Selang beberapa menit, Zaki keluar. Dia terlihat menghela napas lega. Kania memberikan tisu, lalu Zaki menerimanya.
"Buat lo, biar gak mual," ucap Kania sambil menyerahkan sekotak susu rasa vanila, membuat Zaki tersenyum dan menerimanya. "Thanks." Waktu pulang pun tiba. Hari ini Kania pulang bersama Zaki atas ajakannya. Sedangkan Fara hari ini dia ada ekstrakurikuler, jadi tidak bisa pulang lebih awal bersama Kania. "Far, gue duluan ya, bye!" Pamit Kania pada Fara yang sedang membereskan buku-bukunya. Kania berdiri menunggu kedatangan Zaki. Tak lama kemudian, lelaki itu datang dengan tas gendongnya. "Hai," Kania menoleh ke arah suara dan melihat Zaki. Kania mengangguk dan berjalan ke arah parkiran motor, tapi tiba-tiba langkah Zaki terhenti. "Eh, bentar!" Raut wajah Zaki membuat Kania penasaran. "Kenapa?" "Kunci motor gue ketinggalan, tunggu dulu ya, nih, bantu gue pegangin HP ama tas dulu, thanks." Zaki pun segera pergi kembali ke kelasnya. Kania menghela napas menyaksikan kecerobohan Zaki. Kania mendengar notif dari ponsel Zaki, membuat dia secara tak sengaja menoleh ke arahnya. Ternyata handphonenya tidak diberi password. "Notif Lazada aja ganggu banget dah," komen Kania sewot. Namun, di saat Kania meletakkan handphone itu di atas jok motor, layar handphonenya tersentuh. Dan tak sengaja membuka album foto, dan mau tak mau Kania tetap bisa melihat foto-foto yang tertera di albumnya. "Galang?" Seketika raut wajah Kania berubah suram. Dia merasa dipermainkan oleh Zaki. Ternyata selama ini dia mengetahui segalanya tentang hubungan Galang dan Saskia. "Dasar jahat," umpat Kania. Padahal Kania mulai menyukai Zaki dan menaruh perasaan padanya, tapi sepertinya Zaki pun tidak jauh berbeda dengan Galang. Saat Kania sedang menatap foto-foto itu, Zaki datang sambil tersenyum tipis tanpa tahu apa yang terjadi. "Ayo pulang," ajak Zaki. Ia menarik pergelangan tangan Kania dengan kasar. Kania langsung menepisnya. "Ternyata lo sama aja! Lo nusuk gue dari belakang! Seharusnya lo gak nutupin hal ini dari gue!" Ucap Kania sambil menatap Zaki dengan perasaan kecewa dan kesal. Zaki mengerutkan keningnya. "Kamu kenapa? Jelasin dulu, Kania... kenapa marah?" Tanya Zaki dengan bingung. Dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Kania tersenyum parau dan menyerahkan tas dan ponselnya. "Nih, gak usah so suci," ucap Kania dan pergi begitu saja dari hadapan Zaki. Zaki termenung sejenak saat melihat layar handphone menunjukkan foto-foto Galang dan Saskia sedang berpelukan, sampai cipika-cipiki lainnya. "Sial." ... Semenjak kejadian itu, Kania lost komunikasi dengan Galang. Padahal satu minggu sudah berlalu. Zaki juga merasa bersalah pada Kania karena tidak terus terang. Tapi bagaimana pun, setelah kejadian itu, Zaki hanya bisa memperhatikan Kania dari kejauhan. Setiap malam, perasaan risau terus campur aduk. Padahal sebelumnya tidak pernah seperti ini. Tapi semenjak Kania menjauh dari dirinya, itu membuat Zaki merasa rindu dengan hal-hal kecil yang biasa mereka lakukan. Perasaan itu membuat Zaki frustrasi. Bahkan malam ini, dia tidak ikut bermain ke tempat berkumpul yang diadakan teman-teman seangkatan untuk merayakan berakhirnya ujian kemarin. Zaki berjalan pelan sambil menghirup udara segar di malam hari. Ingatannya terus teringat pada wajah Kania yang menatapnya sedih saat mengetahui bahwa ia telah melukai perasaannya. "Ish, sial! Sial sial!" Zaki terus mengumpat di sepanjang jalan sambil menendang kerikil-kerikil kecil yang bertebaran di jalan. Di sisi lain, Kania merasa tidak nyaman dengan situasinya. Dia berada di tempat karaoke yang dipesan oleh teman-temannya untuk bersenang-senang. Tapi Kania sama sekali tidak bisa menikmatinya. Dia juga terpaksa datang karena merasa tak enak hati pada teman-teman sekelasnya. Namun, tak disangka Kania juga bertemu dengan Galang dan Saskia. Hah... mereka sangat menyebalkan, membuat Kania muak melihatnya. Ia pun memutuskan untuk pamit pulang dari sana lebih awal pada Fara dan teman-teman sekelas lainnya. Kania menghela napas lega setelah keluar dari tempat itu. Kania berjalan pelan sambil menikmati suasana malam yang sepi. "Lo gak boleh pergi..." panggil seseorang dari belakang Kania. Membuat Kania merinding dengan suara yang ia kenali pemiliknya. "Galang?!" Kania bisa melihat Galang yang setengah mabuk. Galang berjalan mendekat ke arah Kania dengan lunglai. Galang memeluk Kania secara tiba-tiba, membuat Kania tidak bisa menghindar. "Lo ngapain si? Lepasin!" Kania mendorong tubuh Galang untuk menjauh. Berikut adalah perbaikan EYD dari teks yang Anda berikan: "Kania, lo jangan pergi," Galang berbicara sambil menunjuk ke arah Kania. "Gue sayang sama lo! Gue gak mau kehilangan lo!" Lagi-lagi Galang memeluk Kania tanpa izin dan secara tiba-tiba. "Percuma gue udah gak suka sama lo, lepas, ih, bau!" Ucap Kania kesal dan mendorong tubuh Galang untuk menjauh lagi. Galang mencengkram kedua sisi bahu Kania dan mendorongnya ke dinding tembok untuk menyudutkannya. "Bohong! Lo gak mungkin ngelupain gue semudah itu! Ayo, kita balikan, Kania!" Galang terlihat mulai kesal pada Kania. "Lo mau ngapain?! Gue udah bilang gue udah gak suka ama lo! Brengsek," ucap Kania diakhiri dengan sebuah umpatan. Galang memukul tembok di samping kepala Kania, membuatnya terkejut. "Apa lo bilang? Berengsek? Gak usah so suci!" Galang menekan tengkuk Kania agar lebih dekat. "Lo tau? Alasan kenapa gue milih Saskia? Gue sebenarnya gak cinta, gak ada rasa apa pun sama dia... Gue cuma sayang sama lo, tapi lo bahkan gak pernah ngizinin gue buat ngelakuin kontak fisik... Gue muak!" Ucap Galang dengan jarak yang sangat dekat, membuat Kania merasa takut. "Lepasin gue," ucap Kania penuh penekanan, membuat Galang semakin muak. "Gue bilang gak usah so suci! So polos! Hari ini gue bakal kasih satu pelajaran berharga buat lo," ucap Galang, dan cengkraman di tangan Kania mengerat. "Lepas!" Gang yang sepi membuat suara Kania tidak ada yang menggubris. Galang menekan tengkuk Kania agar berhenti memberontak. Ia mulai mencoba mencium bibir Kania, tapi terus saja terputus karena Kania yang tidak berhenti bergerak. "Tolong!" Kania mengeluarkan suaranya sekeras mungkin. Saat Kania lengah, Galang mulai mendorong Kania untuk lebih dekat dan mencoba untuk mencium bibirnya lagi. Bugh! Seseorang datang, ia langsung menarik tubuh Galang dengan kasar ke belakang dan memukul rahangnya sampai berdarah. Awalnya Galang mencoba membalas pukulan, tapi karena pengaruh mabuk, dia tidak bisa melakukannya, dan pada akhirnya dia terbirit-birit untuk kabur. Orang yang menyelamatkan Kania adalah Zaki. Kania menatap Zaki dengan mata yang mulai berlinang air mata. Zaki dengan spontan langsung memeluk Kania dan mengusap punggungnya. Zaki benar-benar tidak bisa membiarkan Galang. Suatu saat nanti, dia akan memberinya pelajaran! Kania terisak dalam dekapan Zaki. "Aku takut..." Zaki mencoba menenangkannya, ia mengelus punggungnya dengan penuh perhatian. "Shut... jangan takut lagi, ada aku di sini." Zaki melepaskan pelukannya dan mencoba melihat wajah Kania. "Lihat aku," perintah Zaki. Karena Kania terus menundukkan wajahnya, Zaki melihat pipi Kania memerah akibat cengkraman kuat. Ia mengusapnya pelan, menghilangkan air mata. Zaki mengepalkan tangannya. "Ada yang luka gak? Kamu gak terluka kan?" Kania menggeleng. "Makasih ya, Zak, kalau gak ada kamu, gak tau bakal diapain lagi sama dia," ucap Kania sambil mengusap wajahnya. Zaki hanya mengangguk sebagai jawaban. Mulai hari itu, Zaki semakin memperhatikan Kania. Mereka juga sudah berbaikan, tidak ada salah paham lagi di antara mereka, membuat Zaki dan Kania lebih dekat dan memiliki perasaan satu sama lain. ... Hari kelulusan pun tiba. Semua orang terlihat bahagia dan senang. Sekarang acara hanya tinggal sesi foto bersama dan setelah itu selesai. "Zaki!" Panggil Kania sambil berjalan cepat ke arahnya. "Foto yu!" Mereka berdua mulai berpose dan mengambil beberapa foto dan selfie random. Mereka terlihat bahagia dengan hal-hal kecil. Tanpa mereka sadari, Bunda Zaki juga melihat interaksi mereka dari kejauhan dengan senang. Beberapa teman-temannya juga melihat interaksi mereka, tapi tidak terlalu menghiraukannya dan biasa aja, kecuali satu orang yang melihat kedekatan mereka sambil mengumpat. "Lo tunggu balasan dari gue, lo udah rebut cewe gue... gue juga bakal rebut kebahagiaan lo," gumam Galang di balik teater. Akhirnya, pada suatu malam, Zaki bersenang-senang di pesta perayaan kelulusan bersama teman-teman. Di sana hanya ada laki-laki sekelas saja, termasuk Galang. Zaki hanya minum sedikit daripada mabuk. Ia merasa ngantuk hari ini, dia ingat ada janji pada Kania. bersambung...Kania menunduk sedikit, mendekatinya. Jemari lentiknya dengan hati-hati menyentuh rahang Arya, membuat pria itu menarik napas berat."Aku bisa bantu kamu," bisiknya. "Tapi kau harus membayar harga itu."Suara Kania bergetar samar, tapi sorot matanya menunjukkan tekad.Arya terpaku. Sekejap, ia menarik Kania kembali ke pangkuannya, dan sebelum Kania sempat berkata apa-apa, bibirnya sudah dicuri Arya—singkat, mengejutkan, namun penuh gejolak yang tak tertahan.Kania terhenyak, matanya membesar."Kau akan jadi milikku." bisik Arya tepat di telinganya, dengan nada rendah dan dalam.---Suara decitan ban mobil disusul benturan keras terdengar memecah suasana. "Brak!" Shelli terkejut, spontan menginjak rem. Matanya membelalak panik. “Gawat, aku menabrak seseorang…” gumamnya dengan suara gemetar, lalu menyembulkan kepala ke luar jendela. Tanpa pikir panjang, diliputi rasa takut dan ego, Shelli memilih kabur. Ia langsung tancap gas, meninggalkan lokasi kejadian.Tak disadari Shelli, aksi tab
Arya perlahan melepaskan cengkeramannya dari leher Shelli, menatap ke arah Kania yang masih berdiri terpaku. Kemarahannya tidak mereda — justru semakin membara.Tanpa berkata apa-apa, Arya berjalan cepat ke arah Kania. "Kenapa kau ada di tempat ini?!" tanyanya tajam dan penuh tekanan.Kania, yang masih terkejut, menatap Arya bingung. "Aku… aku cuma mengantar pesanan makanan,"ucapnya gugup, mencoba memahami situasi dirinya saat ini.Tangan Arya langsung meraih pergelangan tangan Kania dan menariknya menjauh dari lorong. "Hei! Lepaskan aku!" protes Kania, namun Arya tidak peduli.Tanpa menjelaskan apa-apa, Arya menyeret Kania ke sebuah kamar tamu VIP yang kosong di ujung lorong. Pintu terbuka dan keduanya masuk ke dalam — meninggalkan Shelli yang terpaku dengan wajah masam, dan lorong yang mulai terasa lebih dingin dari sebelumnya."Kau sangat beruntung!" Sahut Shelli dengan penuh amarah. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan diri agar tidak bertindak lebih jauh. Namun, pikiran
Setelah 1 jam berlalu Shelli akhirnya mulai merasa sangat bosan hanya berdiam diri di ruang medis. Ia akhirnya memilih keluar dan berjalan menuju kantin. Di lorong, ia tak sengaja berpapasan dengan Liam. Namun, Liam hanya memandangnya sekilas dengan tatapan acuh dan melanjutkan langkah. Shelli memperhatikan Liam yang menerima telepon beberapa langkah darinya. Telinganya menangkap sepenggal kalimat, _"Laporan kesehatan Kania akan sampai lima menit lagi, ada kendala teknis sedikit."_ Shelli refleks menutup mulutnya dengan tangan. “Kania? Kenapa harus Kania lagi…” gumamnya kesal. Tanpa pikir panjang, Shelli bergegas keluar kantor dan menunggu di depan gedung. Lima menit kemudian, sebuah motor berhenti di pelataran. Seorang kurir turun dengan membawa amplop cokelat di tangannya. Shelli segera menghampirinya. “Permisi, apa Anda mengantarkan dokumen data kesehatan atas nama Kania?” Kurir itu mengangguk. “Iya, saya diminta menyerahkannya langsung ke Pak Arya.” Shelli berpura-pura te
Arya mengepalkan tangannya. Perasaannya belum sepenuhnya tersampaikan, namun Kania sudah pergi dengan sikap acuh. Dengan berat hati, Arya meninggalkan apartemen itu.Sesampainya di mobil, Arya menutup pintu dengan keras. Ia menghela napas panjang, lalu memukul setir mobilnya dengan frustasi.“Shelli... kau benar-benar harus diberi pelajaran!” geramnya sambil melajukan mobil dan menghilang di tengah lalu lintas kota.---*Keesokan harinya, di kantor Arya.*Arya memanggil Liam ke ruangannya dan memerintah dengan nada tegas, “Berikan semua pekerjaan Kania yang tertunda... kepada Shelli.”Liam hanya mengangguk singkat sebelum keluar dari ruangan dan menjalankan perintah atasannya.Tak lama, Shelli duduk di meja kerjanya dan terperanjat saat melihat setumpuk dokumen desain dengan nama Kania. Ia mengerutkan kening, lalu berdiri dengan wajah kesal. “Apa-apaan ini?!” serunya sambil menunjuk berkas-berkas itu, lalu menatap Liam tajam. “Aku nggak mau ngerjain ini!”Liam tersenyum tipis, tenang
Sebelum Shelli sempat melakukan hal yang sama, pintu lift terbuka, menandakan bahwa mereka sudah sampai. Para karyawan lainnya berbondong-bondong keluar, begitu juga Arya yang segera berjalan cepat, meninggalkan Shelli tanpa peduli padanya. Shelli berdiri terpaku sejenak, lalu segera mengikuti langkah Arya.Setibanya di luar, Arya masuk ke dalam mobil dengan langkah cepat, tampak jelas sekali sedang tidak ingin diganggu. Shelli mengikutinya dan duduk di kursi belakang, lalu Arya duduk di kursi depan tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.Tiba-tiba, suara Arya memecah keheningan. "Tadi kau sengaja melakukan itu?" tanya Arya dengan nada datar, suaranya sedikit terdengar jengkel, namun dia masih fokus pada ponselnya.Shelli pura-pura tidak mengerti dan menyembunyikan senyum liciknya. "Melakukan apa? Maksud Anda, saat saya tidak meminta izin pada Anda?" jawabnya, berusaha terdengar polos.Arya mendengus dan hampir tidak sabar menjawab, "Kau jelas-jelas--"Namun, ucapan Arya terputus
Arya melangkahkan kakinya meninggalkan apartemen. Kania, yang masih berada di lantai atas, penasaran dan mengintip ke luar dari balkon. "Jadi dia masih berhubungan dengan Shelli, ya?" gumam Kania dalam hati, sedikit cemburu meski dirinya sendiri tidak yakin mengapa perasaan itu muncul. *Aku mengharapkan apa sih?* pikir Kania, mencoba menenangkan dirinya. Setelah itu, Kania masuk kembali ke kamar, meski perasaannya sedikit terganggu.Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar, mengalihkan perhatian Kania. Dia turun dari lantai atas untuk melihat siapa yang datang.Ternyata para pelayan sudah datang. "Nyonya, kami menerima perintah untuk membereskan buah-buahan," ucap salah satu pelayan.Kania menatap mereka dengan sedikit bingung. "Arya yang menyuruhnya?" tanya Kania, merasa sedikit cemas.Mereka mengangguk serentak. "Betul, Nyonya," jawab salah satu pelayan."Baiklah, masuklah. Bereskan semuanya, dan jika kalian ingin mengambil beberapa, silakan," kata Kania sambil membuka pintu