Bulan duduk berhadapan dengan James. Jujur saja, setelah acara merajuk tadi, dia belum makan apa pun. Tentu saja, sarapan sederhana berupa sandwich itu terlihat menggoda bagi Bulan. Perutnya sudah meronta minta diisi.
James memandang wajah Bulan, dia yakin wanita itu masih marah padanya, buktinya dia tak tersenyum seperti biasanya. Walaupun dia tak menolak sarapan yang dibuatkan James."Kau masih marah padaku?" tanya James.Bulan mengangangkat wajahnya, kemudian kembali fokus memakan sandwich itu."Tidak.""Aku yakin kamu masih marah. Wajahmu cemberut. Aku sudah bilang padamu, bahwa aku adalah teman yang menyebalkan? Apa kau lupa?"Pertanyaan James membuat Bulan tak berkutik."Itu baru nol koma sekian yang kau ketahui, dan kau sudah merasa tersinggung. Aku yakin kau takkan bertahan selama yang kau prediksikan.""Aku belum berfikir untuk menyerah."James baru tau, ternyata wanita yang terlihat lemah dan penakut itu gigih juga."Aku minta maaf.""Untuk?" Bulan kaget, dan tak percaya dengan apa yang didengarnya."Untuk ucapanku yang menyakitimu. Tapi, jujur, aku tak bisa dan tak suka orang terlalu banyak bertanya padaku. Aku harap kau mengerti."Bulan mengangguk, sambil menyelesaikan sarapannya."Baik!""Dan satu lagi,""Apa itu?""Jangan paksakan dirimu untuk memperlakukan aku dengan baik."Bulan tersenyum lemah, kemudian mengusap rambutnya yang masih basah."Denganmu, atau dengan siapa pun, aku memang begini, tidak pura-pura baik.""Bulan, pada akhirnya kau yang akan terluka, aku takut, merasa bersalah dan memupuk perasaanmu sendiri. Padahal aku,""Padahal kamu tak bisa dan tak mungkin membalasnya. Itu kan maksudmu? Pernahkah kau berusaha sedikit saja, James? Jawabannya tidak.""Bulan ....""Biarkan aku menjadi diriku sendiri. Dan kamu, terserah pada dirimu. Jangan pikirkan aku!" Bulan mengangkat piringnya dan meletakkan ke westafel lalu mencuci benda itu dan menaruhnya di rak kaca di sudut dapur.Ting!tong! Bel berbunyi. James hendak bangkit sebelum Bulan berjalan ke arah pintu lebih dulu."Biar aku saja." Bulan membuka pintu masuk rumah mereka. Dahi bulan berkerut, dia tak mengenal pria ini. Rambutnya gondrong di cat pirang, kontras dengan kulitnya yang putih pucat. Memakai kaus polo dan celana jins selutut, dia balas menatap Bulan penuh selidik.Mata Bulan menangkap, koper besar bewarna coklat tua di samping pria itu."Sia ... Pa?" Pertanyaan James seakan tenggelam. Matanya melebar saat menyaksikan siapa yang tengah berada di ambang pintu."Riyan?"Tak hanya James, Bulan juga kaget saat mendengar nama yang diucapkan oleh James."Oh, Honey." Tanpa diduga tubuhnya yang sedikit kurus itu menubruk James dan memeluknya begitu mesra. James tidak sempat menghindar, namun ekor matanya bisa melihat Bulan yang menyingkir kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri."Apa ini? Kau mau kemana?" James melirik koper besar Riyan."Honey, please. Jangan biarkan aku tersiksa di rumah itu sendiri, aku tak mau dikurung lebih lama lagi.""Lalu kau mau ke mana?" James belum mengerti ke mana arah pembicaraan Riyan, dia terlalu terkejut."Aku ingin tinggal di sini! Bersamamu, setidaknya aku bisa memastikan wanita itu tak merebutmu dariku."James gusar. Lalu meletakkan tangannya di pundak Riyan. Sungguh! Kejutan ini tidak lucu, bagaimana jika mendadak orangtuanya datang ke sini? Pasti dia akan terkena masalah."Riyan, dengar! Jika tau tak mau terkurung, aku akan mencarikanmu tempat tinggal baru, tapi, please! Jangan di sini, oke?""Honey!" Riyan memajukan bibirnya, seperti anak kecil yang merajuk."Riyan, aku mohon!""Kau tak menyukai kedatanganku, honey?"James mengembuskan nafasnya kasar.***Sudah satu jam James mematung sambil menunggu Bulan yang hilir mudik menata pakaian di kamar tanpa mempedulikannya. Bahkan setelah James memanggilnya berkali-kali. Tidak tahan dengan kakinya yang mulai pegal, James mendekati Bulan, mencekal lengan wanita itu dan memaksa menghadap padanya. Bulan meringis karena cekalan itu terlalu kuat."Apa lagi?" tanya Bulan lemah, matanya sudah memerah menahan tangis."Riyan ingin tinggal di sini sementara waktu."Bulan tersenyum pahit."Lalu aku harus apa? Ini kan rumahmu, apa hakku untuk melarang kekasihmu.""Bulan, aku sedang tak ingin bertengkar denganmu, sudah dua kali kita berdebat hari ini."Bulan mendongak, menatap dalam ke mata James."Lalu, kalau aku tak mengizinkan, apa dia tidak jadi tinggal di sini?"James gelagapan."Kasihan dia, dia tak punya tempat tinggal, setidaknya jika di sini dia selalu di dekatku.""Kamu sudah punya jawabannya, James. Lalu kenapa masih butuh pendapat dariku?" Bulan tersenyum getir."Setidaknya, aku memberitahumu.""Kita hanya punya dua kamar di rumah ini, kamarmu dan kamarku.""Dia tidak mungkin tidur denganmu, Bulan!""Lalu dia tidur denganmu?" Nada suara Bulan meninggi."Kalian sepasang kekasih aneh, tidur berdua, apa yang akan terjadi?""Bulan,""James, kau ingin dia menumpang di sini bukan?""Kalau begitu, biarkan dia tidur di kamarmu, dan kau tidur di sini." Bulan menegaskan suaranya."Itu tidak mungkin.""Kalau begitu, aku akan menelpon ibu mertuaku.""Hei," wajah James langsung menegang. "Jangan menekanku! Itu lah sebabnya aku membenci perempuan!" James mencekal pergelangan tangan Bulan."Lepas! Sakit.""Jangan sesekali menekanku! Ternyata kau sama saja, saat aku mulai dekat denganmu, kau mulai mengatur."Bulan meneguhkan hatinya menantang mata murka James. Demi pencipta langit dan bumi, membiarkan suaminya semakin tersesat adalah perbuatan dosa."Kau tinggal pilih! Aku serius akan menelpon ibu mertua jika kau tak sepakat dengan usulanku." Bulan menarik tangannya, sehingga lepas dari cengkraman James.Bulan menetralkan wajahnya, dia tak ingin terlihat lemah pada laki-laki yang duduk tenang di sofa ruang tamu sambil menonton televisi."Mas, temannya James ya?" Bulan menunjukkan wajah bersahabat. Riyan memandangnya bingung. Sedangkan James kehabisan kosa kata."Be ... Benar.""Mau minum apa, Mas?"Riyan memandang James. Sedangkan laki-laki itu mengangkat bahunya pasrah. Entah drama apa yang dilakukan Bulan. Ternyata, wanita itu tak selugu yang dia kira.Sangat miris menjadi Bulan. Kenyataan buruk menimpanya berkali-kali. Menghadapi kenyataan memimiliki suami gay tidaklah mudah. Ditambah, suaminya membawa kekasihnya sendiri untuk tinggal bersama? Bukankah ini gila? Bulan marah, kecewa, terluka, dan merasa dirinya bodoh. Akan tetapi dia memilih untuk bersabar. Bukankah seseorang memiliki kesempatan untuk berubah walaupun harus berproses.Sementara, si pelaku utama yang membela kekasihnya itu menampakkan wajah begitu tenang, seolah tak ada perasaan bersalah. Saat ini mereka tengah berada di kamar Bulan. Mereka baru saja memindahkan barang-barang James. Bulan sempat mendengar protes dari Riyan, saat James mengutarakan bahwa dia akan sekamar dengan Bulan.Bulan mengelap peluhnya, untuk ke depan dia harus berlapang hati untuk tetap memakai jilbab saat di rumah. Walaupun memiliki orientasi menyimpang, namun Riyan tetaplah seorang laki-laki."Aku ingin kita menyepakati beberapa hal, jika kita ingin sama-sama nyaman di rumah ini."James mema
Bulan membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah kening mengkerut James dan wajah kesal Riyan, serta wajah lega Sinta, teman sekaligus dokter kulit yang punya klinik pribadi ini.Bulan buru-buru bangkit membenahi jilbabnya yang berantakan. Dapat dia rasakan aroma minyak kayu putih yang begitu kuat."Syukurlah! Suamimu begitu panik tadi, sampai-sampai menggedor ruanganku dengan kasar." Sinta melirik James sesaat, tapi pria itu terlihat tak peduli. Bulan sempat melihat Riyan mendecih sinis."Kurasa, ada baiknya kamu memeriksakan diri ke dokter, kata suamimu, sudah dua kali kamu jatuh pingsan dalam beberapa hari terakhir, tekanan darahmu rendah, tapi alangkah lebih baik memeriksakan diri lebih lanjut." Sinta meletakkan Tensimeter di meja kerjanya. Sedangkan Bulan turun dari ranjang dengan pelan, sebenarnya kepalanya masih pusing."Terimakasih atas bantuanmu. Mungkin aku hanya kekurangan asupan saja, kamu kan tau, aku tidak makan dengan teratur.""Itu bukan kebiasaan yang memba
Sesampainya di kamar, Bulan menangis sepuasnya. Apa yang dilakukan James hari ini sukses membuat hatinya terluka. Bahkan pria itu berbicara mesra dengan Riyan sepanjang perjalan pulang tanpa peduli dengan dirinya. Dua makhluk itu menganggap dirinya hanyalah lalat yang tak berguna. Karena kelelahan menangis, Bulan akhirnya tertidur.Di tempat berbeda, James tengah duduk berdampingan dengan Riyan. Mereka tengah menonton pertandingan sepak bola. Berulangkali Riyan mengajak pria itu untuk bicara, tapi James bersikap dingin." Honey, beberapa saat yang lalu kamu begitu mesra, kenapa sekarang malah mengabaikan aku?" Riyan mendekat, mencoba melakukan kontak fisik dengan James, tapi seperti biasa, James menghindar. Pria itu memang selalu bersikap agresif pada James, bahkan tak tau tempat."Aku sedang tidak mood saat ini." James menjawab ketus. Dia sedang tak ingin diganggu. Dia ingin sendiri, tapi Riyan menempel terus padanya."Honey, aku tau Bulan keterlaluan, memaksaku memeriksakan kulit pa
Mata cantik itu melirik pintu kamar dengan pandangan cemas. Ini adalah malam ke dua setelah pernikahan mereka. Namun, James hanya satu kali menampakkan diri.Bulan membuka jendela kamarnya, bau tanah basah masuk melalui jendela yang terbuka.Hujan turun dari jam dua siang tadi, dan reda selepas Maghrib. Bulan menghirup aroma tanah basah memenuhi paru-parunya. Ini menenangkan, sedikit mengobati resah dan tak enaknya menunggu tanpa kepastian. Mata bulan terbuka, ketika mobil HR-V bewarna putih memasuki pekarangan rumah. Wanita cantik itu bergegas menutup jendela dan menyusul James ke teras rumah.Senyum lebar dipamerkan Bulan, namun pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu acuh tak acuh."Sini aku bantu!" Bulan mengambil tas yang berada di tangan James. "Tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri."Bulan terdiam, walaupun hanya iba, dia tetap mengejar langkah lebar James."Aku sudah memasak, ayo! Makanlah! Aku sudah menunggumu dari siang. Dan ....""Aku sudah kenyang. Lakukan apa
***Dua manusia itu, menatap objek yang sama, sebuah jam dinding. Bulan telah dipindahkan ke ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Detak jarum jam begitu terasa memecah kesunyian. Bulan belum tidur, walaupun benda itu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Banyak hal yang ingin dikatakannya, tapi melihat diamnya suaminya itu, Bulan menjadi minder.James merebahkan badannya di sofa yang berada tak jauh dari ranjang Bulan. Matanya juga masih terbuka, namun mulut laki-laki pendiam itu tertutup rapat."Tidurlah! Kenapa kau masih bergerak gelisah? Besok pagi serangkaian tes akan membuatmu lelah, kau butuh tenaga untuk besok.""Aku tidak mengantuk," jawab Bulan sambil memiringkan kepalanya, matanya berserobok dengan mata tajam James. Seperti biasa, hatinya berdebar tak karuan."Apa AC-nya terlalu dingin?""Sedikit," jawab Bulan sambil tersenyum. Memang, dia merasa kedinginan.James bangkit, memungut remote AC yang menempel di dinding dan memencet beberapa kali. Bulan tersenyum, rambu
Pengambilan darah telah selesai dilakukan beberapa menit yang lalu. Namun, Bulan bersikukuh tak ingin dirawat lagi, dengan alasan dia jauh lebih baik. "Bulan, keras kepalamu ini mengandung resiko, kamu baru dirawat semalam, Bulan, dan sudah ingin pulang!" kata James yang tak mampu menahan kekesalannya, bahkan Bulan melarang James untuk memberitahu orang tua mereka."Aku jauh lebih baik, kau lihat, kan? Aku sudah kuat berdiri sendiri, tak perlu dipapah lagi," jawab Bulan memaksakan senyumnya.Sediakan James hanya menatap tak berdaya pada suster yang menyerah membujuk Bulan."Mas, kalau begitu, Mas dan Mbak Bulan tanda tangani surat pernyataan dulu, kami pihak rumah sakit tak ingin disalahkan jika terjadi sesuatu di kemudian hari.""Kapan hasil tes darahnya akan keluar?""Tiga hari lagi,""Sini, saya akan tanda tangan, dan kamu akan tanda tangan juga kan James?" Bulan menyela ke dua orang itu.***Bulan tak melepaskan pandangannya pada James yang konsentrasi menyetir. Senyum tipis terb
"Aku sudah masak sarapan!" kata Riyan bersemangat, Bulan lihat sudah ada dua piring nasi goreng dengan toping sosis dan keju di atasnya. Ternyata, pria kemayu itu sudah mempersiapkan sarapan romantis dengan suaminya. Jika saja Bulan menurut untuk dirawat lebih lama, tentu Riyan akan memberikan kejutan yang lebih dahsyat."Aku tidak lapar, aku mau tidur." James masuk begitu saja ke dalam kamarnya, meninggalkan Riyan yang tak mampu menyembunyikan kekecewaannya.Bulan pura-pura tidak tau, dia yakin, Riyan semakin membencinya karena telah menggagalkan sarapan romantis mereka.Bulan menutup pintu kamar, suara gemericik air menandakan James tengah berada di kamar mandi. Bulan duduk di ranjangnya dengan wajah sendu, kepalanya masih pusing namun dia yakin pulang ke rumah lebih baik dari pada terus berada di rumah sakit.Bulan tau, dia tak baik-baik saja, dia memiliki keluhan yang dia sendiri tak berani memeriksakan diri. Apa hasil tes darah itu? Apakah ada penyakit berbahaya menggerogoti diri
"Berikan hak-ku, James!" Bulan menantang James dengan berani.Mata James membola, wanita ini tau persis bagaimana dirinya, dia bukanlah laki-laki pada umumnya, dia memiliki kelainan yaitu tak tertarik pada perempuan. Bagaimana bisa dia memberikan apa yang diinginkan wanita itu?Belum selesai James berpikir, Bulan sudah membungkam mulutnya terlebih dahulu, berusaha menggerakkan bibirnya yang tak berpengalaman. James membatu, tak menerima dan tak juga menolak, dia hanya diam sambil mengatupkan mulutnya erat.Bulan yang nekad berusaha menggapai kemejanya, namun James menangkap tangan itu terlebih dulu.Bulan menutup wajah, ditolak! Untuk kesekian kali dia ditolak, tapi dia tak ingin menyerah. Bulan mengusap kasar air matanya, lalu kembali memeluk James."Kau suamiku, James. Aku berhak penuh atas dirimu, aku berhak mendapatkan apa pun yang ada padamu, jiwa ragamu, cintamu, perhatianmu, semuanya," kata Bulan mendongak menatap James yang masih betah dengan wajahnya yang menegang."Bulan, jan