Bulan tersenyum sumringah, walaupun terpaksa, akhirnya James menyetujui idenya untuk bersepeda pagi ini.
Sudah lama Bulan terkurung di rumah, dia bahkan tak sempat untuk bertegur sapa dengan orang-orang kompleks. Biasanya pada hari Minggu, orang-orang keluar rumah untuk melakukan olah raga. Bukankah ini juga kesempatan bagi mereka untuk memperkenalkan diri?James muncul di hadapan Bulan, dengan baju kaos tanpa lengan, memamerkan otot yang terpahat sempurna, dia memakai celana olahraga bewarna hitam serta sepatu sport bewarna putih. Mata Bulan berbinar, tak bisa ia menampik pesona suaminya itu. Sadar tengah diperhatikan, James melirik Bulan.Bulan telah siap dengan baju kaos lengan panjang, dan celana training, tak lupa jilbab bewarna abu-abu kontras dengan kaos lengan panjangnya yang bewarna hitam."Ayo!" Seru bulan bersemangat. Selama beberapa bulan menikah, baru kali ini mereka keluar rumah bersama.Dua sepeda Polygon telah terparkir cantik di depan rumah. Mereka meraih sepeda masing-masing, kemudian mengayuh dan berjalan bersisian.Benar saja, banyak warga kompleks lain yang juga melakukan aktifitas olah raga ringan, mereka sempat saling sapa dan melemparkan senyum ramah pada Bulan dan James. Sebagai warga kompleks yang baru, tentu mereka seharusnya lebih aktif memperkenalkan diri.Mata Bulan sempat tertarik melihat sepasang suami istri yang tengah berjalan kaki, kondisi istrinya sedang hamil tua, bahkan dia sempat berhenti beberapa saat, Bulan yakin, perut besar itu pasti berat."Lihat wanita itu!" Sri Bulan, menunjuk sepasang suami istri itu yang berada beberapa meter di depan mereka. James mengikuti arah pandangan Bulan, yang dia lihat, si pria tengah memijit betis istrinya yang berselonjor di kursi taman."Kita berhenti sebentar!" Bulan menepikan sepedanya, lagi-lagi James menurut dan tak banyak bertanya.Bulan membawa mereka masuk ke dalam taman kompleks, aneka bunga warna-warni mengelilingi air mancur yang jatuh ke kolam yang tak begitu luas tapi cukup cantik. Terdapat kursi besi yang dibuat melingkar mengelilingi taman di sekeliling air mancur, jarak satu kursi satu dengan lainnya hanya berjarak tiga meter.Bulan memilih kursi yang berada di dekat pohon pucuk merah, lumayan, di sana cukup terlindungi dari cahaya matahari yang mulai naik."Ayo minum!" Bulan menyodorkan air mineral yang masih dalam keadaan bersegel. James membuka dan meminumnya tanpa banyak bicara."Menyenangkan, bukan? Kalau tau kau akan mau diajak, aku akan membawamu setiap Minggu ke sini, setidaknya walaupun sekilas, kita dikenal oleh warga di sini."James mendengarkan dengan seksama, tapi mulutnya belum tertarik untuk menimpali ucapan Bulan."Kau berkeringat!" Bulan tersenyum, kembali memamerkan lesung pipinya di kanan kiri. "Apa rencanamu hari ini? Kalau aku, ingin mencari tempat kursus memasak cake.""Aku ada janji dengan Riyan."Senyum di wajah Bulan lenyap, berganti dengan wajah sendu. Tapi beberapa menit kemudian, dia buru-buru menormalkan ekspresinya kembali."Oh ya? Kalian ada kegiatan apa?" tanya Bulan bodoh, pertanyaan tak berguna, karena semakin banyak yang dia tau, maka semakin banyak hatinya cemburu."Kami akan mengunjungi badan amal, Riyan bekerja di sana, sebagai aktivis.""Oh," Bulan memaksakan senyum. Ada sedikit rasa kecewa di hatinya, sejak tadi hanya dia yang mengajak James bicara, laki-laki itu tak berniat untuk bercerita sedikitpun."Apa kau menikmati kegiatan ini?""Biasa saja.""Apa yang kau sukai? Kalau aku boleh tau.""Aku suka menghabiskan waktuku sendiri, tanpa siapa-siapa, dan tak ada orang yang mengintrogasi ku seperti polisi."Senyum di wajah Bulan lenyap. Apa itu bermakna sindiran? Atau kiasan yang menggambarkan siapa dia bagi James? Bukankah menyedihkan untuk pura-pura bahagia, memaksakan tersenyum, berjuang, padahal hatinya sakit."Aku mengerti, kalau begitu ayo kita pulang!" Bulan bangkit, dia tak berani menatap James. Dia tak ingin air mata kelemahannya yang menyedihkan dilihat pria itu.Walaupun tak menjawab, Bulan tau, James mengikutinya dari belakang. Bulan tak lagi berniat untuk menyapa siapa saja yang berpapasan dengannya. Yang dia inginkan saat ini, pulang, masuk ke dalam kamarnya dan menumpahkan tangisnya sendirian.***James melirik pintu kamar Bulan, sudah jam sebelas, namun sejak pulang dalam keadaan merajuk, Bulan belum membuka pintu itu. Bahkan James memasak sendiri sarapannya.James tau, Bulan berusaha untuk membuat hubungan mereka menjadi dekat. Dia sebenarnya tidak tega dengan wanita itu, tapi, dia juga tak ingin melihat Bulan semakin memupuk perasaanya padanya. Padahal, James takkan mungkin membalasnya."Apa yang dilakukan wanita itu? Sudah empat jam tak keluar-keluar." James mengoceh sendiri. Dia berusaha ingin mengabaikan, akan tetapi, sebagian dari dirinya merasa peduli.Sebenarnya, dia tak menyukai makhluk yang bernama perempuan itu, kerena mereka tak bisa dimengerti dan cendrung merepotkan."Apa aku harus mengetuk pintunya?"James mendekati pintu kamar Bulan, berpikir sejenak, apa yang harus dia lakukan. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk saja.Tiga kali mengetuk, tak ada sahutan dari dalam. James mulai cemas, bayangan Bulan yang tekapar dengan sisir di tangannya kembali terbayang.Tanpa banyak bicara, dia mendorong pintu kamar itu, dan ...."Oh, Maaf!" James memalingkan muka."Tunggu aku di luar, aku akan berpakaian, dan selesai dua menit lagi."James menutup pintu kamar Bulan. Wanita itu tak terkapar seperti yang dia bayangkan, dia begitu segar dengan rambutnya yang basah dan kulit putihnya yang merona. Dan sialnya James merekam semua apa yang dilihatnya.Tujuh tahun kemudianBulan kerepotan di dapur menggendong anak keduanya yang tak mau ditaruh. Anak pertamanya yang berusia lima tahun, sedang mempersiapkan dirinya untuk ke sekolah. Ini hari pertama baginya, dia begitu antusias saat mengetahui akan bertemu teman-teman baru."Menyisir rambut itu, bukan begitu caranya," kata James pada putranya. Anak laki-laki itu amat mirip dengan Bulan. Sedangkan anak kedua mereka yang berusia satu tahun berjenis kelamin perempuan dan tak mau lepas dari gendongan Bulan malah mirip dengan James."Apakah masih lama, James? Aku tak bisa bekerja sambil menggendong anak," seru Bulan dari arah dapur."Sebentar," sahut James bergegas merapikan dasi putranya.Dia mengambil gadis kecil itu dari gendongan Bulan, sedangkan Bulan dengan cekatan meletakkan beberapa porsi nasi goreng di atas meja makan.James sudah rapi dengan stelan jasnya, sejak dia sembuh, dia sudah mulai bekerja di perusahaan keluarganya, sedangkan Bulan membuka toko kue yang tak jauh dari ruma
Setiap orang memiliki impian yang berbeda-beda. Semua pasti memiliki alasan kenapa mereka menginginkan sesuatu untuk hidup mereka. Salah satunya Riyan, mimpinya adalah James, pria sempurna yang memberinya apa saja. Uang, perhatian, kasih sayang dan masa depan. Baginya, James adalah pria yang sempurna, pria tampan yang membuat laki-laki yang memiliki kecendrungan berbeda sepertinya tergila-gila. James bagaikan air di tengah rasa dahaga, dia memberikan apa pun yang diminta oleh orang yang disayanginya. Riyan telah bermimpi, akan menghabiskan sisa hidupnya dengan James. Namun, semuanya gagal karena wanita itu.Saat James berpaling, dia sangat marah, dia lebih memilih melenyapkan James dari pada melihatnya jatuh ke tangan orang lain. Jika James tak bisa menjadi miliknya, maka orang lain juga sama. "Jawab! Apa kau menyesal telah menganiayanya?" tanya papa James geram, dalam kurun waktu dua puluh empat jam, Riyan berhasil ditangkap, saat dia mencoba melarikan diri ke luar kota. Papa James
Dia berusaha membuka matanya, mengabaikan rasa sakit di segala sendi tubuhnya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit bewarna putih, kemudian bau obat yang sangat menyengat. Serta suara derap langkah yang tak begitu jauh."Syukurlah, kamu sudah sadar."Sebuah suara menyentak James. James berusaha mengingat, bagaimana sulitnya dia menyeret kakinya ke jalan raya, saat dia hampir saja sampai dia malah terguling dan tak sadarkan diri. James pikir, dia sudah mati.James melirik suara yang berasal di sampingnya. Seorang wanita muda berusia kira-kira pertengahan dua puluhan, melepaskan nafas lega. Dia memakai baju kaus bewarna putih dan celana jins panjang, rambutnya sebahu dan berkulit hitam manis."Aku Jane, aku yang menemukanmu tergeletak di jalan raya, dan aku langsung membawamu ke sini. Tunggu, aku panggilkan dokter dulu." Wanita itu bangkit.James berpikir, orang tuanya dan Bulan harus tau bahwa dia masih hidup. Bulan, Bulan istrinya, apa kabar wanita itu saat ini? Dia telah
James pura-pura tidur saat derap langkah semakin mendekat ke pintu baja itu. Derap langkah yang sudah dihafalnya di luar kepala. Ini entah pagi ke berapa, entah hari apa, dia sama sekali tidak tau, yang dia tau, jika terus berada di sini, sebentar lagi dia akan menjadi mayat.Dia tau, ini jadwal makannya. Setelah tiga hari, baru dia diperbolehkan memakan nasi. Sebuah siksaan yang lebih berat daripada pukulan, adalah menahan lapar, sangat mengerikan melawan bunyi perut yang terus saja minta diisi. Dia sudah hafal betul, apa saja rentetan kegiatan yang akan dilakukan Riyan padanya. Memaksa makan, memberi suntikan, dan meminta maaf. Jika James menolak, pria itu akan meradang dan murka. Riyan adalah sosok yang sangat tak masuk akal, berulangkali dia mengatakan bahwa dia mencintainya, tapi dia malah memperlakukannya bagaikan Sandra dan dibunuh perlahan-lahan. James sudah merenung selama satu malam, mungkin dia perlu merubah taktik, membangkang pada Riyan takkan pernah membuatnya berhasil
"Ayo, Bulan! Makanlah!" kata mamanya berusaha menyentak lamunan Bulan. Wanita cantik yang telah kurus itu menggeleng. Dia seperti mayat yang tak memiliki semangat hidup. Tatapannya kosong, dia bahkan tak bicara selama beberapa hari, mamanya hanya bisa menahan tangis, dan memohon doa pada sang Kuasa agar putri satu-satunya itu kembali seperti semula.Banyak hal yang terjadi dalam beberapa bulan ini, tapi semuanya kejadian yang menyedihkan. Bulan tak mau dirawat di rumah sakit karena James tak kunjung datang. Padahal dia masih dalam masa pengobatan, penyakit Anemia aplastik yang dideritanya cukup parah.Sejak tak kembalinya James, Bulan seakan kehilangan gairah hidup. Dia menghabiskan waktu hanya merenung dan menangis.Orangtua mana yang takkan terenyuh dengan kondisi anaknya yang seperti itu, Bulan anak satu-satunya yang diharapkan, dia tak punya saudara. Selama ini mamanya berusaha untuk tegar dan tak mengeluarkan air mata di dekat Bulan. Tapi, saat malam menjelang, mamanya menangis s
Bulan menatap ke pintu keluar ruangan perawatan dengan pandangan menunggu. Beberapa kali ada yang masuk dari sana, mulai dari Dokter, Perawat, orangtuanya serta orangtua James. Tapi, satu orang yang ditunggunya tak kunjung datang, bahkan telah berlalu beberapa jam setelah pria itu pergi dengan wajah marah.Bulan tau dia lemah, selain suka mengambil kesimpulan sendiri, dia juga cepat terpengaruh dengan ucapan orang lain. Termasuk ucapan Riyan yang mengatakan bahwa James hanya kasihan, kasihan padanya yang sekarat. Jika dia tau James akan memberikan reaksi seperti ini, Bulan lebih memilih bungkam dan tak menceritakan tentang kedatangan Riyan.Bulan ingin sehat, pasti, seperti janji James padanya, bahwa mereka akan melanjutkan pernikahan dan memiliki banyak anak. Sebuah janji yang sangat manis dan indah, tak ada yang lebih menggembirakan selain bisa menghabiskan hidup dengan orang yang kita cintai.Pintu terbuka sekali lagi, Bulan berharap Jameslah yang datang, tapi ternyata tidak. Wajah