“Berapa jam kita tertidur tadi?” tanya Ratha saat sedang mandi ke tiga kalinya hari ini bersama Lavrinda.“Sekarang sudah jam 4 sore hehe.” Jawab Lavrinda. “Aku akan mengeringkan badan dan menata rambutku dulu. Cepat, nanti kita dimarahi Papa.”Mereka berdua keluar dari kamar mandi dan segera berlari menuju kamar mereka. Ratha segera mengeringkan badannya dan memakai pakaian setelan rapinya. Kemudian dia membantu Lavrinda menyisir rambutnya.“Rambut yang indah.” Puji Ratha. “Aku suka warna putih ini.”“Terima kasih. Ini warna rambut asliku.” Balas Lavrinda. “Kamu tahu, aku terlahir dengan kelainan warna rambut. Tapi kalau kamu mengatakan seperti itu, aku tidak akan mengubah warna rambutku lagi.”“Dikuncir apa ini?” tanya Ratha.“Seperti tuan putri.” Jawab Lavrinda.Ratha menuruti permintaan kekasihnya itu. Gaya rambut itu memang cocok bagi Lavrinda. Terdengar suara perut keroncongan dari Ratha. Lavrinda terkekeh mendengar suara itu, “Ayo kita cepat makan. Lalu kamu segera menemui Papa
Kue yang dibelinya tadi disajikan oleh Lavrinda di atas piring. Dipotongnya kue tersebut untuknya dan Ratha. Ratha menyendok secuil kue dan mengarahkan sendoknya ke mulut Lavrinda, “Aah.”Melihat inisiasi dari Ratha, gadis itu menerimanya. Ratha tersenyum, “Aku tadi melihat ada pasangan di toko kue melakukan ini. Aku ingin menirunya.”“Kuenya jadi enak.” Balas Lavrinda dan gantian menyuapi Ratha.Maria tidak kuat melihat mereka bermesraan dan akhirnya menuju kamarnya. Di dalam dirinya terjadi konflik, kok bisa begitu? Dari pengakuan Ratha saat pertama kali bertemu dengannya dia dalam kondisi stres dan penuh tekanan. Kini dia tampak biasa-biasa saja. Sungguh tidak manusiawi apa yang dilakukan Herman dan Lavrinda, menggunakan obat untuk mengontrol Ratha.“Aku sudah mempersiapkan untuk besok. Aku dengar kamu mendapat tugas tambahan dari Papa. Aku bisa menyusup sendirian ke sana.” Kata Lavrinda.“Tidak, urutannya aku menemani dahulu. Barulah aku melaksanakan tugas tambahanku.” Balas Ratha
Tidak lama kemudian Lavrinda keluar dan menemui Ratha. “Sudah semuanya, aman dan tidak ada kendala. Sepertinya hanya laporan palsu yang mengatakan ada mata-mata ke sini.”Ratha tersenyum dan berpamitan kepada para penjaga. Mereka berdua segera keluar dari gedung hijau. Ratha dan Lavrinda menemui Agnes di tempat penjemputan mereka.“Bawa Lavrinda keluar. Aku ada tugas lanjutan.” Ucap Ratha kepada Agnes.“Eh? Aku ingin ikut.” Balas Lavrinda.“Ini berbahaya sayang.” Kata Ratha dan mencium bibir Lavrinda. “Turunkan aku di kereta lintas kota terdekat.”Agnes segera mengemudikan mobilnya ke stasiun kereta lintas kota. Ratha turun dari mobil membawa tas duffel berwarna hitam yang berisi perlengkapannya. Terlihat Lavrinda begitu kecewa melihat Ratha pergi sendirian.Ratha menuruni tangga menuju ke stasiun bawah tanah itu. Dari sana dia masuk ke ruang staf kereta api. Ruangan staf tersebut kosong karena semuanya sedang keluar. Dari sana dia keluar ke pintu yang menuju ke arah rel kereta bawah
AS dan sekutunya gempar mendengarkan bahwa Presiden Larache yang merek dukung tewas dibunuh. Kini mereka sudah tahu bahwa Kermenchik akan jatuh menjadi negara kartel seperti negara Latin Amerika lainnya. Mereka dengan cepat meminta mata-mata mereka untuk segera mencari calon baru untuk menjadi negara boneka mereka. Jika tidak negara mereka jadi tidak aman berkat Kermenchik akan menjadi titik panas penyebaran mafia dan kartel.Herman kini berjalan di istana negara memenuhi panggilan Adler. Dipandu oleh sekretaris Adler dia memasuki kantor Adler. Dibuka pintu kantor Adler, terlihat Adler bersama beberapa mentri sedang berbicara.“Tuan-tuan, mari saya perkenalkan. Wakil presiden yang baru, Herman Friedrich Souer. Saya yakin Tuan Herman di sini orang yang handal dan cocok untuk posisi ini. Ditambah lagi dia seorang pengusaha handal, dia pasti bisa membantu kita dan mengarahkan pertumbuhan ekonomi kita.” Adler beranjak pergi dari mejanya dan memeluk Herman.Para mentri yang pro Adler berte
Hari sudah semakin sore, Ratha keluar dari kantor Herman di pelabuhan dan berniat untuk kembali menemui Lavrinda. Dia mendapatkan telepon dari Lavrinda.“Kamu ada di mana?” tanya Lavrinda.“Dalam perjalanan pulang.” Jawab Ratha.“Waktu untuk obatmu habis tinggal 2 jam. Cepat pulang,” balas Lavrinda.“Baik.” Ratha menjawab dan mematikan teleponnya.Mengingat hari ini mereka mau makan siang bersama. Ratha harus segera kembali menemui kekasihnya itu. Langit sudah berwarna kemerah-merahan. Segera diambilnya motor gedenya dari parkiran dan berangkat pulang ke rumahnya.Setelah setengah jam berlalu barulah Ratha sampai. Segera dipindainya kartu aksesnya di mesin pemindai lift dan menuju lantai rumah mereka berada. Pintu lift terbuka dan dia sampai di depan pintu apartemen mereka.Sebelum Ratha membuka pintu Lavrinda sudah membukanya dan memeluk dirinya. Layaknya kucing yang ingin bertemu dengan majikannya. “Aku pulang.”Lavrinda menuntunnya untuk duduk di ruang tamu. Setelah itu ia menyuruh
Maria menuju kantornya dan masih teringat jelas bahwa Ratha benar-benar meminta tolong padanya saat itu. Dia juga ingat dengan jelas bagaimana Ratha merebut hatinya begitu dia berusaha menolongnya melawan Herman.Tapi dia tahu dia tak bisa merebut kekasih putri tirinya itu begitu saja. Obat aneh yang dikonsumsi oleh Ratha sepertinya membuatnya lupa ingatan dan dikendalikan oleh Herman dan Lavrinda.“Nona Maria?” penjaga pintu berbicara dari luar.“Ada apa?” tanya Maria.“Ada perwakilan yang datang mau bertemu Anda.” Jawab penjaga itu.“Baiklah. Suruh dia masuk.” Pinta Maria dan menekan tombol buka kunci pintunya. Siapa sangka yang datang adalah Ratha.“Lho, ada apa kamu datang ke sini? Lavrinda tahu kamu datang ke sini?” tanya Maria.“Tidak, hari ini saya ke sini diam-diam dan juga belum mengambil obat saya.” Jawab Ratha. “Aku juga mengingatkan Anda untuk tidak ikut campur kalau berada di rumah. Karena nanti Lavinda bisa tahu kalau aku diam-diam sudah punya resistansi terhadap obat ba
“Agak berat ini Ratha. Papa bilang ada mafia baru dari Jepang ingin mencoba masuk ke negeri ini.” kata Lavrinda.“Tinggal kita eliminasi saja. Tidak ada masalah.” Jawab Ratha.“Kuharap bukan kamu yang disuruh Papa.” Gadis itu merangkul Ratha. “Aku berharap kamu hanya ekslusif menerima tugas dariku.”“Oke, kita sudah dari dokter. Sekarang kita harus ke mana?” tanya Agnes.“Mari kita melihat-lihat kota dan tempat tinggal calon musuh kita.” Jawab Lavrinda. “Ada di apartemen tempat orang asia berkumpul di pinggir pelabuhan.”“Anda tidak berencana untuk membunuh mereka semua kan?” tanya Agnes.“Tidak. Kita hanya mengingatkan bahwa di tempat ini kita yang berkuasa.” Jawab Lavrinda.Agnes mengemudikan kendaraan mereka menuju kompleks perumahan warga asia di dekat pelabuhan. Dia juga memanggil beberapa pengawalan tambahan dari polisi dan anggota mafia mereka. Lavrinda menelpon ayahnya soal rencananya dan Herman setuju. Dia juga memberikan pesan kalau bisa culik salah satu tokoh mereka untuk d
Setelah dari tempat eksekusi, mereka bertiga kembali. Lavrinda bersenandung kecil-kecilan dengan riang gembira. Ratha menanyainya, “Sepertinya kamu tampak bahagia sekali.”“Pastinya. Kita sudah mengirim pesan yang jelas kepada rival kartel kita.” Balasnya. “Sekarang tinggal tunggu kamu sembuh baru kamu dan Agnes menyusup kepada mereka dan menghancurkan kartel mereka.”“Atau kamu punya rencana lain Ratha?” tanya Lavrinda.“Kirim Agnes saja. Aku akan memandu Agnes,” jawab Ratha. “Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu Lavrinda.”“Hei,” tukas Agnes. “Outsourcing tugasmu kepadaku ya?”“Lalu bagaimana dengan permintaan saya Nona Lavrinda?” tanya Agnes.“Soal itu boleh-boleh saja. Asal kamu tidak cerita ke orang lain.” Jawab Lavrinda.“Kita menuju ke klub kalau begitu.” Kata Agnes.Tanpa banyak bicara mereka menuju klub. Mereka bertiga menuju kantor Lavrinda di sini dan mengunci pintunya. Lavrinda terlihat sedang membantu Agnes untuk meracik sesuatu minuman. Mereka sesekali tertawa dan berb