Se connecterBab 33. KOTA RAJA MADANGKARA Rasa tidak percaya tampak jelas terbayang di wajah Warok Blangsak sebelum nyawanya kabur dari raganya. Sementara itu nimas Ayunina terdiam, tubuhnya terasa beku, ketakutan dan kekaguman bergabung menjadi satu, saat melihat betapa mudahnya pemuda yang menolongnya bisa mengalahkan semua perampok dengan begitu mudahnya. Jaka Tole segera menyabetkan golok di tangannya ke udara untuk membersihkan sisa-sisa darah yang menempel di bilahnya. Kemudian seperti sebuah sulap, golok besar di tangannya menghilang dari tangannya. Sekali lagi nimas Ayunina menelan ludah, menatap Jaka Tole dengan tatapan tidak percaya. Perlahan sebuah rasa yang aneh mulai merambati relung hatinya, sebuah perasaan yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat. “Ayo kita lanjutkan,” kata Jaka Tole sambil menarik tali kekang kudanya untuk melanjutkan perjalanan seakan sebelumnya tidak pernah terjadi apa-apa. Nimas Ayunina yang masih ten
Bab 32. MENGHUKUM PENGHALANG Disusul dengan munculnya puluhan pria berpakaian serba hitam di sekeliling mereka, dengan menampakkan wajah-wajah penuh dengan keangkaramurkaan. Hieee…. Kuda mereka berteriak kencang, bahkan kuda yang dinaiki nimas Ayunina sampai mengangkat kaki depannya, saking terkejutnya ketika tiba-tiba tali kekang ditahan dan dipaksa untuk berhenti. “Hati-hati!” teriak Jaka Tole yang melihat kuda tunggangan nimas Ayunina mengangkat kaki depannya tinggi-tinggi. Untungnya nimas Ayunina merupakan penunggang kuda yang baik, dia segera menjepit perut kuda dengan kedua kakinya sambil memeluk leher kuda, agar tidak sampai terjatuh. “Siapa kalian? Kenapa kalian menghadang perjalanan kami,” kata Jaka Tole sambil memandang orang-orang yang menghadang perjalanannya. Ekspresi wajah Jaka Tole sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut, melihat mereka dikepung puluhan pria dengan tampang sangar. “Kalian tidak diijin
Bab 31. MENGHABISI TANPA SISA Darah seketika mengucur dari leher Raden Ontoseno yang baru saja berpisah dengan kepalanya. Demikian juga dengan darah dari leher pendekar Kelabang Geni, mereka berdua seperti hewan kurban yang disembelih. Tubuh Jaka Tole tiba-tiba saja melesat dengan sangat cepat menggendong nimas Ayunina yang sedang terbaring diatas tempat tidur. Mengapa Jaka Tole bergegas mengambil tubuh nimas Ayunina, tentu saja setelah dia melihat darah di leher Raden Ontoseno akan mengenai tempat tidur dimana nimas Ayunina berada. Gerakan Jaka Tole seperti kilat saking cepatnya, kurang dari sepersekian detik, tubuhnya sudah berhasil menyelamatkan tubuh nimas Ayunina yang akan terkena guyuran dari leher Raden Ontoseno. Sambil menggendong tubuh nimas Ayunina, sudut mata Jaka Tole seketika tertuju pada peti hitam yang tergeletak di sudut kamar. “Hmmm… sepertinya peti itu tempat penyimpanan uang pejabat korup ini. Baiklah sebaiknya peti ini saya si
Bab 30. KEMATIAN RADEN ONTOSENO “Adik…” teriak rekan pendekar Kelabang Geni yang perutnya dirobek senjatanya sendiri. “Kakak… tolong balaskan dendam saya… saya… saya tidak kuat lagi… huek…” dengan suara terbata-bata menahan sakit serta dengan mengeluarkan sisa-sisa tenaganya dia berusaha memberi pesan terakhir, hingga akhirnya dari mulutnya memuntahkan darah segar yang sangat banyak dan nyawanya seketika meninggalkan raganya. “Adik… sadarlah… adik sadarlah…” dengan suara gemetar pendekar Kelabang Geni yang masih hidup berteriak mencoba menyadarkan rekannya dengan perasaan hancur dan rasa tidak percaya menghantui pikirannya. Mana mungkin dia percaya, sudah sekian lama mereka berkumpul dan menjalankan tugas dari Padepokan selalu bersama-sama, kini harus berpisah dengan begitu mengenaskan. Sementara itu Jaka Tole tampak berdiri santai di depannya sambil memainkan Celurit di tangannya, mengagumi ketajaman bilahnya. “Ternyata senjata ini sangat ta
Bab 29. PENDEKAR KELABANG GENI “Kurang ajar! Kamu mau menjadi pemberontak?” geram Raden Ontoseno dengan suara bergetar antara terkejut dan ketakutan dan serta amarah bercampur menjadi satu. “Berontak? Ha ha ha ha… sepertinya kamu terlalu lama dibuai dalam kekuasaan, apa kamu tahu kesalahan yang sudah kamu lakukan?” kata Jaka Tole yang balas menyindir Raden Ontoseno, alih-alih takut dengan gertakan nya. “Kurang ajar, kamu benar-benar mencari mati. Saya berhak menghukum mati dirimu yang berani melawan pejabat kerajaan!” kata Raden Ontoseno yang segera mengambil keris yang terselip di punggungnya. Kemudian dengan sekuat tenaga dia menusukkan ujung kerisnya kearah Jaka Tole, dengan kekuatannya yang sudah mencapai level pendekar adipati tingkat madya, angin berhembus tajam ketika keris di tangannya melesat. Akan tetapi, sepertinya Raden Ontoseno saat ini sedang terkena batunya. Mana mungkin pendekar level adipati bisa mengalahkan seorang pendekar level
Bab 28. MENYELAMATKAN NIMAS AYUNINA Sementara itu Jaka Tole yang berada di atas atap, warna wajahnya sudah menggelap setelah tahu siapa dalang dari penculikan ini. Apalagi saat melihat nimas Ayunina dibawa kedalam kamar, tentu saja Jaka Tole tahu apa yang akan dilakukan Raden Ontoseno. Brak…! Terdengar suara genteng yang hancur, dan sesosok tubuh meluncur turun tepat di dalam kamar Raden Ontoseno. Pemandangan ini tentu saja mengejutkan Raden Ontoseno yang baru saja meletakkan tubuh nimas Ayunina diatas tempat tidur. “Siapa kamu?” bentak Raden Ontoseno sambil memperhatikan orang yang baru saja turun dari atap kamarnya. Maklumlah suasana di dalam kamar cahayanya temaram, sehingga Raden Ontoseno tidak bisa melihat dengan jelas wajah Jaka Tole. “Kamu tidak perlu tahu siapa saya, yang jelas saya adalah orang yang akan memberi hukuman kepada orang seperti kamu,” kata Jaka Tole yang segera saja melayangkan tamparan ke arah wajah Ra







