"Gue duluan, bro, ada yang harus gue urus," pamit Zaki, mengambil sweater nya dan keluar dari tempat itu.
Saat Zaki berjalan ke arah mobilnya, tiba-tiba sesuatu yang keras menghantam tengkuknya keras, membuat Zaki kehilangan kesadarannya. Itu adalah perbuatan Galang. "Cepet masukin ke mobilnya," perintah Galang pada Saskia dan satu perempuan lainnya. Mereka pun berhasil memasukkan Zaki ke dalam mobil dan mendudukkannya. Gadis yang menemani Saskia pun masuk dan duduk bersebelahan dengan Zaki. "Lu acak rambutnya, Shel," perintah Saskia. Ia juga mengoleskan jejak lipstik di pipi dan di bibir Zaki. "Mantap, sekarang lu pose, lagi ciuman sama dia." "Kepalanya agak miring kan, cium beneran aja ah lama!" Ucap Saskia membuat Shella tersenyum malu. Shella adalah cewe yang menjadikan Zaki sebagai crush nya. Tak disangka dia mempunyai kesempatan untuk menciumnya. Crak! "Wih mantap, tinggal dikirim," sahut Galang. Tiba-tiba seorang supir dari keluarga Zaki datang untuk mengecek. "Sedang apa kalian?" Tanya Pak Supir dengan kecurigaan, membuat mereka segera keluar dari mobil. "Oh, kita lagi anterin si Zaki, Pak. Tuh... dia mabuk sampai gak sadar gitu," jawab Galang meyakinkan. Pak Supir kecurigaan hilang sesaat. "Makasih, yaudah saya antar pulang dulu." "Iya, Pak, hati-hati." Sedangkan di tempat lain, Kania baru saja sampai di tempat mereka bertemu, yaitu di danau yang pernah mereka datangi sebelumnya. Ting! Sebuah pesan masuk dari W******p Kania dari nomor tidak dikenal. Kania melihat pesannya dan terdiam dengan tatapan tidak percaya. "Zaki..." Tanpa sadar, air mata Kania luruh saat melihatnya. Kania pergi begitu saja dari tempat itu dengan perasaan yang lebih tersakiti. Hatinya hancur, lebih sakit dari yang pernah Galang lakukan padanya. Kania pulang dengan mata yang membengkak, membuat Mama Kania khawatir. "Sayang, kamu kenapa?" Mama Kania menghampirinya, dan Kania langsung menghamburkan pelukan pada Mama Kania. "Kenapa? Kenapa nangis, sayang?" Sekali lagi Mama Kania bertanya, tapi Kania menjawabnya hanya dengan gelengan. Membuat Mama Kania menghela napas dan tidak memaksa Kania untuk mengatakannya. "Sayang, udah... kalau kamu gak enak badan, Mama undur aja ya?" Tanya Mama Kania memastikan. Membuat Kania menyadari bahwa dia akan pindah minggu depan nanti ke rumah ibunya di Jakarta. Setelah kepergian Ayah Kania satu tahun lalu, mereka sudah merencanakan pindahan ini dan akan pindah setelah Kania lulus SMA. "Aku gak apa-apa kok, kalau kita pindah besok ke Jakarta, boleh gak, Ma?" Tanya Kania serius. Membuat Mama Kania berpikir sejenak dan mengangguk. "Iya, sayang, besok kita pindah. Sekarang kamu istirahat, gih," ucap Mama Kania. Kania mengangguk dan pergi ke kamarnya. Mama Kania melihat punggung anaknya yang terlihat sedang menyembunyikan sesuatu yang membuatnya terluka. Sesampainya di kamar, Kania melihat boneka yang pernah Zaki berikan padanya. "Jahat!" Umpatnya pada boneka itu dan melemparnya ke sembarang arah. Kania membuka ponselnya dan melihat foto-foto Zaki bersama gadis lain. "Hiks... kenapa lo kayak gini, Zaki? Kenapa lo sakitin gue! Hiks... gue sayang sama lo, gue cinta..." Ucapan Kania tertahan, terlalu sakit untuk melanjutkan ucapannya. Kania memutar lagu "Tetap dalam Jiwa" karya Isyana Sarasvati. Dari liriknya membuat Kania mengingat kenangan menyenangkan bersama Zaki. "Besok lu gak bakal pernah lihat gue lagi, sialan," ucap Kania. Dan membungkus boneka yang pernah Zaki berikan padanya. Kania akan mengembalikan boneka itu pada Zaki. Ia memesan Grab untuk mengantarkan paketnya ke rumah lelaki itu. Beberapa menit kemudian, paketnya sampai di rumah Zaki. Seorang satpam menerima dan menyerahkannya pada Bunda Zaki. "Bu, ini ada paket buat Den Zaki," ucap satpam dan pergi dari sana. Setelah Bunda Zaki menerima paket itu, "Zaki pesan apa ya?" Bunda Zaki berjalan ke dalam kamar anaknya. Ia melihat Zaki masih tertidur di atas ranjangnya. "Sayang? Kamu gak apa-apa kan? Kenapa gak bangun-bangun?" Bunda Zaki mengecek suhu badan anaknya. Suhu badannya baik-baik saja. "Bunda taro di sini ya, paketnya." Keesokan harinya, Zaki terbangun dengan kepala yang pusing dan tengkuk yang begitu sakit. "Arh..." Zaki menyentuh tengkuknya. Ia mengingat kejadian di mana seseorang memukul kepalanya keras dan penglihatannya menggelap. "Sial," Zaki bangkit dari ranjangnya dan melihat sebuah paket. "Paket?" Zaki mengambilnya, melihat siapa yang mengirimkannya, dan di sana tertulis nama Kania. Membuat Zaki segera membuka paketnya. "Boneka... kenapa dia kembalikan? Oh, anjir, jangan gara-gara itu! Ini pasti ada yang punya akal biar gue gak tepati janji sama Kania." Zaki segera beranjak dan bersiap-siap untuk pergi ke rumah Kania siang ini. Tak lupa dia juga mengambil bonekanya. Di jalan, Zaki membuka pesan W******p dari Kania. Kania: Kamu di mana? Pesan itu sudah lama, mungkin saat menunggu kedatangan Zaki. Zaki mengetikkan beberapa pesan pada Kania. Zaki: Maaf aku gak dateng. Zaki: Maaf, apa kemarin kamu nunggu aku lama? Kenapa ngembaliin bonekanya? Pesan itu tersampaikan dan langsung Kania baca, tapi tidak dibalas sama sekali, membuat Zaki mengerutkan keningnya. Akhirnya Zaki pun sampai di rumah Kania. "Kania!.." Panggil Zaki dari luar pagar rumahnya. Seorang tetangga melihatnya segera memberi tahu bahwa Kania dan ibunya sudah pindah dan pergi di pagi-pagi buta. Menerima kabar itu, Zaki keheranan mengapa Kania mendadak pindah dan tak menghubungi dirinya. Tapi saat Zaki menanyakan kemana mereka pindah, para tetangganya tidak tahu. Zaki pun memutuskan untuk kembali pulang. Pikirannya terus berkecamuk. "Kania..." Zaki memikirkan kepergian Kania tanpa memberitahunya membuat Zaki merasa kecewa. "Napa lo gak bales pesan gue?" Ucap Zaki dalam hatinya saat melihat pesan yang ia kirimkan pada Kania. "Kenapa lo pergi?.." Sekali Zaki berbicara sendiri dalam hatinya. Ia menghela napas menenangkan pikirannya. Dengan sedikit kepercayaan yang masih ada, Zaki berpikir mungkin Kania sedang sibuk dan tidak sempat memberikan kabar. 4 tahun kemudian Seorang pria bertubuh tegap berjalan dengan penuh percaya diri dan berwibawa memasuki gedung besar kantor pusat teknologi informasi terbesar di Indonesia dan masuk peringkat atas di tingkat internasional. Melihat kedatangan sang Presdir, semua karyawan dengan sigap berdiri dan menyambut Pak Presdir. Presdir yang dimaksud adalah orang yang sangat berkuasa, ia bernama Zaki Arya Wijaya yang menggunakan Pak Arya sebagai nama panggilannya. Arya berjalan dengan langkah tepat dan akurat tanpa celah. "Liam, ambilkan saya laporan finansial dan laporan operasional tahun ini," perintah Arya seraya duduk di kursi. Joo Liam adalah asisten Arya dan umur mereka tidak terpaut jauh. Joo Liam berasal dari Korea dan menetap di Indonesia selama bertahun-tahun bersama keluarga kecilnya. "Baik," Liam bergegas melaksanakan tugas. Selang beberapa menit, ia pun kembali dengan berkas-berkas yang Arya minta. Arya memeriksa berkasnya satu persatu. "Liam, bagaimana dengan kemajuan seleksi karyawan baru?" Tanya Arya sambil memeriksa berkasnya. "Em, seleksi awal telah dilaksanakan dengan lancar dan lusa nanti Anda akan menghadiri seleksi akhir untuk wawancara," jawab Liam seraya membenarkan kacamata nya. Arya mengangguk. "Baik, kamu bisa kembali bekerja," ucapnya seraya memberikan isyarat dari tangannya untuk segera pergi. Setelah Liam benar-benar pergi, Arya melanjutkan pekerjaannya. Tak terasa 1 jam telah berlalu yang Arya habiskan dengan hanya mendudukkan pantatnya di kursi kerja. Arya pun memberikan waktu istirahat pada dirinya. Arya mengetik sebuah pesan teks pada Liam. Arya: Buatkan saya kopi, seperti biasa. Tring! Setelah membaca pesan dari Arya, Liam bergegas pergi ke kopi corner dan ia tak sengaja berpapasan dengan Shelli, karyawan baru di kantornya. Shelli menyapa layaknya junior kerja. Masih ingat dengan Shelli? Shelli adalah perempuan yang dipotret bersama Zaki atau sekarang biasa dipanggil Arya. Mengetahui Arya melanjutkan perusahaan besar milik keluarga membuat Shelli tidak mau tinggal diam dan menjadi karyawan beberapa bulan lalu setelah menyelesaikan kuliahnya. ia bekerja di bagian pemasaran. Padahal Shelli sendiri bisa disebut anak orang kaya karena orang tua dan kakak memiliki perusahaan yang lumayan maju tapi Shelli kukuh ingin kerja di PT wijaya. bersambung...Kania menunduk sedikit, mendekatinya. Jemari lentiknya dengan hati-hati menyentuh rahang Arya, membuat pria itu menarik napas berat."Aku bisa bantu kamu," bisiknya. "Tapi kau harus membayar harga itu."Suara Kania bergetar samar, tapi sorot matanya menunjukkan tekad.Arya terpaku. Sekejap, ia menarik Kania kembali ke pangkuannya, dan sebelum Kania sempat berkata apa-apa, bibirnya sudah dicuri Arya—singkat, mengejutkan, namun penuh gejolak yang tak tertahan.Kania terhenyak, matanya membesar."Kau akan jadi milikku." bisik Arya tepat di telinganya, dengan nada rendah dan dalam.---Suara decitan ban mobil disusul benturan keras terdengar memecah suasana. "Brak!" Shelli terkejut, spontan menginjak rem. Matanya membelalak panik. “Gawat, aku menabrak seseorang…” gumamnya dengan suara gemetar, lalu menyembulkan kepala ke luar jendela. Tanpa pikir panjang, diliputi rasa takut dan ego, Shelli memilih kabur. Ia langsung tancap gas, meninggalkan lokasi kejadian.Tak disadari Shelli, aksi tab
Arya perlahan melepaskan cengkeramannya dari leher Shelli, menatap ke arah Kania yang masih berdiri terpaku. Kemarahannya tidak mereda — justru semakin membara.Tanpa berkata apa-apa, Arya berjalan cepat ke arah Kania. "Kenapa kau ada di tempat ini?!" tanyanya tajam dan penuh tekanan.Kania, yang masih terkejut, menatap Arya bingung. "Aku… aku cuma mengantar pesanan makanan,"ucapnya gugup, mencoba memahami situasi dirinya saat ini.Tangan Arya langsung meraih pergelangan tangan Kania dan menariknya menjauh dari lorong. "Hei! Lepaskan aku!" protes Kania, namun Arya tidak peduli.Tanpa menjelaskan apa-apa, Arya menyeret Kania ke sebuah kamar tamu VIP yang kosong di ujung lorong. Pintu terbuka dan keduanya masuk ke dalam — meninggalkan Shelli yang terpaku dengan wajah masam, dan lorong yang mulai terasa lebih dingin dari sebelumnya."Kau sangat beruntung!" Sahut Shelli dengan penuh amarah. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan diri agar tidak bertindak lebih jauh. Namun, pikiran
Setelah 1 jam berlalu Shelli akhirnya mulai merasa sangat bosan hanya berdiam diri di ruang medis. Ia akhirnya memilih keluar dan berjalan menuju kantin. Di lorong, ia tak sengaja berpapasan dengan Liam. Namun, Liam hanya memandangnya sekilas dengan tatapan acuh dan melanjutkan langkah. Shelli memperhatikan Liam yang menerima telepon beberapa langkah darinya. Telinganya menangkap sepenggal kalimat, _"Laporan kesehatan Kania akan sampai lima menit lagi, ada kendala teknis sedikit."_ Shelli refleks menutup mulutnya dengan tangan. “Kania? Kenapa harus Kania lagi…” gumamnya kesal. Tanpa pikir panjang, Shelli bergegas keluar kantor dan menunggu di depan gedung. Lima menit kemudian, sebuah motor berhenti di pelataran. Seorang kurir turun dengan membawa amplop cokelat di tangannya. Shelli segera menghampirinya. “Permisi, apa Anda mengantarkan dokumen data kesehatan atas nama Kania?” Kurir itu mengangguk. “Iya, saya diminta menyerahkannya langsung ke Pak Arya.” Shelli berpura-pura te
Arya mengepalkan tangannya. Perasaannya belum sepenuhnya tersampaikan, namun Kania sudah pergi dengan sikap acuh. Dengan berat hati, Arya meninggalkan apartemen itu.Sesampainya di mobil, Arya menutup pintu dengan keras. Ia menghela napas panjang, lalu memukul setir mobilnya dengan frustasi.“Shelli... kau benar-benar harus diberi pelajaran!” geramnya sambil melajukan mobil dan menghilang di tengah lalu lintas kota.---*Keesokan harinya, di kantor Arya.*Arya memanggil Liam ke ruangannya dan memerintah dengan nada tegas, “Berikan semua pekerjaan Kania yang tertunda... kepada Shelli.”Liam hanya mengangguk singkat sebelum keluar dari ruangan dan menjalankan perintah atasannya.Tak lama, Shelli duduk di meja kerjanya dan terperanjat saat melihat setumpuk dokumen desain dengan nama Kania. Ia mengerutkan kening, lalu berdiri dengan wajah kesal. “Apa-apaan ini?!” serunya sambil menunjuk berkas-berkas itu, lalu menatap Liam tajam. “Aku nggak mau ngerjain ini!”Liam tersenyum tipis, tenang
Sebelum Shelli sempat melakukan hal yang sama, pintu lift terbuka, menandakan bahwa mereka sudah sampai. Para karyawan lainnya berbondong-bondong keluar, begitu juga Arya yang segera berjalan cepat, meninggalkan Shelli tanpa peduli padanya. Shelli berdiri terpaku sejenak, lalu segera mengikuti langkah Arya.Setibanya di luar, Arya masuk ke dalam mobil dengan langkah cepat, tampak jelas sekali sedang tidak ingin diganggu. Shelli mengikutinya dan duduk di kursi belakang, lalu Arya duduk di kursi depan tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.Tiba-tiba, suara Arya memecah keheningan. "Tadi kau sengaja melakukan itu?" tanya Arya dengan nada datar, suaranya sedikit terdengar jengkel, namun dia masih fokus pada ponselnya.Shelli pura-pura tidak mengerti dan menyembunyikan senyum liciknya. "Melakukan apa? Maksud Anda, saat saya tidak meminta izin pada Anda?" jawabnya, berusaha terdengar polos.Arya mendengus dan hampir tidak sabar menjawab, "Kau jelas-jelas--"Namun, ucapan Arya terputus
Arya melangkahkan kakinya meninggalkan apartemen. Kania, yang masih berada di lantai atas, penasaran dan mengintip ke luar dari balkon. "Jadi dia masih berhubungan dengan Shelli, ya?" gumam Kania dalam hati, sedikit cemburu meski dirinya sendiri tidak yakin mengapa perasaan itu muncul. *Aku mengharapkan apa sih?* pikir Kania, mencoba menenangkan dirinya. Setelah itu, Kania masuk kembali ke kamar, meski perasaannya sedikit terganggu.Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar, mengalihkan perhatian Kania. Dia turun dari lantai atas untuk melihat siapa yang datang.Ternyata para pelayan sudah datang. "Nyonya, kami menerima perintah untuk membereskan buah-buahan," ucap salah satu pelayan.Kania menatap mereka dengan sedikit bingung. "Arya yang menyuruhnya?" tanya Kania, merasa sedikit cemas.Mereka mengangguk serentak. "Betul, Nyonya," jawab salah satu pelayan."Baiklah, masuklah. Bereskan semuanya, dan jika kalian ingin mengambil beberapa, silakan," kata Kania sambil membuka pintu