Share

5

Bulan tersenyum sumringah, walaupun terpaksa, akhirnya James menyetujui idenya untuk bersepeda pagi ini.

Sudah lama Bulan terkurung di rumah, dia bahkan tak sempat untuk bertegur sapa dengan orang-orang kompleks. Biasanya pada hari Minggu, orang-orang keluar rumah untuk melakukan olah raga. Bukankah ini juga kesempatan bagi mereka untuk memperkenalkan diri?

James muncul di hadapan Bulan, dengan baju kaos tanpa lengan, memamerkan otot yang terpahat sempurna, dia memakai celana olahraga bewarna hitam serta sepatu sport bewarna putih. Mata Bulan berbinar, tak bisa ia menampik pesona suaminya itu. Sadar tengah diperhatikan, James melirik Bulan.

Bulan telah siap dengan baju kaos lengan panjang, dan celana training, tak lupa jilbab bewarna abu-abu kontras dengan kaos lengan panjangnya yang bewarna hitam.

"Ayo!" Seru bulan bersemangat. Selama beberapa bulan menikah, baru kali ini mereka keluar rumah bersama.

Dua sepeda Polygon telah terparkir cantik di depan rumah. Mereka meraih sepeda masing-masing, kemudian mengayuh dan berjalan bersisian.

Benar saja, banyak warga kompleks lain yang juga melakukan aktifitas olah raga ringan, mereka sempat saling sapa dan melemparkan senyum ramah pada Bulan dan James. Sebagai warga kompleks yang baru, tentu mereka seharusnya lebih aktif memperkenalkan diri.

Mata Bulan sempat tertarik melihat sepasang suami istri yang tengah berjalan kaki, kondisi istrinya sedang hamil tua, bahkan dia sempat berhenti beberapa saat, Bulan yakin, perut besar itu pasti berat.

"Lihat wanita itu!" Sri Bulan, menunjuk sepasang suami istri itu yang berada beberapa meter di depan mereka. James mengikuti arah pandangan Bulan, yang dia lihat, si pria tengah memijit betis istrinya yang berselonjor di kursi taman.

"Kita berhenti sebentar!" Bulan menepikan sepedanya, lagi-lagi James menurut dan tak banyak bertanya.

Bulan membawa mereka masuk ke dalam taman kompleks, aneka bunga warna-warni mengelilingi air mancur  yang jatuh ke kolam yang tak begitu luas tapi cukup cantik. Terdapat kursi besi yang dibuat melingkar mengelilingi taman di sekeliling air mancur, jarak satu kursi satu dengan lainnya hanya berjarak tiga meter.

Bulan memilih kursi yang berada di dekat pohon pucuk merah, lumayan, di sana cukup terlindungi dari cahaya matahari yang mulai naik.

"Ayo minum!" Bulan menyodorkan air mineral yang masih dalam keadaan bersegel. James membuka dan meminumnya tanpa banyak bicara.

"Menyenangkan, bukan? Kalau tau kau akan mau diajak, aku akan membawamu setiap Minggu ke sini, setidaknya walaupun sekilas, kita dikenal oleh warga di sini."

James mendengarkan dengan seksama, tapi mulutnya belum tertarik untuk menimpali ucapan Bulan.

"Kau berkeringat!" Bulan tersenyum, kembali memamerkan lesung pipinya di kanan kiri. "Apa rencanamu hari ini? Kalau aku, ingin mencari tempat kursus memasak cake."

"Aku ada janji dengan Riyan."

Senyum di wajah Bulan lenyap, berganti dengan wajah sendu. Tapi beberapa menit kemudian, dia buru-buru menormalkan ekspresinya kembali.

"Oh ya? Kalian ada kegiatan apa?" tanya Bulan bodoh, pertanyaan tak berguna, karena semakin banyak yang dia tau, maka semakin banyak hatinya cemburu.

"Kami akan mengunjungi badan amal, Riyan bekerja di sana, sebagai aktivis."

"Oh," Bulan memaksakan senyum. Ada sedikit rasa kecewa di hatinya, sejak tadi hanya dia yang mengajak James bicara, laki-laki itu tak berniat untuk bercerita sedikitpun.

"Apa kau menikmati kegiatan ini?"

"Biasa saja."

"Apa yang kau sukai? Kalau aku boleh tau."

"Aku suka menghabiskan waktuku sendiri, tanpa siapa-siapa, dan tak ada orang yang mengintrogasi ku seperti polisi."

Senyum di wajah Bulan lenyap. Apa itu bermakna sindiran? Atau kiasan yang menggambarkan siapa dia bagi James? Bukankah menyedihkan untuk pura-pura bahagia, memaksakan tersenyum, berjuang, padahal hatinya sakit.

"Aku mengerti, kalau begitu ayo kita pulang!" Bulan bangkit, dia tak berani menatap James. Dia tak ingin air mata kelemahannya yang menyedihkan dilihat pria itu.

Walaupun tak menjawab, Bulan tau, James mengikutinya dari belakang. Bulan tak lagi berniat untuk menyapa siapa saja yang berpapasan dengannya. Yang dia inginkan saat ini, pulang, masuk ke dalam kamarnya dan menumpahkan tangisnya sendirian.

***

James melirik pintu kamar Bulan, sudah jam sebelas, namun sejak pulang dalam keadaan merajuk, Bulan belum membuka pintu itu. Bahkan James memasak sendiri sarapannya.

James tau, Bulan berusaha untuk membuat hubungan mereka menjadi dekat. Dia sebenarnya tidak tega dengan wanita itu, tapi, dia juga tak ingin melihat Bulan semakin memupuk perasaanya padanya. Padahal, James takkan mungkin membalasnya.

"Apa yang dilakukan wanita itu? Sudah empat jam tak keluar-keluar." James mengoceh sendiri. Dia berusaha ingin mengabaikan, akan tetapi, sebagian dari dirinya merasa peduli.

Sebenarnya, dia tak menyukai makhluk yang bernama perempuan itu, kerena mereka tak bisa dimengerti dan cendrung merepotkan.

"Apa aku harus mengetuk pintunya?"

James mendekati pintu kamar Bulan, berpikir sejenak, apa yang harus dia lakukan. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk saja.

Tiga kali mengetuk, tak ada sahutan dari dalam. James mulai cemas, bayangan Bulan yang tekapar dengan sisir di tangannya kembali terbayang.

Tanpa banyak bicara, dia mendorong pintu kamar itu, dan ....

"Oh, Maaf!" James memalingkan muka.

"Tunggu aku di luar, aku akan berpakaian, dan selesai dua menit lagi."

James menutup pintu kamar Bulan. Wanita itu tak terkapar seperti yang dia bayangkan, dia begitu segar dengan rambutnya yang basah dan kulit putihnya yang merona. Dan sialnya James merekam semua apa yang dilihatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status