Share

Bab 3

Ve dengan kikuk meminum teh yang baru saja diantarkan oleh seorang pelayan disebuah kafe dekat rumahnya, ini masih terlalu pagi untuk mengobrol menurut Ve, dia harus segera berangkat bekarja dan laki-laki didepannya ini tiba-tiba datang dan menyeretnya kesebuah tempat asing, yang membayangkan Ve bisa berada disana saja Ve tak pernah.

“Aku penasaran pada kertas yang anda berikan?”

Aksen laki-laki ini benar-benar payah, dia mencampur kata formal dan informal kepada orang yang baru saja dikenalnya, pikir Ve.

“Maaf?”

“Ini, Bisakah anda menjelaskan apa maksud semua dari semua ini”

Ve mengamati sejenak kertas yang sudah tampak lusuh dan seperti bekas diremas, sepanjang jalan dan sepanjang pertemun Ve sama sekali tak menatap mata Zack yang masih sangat penasaran dengan maksud dari tulisan dikertas itu.

“Anda sudah membacanya?” Zack mengangguk, tapi sepertinya percuma karena Ve pasti tak melihatnya.

“Sudah”

Ve menghirup udara disekitarnya dalam-dalam, “Saya..sebenarnya..bisa melihat masa depan”

Zack tercenung dan ternganga beberapa detik lamanya, matanya tak berkedip sesaat setelah mendengar ucapan gadis didepannya yang tak masuk diakal.

“Saya tahu, ini mungkin tidak masuk akal, tapi sungguh saya tidak berbohong”

Zack terkekeh sebentar, lalu beranjak dari tempat duduknya, Ve ingin mencegah tapi keberaniannya tak sampai situ. akhirnya Ve hanya bisa menyaksikan punggung lebar Zack yang perlahan menghilang dibalik pintu, meninggalkan Ve yang entah mengapa tiba-tiba menangis, batinnya terasa teriris, ini pertama kali baginya mengatakan kebenaran tentang masa depan seseorang tepat didepan mata orang tersebut.

Ve mengusap air matanya perlahan, lalu keluar dari kafe dengan langkah lemas, berulang kali gadis itu menghela napasnya sendiri, bahkan Ve sempat terduduk dipinggir jalan, biarpun hanya sebentar lalu kembali berdiri dan berjalan menuju terminal bis terdekat.

                                                                ***

Zack terburu-buru masuk kedalam ruangan Sebastian dirumah sakit paling besar dikota itu, Zack panik sesaat setelah mendengar ucapan Ve yang tak masuk akal, apa benar jika dia mengidap penyakit mengerikan itu? Zack bukanlah pemalas yang tak menjaga kesehatannya sendiri, laki-laki itu rajin olahraga, bahkan menjadi seorang vegetarian dari beberapa tahun yang lalu, Zack juga rajin memeriksakan diri secara berkala, terakhir adalah beberapa bulan yang lalu dan semuanya normal sampai saat ini.

“Ada apa?” Sebastian agak terkejut mendapati salah satu sahabatnya masuk kedalam ruangannya dengan napas tersengal-sengal, “Apa kau habis lari marathon?"

“Tian, tolong periksa aku”

“Apanya yang diperiksa?”

“Semua, apa ada kanker ditubuhku, ayolah! aku benar-benar takut!”

Sebastian menghampiri Zack dan mengendus laki-laki itu dari jarak beberapa meter, “Kau habis mabuk? yang benar saja, sepagi ini?”

Zack mendnegus kesal, “aku serius bodoh! kumohon padamu dokter!!"

Sebastian memutar bola matanya lalu kembali ketempat duduknya, sedang Zack masih dalam keadaan panik dan terus memaksa Sebastian untuk memeriksanya.

“Kenapa tak datangi ayahku saja, lagipula kau baru saja menjalani pemeriksaan beberapa bulan yang lalu dan hasilnya normal kan?”

Zack tak dapat menjawab atau membantah lagi, menemui ayah Sebastian sama saja bunuh diri baginya, Zack akan dicecar berbagai pertanyaan yang pastinya malas dijawab olehnya, mulai dari kapan menikah atau pekerjaan Zack yang hanya berjalan-jalan dan santai dirumah.

“Tolonglah bro, aku sangat takut, kumohon"

Sebastian mulai jengah dengan rengekan sahabatnya tersebut, laki-laki itu akhirnya menuruti permintaan Zack untuk melakukan pemeriksaan ulang.

“Kembalilah besok untuk melihat hasilnya”

“Bisakah sekarang aku melihatnya?”

“Kalau tidak mau, ya tidak usah dilihat, aku dengan senang hati akan menerimannya, lagipula pekerjaanku sangat banyak, jadi jangan main-main lagi dan pulanglah”

Zack tertunduk lemas, lalu berjalan keluar ruangan Sebastian, langkah kakinya gontai, jantungnya berdegup tak karuan, bagaimana jika dia benar-benar sakit? lalu bagaimana dengan Annie kekasihnya yang sekarang tengah berada diluar negeri untuk liburan? akankah mereka bisa menikah kelak? semua pertanyaan itu berputar-putar dikepalanya, Zack terduduk seketika membayangkan kemungkinan buruk yang akan terjadi dimasa depan.

Eh? apakah Zack sedang menyesali sesuatu yang belum tentu terjadi? dan siapa itu gadis yang dengan lancang mengatakan jika Zack akan terkena penyakit yang mengerikan seperti itu? Zack kembali memutar ingatannya, dia terlalu syok sampai tak bisa berpikir secara rasioanal saat itu. ya Zack menyimpulkan sesuatu dengan begitu terburu dan lagi-lagi dia begitu percaya pada orang lain yang baru saja dilihatnya, Zack bahkan tak tahu nama gadis bermata sayu itu, gadis itu begitu murung dan penyendiri membuat Zack tak tega jika harus memarahinya.

Akhirnya dengan langkah mantap Zack kembali berjalan keluar rumah sakit, menuju parkiran dan melajukan mobilnya begitu cepat. didalam pikirannya hanya sigadis itu, Zack harus meminta penjelasan, sejelas-jelasnya dan apa motif gadis itu mengatakan hal demikian dan membuatnya panik tak karuan.

Zack terus memencet bel disamping pagar rumah yang sudah kusam itu dan tak ada yang merespon, mungkin pemiliknya sedang berada diluar pada jam-jam ini, pikir Zack. laki-laki itu hampir melajukan lagi mobilnya saat tak sengaja dia melihat seorang perempuan membuka gerbang, Zack buru-buru meloncat dari dalam mobilnya, menghentikan perempuan yang hampir masuk kedalam rumah, perempuan itu terkejut dan Zack hanya meringis sambil mengulurkan tangan panjangnya.

“Selamat siang?”

Perempuan itu tak langsung menjawab, dia berdiri sambil ternganga beberapa saat, membuat Zack salah tingkah sendiri.

“Siapa anda?”

Zack mengembangkan senyumnya saat akhirnya wanita itu bersuara, Zack buru-buru menjabat tangan wanita itu, lalu menyebutkan namanya.

“Apa gadis bermata biru tinggal disini?” Tanya Zack asal, dia mengatakan hal itu karena tak mengetahui nama gadis yang tengah dicarinya.

“Maksud anda?"

Zack menggaruk kepalanya, yang dia tahu hanyalah gadis itu bermata biru, dia tak bisa lagi mengatakan hal lain selain itu dan Zack tak mungkin menyebut gadis itu dengan sebutan lain.

“Apa ada seorang gadis yang tinggal disini?”

Wanita itu mengangguk dengan tatapan yang tak lepas dari Zack, “Apakah anda ada urusan dengan keponakan saya?”

Ahh, jadi dia keponakan wanita ini? teriak Zack dalam hati. Zack makin mengembangkan senyumnya, paling tidak dia tahu jika gadis itu benar-benar tinggal didalam sana.

“Apa saya bisa menemui dia sekarang?”

“Sayangnya dia tak berada dirumah"

“Apa dia bekerja?”

Wanita itu mengangguk, “Kalau boleh saya tahu, diamna dia bekerja?" Tanya Zack lagi.

“Disebuah restoran cepat saji, dia bekerja disana dari pagi sampai sore, lalu kembali bekerja disebuah toko kelontong dari sore sampai malam”

Zack mengangguk, lalu kembali bersalaman dengan perempuan didepannya, dia lantas melajukan mobilnya kearah pusat kota, tempat diamna gadis itu bekerja. dalam hati Zack memuji gadis yang tampak lesu dan tak bertenaga dari luar itu, bekerja direstoran pastilah sangat melelahkan, ditambah lagi setelahnya gadis itu harus kembali bekerja ditoko keleontong malam harinya, Zack bahkan sering mengeluh jika ayahnya memintanya untuk pergi kekantor sekedar untuk rapat bersama, kehidupan Zack sangat santai, berbanding terbalik dengan gadis yang tadi pagi ditemuinya, mungkin Zack akan berlembut sedikit nanti ketika bertemu, atau mungkin akan memaafkan gadis itu jika gadis itu sungguh-sungguh meminta maaf padanya.

                                                               ***

“Ve, ada yang ingin menemuimu”

Ve sedang membersihkan meja pelanggan saat rekan kerjanya menepuk bahunya dari belakang. Ve hanya pekerja paruh waktu direstoran itu, gajinya sangat kecil, tapi tugasnya sangat berat dan banyak, membuat Ve terkadang hampir pingsan dibuatnya, tapi mau bagaimana lagi, biaya hidup di kotanya tidaklah murah, Ve bahkan sempet berpikir untuk pindah dan menuju negara dengan biaya kehidupan yang lebih murah, karena bekerja terus-terusan tanpa henti seperti ini sangat berat untuknya.

“Kau lihat meja dipojok sana? dia memesan ayam dan minuman, antarkan dan berbincanglah dengannya sebentar”

Ve hanya mengangguk, tanpa memperhatikan laki-laki yang sedang menunggunya, dengan membawa nampan berisi makanan, Ve berjalan pelan menuju laki-laki itu lalu meletakkan ayam beserta minuman bersoda diatas mejanya.

“Silahkan pesanan anda”

Zack mendongakkan kepalanya, tapi Ve masih fokus pada meja didepannya, “Duduklah” Kata Zack tanpa basa-basi lagi.

Ve duduk dengan sopan, sedang Zack mulai memakan ayamnya, beberapa lama Ve manunggu sampai Ve pikir waktunya akan habis dengan sia-sia jiga terus-terusan duduk didepan pelanggan, sedang hari itu banyak sekali pelanggan lain yang memenuhi restoran cepat saji itu.

“Aku akan membayar lebih, jadi jangan khawatir dan duduk saja yang tenang, tunggu aku selesai makan, lalu aku akan mulai bicara”

Mendengar itu membuat Ve sedikit lega, paling tidak atasannya tak akan memarahinya jika dia terlalu lama duduk dan tak kunjung kembali bekerja.

“Apa kau tidak lelah?” Ve mengangkat kepalanya, mendapati laki-laki berambut pirang yang sedang asyik makan.

Ve terdiam, lagi-lagi bayangan itu datang, tapi anehnya kali ini Ve justru melihat kilasan-kilasan yang menyenangkan, antara dia dan laki-laki didepannya, Ve menelan ludahnya lalu memalingkan mukanya tiba-tiba.

“Kenapa?”

Bibir Ve menjadi kelu seketika, dia tak dapat menjawab pertanyaan yang begitu sederhana itu, rasanya Ve ingin berdiri dan meninggalkan laki-laki didepannya, hari ini dia harus bekerja dan Ve tak mau tenaganya terkuras sekarang.

“Anda…bisakah berbicara sedikit lebih cepat?"

Zack menghela napasnya, lalu mengelap mulutnya dengan tisu, “Ini tentang pernyataan anda yang tak masuk akal, benarkah anda tak berbohong pada saya?”

Bohong katanya? apakah dia bisa merasakan bagaimana tersiksanya Ve setiap kali bertemu dengannya? apakah dia bisa menahan semuanya seperti saat Ve bertemu dengan orang lain? dia bahkan tak tahu alasan kenapa Ve selalu murung dan menyendiri dan sekarang dia bertanya apakah Ve berbohong padanya?

“Kalau saya bisa, saya ingin sekali berbohong pada anda”

Zack mencoba kembali menelaah perkataan Ve, “Maksud anda?”

Ve menatap Zack dalam-dalam dan saat itu juga Zack seperti terhipnotis seketika, warna mata Ve berubah menjadi kecoklatan dimata Zack, perubahan itu terekam begitu nyata dimata Zack, membuat laki-laki itu bahkan tak bisa berkedip dibuatnya.

“Saya hanya ingin anda tahu, kalau anda tak percaya tak apa, lagipula saya juga tidak bisa mengubah apapun atau membantu apapun”

Ve mencoba terus memandang Zack dan menghiraukan kilasan-kilasan didepan matanya yang terputar nyata seperti film dibioskop, Zack sendiri masih tak berkedip dan Ve merasa jika ini semua harus diakhiri sekarang juga.

“Baiklah, saya harap anda mengerti dan tak lagi menemui saya, sungguh bertemu anda membuat saya begitu tertekan”

Ve beranjak dan saat itu juga Zack tersadar dari lamunan indahnya, “Tunggu, paling tidak izinkan saya untuk memperkenalkan diri"

Zack mengulurkan tangannya, “Zack Robinson”

Ve menjabat tangan Zack, “Lavender”

Zack tersenyum, sedang Ve kembali menunduk, Zack melepaskan jabatan tangannya, “Saya harap kita akan sering bertemu setelah ini”

Ve terkejut, bahunya sedikit terangkat. Zack melewatinya begitu saja, sambil menepuk bahu Ve pelan, laki-laki itu menuju kekasir dan menyerahkan segepok uang, membuat sang kasir bingung, Zack kembali melihat kearah Ve yang mematung disana, lalu tersenyum lagi setelahnya, pergi meninggalkan restoran dan melajukan mobilnya. sedang Ve masih tak percaya dengan ucapan laki-laki itu, apa itu artinya mereka akan berteman? entahlah, Ve sendiri tak mau berspekulasi apapun, yang dia inginkan sekarang hanya pulang, lalu mandi air hangat, menenangkan pikirannya yang tak karu-karuan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status