Share

6

Bulan duduk berhadapan dengan James. Jujur saja, setelah acara merajuk tadi, dia belum makan apa pun. Tentu saja, sarapan sederhana berupa sandwich itu terlihat menggoda bagi Bulan. Perutnya sudah meronta minta diisi.

James memandang wajah Bulan, dia yakin wanita itu masih marah padanya, buktinya dia tak tersenyum seperti biasanya. Walaupun dia tak menolak sarapan yang dibuatkan James.

"Kau masih marah padaku?" tanya James.

Bulan mengangangkat wajahnya, kemudian kembali fokus memakan sandwich itu.

"Tidak."

"Aku yakin kamu masih marah. Wajahmu cemberut. Aku sudah bilang padamu, bahwa aku adalah teman yang menyebalkan? Apa kau lupa?"

Pertanyaan James membuat Bulan tak berkutik.

"Itu baru nol koma sekian yang kau ketahui, dan kau sudah merasa tersinggung. Aku yakin kau takkan bertahan selama yang kau prediksikan."

"Aku belum berfikir untuk menyerah."

James baru tau, ternyata wanita yang terlihat lemah dan penakut itu gigih juga.

"Aku minta maaf."

"Untuk?" Bulan kaget, dan tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Untuk ucapanku yang menyakitimu. Tapi, jujur, aku tak bisa dan tak suka orang terlalu banyak bertanya padaku. Aku harap kau mengerti."

Bulan mengangguk, sambil menyelesaikan sarapannya.

"Baik!"

"Dan satu lagi,"

"Apa itu?"

"Jangan paksakan dirimu untuk memperlakukan aku dengan baik."

Bulan tersenyum lemah, kemudian mengusap rambutnya yang masih basah.

"Denganmu, atau dengan siapa pun, aku memang begini, tidak pura-pura baik."

"Bulan, pada akhirnya kau yang akan terluka, aku takut, merasa bersalah dan memupuk perasaanmu sendiri. Padahal aku,"

"Padahal kamu tak bisa dan tak mungkin membalasnya. Itu kan maksudmu? Pernahkah kau berusaha sedikit saja, James? Jawabannya tidak."

"Bulan ...."

"Biarkan aku menjadi diriku sendiri. Dan kamu, terserah pada dirimu. Jangan pikirkan aku!" Bulan mengangkat piringnya dan meletakkan ke westafel lalu mencuci benda itu dan menaruhnya di rak kaca di sudut dapur.

Ting!tong! Bel berbunyi. James hendak bangkit sebelum Bulan berjalan ke arah pintu lebih dulu.

"Biar aku saja." Bulan membuka pintu masuk rumah mereka. Dahi bulan berkerut, dia tak mengenal pria ini. Rambutnya gondrong di cat pirang, kontras dengan kulitnya yang putih pucat. Memakai kaus polo dan celana jins selutut, dia balas menatap Bulan penuh selidik.

Mata Bulan menangkap, koper besar bewarna coklat tua di samping pria itu.

"Sia ... Pa?" Pertanyaan James seakan tenggelam. Matanya melebar saat menyaksikan siapa yang tengah berada di ambang pintu.

"Riyan?"

Tak hanya James, Bulan juga kaget saat mendengar nama yang diucapkan oleh James.

"Oh, Honey." Tanpa diduga tubuhnya yang sedikit kurus itu menubruk James dan memeluknya begitu mesra. James tidak sempat menghindar, namun ekor matanya bisa melihat Bulan yang menyingkir kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri.

"Apa ini? Kau mau kemana?" James melirik koper besar Riyan.

"Honey, please. Jangan biarkan aku tersiksa di rumah itu sendiri, aku tak mau dikurung lebih lama lagi."

"Lalu kau mau ke mana?" James belum mengerti ke mana arah pembicaraan Riyan, dia terlalu terkejut.

"Aku ingin tinggal di sini! Bersamamu, setidaknya aku bisa memastikan wanita itu tak merebutmu dariku."

James gusar. Lalu meletakkan tangannya di pundak Riyan. Sungguh! Kejutan ini tidak lucu, bagaimana jika mendadak orangtuanya datang ke sini? Pasti dia akan terkena masalah.

"Riyan, dengar! Jika tau tak mau terkurung, aku akan mencarikanmu tempat tinggal baru, tapi, please! Jangan di sini, oke?"

"Honey!" Riyan memajukan bibirnya, seperti anak kecil yang merajuk.

"Riyan, aku mohon!"

"Kau tak menyukai kedatanganku, honey?"

James mengembuskan nafasnya kasar.

***

Sudah satu jam James mematung sambil menunggu Bulan yang hilir mudik menata pakaian di kamar tanpa mempedulikannya. Bahkan setelah James memanggilnya berkali-kali. Tidak tahan dengan kakinya yang mulai pegal, James mendekati Bulan, mencekal lengan wanita itu dan memaksa menghadap padanya. Bulan meringis karena cekalan itu terlalu kuat.

"Apa lagi?" tanya Bulan lemah, matanya sudah memerah menahan tangis.

"Riyan ingin tinggal di sini sementara waktu."

Bulan tersenyum pahit.

"Lalu aku harus apa? Ini kan rumahmu, apa hakku untuk melarang kekasihmu."

"Bulan, aku sedang tak ingin bertengkar denganmu, sudah dua kali kita berdebat hari ini."

Bulan mendongak, menatap dalam ke mata James.

"Lalu, kalau aku tak mengizinkan, apa dia tidak jadi tinggal di sini?"

James gelagapan.

"Kasihan dia, dia tak punya tempat tinggal, setidaknya jika di sini dia selalu di dekatku."

"Kamu sudah punya jawabannya, James. Lalu kenapa masih butuh pendapat dariku?" Bulan tersenyum getir.

"Setidaknya, aku memberitahumu."

"Kita hanya punya dua kamar di rumah ini, kamarmu dan kamarku."

"Dia tidak mungkin tidur denganmu, Bulan!"

"Lalu dia tidur denganmu?" Nada suara Bulan meninggi."Kalian sepasang kekasih aneh, tidur berdua, apa yang akan terjadi?"

"Bulan,"

"James, kau ingin dia menumpang di sini bukan?"

"Kalau begitu, biarkan dia tidur di kamarmu, dan kau tidur di sini." Bulan menegaskan suaranya.

"Itu tidak mungkin."

"Kalau begitu, aku akan menelpon ibu mertuaku."

"Hei," wajah James langsung menegang. "Jangan menekanku! Itu lah sebabnya aku membenci perempuan!" James mencekal pergelangan tangan Bulan.

"Lepas! Sakit."

"Jangan sesekali menekanku! Ternyata kau sama saja, saat aku mulai dekat denganmu, kau mulai mengatur."

Bulan meneguhkan hatinya menantang mata murka James. Demi pencipta langit dan bumi, membiarkan suaminya semakin tersesat adalah perbuatan dosa.

"Kau tinggal pilih! Aku serius akan menelpon ibu mertua jika kau tak sepakat dengan usulanku." Bulan menarik tangannya, sehingga lepas dari cengkraman James.

Bulan menetralkan wajahnya, dia tak ingin terlihat lemah pada laki-laki yang duduk tenang di sofa ruang tamu sambil menonton televisi.

"Mas, temannya James ya?" Bulan menunjukkan wajah bersahabat. Riyan memandangnya bingung. Sedangkan James kehabisan kosa kata.

"Be ... Benar."

"Mau minum apa, Mas?"

Riyan memandang James. Sedangkan laki-laki itu mengangkat bahunya pasrah. Entah drama apa yang dilakukan Bulan. Ternyata, wanita itu tak selugu yang dia kira.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status