Beranda / Fantasi / Langkah di Jalan Keabadian / Bab 2 -- Hinaan Menjadi Tekad

Share

Bab 2 -- Hinaan Menjadi Tekad

Penulis: Kopi Senja
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-16 09:38:32

Perjalanan yang ditempuh Ye Tian, Lin Hao dan Meng Rou kembali ke desa Qinghe memakan waktu hingga dua hari. Jika malam tiba, mereka memilih beristirahat dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Sewaktu memasuki desa, para penduduk menatap Ye Tian dengan sinis.

Mereka sudah mendengar kabar bahwa Ye Tian gagal dalam tes akar spiritual dan menjadi bahan tertawaan orang banyak. Bahkan tetua setiap sekte tak satu pun mau menerima pemuda itu sebagai murid.

"Apa kamu nggak sadar diri, Ye Tian? Sudah tahu akar spiritualmu cacat. Mengapa masih mengikuti perekrutan murid empat sekte besar, kalau ujung-ujungnya kamu hanya mempermalukan dirimu sendiri?" cibir salah seorang pemuda seraya mengangkat sudut bibirnya.

"Pemuda macam dia mana mungkin sadar diri! Sekali sampah tetaplah sampah! Mau sekeras apapun kamu berlatih, nggak mungkin bisa menyaingi Tuan Muda Zhou Liang, Lin Fei, apalagi Mei Lan!" kata-kata pedas nan menusuk terlontar begitu saja tertuju pada Ye Tian.

"Owh, jelas aku sangat berbeda sama mereka bertiga. Baik dari status maupun dari segi kehidupan. Aku hanya orang miskin yang kalian anggap remeh, hina di mata kalian semua! Tapi kenapa di saat ada kawanan perampok mau menjarah desa, kalian tidak berani keluar dan hanya meringkuk ketakutan di dalam rumah!" seru Ye Tian lantang dan tegas, menatap satu per satu penduduk dengan tajam.

"Kedua orang tuaku dengan gagah berani melawan kawanan perampok hingga meregang nyawa. Bahkan di saat mereka meninggal pun, kalian tidak sudi mengantarkan jenazah kedua orang tuaku ke peristirahatan terakhir! Orang-orang macam kalian semua tidak tahu berterima kasih dan hanya mengedepankan ego semata!" lanjutnya. Semua langsung terdiam dan tak bisa berkata-kata apa-apa. Mereka lalu menundukkan kepala, karena apa yang dikatakan Ye Tian memang benar adanya.

Sembilan tahun yang lalu, kedua orang tua Ye Tian meninggal melawan kawanan perampok. Tak ada satupun penduduk yang mau membantu, bahkan keluarga Zhou, Lin, maupun Mei memilih mengungsi ke kota Yunzhou. Hanya Meng Han, ayah Meng Rou, dan ayah Lin Hao yang ikut dalam melawan kawanan perampok tersebut. Setelah desa kembali aman baru ketiga keluarga cabang Zhou, Lin, dan Mei kembali ke desa.

Sementara Lin Hao dan Meng Rou tersenyum puas, karena sahabat mereka telah berhasil membungkam mulut-mulut orang-orang yang suka meremehkan dan menghina sahabat mereka selama ini.

"Mungkin sekarang aku hanyalah seorang pecundang! Tapi suatu hari nanti, aku bakal menjadi orang paling terkuat di dunia ini!" setelah berkata seperti itu, Ye Tian bersama Lin Hao serta Meng Rou melangkah pergi meninggalkan wajah-wajah sombong, congkak, dan hanya peduli pada diri sendiri.

****

Sore harinya, para penduduk desa Qinghe berkumpul di alun-alun desa. Suasana ramai dipenuhi suara riuh tawa dan sorak sorai. Mereka mengadakan perayaan untuk menyambut keberhasilan Zhou Liang, Lin Fei, dan Mei Lan yang diterima menjadi murid Sekte Awan Putih.

Lampion-lampion digantung di sepanjang jalan menuju alun-alun desa, meja panjang penuh hidangan sederhana tersaji, dan musik tabuhan genderang desa menggema mengiringi pesta. Wajah-wajah penuh kebanggaan terlihat jelas, seolah-olah ketiga orang muda itu telah mengangkat derajat seluruh desa.

"Zhou Liang memang pantas menjadi kebanggaan desa Qinghe. Dengan masuknya dia ke Sekte Awan Putih, masa depan keluarganya pasti semakin cerah!" ucap seorang pria paruh baya dengan suara lantang.

"Bukan hanya Zhou Liang, Lin Fei dan Mei Lan pun hebat. Dua pemuda dan satu gadis berbakat yang akan membuat nama desa kita dikenal luas!" sambung yang lain penuh semangat.

Sorak-sorai semakin riuh ketika Zhou Liang, Lin Fei, dan Mei Lan naik ke panggung sederhana yang dibangun di tengah alun-alun desa. Ketiganya berdiri dengan pakaian baru, senyum penuh kebanggaan terpampang jelas di wajah mereka.

"Lihatlah, inilah kebanggaan desa Qinghe!" seru salah seorang tetua desa. "Zhou Liang, Lin Fei, dan Mei Lan, tiga anak muda yang diterima oleh Sekte Awan Putih!"

Penduduk bersorak gembira. Namun, begitu sorakan mulai reda, Zhou Liang menyapu pandangan ke arah kerumunan, lalu menyeringai sinis.

"Hari ini memang layak dirayakan. Tapi ada satu hal yang lebih lucu untuk dikenang,” katanya lantang. “Seorang pecundang dengan akar spiritual cacat masih berani bermimpi masuk sekte besar. Dialah… Ye Tian!"

Kerumunan mendadak riuh. Beberapa orang menahan tawa, beberapa lagi tertawa terbahak-bahak tanpa peduli perasaan Ye Tian.

"Hahaha, benar kata Zhou Liang!" timpal Lin Fei sambil menepuk dadanya bangga. "Aku sampai heran, kenapa orang seperti dia masih punya muka untuk kembali ke desa ini. Kalau aku jadi dia, sudah sejak dulu mengubur diri dalam tanah!"

Mei Lan menutup mulutnya sambil terkekeh manja, lalu berkata dengan nada meremehkan, "Kasihan sekali. Dia pasti sudah terbiasa jadi bahan tertawaan. Mungkin itu satu-satunya ‘kehebatan’ Ye Tian."

Sorakan tawa meledak di alun-alun desa. Wajah-wajah yang tadinya sempat terdiam karena ucapan Ye Tian siang tadi, kini kembali bersorak, terbawa arus ejekan tiga orang muda yang dielu-elukan itu.

Di balik bayangan jalan kecil, Ye Tian mengepalkan tangan erat-erat. Lin Hao yang berdiri di sampingnya hampir maju menerobos kerumunan, tapi Ye Tian menahan bahunya.

"Tidak sekarang," bisiknya tegas. Sorot matanya menyalakan api tekad pada dirinya, "Biar mereka tertawa sepuasnya. Waktuku akan datang, dan saat itu… akulah yang akan berdiri paling tinggi."

Lin Hao terdiam, sementara Meng Rou menunduk dengan hati panas menahan amarah.

Dari kejauhan, seorang pria paruh baya berdiri di tepi jalan setapak yang agak tinggi, mengawasi keramaian alun-alun desa. Dialah Meng Han, kepala desa Qinghe sekaligus ayah dari Meng Rou. Wajahnya tenang, namun sorot matanya tajam penuh pengamatan.

Meski kedudukannya sebagai kepala desa seharusnya membuatnya hadir dalam acara itu, tetapi Meng Han sengaja tidak datang. Ia tahu pesta semacam ini hanyalah ajang untuk membangga-banggakan sebagian orang sekaligus menjadi kesempatan bagi yang lain untuk merendahkan Ye Tian.

Sebagai ayah angkat, ia sangat memahami penderitaan pemuda itu. Hatinya terasa perih melihat bagaimana putra angkatnya itu kembali dijadikan bahan olok-olok. Namun, Meng Han memilih menahan diri.

"Biarkan saja…" gumamnya pelan, kedua tangannya menggenggam erat di belakang punggung. "Hari ini mereka bisa tertawa sesuka hati. Tapi aku percaya, suatu saat nanti, Ye Tian akan membungkam mulut mereka dengan caranya sendiri."

Angin sore berhembus melewati tempatnya berdiri, seolah ikut membawa doa dalam hatinya untuk pemuda yang sejak kecil telah ia anggap sebagai putra sendiri.

Pesta itu berlangsung meriah hingga malam hari. Lampion-lampion bergantungan memancarkan cahaya kuning redup yang bergoyang diterpa angin malam. Tawa dan sorak-sorai penduduk tak pernah berhenti, seolah kebahagiaan malam itu tiada habisnya.

Namun di balik kegembiraan itu, nama Ye Tian justru berkali-kali disebut sebagai bahan hinaan. Setiap kali ada yang menyebut kegagalannya dalam ujian akar spiritual, gelak tawa pun pecah semakin keras.

"Kalau saja akar spiritualnya tidak cacat, mungkin Ye Tian juga bisa ikut berdiri di sana bersama Zhou Liang dan yang lain,” ucap seorang pria sambil terkekeh, membuat orang-orang di sekitarnya tertawa terbahak.

"Ah, sudahlah. Anak itu memang hanya jadi beban. Kalau tidak karena kepala desa yang mengasihani, entah sudah jadi apa dia sekarang," sahut yang lain dengan nada meremehkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rayhan Rawidh
Seru ini. Jangan sampe nggak lanjut.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 63

    Di malam hari, tampak Tetua Yun Shen dan Gao Yang tengah terlibat dalam sebuah pembicaraan serius di dalam kamar. Suasana ruangan begitu hening, hanya terdengar suara angin malam di luar. Tetua Yun Shen duduk sambil menatap muridnya dengan tajam, "Gao Yang, apa keputusanmu sudah bulat? Jika kita benar-benar meninggalkan Sekte Teratai Emas… maka kita harus siap dengan konsekuensi yang ada." Kan bagus kaya gini Gao Yang tidak ragu sedikit pun. “Guru, aku sudah memikirkannya dengan matang. Aku tidak ingin hidup di bawah pemimpin yang mengorbankan muridnya demi ambisi pribadi. Sekte Teratai Emas yang sekarang… bukan lagi rumah bagi kita.” Tatapan Tetua Yun Shen mengeras, namun ada sekilas rasa lega di matanya. "Aku juga sudah lama menahan diri. Zhen Kang semakin buta oleh kekuasaan. Jika ia berani mencelakai murid dari sekte lain hanya demi akar spiritual… maka cepat atau lambat dia akan menghancurkan sektenya sendiri.” Gao Yang menunduk hormat. "Karena itulah aku ingin memba

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 62 Keputusan Gao Yang bergabung dengan Sekte Pedang Langit

    Setelah proses penerimaan hadiah selesai, Ye Tian, Su Wan'er, Lin Hao, Meng Rou, dan Meng Jin memutuskan kembali ke tenda peristirahatan mengingat hari sebentar lagi akan beranjak malam. Sedangkan Su Mo dan keluarganya kembali ke penginapan yang ada di kota Jinling. Juara pertama mendapatkan senjata kualitas tinggi, lima ratus ribu batu spiritual atas, serta pil Peledak Energi tingkat empat. Juara kedua mendapatkan senjata kualitas tinggi, tiga ratus ribu batu spiritual atas, dan pil Peledak Energi tingkat tiga. Juara ketiga mendapatkan senjata kualitas menengah dan seratus ribu batu spiritual atas. Sedangkan juara keempat dan kelima mendapatkan senjata kualitas menengah serta lima puluh ribu batu spiritual atas. Sesampainya di depan tenda, sosok Gao Yang datang menghampiri mereka. Tentu hal itu mengundang tanda tanya bagi Ye Tian dan rombongannya. Mereka ingin tahu alasan di balik kedatangan salah satu murid sekte Teratai Emas tersebut. "Saudara Gao Yang, ada keperluan apa kau

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 61 Ye Tian dan Su Wan'er menjadi juara kompetisi antar sekte

    Menyadari lawannya mampu menghindari serangan dengan mudah, Luo Shanying meningkatkan intensitas gempurannya. Ayunan pedangnya menjadi lebih cepat, lebih berat, menebas dan menusuk ke titik-titik vital tubuh Su Wan’er. Mau tak mau, Su Wan’er mulai serius menghadapi serangan Luo Shanying. Trang! Trang! Trang! Dentingan logam terdengar berturut-turut ketika kedua pedang saling beradu. Keduanya saling menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam seni berpedang. Slash! Slash! Slash! Luo Shanying mengayunkan pedangnya secara horizontal dan vertikal. Tiga larik cahaya merah berbentuk bulan sabit langsung meluncur deras ke arah Su Wan’er. “Tarian Pedang Es,” ucap Su Wan’er. Seketika suhu udara di panggung mendadak menjadi dingin, bersamaan dengan kemunculan bilah-bilah pedang yang terbuat dari es. Duar! Duar! Duar! Panggung bergetar kuat ketika ledakan itu terjadi. Udara dingin merembes keluar hingga ke area kompetisi, membuat para penonton dan murid perwakilan setiap sekte m

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 60

    Patriark Mo Jiang Wuhen menatap putranya yang kesakitan, dadanya naik turun keras. Aura membunuh memancar liar dari tubuhnya, menekan siapa pun yang ada di dekatnya seolah udara di sekitar ikut bergetar. "Keparat! Berani‑beraninya Ye Tian mematahkan tangan putraku! Kau akan membayar perbuatanmu berkali‑kali lipat!" geramnya, matanya menyala penuh kemarahan. Sekali tatap, aura membunuhnya terasa menakutkan, bahkan membuat beberapa Tetua dan murid-murid tdi sekelilingnya menahan napas. Wajahnya merah padam, rahangnya menegang. Jika bukan karena peraturan kompetisi, ia sudah turun tangan saat itu juga. Sebagai tuan rumah kompetisi kalau sampai dia melakukan hal itu akan merusak reputasinya sebagai Patriark sekte besar. Di atas panggung, melihat reaksi kemarahan Patriark Mo Jiang Wuhen, Ye Tian tersenyum tipis. Bukan tanpa sebab ia melakukan itu. Pada pertandingan sebelumnya, Mo Zhang bertindak kejam, mematahkan tangan, kaki, bahkan tulang rusuk perwakilan murid Sekte Laut Biru d

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 59 Mendapat Restu Dari Calon Mertua

    Menjelang siang, keramaian area kompetisi semakin memuncak. Sorak penonton dan percakapan para murid dari berbagai sekte memenuhi udara. Su Wan’er yang baru saja duduk bersama rombongannya tiba-tiba membeku. Matanya membesar perlahan ketika melihat empat sosok yang sangat ia kenal berjalan melewati kerumunan—Ayahnya Su Mo, ibunya Su Lianhua, serta kedua kakaknya, Su Qian dan Su Rong. Ia langsung berdiri. "Ayah…? Ibu…? Kakak Qian… Kakak Rong…?” Suaranya bergetar, seperti tak percaya. Tanpa menahan diri lagi, Su Wan’er berlari menghampiri mereka. Begitu tiba, ia langsung memeluk kedua orang tuanya erat-erat. Pelukan yang penuh rindu, penuh kehangatan. Su Mo tersenyum lembut sambil menepuk punggung putrinya. "Ayah datang untuk memberi dukungan. Bagaimanapun juga, ini hari penting bagimu, Wan’er." Ibunya memeluk dari samping, suaranya lembut namun sarat emosi. "Kami ingin melihatmu berdiri di panggung itu. Ibu tahu kau sudah berlatih sangat keras." Su Wan’er mengusap air

  • Langkah di Jalan Keabadian    Bab 58 Hadiah Manis Kemenangan Ye Tian

    Hujaman tombak terus mengarah ke anggota tubuh tanpa henti. Sehingga membuat lawannya itu hanya bisa menghindar tanpa memberi perlawanan. Setiap kali melancarkan serangan tubuh Ao Jian selalu berpindah tempat. Meski begitu, semua pergerakannya dapat dilihat jelas oleh Ye Tian. Tusk! Tusk! Tusk! Bibir Ao Ajian melengkung tipis saat tombaknya berhasil melukai wajah, bahu dan tangan Ye Tian. "Haha....terus saja menghindar, Ye Tian. Pada akhirnya kau akan kalah tanpa sempat melakukan perlawanan, haha....," ujar Ao Ajian seraya tertawa terbahak bahak. Tangannya begitu cepat menggerakan tombaknya itu. "Tertawalah sepuasmu, sebelum kau tidak berdaya menerima seranganku," gumam Ye Tian dalam hati. Semakin lama gerakan Ao Jian mulai melambat, nafasnya mulai terengah-engah. Menyadari lawan mulai kelelahan, Ye Tian memanfaatkan hal itu dan ia menghilang dari tempatnya berdiri. Wush! "Apa...!" Ao Jian terkejut menyadari Ye Tian menghilang tiba-tiba. Lalu dia mengedarkan pandan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status