Home / Fantasi / Lahirnya Kultivator Dewa Samudra / 100. Kultivator Dewa Samudra

Share

100. Kultivator Dewa Samudra

Author: VAD_27
last update Last Updated: 2025-06-09 09:36:24

Tubuh Kael sudah lemah tidak berdaya karena tidak berhenti bertarung. Beberapa tulangnya patah, tubuhnya memucat dan bergetar kedinginan karena terlalu banyak menyerap esensi laut juga roh lautan.

Sekujur tubuhnya penuh luka goresan dan lebam yang parah. Kepala Kael berdenyut dengan jantung bergemuruh—berdetak tidak normal.

Kael sudah terlalu menghabiskan semua tenaga, fisik dan jiwa raganya di pertarungan hari ini. Kael sudah tidak berdaya, semua hal seolah buyar saat matanya perlahan memburam.

Tubuh Kael limbung, dia pikir akan segera menabrak dan tenggelam ke permukaan air namun perkiraannya salah.

Pollux menangkap tubuhnya dan membawa Kael ke dalam pelukannya. Dibawah cahaya senja dan permukaan laut yang memantulkan cahayanya. Kael mengulum senyum sebelum bersandar nyaman pada pundak Pollux.

"Guru, bisakah mulai sekarang kau memanggilku dengan sebutan Kael? Bukan Pangeran ataupun Kaelthar. Tapi hanya Kael." Gumam Kael lirih.

Pelukan Pollux mengerat sebelum berkata dengan bib
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   110. Selesai

    Langit Tydoria hari itu seakan disikat bersih oleh para dewa. Tidak ada awan mendung. Tidak ada bayangan ancaman. Hanya biru murni, terbentang luas di atas dermaga, di atas rumah-rumah rakyat, di atas menara-menara penjaga yang kini menjadi simbol damai, bukan peringatan perang.Desas-desus telah menyebar sejak fajar. Anak-anak berlarian dengan ember air penuh bunga laut, para ibu sibuk menata meja makan besar di lapangan tengah, dan para pria membentangkan bendera biru-putih yang melambangkan laut yang tidak lagi menelan, tapi memeluk.“Dia kembali.”Itulah kata-kata yang berbisik dari satu mulut ke mulut lain. Tidak ada pengumuman resmi. Tidak ada terompet atau pengawal istana yang berteriak. Tapi laut… membawa pesan itu lebih cepat dari suara.Kael dan Anna kembali ke Tydoria.Di pelabuhan utama, Vaeli berdiri mengenakan jubah kebangsaan berlapis kerang kristal, rambutnya disanggul setengah, dan sorot matanya tak lagi keras seperti dulu. Di sampingnya, Pollux berdiri dengan jubah b

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   109. Akhir perjalanan

    Perjalanan Kael dan Anna membawa mereka jauh ke timur, melewati pelabuhan tua dan pulau-pulau tak bernama. Di peta dunia, tempat itu hanya disebut sebagai “Lingkaran Ombak”—sebuah atol yang dikelilingi sembilan pusaran laut kecil, membentuk lingkaran nyaris sempurna.Konon, di tengah lingkaran itu berdiri Kuil Ombak Terakhir, tempat di mana para pemegang esensi laut zaman kuno datang untuk menyatu dengan arus, merenung, dan meninggalkan jejak terakhir sebelum menutup perjalanan panjang mereka.Kael tahu, inilah tempat terakhir yang harus ia kunjungi sebelum kembali ke Tydoria.Ia tidak datang untuk berperang. Ia datang untuk berpamitan pada kekuatan yang telah memberinya jalan, namun juga beban....Anna dan Kael tiba di pulau tengah saat fajar belum pecah. Ombak di sekitar lingkaran benar-benar sunyi, seolah tahu siapa yang sedang mendekat.Kuil itu sederhana. Terbuat dari batu laut berusia ribuan tahun. Tidak ada ukiran mewah, hanya pilar-pilar tinggi melengkung dan lantai yang sela

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   108. Balasan pesan

    Sore itu, langit di atas Tanah Merari, sebuah negara tropis yang tenang dan nyaris tak terjamah konflik, dilukis warna emas jingga. Di antara pohon kelapa laut yang menjulang, di antara desa-desa kecil yang hidup dengan irama gelombang, dua sosok berjalan beriringan. Kael dan Anna. Anna mengenakan gaun putih longgar yang mengikuti arah angin. Kakinya yang kini telah terbiasa berjalan, meninggalkan jejak di pasir. Di sampingnya, Kael menenteng kantong kulit berisi buah-buahan lokal dan beberapa rempah. Wajahnya lebih tenang, rambutnya lebih panjang, tapi mata birunya masih menyimpan lautan. Mereka bukan tamu kehormatan. Mereka bukan pahlawan. Mereka hanya dua jiwa yang sedang berkelana, mencari arti dari dunia setelah perang berakhir. “Orang-orang di sini sangat ramah. Aku suka dengan perjalanan kita. Tidak ada yang mengenal siapa kita, tidak ada yang menghakimi, hanya ada orang dan sesuatu yang baru. Aku sungguh menyukainya!” Ujar Anna riang sambil menatap anak-anak yang bermain

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   107. Sebuah pesan

    Hari-hari berlalu tanpa perang.Untuk pertama kalinya sejak Tydoria berdiri, kota itu benar-benar sunyi dari suara dentang senjata.Anak-anak berlarian di pelataran istana. Para penjaga tersenyum saat patroli, bukan karena tugas selesai… tapi karena dunia perlahan berubah.Ratu Vaeli memanfaatkan masa damai ini dengan membentuk Dewan Diplomasi Laut-Darat, terdiri dari perwakilan rakyat, klan laut, dan utusan negara lain. Ia ingin membangun jembatan—bukan hanya antara kerajaan—tapi juga antara peradaban.Hari itu, surat-surat dari berbagai negeri sampai ke Tydoria. Sebuah momentum yang tidak pernah mereka bayangkan akan datang.Surat dari Kerajaan Altaerin:“Kami menyaksikan kebijakan Ratu Vaeli dan Tydoria. Keputusan untuk mengampuni, bukan membalas, adalah kekuatan sejati. Dengan ini, Altaerin mengakui Tydoria sebagai negara sahabat dan membuka jalur dagang bebas mulai musim gugur tahun ini.”Surat dari Republik Sorvel:

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   106. Kedamaian

    Pagi itu, langit Tydoria mendung.Bukan mendung hujan, tapi mendung dari gelombang ancaman yang belum sepenuhnya sirna sejak Kekaisaran Ardor jatuh. Sekalipun Tydoria berdiri sebagai simbol kebangkitan dan harapan, bayang-bayang masa lalu masih menyelimuti dari arah timur.Dan ancaman itu datang… dari negeri kecil bernama Beregith.Sebuah wilayah bawahan Ardor yang dahulu menikmati perlindungan dan kekuasaan dari kekaisaran. Setelah runtuhnya Ardor, mereka merasa kehilangan status, kehilangan arah, dan menyalahkan Tydoria sebagai penyebab kehancuran tatanan lama.Mereka mengirim serangan.Tidak dalam jumlah besar. Hanya satu kapal cepat, berisi lima puluh prajurit dengan perlengkapan kultivasi bumi. Mereka menyusup melalui celah karang malam hari, berharap mengguncang dermaga barat Tydoria dan menciptakan kepanikan.Namun, Tydoria bukan lagi tanah lemah yang baru dibentuk.Patroli laut mendeteksi mereka sebelum mereka sempat mendarat. Pasukan penjaga dipimpin langsung oleh Austin, yan

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   105. Pesan dari Kaelthar

    Pagi hari di Tydoria bukan lagi disambut dengan sirene perang atau suara langkah tentara di pelatihan. Kini, yang terdengar hanyalah suara anak-anak bermain di jalanan batu, dan percikan ombak yang menyentuh dermaga. Di pusat kota, bendera biru-putih bergoyang lembut ditiup angin laut, menandakan negara ini telah berdiri tegak dengan kedamaian.Di dalam balairung utama, Vaeli duduk menghadap tumpukan dokumen yang memenuhi meja panjang dari kayu coral. Raut wajahnya fokus, tapi matanya menyimpan kelelahan.“Permintaan pasokan air murni dari sektor timur belum terpenuhi,” ujar salah satu penasihat. “Dan dermaga selatan mulai tergerus arus. Kami butuh inspeksi langsung.”Vaeli mengangguk. “Akan kutangani sendiri siang ini.”Para penasihat saling menatap, terkejut namun tak berani membantah. Sejak diangkat menjadi ratu, Vaeli tak pernah takut turun langsung ke lapangan, bahkan hingga ke dasar laut....Beberapa jam kemudian, Vaeli berdiri di pinggir tebing batu karang, mengenakan jubah ku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status