Share

Bab 4

Daniel berjalan pelan menyusuri taman rumahnya yang luas, melihat bunga-bunga yang ditanam tukang kebunya yang sedang mekar, laki-laki itu tersenyum sendiri, membayangkan jika nanti dia sudah menikah dan punya anak. anak itu akan berlari-lari di taman ini dengan riang dan Daniel akan menunggu dikursi dekat teras belakang sambil menikmati kopi sore bersama istrinya.

Istri ya? otak Daniel kembali berpikir, dia sudah bertunangan, tapi hatinya merasa masih ada yang kurang, seperti pertunangan itu tak seharusnya terjadi. ahh, berpikir apa dia? Rika adalah wanita pilihannya, mereka sudah berpacaran lebih dari 2 tahun lamanya. dulu Daniel sangat bahagia ketika wanita Jepang itu menerima lamarannya, Daniel bahkan berteriak-teriak didepan banyak orang, memakaikan cincin dijari manis wanita itu, lalu keduanya berciuman didepan umum.

Rika Kawamura, wanita berdarah Jepang asli, istruktur seorang instruktur yoga. keduanya bertemu dirumah Lea, sepupu jauh Daniel, awalnya Daniel tak menaruh rasa pada wanita mungil itu, tapi lama kelamaan seiring seringnya keduanya bertemu mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya. Daniel menyukai keperibadian Rika yang penyayang dan penyuka binatang, ditambah keduanya suka olahraga yang sama, Thai boxing. berlatih bersama adalah salah satu rutinitas mereks, bukan hanya itu Rika sangat pandai mengambil hati Daniel, berada disamping wanita itu sudah cukup bagi Daniel, tapi sekarang kenapa dia ragu? seakan ada orang lain yang menunggunya.

“Kamu sedang melamun anakku?” Daniel terkejut mendengar ibunya bersuara dibelakangnya, wanita setengah baya berdarah Asia itu baru saja pulang dari acara kumpul-kumpul dengan teman-teman sosialitanya.

“Baru kembali, bu?” Daniel memeluk ibunya, merasakan hangatnya kasih sayang dari wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya.

“Kau dan ayahmu selalu memerintah ibu untuk berkumpul dengan teman-teman lama ibu, padahal ibu sudah sangat senang berada dirumah besar ini”

“Ibu tak ingin terkurung diistana emas ini kan? aku ingin ibu menikmati masa tua ibu, lakukan apapun yang ibu mau dan jangan pernah merasa sungkan” Ucap Daniel.

“Ibu tak tahu jika itu bukan kalian, mungkin ibu akan terpuruk selamanya.” Kenang nyonya Carson, wajahnya tiba-tiba menjadi sendu.

“Kehilangan bukan suatu hal yang buruk bu, itu mengajarkan kita bahwa tak ada suatupun didunia ini yang patut kita sombongkan, karena sesungguhnya itu bukan milik kita.”

Wanita itu tersenyum penuh arti, putranya sepenuhnya sudah tumbuh dewasa sekarang dan sebentar lagi akan menjadi suami bahkan mungkin seorang ayah.

“Kapan Rika datang kesini? ibu tak sabar ingin bertemu dengannya" Ucap nyonya Carson lagi, mengenang calon menantunya yang periang, mengingatkannya pada putrinya yang sudah tiada.

“Segera setelah urusannya disana selesai bu. ibu tak pernah serindu ini pada orang lain, bahkan padaku atau ayah sekalipun.”

“Entah kenapa melihatnya mengingatkan ibu pada mendiang adikmu”

Nyonya Carson hampir menangis, benar memang Daniel memiliki adik perempuan bernama Clara, tapi gadis kecil itu meninggal bertahun-tahun yang lalu, menyisakan trauma bagi nyonya Carson yang terus meratapi kepergiannya. memang tak setiap saat ibu Daniel begitu, hanya saat-saat tertentu saja, seperti dihari peringatan kematian Clara seperti sekarang atau ketika ada seseorang yang menyinggung kejadian atau menyebut nama gadis kecil itu.

“Sudahlah bu, Clara sudah bahagia disana. jangan membuatnya bersedih dengan cara seperti ini”

Jujur Daniel sangat tak nyaman dan sekaligus kasihan pada ibunya, tatapan wanita itu begitu kosong, seakan sudah sangat bosan dengan kehidupannya sendiri. Daniel dan ayahnya juga sudah mengupayakan segala cara, mulai dari bujukan untuk mengadopsi anak, sampai merawat beberapa hewan peliharaan, tapi semua seolah tak berguna, nyonya Carson sudah terlanjur patah hati. barulah ketika Rika datang 2 tahun yang lalu nyonya Carson mulai membuka dirinya kembali, menganggap Rika seperti re-inkarnasi putrinya yang sudah meninggal.

“Dan..berjanjilah pada ibu untuk selalu membahagiakan Rika. hanya dia yang bisa membuat ibu tenang.”

Daniel tersentak, entah kenapa permintaan ibunya seperti sulit untuk ditepati olehnya.

“Yahh..umm, akan kucoba untuk tak membuatnya menangis bu”

Nyonya Carson terkekeh, "Bahagiakan dia, berjanjilah pada ibu"

Entahlah Daniel hanya bisa tersenyum menanggapi sang ibu yang begitu antusias dengan pernikahannya, tekad Daniel awalnya memang sudah bulat, tapi akhir-akhir ini hatinya seperti goyah, seperti ada yang mengganjal seakan apa yang dilakukannya bukanlah suatu hal yang benar.

***

Ve berjalan lurus kedepan tak menoleh atau berusaha mengingat kembali pertemuan-pertemuannya dengan Daniel Lee Carson tempo hari, hatinya sudah mantap, setelah uang dari penjualan tanahnya sudah didapat, Ve akan pindah keluar negeri, mencoba melupakan semua bualan bodoh tentang takdir atau masa depan yang diberikan tuhan padanya. Ve sama sekali tak tertarik pada Daniel maupun kekayaannya, hidup bersembunyi dari hingar-bingar dunia adalah yang terbaik, Ve tak mau bertingkah seperti para ‘Hero’ di film-film yang sering ditonton bibinya, pun dengan kehidupan percintaan, Ve tak tertarik dengan itu, yang dia inginkannya sekarang hanyalah hidup sendiri, selamanya, sampai ajal menjemputnya mungkin.

“Siapa disana?” Suara seorang perempuan berbicara dari dalam sebuah kotak putih kecil yang mirip sound system mini, tepat setelah Ve memencet bel di samping pagar besar kediaman rumah Lee Carson.

“Ini saya. Lavender Newt”

“Ohh, tuan muda sudah menunggu ditaman belakang, anda bisa masuk sekarang.”

Ve menurut, pintu pagar terbuka sendiri, membuat Ve sedikit berjingkat, bahkan ini bukan pertama kali Ve bertamu kerumah yang lebih mirip istana itu, tapi tetap saja Ve tak terbiasa dengan segala kecanggihan dan kemewahan yang ada didalamnya.

Dengan sedikit sungkan, Ve berusaha mencari dimana letak taman belakang yang dimaksud perempuan dibalik pagar ini, rumah ini sangat luas, Ve bahkan tak tahu dimana sekarang dia berada.

“Nona Newt” Ve menoleh, dibelakangnya telah berdiri seorang laki-laki paruh baya dengan setelan jas rapi.

“Ya?”

“Tuan Daniel sudah menunggu anda. silahkan ikuti saya"

Ve ikut saja, matanya terkadang tersangkut pada sisi mewah rumah keluarga Carson, benda-benda mewah nan mahal berhamburan dimana-mana, tanpa sadar Ve menghela napasnya, takdir apanya? dia hanya gadis lusuh seperti anjing liar yang berkeliaran diistana sultan nan megah dan dia tak berharap sipemilik rumah bersedia memungutnya, lebih baik dia segera pergi begitu urusannya selesai.

“Silahkan Nona. panggil saja saya jika anda membutuhkan sesuatu"

Ve tersekat, dilihatnya keseluruh taman yang didominasi bunga berbagai warna itu, Ve tak menemukan siapapun disana, apa dia sedang dipermainkan? lalu untuk apa Daniel Lee memanggilnya jika hanya ingin mengerjainya seperti ini?

“Nona Newt?” Ve lagi-lagi berjingkat, Daniel sudah berdiri disana, kali ini dengan pakaian yang sedikit santai.

“Sejak kapan anda berdiri disana?” Daniel mengeryitkan dahinya, dia baru saja sampai setelah puas berjalan-jalan ditaman.

“Baru saja, kenapa? anda terkejut?”

Sungguh Ve ingin marah saat itu, tapi ditahannya, dia terlalu lelah berjalan dan bingung dengan rumah yang lebih mirip labirin ini.

“Tidak, maaf”

Daniel mulai merasa tak nyaman, gadis didepannya mulai kembali menundukkan kepalanya, seolah enggan bertatap muka dengannya.

“Silahkan, mari bicara ditempat yang nyaman.”

Daniel membimbing Ve menuju kursi tak jauh dari tempat mereka berdiri, laki-laki itu lantas memundurkan satu kursi dan mempersilahkan Ve duduk disana, setelahnya Daniel mengambil tempat duduk tepat didepan Ve, membuat Ve merasa makin tidak nyaman.

“Berapa harga yang anda tawarkan untuk tanah itu?" Tanpa basa-basi Daniel bertanya.

“Saya tidak mengerti tentang harga tanah, anda saja yang menetukan harganya”

“Bagaimana baiknya? apa anda bermaksud menyerahkan tanah itu secara cuma-cuma?”

Ve tak bermaksud demikian, tentu dia benar-benar tak tahu berapa harga dari tanah warisan ibunya, selama ini Ve tak tertarik menjual atau membangun sesuatu disana dan laki-laki didepannya ini entah kenapa sangat mengiginkan apa yang dimiliki Ve sejak dia baru lahir kedunia.

“Saya akan pindah . jadi saya harap anda segera memutuskan.”

Entah kenapa mendengar kata-kata itu membuat Daniel agak kecewa , itu berarti dia tak akan bertemu dengan gadis pemalu yang membuatnya tak nyaman ini ? benarkah dia akan segera pindah ? tapi kenapa ? apa karena Daniel selalu mendesaknya untuk menjual tanahnya ?

“Kalau boleh saya tahu apa alasan dibalik keinginan anda untuk pindah?”

Masih dengan menundukkan kepala Ve mencoba menjawab sebisanya, tentu dia akan berbohong, sangat mustahil jika Ve mengatakan jika Daniel adalah alasan kepindahannya, laki-laki itu tak tahu apa-apa dan Ve tak ingin mengatakan alasan sebenarnya.

“Itu bukan urusan anda”

Daniel sedikit terkekeh, benar juga itu bukanlah urusannya, “Baiklah, saya akan mengirimkan uangnya kerekening pribadi anda, bisa berikan nomor rekening bank anda?"

Ve tampak kebingungan, dia tak mempunyai rekening atau simpanan dibank.

“Kenapa? anda tak punya? apa anda meminta pembayaran secara tunai?” Daniel berusaha bertanya sekali lagi untuk menegaskan.

“Kalau bisa..emm..tolong secara tunai saja.”

Daniel berpikir lagi, dirumahnya tak ada uang tunai sebanyak itu sekarang, “Datanglah lagi besok, saya akan siapkan uangnya.”

Besok? itu berarti Ve akan kembali bertemu dengan Daniel?

“Bisakah bibi saya yang mewakilkan?”

“Apa besok anda sibuk?” Ve spontan menggeleng, “Lalu?” Tanya Daniel lagi.

“Emmm..bertemu dengan anda membuat saya merasa-”

“Tidak nyaman?”

Ve melihat kearah Daniel sekarang, laki-laki itu balik memandangnya dengan senyuman dan entah kenapa jantung Ve berdebar dibuatnya, Ve tak tahu jika Daniel terlihat lebih tampan jika dilihat dari dekat.

“Jujur saya juga agak tidak nyaman dengan anda, anda selalu menunduk, membuat saya seolah sedang berbicara sendiri, padahal anda memiliki wajah yang sangat cantik.”

Ve kembali tak percaya, cantik katanya? apa dia salah dengar? gadis lusuh sepertinya dipandang cantik oleh seorang Daniel Lee?

“Apa anda sedang mengejek saya?” Daniel bingung dimana letak kata-katanya yang terdengar seperti menyinggung gadis didepannya?

“Saya berkata jujur, tidakkah anda bisa membedakan antara serius dan bercanda?”

Wajah Ve bersemu merah, dia sama sekali tak menyangka jika Daniel akan memujinya hari ini, ini membuat hati Ve gamang, sudah tepatkah keputusannya untuk pindah? benarkah ini awal dari hubungannya dengan Daniel, ataukah Daniel hanya berbasa-basi agar terlihat sopan didepannya?

“Saya..belum pernah menerima pujian sebelumnya ” Ve mengatakannya dengan malu-malu.

“Benarkah? jadi saya laki-laki pertama yang memuji anda, begitu?"

Ve mangangguk dan Daniel merasa tersanjung, tak pernah dibayangkannya jika pertemuannya dengan Ve akan semenyenangkan ini.

“Baiklah, anda bisa datang lagi besok, di jam-jam seperti ini, atau boleh lebih pagi, terserah anda, saya berada dirumah sepanjang hari .”

Ve tersenyum lalu kembali mengangguk, Daniel mengulurkan tangannya dan Ve menyambutya tanpa ragu.

“Saya harap pertemuan berikutnya sudah tak secanggung ini.”

“Saya harap juga begitu”

Keduanya tersenyum, Daniel beranjak dari duduknya, mempersilahkan Ve untuk keluar bersamanya, Ve pun ikut berdiri, membiarkan Daniel memimpin didepan .

Ve melihat punggung lebar Daniel dari belakang dan hal itu kembali terjadi, lagi-lagi Ve melihat masa depannya sendiri. Ve terhenyak ditempatnya berdiri, membatu disana, Daniel berbalik dan mengamati Ve yang tak bergerak, Ve sendiri entah kenapa malah terus memandang laki-laki didepannya, seolah tak percaya dengan apa yang barusan dilihatnya.

“Ada apa?” Karena penasaran Daniel akhirnya bertanya.

Sial!! sekarang bukan hanya bayangan tapi juga suara, suara Daniel mangatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakanya barusan ‘ada apa’.

“Nona, apa anda baik-baik saja?” Daniel kembali menghampiri Ve karena khawatir, Ve masih tak bergerak dan matanya tak lepas dari mata Daniel.

“Kenapa?” Ucap Ve lirih, satu kata yang membuat Daniel kebingungan.

“Maksud anda?”

“Kita..aku tak mengerti?” Ucap Ve lagi, masih berdiri disana, membatu, dengan mata menatap sendu kearah Daniel berdiri.

“Kita?”

Ve mengacak rambutnya kasar, berusaha sadar lalu memejamkan matanya, ini terlalu menyiksa untuknya .

“Nona?” Daniel mulai panik, dia berpikir jika Ve terkena penyakit aneh yang membuatnya terkadang jadi seperti itu, “Apa perlu saya panggilkan dokter?”

Ve diam saja, dipikirannya sekarang hanyalah kabur dari tempat itu secepatnya, tapi kaki Ve terasa lumpuh, Daniel mulai menggoyangkan tubuhnya, Ve merasa bukan hanya tubuhnya saja yang bergoncang tapi juga hatinya, apakah ini awal mulanya? bagaimana jika dia mulai jatuh cinta pada Daniel, laki-laki yang akan segera menikah?

***

Daniel masih bingung dengan kejadian ditaman belakang rumahnya tadi siang , gadis yang ditemuinya , sitetangga sebelah itu benar-benar aneh , setelah mengejutkan Daniel dengan aksi membatunya seperti patung , gadis itu tiba-tiba hilang ketika Daniel kembali dengan membawa segelas air untuk menyadarkannya , laki-laki itu tak mengerti , baru saja suasana diantara mereka sedikit mencair dan beberapa menit kemudian menjadi canggung lagi , apa yang kira-kira membuat gadis itu seperti menghindarinya , apa Daniel melakukan kesalahan ? apa karena dia tersinggung karena Daniel memujinya cantik , ahh !! sepertinya itu tidak mungkin , tidak ada seorangpun didunia ini yang tak merasa senang jika dipuji.

Lagipula gadis itu tiba-tiba berubah ekpresinya saat Daniel berbalik badan dan akan menunjukkan jalan keluar rumahnya , Daniel bahkan tak melakukan apapun yang sekiranya salah atau menyinggung perasaan , bolak-balik dipikirkanpun tetap tak ada hal aneh yang dilakukannya , lama Daniel berpikir sampai akhirnya nada dering ponselnya membuatnya melupakan Ve sejenak , Daniel meraih ponselnya , tunangannya menelepon , sudah lama mereka tak berbicara ditelepon karena sama-sama sibuk , dan wajah Daniel langsung berubah sumringah , dia rindu sosok wanita yang biasanya tidur seranjang dengannya.

“Haii , sayang ?.”

Terdengar suara tawa renyah yang snagat jhas diseberang sana , senyum Daniel langsung merekah mendengarnya , betapa dia merindukan saat-saat bercanda tawa dengan wanita itu , waktu berjalan lambat dan membuat Daniel depert disiksaoleh perasaannya sendiri.

“Kapan kembali ? mama merindukanmu.”

“Aku akan kembali saat rumah anjingku selesai dibangun.”Wanita itu kembali tertawa , tapi kali ini ditanggapi diam oleh Daniel , “Ada apa ? ada yang salah ?.”

“Sebenarnya aku belum mendapatkan tanah itu , jadi aku belum bisa membangun rumah anjingnya.”

“Ohh , sebegitu seriusnya kah kau menanggapi gurauanku ? hahahaha … sayang , aku tidak pernah bersungguh-sungguh meminta itu darimu.”

“Tapi aku mau melakukannya , apapun akan aku lakukan , asal kau bahagia.”

Suara wanita itu begitu indah ditelinga Daniel , seolah membiusnya dengan hanya kata-kata , “Aku tahu kau pasti berkata seperti itu , itu sebabnya aku mencintaimu .”

Daniel tersenyum , “Aku juga.”

***

Ve mengamati tubunhya yang makin kurus , gadis itu menghela napasnya sendiri , tubuhnya terlalu ringkih untuk bekerja keras , padahal Ve butuh uang untuk bertahan hidup , mengurung diri terus tak akan membuatnya kaya , uang tak akan datang sendiri , Ve berpikir sejenak , dia tak bisa selalu menundukkan kepala setiap kali bertemu dengan orang lain , masalah ini harus diselesaikan , lagipula Ve sudah sejak kecil begini , bukankan harusnya dia sudah bisa mengendalikan pikirannya sendiri ?

Ya , Ve kembali mengingat Daniel , laki-laki yang dalam penglihatannya akan menjadi suaminya , Ve menunduk , begitu tak tahu dirinya dia jika meyakini hal itu akan terjadi , apalagi kenyataannya Daniel akan menikahi perempuan lain , ya perempuan lain , bukan dirinya .

“Kau sedang apa ?.”

Ve melihat kearah suara bibinya , wanita itu tengah membawa panci berisi sup , “Bibi masak sup untuk makan malam ?.”

Bibi May mengangguk , sup seledri kesukaan keponakannya yang berisi ayam dan irisan kentang , wanita itu sengaja memasaknya untuk menaikkan selera makan Ve.

“Bibi masak sup seledri kesukaanmu.”

Ve tersenyum , yah dari baunya saja sudah tercium jika itu sup ayam seledri kesukaannya .

“Apakah bibi sengaja memasaknya untukku ?.”

“Tentu , akhir-akhir ini napsu makanmu menurun.”

Bibi May berlalu menuju ruang makan kecil dengan 2 kursi disana , tak pernah ada yang bertamu kerumah mereka , perabotan rumah mereka juga tak terlalu banyak , ruang tamu hanya diisi 1 sofa panjang dan meja bundar , sedang ruang tengah hanya ada televisi dan kursi goyang tempat bibi May biasa bersantai.

“Cobalah , bibi sudah lama tak memasak sup ini , jadi bibi tak yakin dengan rasanya.”

Ve mendekat , menyendok kuah sup , lalu meresapi rasanya , rasa gurih dan sedikit manis , berbeda dengan buatan ibunya yang sedikit pedas karena ditambahkan lada.

“Enak.”

Bibi May tersenyum , “Bibi tahu , sup itu tak seenak buatan ibumu . padahal bibi sudah memohon untuk memberikan resepnya , tapi sampai dia meninggal dia masih mengunci mulutnya.”

Ve terdiam , mengingat ibunya membuat dirinya sedikit bersedih.

“Ohh , sayang .. maafkan bibi , bibi tak bermaksud membuatmu bersedih.”Bibi May buru - buru menghampiri Ve yang menunduk .

“Tak apa bi , aku baik-baik saja . aku lapar , bagaimana kalau kita makan sekarang ?.”

Keduanya makan dengan dalam keheningan , berkali-kali Bibi May mengamati ve yang sedikit lahap makannya , dalam hati bibi May bersyukur , akhirnya keponakannya mau menyentuh makanan buatannya setelah beberapa hari terakhir hanya dilihat saja oleh Ve.

“Bi , besok pergilah kerumah keluarga Carson.”

Bibi May spontan menghentikan aktifitas makannya , “Kenapa ? apa ada masalah ?.”

“Aku sudah setuju untuk menjual tanah , Daniel Lee berjanji akan memberiku uangnya besok.”

“Tunai ? kenapa tak berikan nomor rekening ibumu ?.”

“Aku tak tahu sandinya.”

“Nomornya selalu sama , tanggal lahirmu , dia selalu mengatakan jika semua hal penting dalam hidupnya adalah milikmu.”

Ve terdiam , beberapa kali Ve mengaduk-aduk sup didepannya , sampai akhirnya kembali memakan sup itu sampai habis.

“Pokoknya besok bibi harus datang , pergilah setelah aku berangkat bekerja.”

Bibi May tak bisa menolak permintaan Ve kali ini , “Apa kau .. melihat sesuatu lagi ?.”

Ve menghela napasnya , “Seperti bibi tahu , penglihatan sialan ini membuatku terkurung dan tak bisa hidup normal , apapun yang kulihat aku tak lagi mau peduli.”

***

Zack bersiul-siul sendiri sambil sesekali mengamati jalanan yang masih sepi , restoran tempatnya memarkirkan mobil sportnya bahkan belum buka , yahh … Zack tengah menunggu gadis pemalu yang ditemuinya tempo hari , gadis yang tiba-tiba membuatnya penasaran , tentu Zack menolak mempercayai perkataan gadis itu yang mengatakan jika dia bisa melihat masa depan , tapi entah kenapa Zack sangat tertarik untuk dekat dengannya , ketertarikan itu memang bukan sejenis cinta atau semacamnya , tapi lebih kepada keinginan Zack untuk menjalin pertemanan , mungkin juga suatu saat Zack akan lebih tahu dekat siapa dan apa gadis berwajah muram itu.

“Anda sedang menunggu seseorang tuan ?.”

Zack tersenyum ramah pada wanita yang menanyainya , “Kapan restoran ini akan buka ?.”

Wanita itu kebingungan , ini bahkan masih subuh , “Beberapa jam lagi tuan , saya baru datang untuk membukanya.”

“Kalau begitu , bolehkah saya meminum kopi sambil menunggu didalam , jujur disini sangat dingin.”

Wanita itu sesaat tampak ragu , lalu dilihatnya lagi penampilan Zack dan mobil yang dibawanya , orang semodis itu tak mungkin perampok atau sejenisnya , pikir si wanita .

“Silahkan , saya akan buatkan kopi untuk anda.”

Zack kegirangan , akhirnya tubuh kekarnya tak akan kedinginan lagi , jujur menunggu bukanlah keahlian Zack , laki-laki itu biasa dilayani , dan justru orang lainlah yang selalu menunggunya , tapi entah kenapa kali ini Zack rela berdingin-dingin hanya untuk seorang gadis tak dikenal.

“Siapa yang anda tunggu tuan ?.”

Zack langsung mengambil kopi dan melepas sarung tangannya , laki-laki itu meniup-niup kopi yang baru saja disuguhkan untuknya , sedang wanita dihadapannya masih setia menunggu jawaban.

“Gadis , seorang gadis berwajah suram yang bekerja disini . siapa ya namanya …ahh !! namanya Lavender.”

Si wanita tersenyum , “Gadis itu baru akan kemari jam 8 nanti tuan , itu artinya masih 2 jam lagi.”

“Tak apa , saya akan menunggu.”

Zack berbicara begitu santai , seolah 2 jam itu adalah waktu yang sebentar , dia tak tahu jika menunggu itu adalah suatu hal yang sangat membosankan , sampai akhirnya gadis yang ditunggunya datang juga setelah penantian yang sangat lama menurut Zack.

“Ada orang yang mencarimu , dia datang kemari sejak subuh tadi.”

Ve terkejut , siapa yang menunggunya sampai selama itu ? “Siapa yang menunggu saya Nyonya ?.”

Wanita pemilik restoran menunjuk kearah laki-laki yang sudah mengembangkan senyum disana , Ve makin kaget , bukankah itu sepupu Daniel ? untuk apa dia kemari lagi ?

“Temuilah dia , mungkin ada sesuatu penting yang akan dikatakannya .”

Ve mengangguk , lalu berjalan kearah Zack , Zack sendiri masih mengembangkan senyumnya , sampai Ve duduk tepat didepannya .

“Hai , apa kabar ?.”Zack mengulurkan tangannya seolah keduanya sudah lama saling mengenal.

“Ada perlu apa anda kemari ?.”Ve tak balik menjabat tangan Zack , membuat Zack kembali menarik tangannya.

“Tidak ada sesuatu yang penting , hanya saja saya entah kenapa ingin bertemu dengan anda .”

“Maksud anda ?.”

“Begini , mari jangan saling melakukan hal konyol seperti ini , maksudku .. berhenti bicara formal , dan mari bicara santai seperti teman biasa.”

Ya , bagi Ve Zack adalah satu-satunya oenghubungnya dengan Daniel , hubungannya dengan Daniel mungkin akan berjalan baik jika Zack membantunya , tunggu !! apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Ve , dia tak boleh melangkah melebihi batas , tak juga boleh bertindak sesuka hatinya , tindakannya kedepan akan mempengaruhi masa depan keduanya , dan Ve tak mau merusak kebahagiaan Daniel , apalagi jika nyatanya dalam penglihatannya nanti Daniel ternyata terpaksa menikahinya , tidak !! itu tidak boleh terjadi !!

“Kenapa ? apa yang anda pikirkan ?.”

Ve terdiam sesaat , “Saya , tidak bisa berteman dengan anda , karena itu akan merubah semuanya .”

Zack kembali tak mengerti , merubah ? merubah apa maksudnya ?

“Kalau boleh saya tahu , anda akan merubah apa jika berteman ?.”

“Masa depan.”

Lagi dan lagi , Zack rasanya sangat jengah mendengar perkataan gadis didepannya , “Memangnya takdir macam apa yang anda lihat ?.”

Zack menanyakannya tanpa basa-basi , membuat Ve menjadi gugup seketika.

“Saya , tidak bisa memberitahukannya pada anda , ini terlalu memalukan untuk saya .”

Zack mengangkat sebelah alisnya , “Apanya yang memalukan ? apa Daniel akan melakukan sesuatu pada anda dimasa depan ?.”

Ve terkesiap , memangnya apa yang akan Daniel lakukan padanya ?

“Nona ?.”

“Memangnya apa yang akan dilakukan tuan Carson pada saya ?.”

Zack menepuk keningnya sendiri , gadis didepannya ini benar-benar lugu dan bodoh.

“Begini nona , saya tak tahu takdir atau masa sepan macam apa yang sedang anda coba jelaskan , tapi tak bisakah kita hanya berteman , tanpa embel-embel Daniel atau siapapun itu ?.”

Ve berpikir lagi sejenak , apa juga untungnya jika dia mencoba berteman dengan Zack ? Zack mungkin saja tak akan membuatnya dan Daniel lebih dekat lagi , tapi Ve tetap tak mau mengambil resiko , bagaimanapun caranya aksesnya menuju Daniel harus diputus sedini mungkin , sebelum Ve lebih merasa dekat dan mungkin suatu saat jatuh cinta pada laki-laki itu.

“Maaf , saya tidak bisa .”

Setelah mengatakannya Ve berusaha menghindari Zack , berlalu secepat mungkin adalah cara terbaik sekarang . Ve baru akan beranjak saat tiba-tiba matanya menagkap sosok yang tak asing , iya itu adalah Daniel yang sedang menuju kemeja untuk memesan makanan.

Menyadari jika gadis didepannya tak berhenti menatap sepupunya yang baru datang Zack menyimpulkan jika ada sesuatu diantara kedua orang itu , Zack berdiri dan berniat menyapa sepupunya , Zack melewati Ve begitu saja , lalu menepuk pundak Daniel dari belakang.

“Hai , bro !! sedang apa disini ?.”

Daniel menoleh dan mendapati sepupunya nyengir dibelakangnya , “Aku sedang memesan sarapan . kau sendiri ? tumben berkeliaran ditempat seperti ini ?.”

Zack mengisyaratkan dengan matanya , Daniel mengikuti dan menangkap Ve yang masih mematung disana .

“Kau menemuinya ?.”

“Hemm , aku mencoba mengajaknya berteman , tapi dia menolak.”

“Ck , sebentar lagi kau akan bertunangan dengan Annie , bisakah kau ubah sikap playboy mu itu ?.”

“Dia menolak karena kau , bukan karena aku mencoba menggodanya.”

“Aku ?.”Daniel kembali memperhatikan Ve , terlihat gadis itu masih berdiri menatap kearahnya dan Zack sedang berdiri.

“Hmm , dia bilang dia tak boleh merubah masa depan , kau tahu dia itu aneh , tapi entah kenapa aku menyukainya.”

Daniel menyikut perut Zack pelan , “Hentikan omong kosongmu !!.” Bisiknya dengan sedikit menekankan suaranya.

“Sudah kubilang aku tertarik menjadikannya temanku kan.”

Daniel menghela napas , lalu kembali memesan makanan paginya , tadinya Daniel ingin makan ditempat , tapi karena ada sepupu gilanya yang terus merecokinya , Daniel memutuskan untuk membungkus makanan itu , dan makan dirumah saja.

“Sapalah dia sebelum pergi.”Zack mengikuti Daniel yang akan beranjak keluar restoran , laki-laki itu mengamati sekitar , dan aneh Ve sudah tak terlihat lagi dimana-mana.

“Daripada kau buang-buang waktu , lebih baik pergilah kekantor ayahmu.”Daniel berjalan cepat , sedang Zack masih mengawasi dan mencari0cari keberadaan Ve.

Sesampainya dirumah Daniel melemparkan begitu saja makanan yang tadi dibelinya , pikirannya tiba-tiba terpecah , entah kenapa Daniel tak dapat melupakan sosok Ve , gadis itu menatapnya dengan tatapan nanar , seolah Daniel adalah orang yang patut dikasihani olehnya , padahal kenyataannya justru sebaliknya , Ve lah yang seharusnya mendapatkan rasa iba dari Daniel.

“Gadis aneh , kenapa dia begitu aneh.”Daniel bergumam sendiri , baginya Ve memang aneh , aneh .. seperti dirinya saat ini , Daniel tersenyum sendiri membayangkan wajah Ve yang sedikit kusut .

“Kau mirip anak anjing nona , kadang lucu , kadang menyebalkan.”

Entah kenapa dalam sekejab Daniel melupakan Rika , tunangannya sendiri , biarpun samar nyatanya Ve lah yang sekarang sedang dipikirkannya. Daniel membuka tirai jendelanya , tampak diseberang sana sebuah tanah kosong yang menjadi pemisah rumahnya dan rumah mungil Ve , Daniel menghela napas , mungkin bukan suatu hal yang tepat jika dia memaksa Ve untuk menjual tanahnya padanya , atau mungkin tanah itu benar-benar punya kekuatan magis , sampai-sampai Daniel merasa sangat ingin memilikinya.

***

“Jadi kapan tunanganmu akan dating , bro ?.” Zack tengah memakan salad yang dihidangkan didepannya sebagai makanan pembuka , saat ini dia dan Daniel sedang sarapan dikediaman Daniel.

“Kenapa kau jadi rajin sekali datang kemari ? tidakkah kau punya pekerjaan lain selain mengangguku setiap hari ?.”

Zack mengunyah sayuran hijau dimulutnya sebelum menjawab pertanyaan sepupunya , “Aku hanya penasaran , secantik apa dia , itu saja.”

“Yang pasti lebih cantik dari Anne , tunanganmu.”

“Anne memang sedikit spesial , tapi aku tulus menyukainya.”

Daniel tersenyum , paling tidak ada satu sisi baik Zack yang disukainya.

“Aku menemui tetanggamu , gadis bermata terang itu . aku pikir aku akan berteman dengannya.”

“Kau gila , mana mau dia berteman denganmu ?.”

“Kau benar , gadis itu memang menolakku mentah-mentah.”

“Apa maksudmu ?.”

Zack menghentikan makannya , lalu meminum jus jeruk disamping piringnya yang sudah kosong , “Aku mengajaknya berteman hanya itu.”

“Jangan ganggu dia , sepertinya hidupnya tak berjalan dengan baik.”

“Aku pikir bukan aku yang menganggu pikirannya.”

“Maksudmu ?.”

“Sepertinya , dia menyukaimu.”

Daniel tersenyum sinis , Ve bukanlah tipenya , dan gadis itu juga baru mengenalnya beberapa waktu yang lalu , “Kau pikir , semua orang akan dengan mudahnya jatuh cinta pada orang lain ?.”

“Mungkin dia tidak begitu sebelumnya.”

“Jangan bicara aneh-aneh , selesaikan makanmu dan pulanglah.”

“Bagaimana jika suatu saat , kau juga menyukainya ?.”

Apa-apaan bocah bodoh ini ?! Teriak Daniel dalam hati , tidak mungkin juga jika Daniel jatuh hati pada wanita lain , bukankah pilihannya sudah ditentukannya sendiri ? bukankah Rika adalah wanita paling sempurna untuknya ?

“Berhenti bicara omong kosong.”

Zack cuek , bagaimanapun juga sangat jelas terlihat olehnya jika sekarang Daniel sedang salah tingkah.

“Bukankah sudah kubilang untuk memikirkan ulang soal pernikahan ? jangan karena bibi , kau jadi sembarangan memutuskan.”

“Apa maksudmu ?.”

“Kau beda denganku Dan , aku sudah ditakdirkan untuk bersama dengan Anne sejak masih dalam kandungan , sedangkan kau ? kau bahkan belum memiliki tujuan yang pasti dalam hidupmu , kau baru menemui satu wanita , dan kau langsung begitu saja memutuskan untuk menikahinya saat itu juga ?.”

“Apa kau tak bisa berhitung ? sudah 3 tahun aku bersamanya , lantas apalagi memang yang harus kutunggu ?.”

“Bagaimana jika wanita itu bukan takdirmu ?.”

Takdir , takdir , takdir , sejak kapan sibrengsek Zack percaya pada takdir ? Daniel tak mengerti dengan jalan pikiran laki-laki itu , sudah jelas Rika adalah takdirnya , lantas dia harus menunggu apalagi ?

“Hari ini kau terlalu banyak bicara , aku pikir kondisi psikismu sedang terganggu.”

Zack tertawa , suara tawanya mengema diselurih ruangan , ini bahkan sudah berapa tahun , mereka bahkan tak pernah membahas masalah serius seperti saat ini , sesuatu yang segera akan mengarah pada perdebatan , Daniel sangat pandai dalam urusan berdebat , dan Zack tahu jika dia akan kalah telak dengan sepupunya itu.

“Hahahahahaha !! sudahlah bro !! kenapa kau selalu menganggap serius ucapanku ?.”

Daniel menepis tangan Zack yang akan menepuk pundaknya , jujur perbincangannya dengan Zack kali ini agak sedikit menyinggungnya.

“Jadi maksudmu , aku harus memastikan lagi keadaan hatiku ? tahu apa kau tentang cinta Zack ? kau bahkan tak dapat banyak cinta dari orang tuamu.”

Pundak Zack menegang , tak disangkanya jika Daniel akan mengatakan hal itu dihadapannya saat ini , “Apa maksudmu barusan bro ?.” Tanyanya setengah tak percaya.

Daniel berusaha tak lagi menuruti emosinya , dengan cepat Daniel bangkit dari kursi dan bersiap meninggalkan Zack.

“Maaf , aku agak sedikit emosi.”

Zack tercenung , selama ini dia berpikir jika Daniel adalah sosok tenang yang tak mudah terpancing emosi , Zack memperhatikan lagi punggung sepupunya yang berjalan menjauh , ada sedikit gejolak dihati Zack saat ini , selama ini Zack mengira jika kedua orang tuanya sangat menyayanginya , biarpun dia bukan anak kandung , tapi hari ini anggapan itu sirna seketika , benarkah jika selama ini dia hanya menjadi obyek kebohongan dari seluruh keluarga Lee Carson ?

***

Dokter Sebastian tertunduk lesu , melihat hasil lab dari sahabat karibnya , matanya memandang nanar secarik kertas yang baru saja dikeluarkannya dari dalam amplop , bagaimana mungkin ini bisa terjadi ? padahal kemarin , dia tampak baik-baik saja ?

“Hallo Zack ?.”

“Holla , my bro ?.”

“Bisakah kau datang kemari sekarang ?.”

“Ada apa ?.”

“Ada hal penting yang harus kusampaikan.”

Tian meremas kertas yang ada ditangannya , suara Zack terdengar lirih dari seberang sana , itu membuat Tian tak tega , tak apalah jika sekarang dia menyimpan kabar buruk itu , paling tidak biarkan Zack tidur nyenyak malam ini , begitu pikir Tian.

“Setelah kupikirkan lagi , kau tak usah kemari sekarang . besok saja , datanglah kemari sesukamu.”

“Ada apa ? apa hasil labku sudah keluar ?.”

Tian terdiam sejenak , laki-laki itu mengatur napas agar bisa bicara setenang mungkin.

“Gadis itu , siapa nama gadis yang meramalkanmu sedang sekarat ?.”

“Kenapa memangnya ?.”

“Tidak . hanya saja , aku ingin bertemu dengannya secepat mungkin.”

“Ada apa bro ? apakah ada yang salah denganku ?.”

“Aku tak yakin kawan , kita harus memeriksanya lagi.”

“Brengsek !! apa maksudmu !! kau bilang aku baik-baik saja !! katakan jika aku bener-benar baik-baik saja !!.”

Zack meremas kerah baju Tian , berharap sahabatnya cepat-cepat mengatakan jika itu hanya bualan , tapi Tian diam saja , dan itu membuat Zack semakin kalut.

“Aku tidak mau mati !! bagaimana dengan Annie ?! bagaimana dengan perusahaan ayah , siapa yang akan menggantikan posisiku sebagai pewaris ?!.”

Zack tertunduk , menyesali semua perbuatannya yang selalu menyia-yiakan waktu , kini barulah laki-laki itu sadar betapa berharganya sebuah kesehatan.

“Tenanglah , akupun belum yakin , kau harus menjalani serangkaian tes lainnya ..”

“Kanker sialan macam apa yang menghuni tubuhku ? kanker darah , kanker otak , kanker paru , kanker payudara ?!.”

“Sudah kubilang untuk tenang kan , lagipula kau melewatkan pemeriksaan rutinmu tahun lalu , dan kemarin juga kau melewatkannya lagi , aku harus bersusah payah mengurusmu yang selalu mengabaikan kesehatan , kalau sudah begini kau mau menyalahkan siapa ?.”

Zack mendelik , jika Tian menyalahkannya begini , berarti memang benar sekarang Zack sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja .

“Tolong aku Tian , kumohon , hanya kaulah yang bisa membantuku.”

Cristian tahu jika dia bukanlah dokter spesialis , tapi Tian juga tak mungkin membiarkan sahabatnya sekarat , dokter muda itu lantas berpikir sejenak , ada beberapa dokter kenalannya yang akan dengan senang hati menolong Zack , tapi Tian tak tahu bagaimana dengan Zack sendiri , apakah laki-laki itu bersedia atau tidak , dan lagipula ada beberapa serangkaian tes lagi yang harus dilakukan , Tian juga belum yakin betul dengan penyakit Zack ini , jadi ada baiknya jika dia tak buru-buru mengambil keputusan.

“Tenanglah , sekarang pulanglah dulu , tenangkan pikiranmu , dan jangan buru-buru memberitahu paman dan bibi , mereka akan sangat syok , apalagi kau adalah anak tunggal.”

Zack menurut , laki-laki itu berjalan gontai keluar ruangan , tadinya Tian akan menawarkan tumpangan , tapi Tian tahu jika sekarang yang dibutuhkan sahabatnya berjalan menyusuri lorong rumah sakit sendirian dengan berlinangan air mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status