ki?! Hilang gak bau nya?" Tanya Kania dari luar, terdengar oleh Zaki. "Dikit lagi! Bau banget!" Mendengar hal itu, Kania langsung pergi ke warung untuk membelikan sabun mandi dan susu kotak. Kania kembali setelah membeli sabunnya. "Ki! Nih, pake sabun!" Mendengar itu, Zaki pun mengambilnya dengan mengeluarkan sebelah tangannya dan mengambil sabun itu.Kania menunduk sedikit, mendekatinya. Jemari lentiknya dengan hati-hati menyentuh rahang Arya, membuat pria itu menarik napas berat."Aku bisa bantu kamu," bisiknya. "Tapi kau harus membayar harga itu."Suara Kania bergetar samar, tapi sorot matanya menunjukkan tekad.Arya terpaku. Sekejap, ia menarik Kania kembali ke pangkuannya, dan sebelum Kania sempat berkata apa-apa, bibirnya sudah dicuri Arya—singkat, mengejutkan, namun penuh gejolak yang tak tertahan.Kania terhenyak, matanya membesar."Kau akan jadi milikku." bisik Arya tepat di telinganya, dengan nada rendah dan dalam.---Suara decitan ban mobil disusul benturan keras terdengar memecah suasana. "Brak!" Shelli terkejut, spontan menginjak rem. Matanya membelalak panik. “Gawat, aku menabrak seseorang…” gumamnya dengan suara gemetar, lalu menyembulkan kepala ke luar jendela. Tanpa pikir panjang, diliputi rasa takut dan ego, Shelli memilih kabur. Ia langsung tancap gas, meninggalkan lokasi kejadian.Tak disadari Shelli, aksi tab
Arya perlahan melepaskan cengkeramannya dari leher Shelli, menatap ke arah Kania yang masih berdiri terpaku. Kemarahannya tidak mereda — justru semakin membara.Tanpa berkata apa-apa, Arya berjalan cepat ke arah Kania. "Kenapa kau ada di tempat ini?!" tanyanya tajam dan penuh tekanan.Kania, yang masih terkejut, menatap Arya bingung. "Aku… aku cuma mengantar pesanan makanan,"ucapnya gugup, mencoba memahami situasi dirinya saat ini.Tangan Arya langsung meraih pergelangan tangan Kania dan menariknya menjauh dari lorong. "Hei! Lepaskan aku!" protes Kania, namun Arya tidak peduli.Tanpa menjelaskan apa-apa, Arya menyeret Kania ke sebuah kamar tamu VIP yang kosong di ujung lorong. Pintu terbuka dan keduanya masuk ke dalam — meninggalkan Shelli yang terpaku dengan wajah masam, dan lorong yang mulai terasa lebih dingin dari sebelumnya."Kau sangat beruntung!" Sahut Shelli dengan penuh amarah. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan diri agar tidak bertindak lebih jauh. Namun, pikiran
Setelah 1 jam berlalu Shelli akhirnya mulai merasa sangat bosan hanya berdiam diri di ruang medis. Ia akhirnya memilih keluar dan berjalan menuju kantin. Di lorong, ia tak sengaja berpapasan dengan Liam. Namun, Liam hanya memandangnya sekilas dengan tatapan acuh dan melanjutkan langkah. Shelli memperhatikan Liam yang menerima telepon beberapa langkah darinya. Telinganya menangkap sepenggal kalimat, _"Laporan kesehatan Kania akan sampai lima menit lagi, ada kendala teknis sedikit."_ Shelli refleks menutup mulutnya dengan tangan. “Kania? Kenapa harus Kania lagi…” gumamnya kesal. Tanpa pikir panjang, Shelli bergegas keluar kantor dan menunggu di depan gedung. Lima menit kemudian, sebuah motor berhenti di pelataran. Seorang kurir turun dengan membawa amplop cokelat di tangannya. Shelli segera menghampirinya. “Permisi, apa Anda mengantarkan dokumen data kesehatan atas nama Kania?” Kurir itu mengangguk. “Iya, saya diminta menyerahkannya langsung ke Pak Arya.” Shelli berpura-pura te
Arya mengepalkan tangannya. Perasaannya belum sepenuhnya tersampaikan, namun Kania sudah pergi dengan sikap acuh. Dengan berat hati, Arya meninggalkan apartemen itu.Sesampainya di mobil, Arya menutup pintu dengan keras. Ia menghela napas panjang, lalu memukul setir mobilnya dengan frustasi.“Shelli... kau benar-benar harus diberi pelajaran!” geramnya sambil melajukan mobil dan menghilang di tengah lalu lintas kota.---*Keesokan harinya, di kantor Arya.*Arya memanggil Liam ke ruangannya dan memerintah dengan nada tegas, “Berikan semua pekerjaan Kania yang tertunda... kepada Shelli.”Liam hanya mengangguk singkat sebelum keluar dari ruangan dan menjalankan perintah atasannya.Tak lama, Shelli duduk di meja kerjanya dan terperanjat saat melihat setumpuk dokumen desain dengan nama Kania. Ia mengerutkan kening, lalu berdiri dengan wajah kesal. “Apa-apaan ini?!” serunya sambil menunjuk berkas-berkas itu, lalu menatap Liam tajam. “Aku nggak mau ngerjain ini!”Liam tersenyum tipis, tenang
Sebelum Shelli sempat melakukan hal yang sama, pintu lift terbuka, menandakan bahwa mereka sudah sampai. Para karyawan lainnya berbondong-bondong keluar, begitu juga Arya yang segera berjalan cepat, meninggalkan Shelli tanpa peduli padanya. Shelli berdiri terpaku sejenak, lalu segera mengikuti langkah Arya.Setibanya di luar, Arya masuk ke dalam mobil dengan langkah cepat, tampak jelas sekali sedang tidak ingin diganggu. Shelli mengikutinya dan duduk di kursi belakang, lalu Arya duduk di kursi depan tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.Tiba-tiba, suara Arya memecah keheningan. "Tadi kau sengaja melakukan itu?" tanya Arya dengan nada datar, suaranya sedikit terdengar jengkel, namun dia masih fokus pada ponselnya.Shelli pura-pura tidak mengerti dan menyembunyikan senyum liciknya. "Melakukan apa? Maksud Anda, saat saya tidak meminta izin pada Anda?" jawabnya, berusaha terdengar polos.Arya mendengus dan hampir tidak sabar menjawab, "Kau jelas-jelas--"Namun, ucapan Arya terputus
Arya melangkahkan kakinya meninggalkan apartemen. Kania, yang masih berada di lantai atas, penasaran dan mengintip ke luar dari balkon. "Jadi dia masih berhubungan dengan Shelli, ya?" gumam Kania dalam hati, sedikit cemburu meski dirinya sendiri tidak yakin mengapa perasaan itu muncul. *Aku mengharapkan apa sih?* pikir Kania, mencoba menenangkan dirinya. Setelah itu, Kania masuk kembali ke kamar, meski perasaannya sedikit terganggu.Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar, mengalihkan perhatian Kania. Dia turun dari lantai atas untuk melihat siapa yang datang.Ternyata para pelayan sudah datang. "Nyonya, kami menerima perintah untuk membereskan buah-buahan," ucap salah satu pelayan.Kania menatap mereka dengan sedikit bingung. "Arya yang menyuruhnya?" tanya Kania, merasa sedikit cemas.Mereka mengangguk serentak. "Betul, Nyonya," jawab salah satu pelayan."Baiklah, masuklah. Bereskan semuanya, dan jika kalian ingin mengambil beberapa, silakan," kata Kania sambil membuka pintu