Pov. DitoSial! Benar-benar sial! Setelah sekian lama tak bertemu dengan mantan istriku itu, kini ia justru tampak lebih cantik dan modis. Membuat jantungku kembali berpacu. Awalnya aku ingin menyapa, tapi entah mengapa mulutku justru mengatakan hal-hal yang justru menghinanya. Indah Savitri—wanita yang aku talak empat tahun yang lalu, kini muncul bak bidadari. Kulit kuning langsat yang bersih dan terawat, wajah putih yang bersemu merah muda membuat ia tampak awet muda dan cantik jelita. Sangat berbeda sekali dengan dirinya dulu, saat masih bersamaku. Membuat debaran di hatiku yang dulu hilang kini timbul kembali, seperti saat masa-masa kami pacaran dulu.Panasnya tamparan di pipiku ternyata tidak sepanas hatiku saat melihat ia bersama seorang lelaki yang mengaku sebagai calon suaminya. Tidak! Aku tak rela Indah yang cantik jatuh ke tangan pria itu. Apalagi sekarang aku sudah punya putra laki-laki dari Retno, jadi tak ada salahnya rujuk dengan mantan istri. Aku yakin dengan mendek
Aku kembali ke rumah sakit menemui Retno serta putraku Bagas yang masih dirawat. Isi kepalaku di penuhi dengan wajah cantik Indah dan bagaimana cara mendapatkannya kembali. Indah yang kini sedikit berbeda dari Indah yang aku kenal dulu. Selain lebih berkelas, sikapnya pun juga lebih berani padaku. Ceklekkk!Aku membuka pintu dan menghampiri Retno yang sedang menyuapi putra kecilku yang manja. Bagas baru berumur dua tahun, tapi tubuhnya yang besar tinggi membuatnya terlihat seperti bocah berumur empat tahun. Sebagai putraku satu-satunya, anak yang begitu aku dambakan. Aku dan Retno memang sangat manjakannya. Tak kubiarkan seujung ranting kecil menggores tubuhnya. Walau akibat dari semua itu, putraku menjadi sangat manja pada kami. Ia keras kepala dan tak pernah berhenti merengek jika keinginannya tak terpenuhi. Walau terkadang keinginannya cukup menguras kantongku yang kian hari kian menipis. "Bagaimana keadaan
Sejak kepulangan Naira dari rumah sakit, aku merasa was-was. Entah kenapa, aku merasa seperti ada seseorang yang membuntuti dan mengawasi gerak-gerik kami sejak kemarin."Indah, kamu ngapain ngintip di balik jendela?" ujar Ibu mengagetkanku. Sontak aku menoleh. "Astagfirullah! Ibu ngagetin Indah, saja." Aku memang sedang mengintip dari balik jendela kamarku yang dapat mengarah langsung ke jalanan. Menurutku ini tempat yang sangat strategis untuk memantau dari dalam rumah. Aku beranjak dari jendela, dan duduk di sebuah sofa panjang yang kuletak di dekat jendela itu."Entah kenapa, sejak Naira pulang dari rumah sakit, Indah merasa ada yang mengawasi gerak-gerik Indah, Bu,""Mengawasimu? Siapa?" tanya Ibu dengan dahi yang mengkerut. Aku mengangkat bahuku tanda tak tahu. "Sudahlah Indah, jangan kamu pikirkan lagi!Mungkin itu cuma perasaanmu saja," ujar Ibu menenangkan kegelisahan hatiku
Setelah membasuh wajahku, lalu aku membubuhkan make-up sedikit agar wajahku tak tampak terlalu sembab serta lusuh. Setelah dirasa wajahku pantas, aku keluar kamar dan menemui Mas Arman yang masih sedang bermain bersama putriku. Sebenarnya aku malas menemuinya dengan keadaanku yang seperti ini, hanya saja Ibu sedari tadi selalu memaksa. "Pergilah Indah, temui Nak Arman sebentar! Tidak enak sama dia, jika kamu tidak menemuinya. Nak Arman sudah baik banget dan keluarganya juga sudah banyak membantu kita!" nasehat Ibu tadi padaku. Membuatku tak enak hati jadinya. Kuakui jika bukan berkat kebaikan Bu Narmi, mana mungkin hidupku jadi sebaik ini.Hingga akhirnya terpaksa aku menuruti keinginan Ibu, aku juga heran semenjak Naira mengakui dirinya sebagai Ayah. Mas Arman jadi sering datang ke rumah ini untuk menemui Naira. Padahal selama ini kami hanya bertemu di resto saja.Aku mengurut pelipisku, kepalaku langsung terasa nyut-nyutan sekarang. Karena melihat banya
Pagi ini aku bangun agak lambat, tidak seperti biasanya yang bangun selalu pagi-pagi sekali.Aku menghela napas, memandang wajahku di pantulan cermin. Walaupun sudah aku tutupi dengan make up, tapi mata cekung kurang tidurku tak dapat tertutup dengan sempurna.Aku menghela napas, kulirik Naira yang masih tertidur lelap di atas ranjangku. Malam tadi, gadis kecilku sedikit manja. Tidak biasanya ia minta tidur bersamaku. Biasanya ia akan selalu tidur bersama neneknya."Sayang, bunda pergi kerja dulu ya, Nak, kamu sama Nenek aja di rumah! Dan jangan nakal ya, Nak. Jangan bikin Nenek repot!" ujarku sambil mencium rambut Naira. Entah gadis kecilku itu mendengarkannya atau tidak? Yang jelas Naira masih tak bergeming. Masih tertidur lelap tampaknya.Kuciumi kembali pipi gembulnya sebelum melangkahkan kaki pergi. Aku tersenyum membayangkan waktu yang cepat sekali berputar. Tak terasa gadis kecilku sudah mulai besar d
Pov. DitoSudah beberapa hari aku memantau pergerakan Indah dan hari ini aku memberanikan diri untuk menemuinya. Aku tak mau kalah langkah dan membiarkan berlian yang aku buang diambil oleh orang lain.Beruntungnya aku, akhirnya aku bisa menemui mantan istriku ini. Namun, sialannya! Ia justru sedang asik makan romantis bersama seorang duda yang tempo hari memperkenalkan diri sebagai calon suami Indah.Dengan segala drama serta kebohongan yang aku buat, hampir saja Indah iba dan kasihan padaku! Tapi sialnya, si duda itu justru menghentikannya. Padahal sedikit lagi aku bisa mempermainkan hati Indah dan membuat ia kembali kepelukanku. Aku sudah pusing dengan debt colektor yang datang silih berganti menagihku, baik secara langsung atau lewat via telpon."Sayang, Mas mohon maafkan, Mas!" ucapku kembali mengalihkan perhatian Indah dari lelaki putih itu. Namun, tak ada respon. Sejak kepergian si duda itu, Indah terus saja me
"Sayang ... apa kamu tak melihat ketulusanku, aku tulus meminta maaf padamu, dan memperbaiki hubungan kita. Apa aku salah?" ujarku berusaha menyakinkan, dengan ekspresi yang serius aku mainkan agar Indah luluh. Dan mau menerimaku kembali.Indah terlihat mengulas senyum tipis, lalu menghela napas panjang. Wajahnya tetlihat biasa-biasa saja dengan pandangan mata yang sedikit pun mau menatap padaku. "Aku sudah memaafkanmu, Mas. Tapi kembali rujuk? Itu tak akan mungkin terjadi. Pergilah dari sini, Mas! Aku masih banyak kerjaan yang harus aku kerjakan. Jangan pernah datang lagi ke sini jika hanya untuk menemuiku!" balas Indah yang membuatku ternganga. Ia seakan tak peduli lagi denganku. Rayuanku selama ini yang dapat membuatnya luluh, sia-sia belaka.Kutelan ludahku dan ingin aku jambak rambutku erat, Jika Indah kekeuh tidak mau balik rujuk. Lalu bagaimana dengan hutang-hutangku itu, bunganya semakin hari semakin meninggi. Mencekik leher dan membuatku sesak. Bekerja siang malam juga tid
Semenjak Indah pergi meninggalkanku, hidupku menjadi susah dan menderita. Aku memang mendapatkan anak laki-laki yang aku nantikan, hanya saja rezekiku menjadi seret dan hutangku semakin menumpuk setiap harinya.Retno tidak seperti Indah yang sederhana dan bijak dalam mengatur keuanganku. Gaya hidup serta kebutuhan Retno yang besar, membuatku terjerat hutang di mana-mana. Perempuan itu pintar sekali mengambil kesempatan, memanfaatkan rasa sayangku saat ia sedang mengandung anakku. Banyak sekali permintaannya padaku, dengan alasan bayi yang ada di dalam kandungannya. Tentu saja, karena rasa bahagiaku yang sebentar lagi memiliki anak laki-laki darinya, membuat aku selalu mengabulkan keinginannya. Walau pada akhirnya semua permintaannya itu semakin menjadi-jadi saja.Terkadang aku berpikir, apa iya ada orang ngidam perhiasan dan barang-barang branded. Ah ... itu pasti akal-akalannya saja. Hingga imbasnya sekarang, hutangku di mana-mana! Hingga sekarang aku sampai tak berani pulang ke r