Beranda / Fantasi / Langkah di Jalan Keabadian / Bab 03 Rencana Jahat Zhou Liang.

Share

Bab 03 Rencana Jahat Zhou Liang.

Penulis: Kopi Senja
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-16 12:02:35

Ke esokan paginya, nampak Ye Tian sedang berlatih tanding bersama Lin Hao di belakang rumah. Setiap ayunan pukulan yang dilayangkan Ye Tian begitu cepat dan tepat mengenai anggota tubuh Lin Hao. Bahkan Lin Hao yang berada di ranah dasar tahap tujuh kesulitan menghindarinya.

Meng Han yang menyaksikan itu tersenyum bangga, sebab teknik pukulan yang dia turunkan berhasil dikuasai dengan sempurna oleh Ye Tian. Padahal, teknik itu merupakan jurus tingkat tinggi yang tidak mudah dikuasai.

"Ughh… cepat sekali pukulanmu, Ye Tian!" seru Lin Hao sambil mundur selangkah, mencoba mengatur napasnya. "Aku di ranah dasar tahap tujuh, tapi masih saja kesulitan menghadapi seranganmu."

Ye Tian menurunkan tangannya dan tersenyum tipis. "Aku hanya memanfaatkan celahmu, Hao. Kalau kau lebih tenang, seranganku tak akan mudah mengenaimu."

"Haha, jangan merendah! Kau jelas sudah jauh melampaui diriku," jawab Lin Hao sambil tertawa kecut.

Meng Han kemudian melangkah mendekat, matanya berbinar puas. "Bagus sekali, Tian'er. Jurus itu bukan jurus sembarangan. Bahkan murid sekte pun belum tentu bisa menguasainya secepat ini. Kau benar-benar membanggakan."

Ye Tian menunduk hormat pada ayah angkatnya itu. "Terima kasih, Ayah. Aku akan terus berlatih. Suatu saat, aku pasti akan membuktikan bahwa semua hinaan itu tidak akan selamanya melekat padaku."

Meng Han menepuk pundaknya dengan bangga. "Ingat, kekuatan bukan hanya di tangan dan kaki, tapi juga di hati dan tekad. Jangan pernah lupakan itu."

Tak berselang lama, Meng Rou datang membawa makanan. Senyumnya merekah ketika melihat Ye Tian dan Lin Hao masih terengah-engah seusai berlatih di belakang rumah.

“Aku bawakan makanan untuk kalian. Latihan keras juga butuh tenaga, kan?” ucapnya lembut sambil meletakkan makanan di atas meja kayu sederhana di belakang rumah.

Ye Tian hanya mengangguk tipis, sementara Lin Hao menyambutnya dengan riang. “Kau memang selalu perhatian, Rou. Pas sekali, aku sudah lapar sejak tadi!”

Mereka pun makan bersama-sama dengan Meng Han yang ikut duduk mendampingi, suasana terasa hangat dan penuh canda ringan.

Namun, dari kejauhan, Zhou Liang yang kebetulan menyaksikan kedekatan itu hanya bisa menggertakkan giginya. Api cemburu membakar dadanya. Ia tidak rela wanita pujaan hatinya, Meng Rou, terlihat akrab dengan laki-laki lain—apalagi dengan sosok yang ia anggap sampah seperti Ye Tian.

"Dasar tak tahu diri!" gumam Zhou Liang penuh amarah.

Tak lama kemudian, Lin Fei dan Mei Lan muncul di sampingnya. Keduanya menatap pemandangan itu dengan sinis.

"Zhou Liang, kalau kau tak suka melihatnya, mengapa tidak membuat perhitungan saja dengan Ye Tian?" saran Lin Fei dingin.

Mei Lan ikut tersenyum menyeringai. "Benar. Orang seperti dia tak pantas duduk sejajar dengan kita. Sudah saatnya dia diberi pelajaran agar sadar diri."

Mata Zhou Liang menyipit penuh kebencian. "Kalian benar… orang seperti dia memang harus diberi pelajaran. Aku tidak akan membiarkan Meng Rou semakin dekat dengannya."

Lin Fei melirik sekilas. "Apa yang kau rencanakan?"

Zhou Liang tersenyum miring, penuh kelicikan. “Aku akan mengutus salah satu pengawal keluargaku untuk menculik Ye Tian. Siang ini juga, bawa dia ke hutan. Di sana kita bisa membuatnya menyesal, yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya."

Mei Lan menutup mulutnya dengan tangan, tertawa kecil. "Ide yang bagus. Di sana tidak ada yang akan membelanya. Kita bisa memberinya peringatan keras, atau bahkan lebih."

Lin Fei mengangguk setuju. "Bagus. Aku juga ingin melihat bagaimana wajah tenangnya itu berubah menjadi putus asa."

Zhou Liang mengepalkan tangannya. "Baiklah. Siapkan segala sesuatunya, siang ini Ye Tian akan merasakan siapa yang benar-benar berkuasa di desa Qinghe."

****

Siang itu, Ye Tian duduk bersila di belakang rumah, tenggelam dalam kultivasinya. Aliran energi spiritual berputar mengalir di meridian tubuhnya, membuat wajahnya tampak tenang dan penuh konsentrasi.

Tanpa ia sadari, bayangan hitam melintas cepat di antara pepohonan. Sosok pria bertopeng muncul tanpa suara, langkahnya ringan bak angin. Dalam sekejap, ia sudah berdiri di belakang Ye Tian.

Dengan gerakan cepat, pria bertopeng itu menotok titik gerak di tubuh Ye Tian. Seketika aliran energi terputus, tubuh Ye Tian kaku dan tak mampu bergerak. Matanya terbelalak, namun mulutnya tak bisa mengeluarkan suara.

"Maaf, bocah. Aku hanya menjalankan perintah," bisik pria bertopeng itu dingin.

Tanpa ragu, ia memanggul tubuh Ye Tian di bahunya, lalu melesat pergi. Tubuhnya berkelebat cepat menuju hutan, tempat Zhou Liang, Lin Fei, serta Mei Lan berada. 

Di dalam hutan yang sunyi, cahaya matahari hanya menembus tipis melalui celah dedaunan. Di sanalah Zhou Liang, Lin Fei, dan Mei Lan berdiri menunggu dengan penuh antusias.

Tak lama kemudian, sosok pria bertopeng muncul dari balik pepohonan, tubuhnya berkelebat cepat sebelum akhirnya berhenti tepat di hadapan mereka. Dengan kasar, ia menjatuhkan tubuh Ye Tian yang masih kaku di tanah berumput.

"Ini dia, Tuan Muda," ucap pria bertopeng itu singkat, suaranya berat dan dingin.

Zhou Liang menyeringai puas, lalu melangkah mendekat sambil menatap Ye Tian yang tak berdaya. "Hmph, akhirnya kau ada di tanganku juga, sampah! Sekarang aku bisa melihat seberapa besar ketangguhanmu tanpa ada yang melindungimu."

Lin Fei menambahkan dengan nada mengejek, "Benar, Zhou Liang. Bocah ini sudah terlalu berani menonjolkan diri. Saatnya kita memberinya pelajaran agar tahu di mana tempatnya."

Mei Lan menyilangkan tangan di depan dada, senyum tipis terlukis di wajahnya. "Mari kita lihat… apakah ‘anak angkat kepala desa’ ini masih bisa menjaga ketenangannya setelah merasakan penderitaan?"

Ye Tian hanya bisa menatap mereka dengan mata tajam, meski tubuhnya tak mampu bergerak sedikit pun. Hatinya bergejolak, bukan karena takut, melainkan karena amarah yang tertahan.

Tanpa membuang waktu, mereka bertiga langsung memukul dan menendang tubuh Ye Tian, mulai dari kepala, dada, hingga kaki. Setiap pukulan yang dialiri energi qi menghantam dengan keras, membuat rasa sakit tak tertahankan menjalar ke seluruh tubuhnya.

Ye Tian hanya bisa pasrah. Ia ingin melawan, tetapi tubuhnya seolah terbelenggu, tak mampu bergerak sedikit pun. Pukulan keras yang tepat menghantam wajahnya membuat pandangannya kabur. Dunia di sekelilingnya berputar, suara-suara seakan menjauh, hingga kesadarannya perlahan memudar.

Dalam keadaan babak belur, dengan tubuh penuh luka dan tak sadarkan diri, akhirnya mereka  pergi meninggalkan Ye Tian begitu saja di tengah hutan. 

Saat Ye Tian membuka mata, ia menyadari bahwa hari telah berganti malam. Langit gelap bertabur bintang, sementara udara dingin menusuk tubuhnya yang penuh luka.

Tiba-tiba, cahaya terang melintas di angkasa. Dengan pandangan yang masih kabur, Ye Tian melihat sebuah batu meteor berkilauan menembus langit malam, lalu jatuh dengan kecepatan tinggi.

Sekejap kemudian, batu meteor itu menghantam tanah tidak jauh darinya. Dentuman keras mengguncang hutan, disertai hempasan angin yang begitu dahsyat hingga tubuh Ye Tian terlempar beberapa meter. Ia menghantam tanah dengan keras, sementara debu dan tanah beterbangan menutupi langit malam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mulai menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 63

    Di malam hari, tampak Tetua Yun Shen dan Gao Yang tengah terlibat dalam sebuah pembicaraan serius di dalam kamar. Suasana ruangan begitu hening, hanya terdengar suara angin malam di luar. Tetua Yun Shen duduk sambil menatap muridnya dengan tajam, "Gao Yang, apa keputusanmu sudah bulat? Jika kita benar-benar meninggalkan Sekte Teratai Emas… maka kita harus siap dengan konsekuensi yang ada." Kan bagus kaya gini Gao Yang tidak ragu sedikit pun. “Guru, aku sudah memikirkannya dengan matang. Aku tidak ingin hidup di bawah pemimpin yang mengorbankan muridnya demi ambisi pribadi. Sekte Teratai Emas yang sekarang… bukan lagi rumah bagi kita.” Tatapan Tetua Yun Shen mengeras, namun ada sekilas rasa lega di matanya. "Aku juga sudah lama menahan diri. Zhen Kang semakin buta oleh kekuasaan. Jika ia berani mencelakai murid dari sekte lain hanya demi akar spiritual… maka cepat atau lambat dia akan menghancurkan sektenya sendiri.” Gao Yang menunduk hormat. "Karena itulah aku ingin memba

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 62 Keputusan Gao Yang bergabung dengan Sekte Pedang Langit

    Setelah proses penerimaan hadiah selesai, Ye Tian, Su Wan'er, Lin Hao, Meng Rou, dan Meng Jin memutuskan kembali ke tenda peristirahatan mengingat hari sebentar lagi akan beranjak malam. Sedangkan Su Mo dan keluarganya kembali ke penginapan yang ada di kota Jinling. Juara pertama mendapatkan senjata kualitas tinggi, lima ratus ribu batu spiritual atas, serta pil Peledak Energi tingkat empat. Juara kedua mendapatkan senjata kualitas tinggi, tiga ratus ribu batu spiritual atas, dan pil Peledak Energi tingkat tiga. Juara ketiga mendapatkan senjata kualitas menengah dan seratus ribu batu spiritual atas. Sedangkan juara keempat dan kelima mendapatkan senjata kualitas menengah serta lima puluh ribu batu spiritual atas. Sesampainya di depan tenda, sosok Gao Yang datang menghampiri mereka. Tentu hal itu mengundang tanda tanya bagi Ye Tian dan rombongannya. Mereka ingin tahu alasan di balik kedatangan salah satu murid sekte Teratai Emas tersebut. "Saudara Gao Yang, ada keperluan apa kau

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 61 Ye Tian dan Su Wan'er menjadi juara kompetisi antar sekte

    Menyadari lawannya mampu menghindari serangan dengan mudah, Luo Shanying meningkatkan intensitas gempurannya. Ayunan pedangnya menjadi lebih cepat, lebih berat, menebas dan menusuk ke titik-titik vital tubuh Su Wan’er. Mau tak mau, Su Wan’er mulai serius menghadapi serangan Luo Shanying. Trang! Trang! Trang! Dentingan logam terdengar berturut-turut ketika kedua pedang saling beradu. Keduanya saling menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam seni berpedang. Slash! Slash! Slash! Luo Shanying mengayunkan pedangnya secara horizontal dan vertikal. Tiga larik cahaya merah berbentuk bulan sabit langsung meluncur deras ke arah Su Wan’er. “Tarian Pedang Es,” ucap Su Wan’er. Seketika suhu udara di panggung mendadak menjadi dingin, bersamaan dengan kemunculan bilah-bilah pedang yang terbuat dari es. Duar! Duar! Duar! Panggung bergetar kuat ketika ledakan itu terjadi. Udara dingin merembes keluar hingga ke area kompetisi, membuat para penonton dan murid perwakilan setiap sekte m

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 60

    Patriark Mo Jiang Wuhen menatap putranya yang kesakitan, dadanya naik turun keras. Aura membunuh memancar liar dari tubuhnya, menekan siapa pun yang ada di dekatnya seolah udara di sekitar ikut bergetar. "Keparat! Berani‑beraninya Ye Tian mematahkan tangan putraku! Kau akan membayar perbuatanmu berkali‑kali lipat!" geramnya, matanya menyala penuh kemarahan. Sekali tatap, aura membunuhnya terasa menakutkan, bahkan membuat beberapa Tetua dan murid-murid tdi sekelilingnya menahan napas. Wajahnya merah padam, rahangnya menegang. Jika bukan karena peraturan kompetisi, ia sudah turun tangan saat itu juga. Sebagai tuan rumah kompetisi kalau sampai dia melakukan hal itu akan merusak reputasinya sebagai Patriark sekte besar. Di atas panggung, melihat reaksi kemarahan Patriark Mo Jiang Wuhen, Ye Tian tersenyum tipis. Bukan tanpa sebab ia melakukan itu. Pada pertandingan sebelumnya, Mo Zhang bertindak kejam, mematahkan tangan, kaki, bahkan tulang rusuk perwakilan murid Sekte Laut Biru d

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 59 Mendapat Restu Dari Calon Mertua

    Menjelang siang, keramaian area kompetisi semakin memuncak. Sorak penonton dan percakapan para murid dari berbagai sekte memenuhi udara. Su Wan’er yang baru saja duduk bersama rombongannya tiba-tiba membeku. Matanya membesar perlahan ketika melihat empat sosok yang sangat ia kenal berjalan melewati kerumunan—Ayahnya Su Mo, ibunya Su Lianhua, serta kedua kakaknya, Su Qian dan Su Rong. Ia langsung berdiri. "Ayah…? Ibu…? Kakak Qian… Kakak Rong…?” Suaranya bergetar, seperti tak percaya. Tanpa menahan diri lagi, Su Wan’er berlari menghampiri mereka. Begitu tiba, ia langsung memeluk kedua orang tuanya erat-erat. Pelukan yang penuh rindu, penuh kehangatan. Su Mo tersenyum lembut sambil menepuk punggung putrinya. "Ayah datang untuk memberi dukungan. Bagaimanapun juga, ini hari penting bagimu, Wan’er." Ibunya memeluk dari samping, suaranya lembut namun sarat emosi. "Kami ingin melihatmu berdiri di panggung itu. Ibu tahu kau sudah berlatih sangat keras." Su Wan’er mengusap air

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 58 Hadiah Manis Kemenangan Ye Tian

    Hujaman tombak terus mengarah ke anggota tubuh tanpa henti. Sehingga membuat lawannya itu hanya bisa menghindar tanpa memberi perlawanan. Setiap kali melancarkan serangan tubuh Ao Jian selalu berpindah tempat. Meski begitu, semua pergerakannya dapat dilihat jelas oleh Ye Tian. Tusk! Tusk! Tusk! Bibir Ao Ajian melengkung tipis saat tombaknya berhasil melukai wajah, bahu dan tangan Ye Tian. "Haha....terus saja menghindar, Ye Tian. Pada akhirnya kau akan kalah tanpa sempat melakukan perlawanan, haha....," ujar Ao Ajian seraya tertawa terbahak bahak. Tangannya begitu cepat menggerakan tombaknya itu. "Tertawalah sepuasmu, sebelum kau tidak berdaya menerima seranganku," gumam Ye Tian dalam hati. Semakin lama gerakan Ao Jian mulai melambat, nafasnya mulai terengah-engah. Menyadari lawan mulai kelelahan, Ye Tian memanfaatkan hal itu dan ia menghilang dari tempatnya berdiri. Wush! "Apa...!" Ao Jian terkejut menyadari Ye Tian menghilang tiba-tiba. Lalu dia mengedarkan pandan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status